himpunan penduduk agraris cenderung homogen yang menempati wilayah tertentu dan memiliki kebudayaan dengan sifat kekeluargaan dan kegotongroyongan yang tinggi.
Masyarakat desa umumnya bermata pencaharian dari sektor pertanian sehingga pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian hanya merupakan sambilan saja, sehingga di
saat masa panen atau masa menanam padi tiba maka pekerjaan-pekerjaan sambilan tersebut ditinggalkan Soekanto, 1982.
Kehidupan masyarakat desa yang pada umumnya bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya alam disekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakaian dan tempat
tinggal dalam mempertahankan hidupnya terhadap setiap ancaman yang datang dari dalam maupun luar lingkungan hidupnya. Hal ini demi mencapai dan menciptakan
kemajuan dalam hidupnya Hasansulama et al., 1983.
II.4 Interaksi Masyarakat Desa dengan Hutan
Interaksi adalah hubungan timbal balik yang terjadi antara dua faktor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi dan reaksi. Manusia berinteraksi
dengan lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Ia membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya Soemarwoto, 1994.
Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya;dalam hal ini adalah hutan merupakan hubungan sirkuler, yang mengandung arti bahwa interaksi yang terjadi antara
manusia dan hutan bersifat kompleks, karena pada umumnya dalam hutan terdapat banyak unsur. Pengaruh terhadap suatu unsur akan merambat pada unsur lain, sehingga
pengaruhnya terhadap manusia sering tidak dapat dengan segera dilihat dan dirasakan, tetapi pada akhirnya cepat atau lambat akan berpengaruh kepada kehidupan manusia
Soemarwoto, 1994. Interaksi antara masyarakat sekitar dengan kawasan hutan yang mengarah pada
kerusakan kawasan disebabkan oleh Suratmo, 1974: 1. tingkat pendapatan masyarakat sekitar relatif rendah
2. terbatasnya lapangan pekerjaan dan sulit mencari tambahan penghasilan 3. kebutuhan hasil hutan yang tidak terpenuhi karena terbatasnya di pasaran
4. pekerjaan mencuri relatif lebih mudah dan memberikan penghasilan lebih besar 5. adanya tukang tadah hasil curian
6. kurangnya patroli keamanan kawasan hutan 7. masalah mental, kebiasaan dan seba-sebab khusus lainnya.
Kondisi sosial-ekonomi masyarakat adalah segala aspek yang berhubungan dengan hidup kemasyarakatan yang menyangkut pemenuhan kebutuhan hidup manusia
Soekmadi, 1987.
II.5 Hutan Lindung
Hutan lindung merupakan kawasan hutan yang ditetapkan karena memiliki sifat khas sebagai sistem penyangga kehidupan yang mampu memberikan perlindungan
kepada kawasan sekitar dan kawasan di bawahnya dalam bentuk pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta pemeliharaan kesuburan tanah. Kriteria penetapan
kawasan hutan lindung didasarkan kepada penilaian terhadap faktor lereng, jenis tanah, dan curah hujan serta ketinggian tempat dengan ketentuan-ketentuan tertentu
Ngadiono, 2004. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan Hutan Lindung menurut SK Menteri
Kehutanan 464Kpts-II jo No. 140Kpts-II1998 dan SK Dirjen PHPA No. 129 KptsDJ- VI1996 meliputi Ngadiono, 2004:
1. inventarisasi kondisi dan potensi hutan lindung meliputi flora, fauna, potensi wisata, dan potensi sumberdaya air
2. pemancangan dan pemeliharaan batas 3. perlindungan dan pengamanan fungsi ekosistem dan kawasan
4. rehabilitasi hutan yang rusak 5. pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan, dan
6. peningkatan peran serta masyarakat. Pasal 19 ayat 2 PP No. 342002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan menetapkan bahwa pemanfaatan kawasan yang dapat dilakukan dalam hutan lindung meliputi usaha
budidaya tanaman obat herba, tanaman hias, jamur, perlebahan, penangkaran satwa liar, dan usaha budidaya sarang burung wallet. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan
lindung sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat 3 meliputi usaha wisata alam, olahraga tantangan, pemanfaatan air, perdagangan karbon carbon trade, serta usaha
penyelamatan hutan dan lingkungan. Sedangkan menurut Kittrodge dalam Manan 1998 pengertian hutan lindung
adalah suatu kawasan yang ditumbuhi sebagian atau seluruhnya oleh vegetasi berkayu, terutama dikelola atas dasar pengaruhnya yang menguntungkan terhadap pergerakan air
dan tanah, jadi tidak untuk menghasilkan kayu maupun makanan ternak. Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan
jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Akan tetapi kawasan hutan lindung dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan, bahkan kegiatan pertambangan pun diizinkan untuk dilaksanakan dengan pola pertambangan tertutup dengan seizin Menteri Kehutanan. UU No. 41 Tahun 1999.
Untuk pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan lindung dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat II KotamadyaKabupaten sebagaimana diatur dalam PP No.
62 Tahun 1998. Adapun urusan pengelolaan yang dimaksud adalah kegiatan pemancangan batas, pemeliharaan batas, mempertahankan luas dan fungsi,
pengendalian kebakaran, reboisasi dalam rangka rehabilitasi lahan kritis pada kawasan hutan lindung dan pemanfaatan jasa lingkungan.
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
III.1 Sejarah dan Status Kawasan
Hutan Lindung Gunung Lumut HLGL pada tahun 1970-an masih merupakan areal konsesi HPH PT Telaga Mas. Pada tanggal 15 Januari 1983, kawasan ini ditunjuk
sebagai hutan lindung berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 24KptsUm1983 tentang Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan propinsi
Kalimantan Timur. Walaupun demikian status HLGL masih penunjukkan belum dikukuhkan. Sehingga secara legalitas, status HLGL masih lemah karena belum sah
secara hukum. Hutan Lindung Gunung Lumut HLGL merupakan satu dari empat hutan lindung yang berada di kabupaten Pasir propinsi Kalimantan Timur. Kawasan ini terletak
di arah timur laut Tanah Grogot, ibukota kabupaten Pasir dan berjarak ± 84 km dari Penajam.
Luas keseluruhan kawasan HLGL adalah 35.350 Ha UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan. Penataan batas pada kawasan HLGL telah dilakukan sebanyak tiga kali
oleh tim orientasi tata batas dari Baplan Balikpapan dan Dinas Kehutanan Pasir yaitu pada tahun 1986, 1990 dan tahun 2003. Dengan panjang batas yang ditata batas
berturut-turut adalah 100.975 meter, 20.600 meter dan 121.575 meter. Di sekitar kawasan hutan lindung terdapat 13 desa dengan 1 dusun berada dalam kawasan di 4
kecamatan. Sampai saat ini kegiatan-kegiatan logging masih terjadi di dan sekitar kawasan
HLGL, baik yang secara legal oleh beberapa HPH di areal konsesi dan yang memiliki IUPHHK Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu maupun kegiatan illegal logging
yang semakin marak akhir-akhir ini. Kegiatan tersebut telah memberikan tekanan dan gangguan bagi keberadaan hutan lindung. Sejalan dengan itu, kesadaran dan
pengetahuan sebagian masyarakat di dan sekitar HLGL terhadap fungsinya masih kurang. Umumnya mereka memanfaatkan hutan dengan mengambil rotan dan madu
yang merupakan produk hutan non-kayu. Namun sebagian masyarakat ada pula yang menebang kayu, baik untuk kebutuhan sendiri maupun dijual TBI Indonesia, 2004.
III.2 Kondisi Fisik III.2.1 Letak dan Luas
Hutan Lindung Gunung Lumut terletak pada koordinat geografis 116
o
02’ 57’’- 116
o
50’ 41’’ Bujur Timur dan 01
o
19’ 18’’- 01
o
49’ 33’’ Lintang Selatan. Hutan lindung ini secara administratif termasuk dalam wilayah kecamatan Batu Sopang, Muara Komam,
Long Ikis dan Long Kali, di bawah pengawasan Dinas Kehutanan kabupaten Pasir,
propinsi Kalimantan Timur. Peta kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hutan Lindung Gunung Lumut memiliki luas sekitar 35.350 hektar berdasar UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan, dengan batas wilayah antara lain :
Sebelah Utara : Desa Kepala Telake
Sebelah timur : Desa Muara Lambakan, Desa Belimbing, Desa Tiwei, Desa
Rantau Layung, Desa Rantau Buta Sebelah Selatan
: Desa Kasungai, Desa Busui, Desa Rantau Layung
Sebelah Barat : Desa Batu Butok, Desa Uko, Desa Muara Kuaro, Desa
Prayon, Desa Long Sayo, Desa Swanslutung
III.2.2 Iklim
Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut HLGL, berdasarkan data iklim tahun 1994-1998, berdasarkan sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson 1951 termasuk dalam
tipe iklim A atau sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropika. Kawasan ini memiliki rata-rata curah hujan pada tahun 1982-1993 sebesar 165,83 mmbulan dengan
8,92 hari hujan dan pada tahun 1994-1998 rata-rata curah hujan sebesar 216,38 mmbulan dengan 10,36 hari hujan.
III.2.3 Hidrologi
Hutan Lindung Gunung Lumut merupakan bagian hulu dari sungai-sungai yang akan mengalir ke daerah permukiman dan pertanian di daerah hilir sehingga berperan
sangat penting sebagai daerah tangkapan air dan melindungi sistem tata air di kawasan tersebut. HLGL merupakan daerah tangkapan air untuk dua DAS besar di kabupaten
Pasir yaitu DAS Kendilo dengan anak sungai Sungai Busui 20 km di Tanah Grogot dan DAS Telake di kecamatan Long Kali. Kedua DAS tersebut memegang peranan penting
sebagai sumber persediaan air bagi 68 daerah di sekitarnya termasuk Tanah Grogot ibukota kabupaten Pasir, Batu Sopang, Muara Komam dan Long Ikis.
Beberapa sungai yang terkait dengan kawasan HLGL antara lain: Sungai Kendilo dengan anak sungai Sungai Busui panjang 20 km, Sungai Telewong panjang 3,5 km
Sungai Kesungai panjang 54,5 km. Selanjutnya dijumpai pula anak-anak sungai yang relatif banyak dari Sub DAS Kesungai dengan panjang bervariatif mulai dari 0,5 km – 2,0
km, diantaranya Sungai Semau, Sungai Sembinai, Sungai Prayan, Sungai Prayamlin, Sungai Kelato, Sungai Buntut, Sungai Lempesu, Sungai Maridun, Sungai Belimbing,
Sungai Merurong, Sungai Apo, Sungai Sunna, Sungai Beleko, Sungai Punan, dan sebagainya.
III.2.4 Tanah dan Geologi
Menurut peta tanah eksplorasi dalam laporan orientasi batas UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan 2003, jenis tanah di kawasan HLGL adalah jenis tanah komplek
podsolik merah-kuning, latosol dan litosol dari bahan induk batuan beku endapan metamorf dengan fisiografi pegunungan patahan. Berdasarkan peta geologi propinsi
Kalimantan Timur, kawasan HLGL umumnya tersusun dari batuan paleogen, pra tersier tak dibedakan dan batuan basah.
III.2.5 Bentuk Lahan dan Topografi
Secara fisiografik, kawasan HLGL terdiri dari bentuk lahan dataran berbukit dan perbukitan, yang terbagi kedalam 6 subsistem lahan, yakni :
1. Dataran sedimen yang berbukit dengan punggung bukit curam, pada bagian barat, mempunyai pola drainase trellis.
2. Dataran sedimen yang berbukit, terdapat pada bagian barat daya, mempunyai pola drainase dendritik.
3. Perbukitan dengan punggung linear yang mempunyai lereng terjal di suatu sisi, terdapat di bagian barat, mempunyai pola drainase trellis.
4. Perbukitan batuan beku bukan endapan yang tidak simetris atau teratur, terdapat di bagian timur, mempunyai pola drainase dendritik.
5. Punggung bukit dan gunung karst yang curam, terdapat melintang dari arah timur laut ke
barat daya, mempunyai pola drainase karstik. 6.Kelompok punggung gunung batuan bukan endapan, terdapat di bagian utara,
mempunyai pola drainase rectangular.
Secara umum kawasan HLGL memiliki kondisi topografi lereng datar berombak 0-8 dan bergelombang 8-15 , yaitu dengan luas masing-masing 2.662 Ha 45.18
dan 1.160 Ha 19.69 .
III.3 Kondisi Biologi III.3.1 Keanekaragaman Flora
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Mulawarman 1999 dalam Aipassa 2004, menyatakan bahwa vegetasi yang ada pada kawasan HLGL terdiri dari
hutan primer dan hutan sekunder dengan berbagai keanekaragaman jenis flora mulai dari tingkat pertumbuhan semai sampai dengan pohon. Jenis sungkai Peronema
canescens, mali-mali Leea indica dan Buta ketiap Milletia sp merupakan jenis-jenis tumbuhan dominan pada komunitas hutan primer selain dijumpai pula asosiasi beberapa
jenis yang tergolong suku Dipterocarpaceae, seperti Shorea laevis Bangkirai dan jenis- jenis Keruing Dipterocarpus spp. Pada komunitas hutan sekunder jenis Mahang
Macaranga sp. merupakan jenis dominan. Hasil hutan non kayu yang ada antara lain adalah rotan, madu, damar, gaharu, akar tunjuk, tumbuhan obat lainnya juga termasuk
sarang burung walet.
III.3.2 Keanekaragaman Fauna
Kawasan HLGL memiliki keanekaragaman satwaliar yang cukup tinggi,
diantaranya dari kelompok mamalia adalah Babi jenggot Sus barbatus, Kijang kuning
Muntiacus atherodes, Beruang madu Helarctos malayanus, Pelanduk napu Tragulus napu, Rusa sambar Cervus unicolor, Tenggalung malaya Viverra tangalunga, Landak
raya Hystrix brachyura, Sero ambrang Aonys cinerea, Tupai tanah Tupaia tana, Bajing kecil telinga-hitam Nannosciurus melanotis, Bajing tanah ekor-tegak
Rheithrosciurus macrotis dan masih banyak lagi. Untuk jenis mamalia primata antara lain Lutung dahi-putih Presbytis frontata, Lutung merah Presbytis rubicunda, Monyet
ekor panjang Macaca fascicularis, Beruk Macaca nemestrina, Kukang Nycticebus coucang, Bekantan Nasalis larvatus dan
Owa kelawat Hylobates muelleri. Owa kelawat ditemukan pada komunitas hutan primer dan merupakan jenis yang peka
terhadap gangguan berupa perubahan struktur dan komposisi hutan dan sekaligus merupakan indikator masih utuhnya kawasan hutan di daerah tersebut PPLH UNMUL,
1999 dalam Aipassa, 2004. Dari semua jenis mamalia yang telah teridentifikasi, terdapat
2 jenis yang termasuk kategori Lower Risk beresiko rendah yaitu Babi jenggot Sus barbatus dan Owa kelawat Hylobates muelleri.
Untuk kelompok burung aves, banyak sekali jenis-jenis yang terdapat dalam kawasan HLGL diantaranya jenis yang endemik di Kalimantan; Bondol kalimantan
Lonchura fuscans, Tiong batu kalimantan Pityriasis gymnocephala, Sikatan kalimantan Cyornis superbus dan Pentis kalimantan Prionochilos xanthopygius, jenis-jenis
Enggang; Julang emas Aceros undulatus, Rangkong badak Buceros rhinoceros, Enggang jambul Aceros comatus, Enggang klihingan Anorrhinus galeritus, Julang
jambul hitam Aceros corrugatus dan Rangkong gading Buceros vigil, Kacembang gading Irena puella, Luntur diard Harpactes diardii, Kucica hutan Copsychus
malabaricus, Tukik tikus Sasia abnormis, Sempur hujan sungai Cymbirhynchus macrorhynchos, Paok delima Pitta granatina, Kuau raja Argusianus argus, Elang ular
Spilornis cheela palidus, Seriwang asia Tersiphone paradisi dan lain sebagainya.
Sedangkan dari kelompok reptilia dan amphibi jenis yang terdapat di kawasan HLGL diantaranya ular cincin emas Boiga dendrophilia, Katak tanduk Megophrys nasuta dan
lain sebagainya.
III.4 Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat
Wilayah kawasan hutan Gunung Lumut sebelum ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung, wilayah tersebut telah didiami oleh masyarakat Dayak Paser secara turun
temurun bahkan telah mencapai 13 generasi. Sehingga secara tradisional sesungguhnya wilayah hutan Gunung Lumut dan sekitarnya telah terbagi kedalam hak kelola tradisional
adat oleh 13 wilayah adat desa-desa disekitarnya dan 1 dusun berada dalam kawasan di 4 kecamatan. Dimana batas -batas desa tersebut dikenal dengan batas-batas alam
yaitu daerah aliran sungai, ataupun punggung bukit atau gunung. Seperti sungai Pias,
sungai Tiwei, sungai Mului, Kesunge, dll Saragih, 2004. Pada umumnya kepadatan populasi penduduk desa-desa tersebut sangatlah rendah, terkecuali desa-desa yang
berada pada bagian selatan hutan lindung dan bersinggungan langsung dengan jalan raya Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan Wahyuni et al., 2004
Bagi masyarakat sekitar kawasan, HLGL berperan secara ekologis sebagai sumber protein hewani masyarakat serta mendukung kegiatan pertanian, perikanan,
perkebunan dan transportasi sungai bagi masyarakat. Kebutuhan protein hewani yang bersumber dari binatang buruan atau ikan sungai, demikian juga sebagai sumber air
minum bagi rumah tangga, dan sebagai daerah tangkapan air bagi sungai-sungai kecil dan besar disekitar kawasan seperti Kendilo dan Telake. Masyarakat asli yang bertempat
tinggal di sekitar kawasan HLGL memenuhi hampir semua kebutuhannya dari wilayah hutan baik itu dari wilayah Hutan Lindung HL maupun dari hutan disekitar HL hutan
adat. Seperti kebutuhan akan kayu bakar, perumahan, pangan air, sayuran dan dagingikan, obat-obatan dan upacara adat. Masyarakat yang berdiam di dan sekitar
kawasan HLGL memiliki ketergantungan terhadap ketersediaan berbagai macam jenis pangan yang berasal dari hutan, secara langsung maupun tidak langsung. Kebutuhan
protein hewani dipenuhi dengan cara berburu di dalam hutan dan bahkan kegiatan tersebut merupakan kegiatan utama sebagai cara mendapatkan uang bagi beberapa
rumah tangga yang berdiam di kawasan tersebut. Pada umumnya masyarakat desa-desa yang berada dalam dan di sekitar HLGL
bekerja dalam bidang pertanian dengan pengelolaan lahan pertanian yang masih tradisional Wahyuni et al., 2004. Jenis mata pencaharian lain yang digeluti oleh
masyarakat adalah berdagang, PNS, TNIPOLRI, karyawan perusahaan serta bidang lainnya. Dominasi pekerjaan masyarakat sebagai petani, terlihat dari luasan lahan yang
dijadikan areal pertanian dan perkebunan di daerah penyangga kawasan HLGL Wahyuni et al., 2004. Upaya-upaya lain dari masyarakat untuk menambah
pendapatannya adalah dengan mendulang emas bagi desa tertentu, kegiatan ini dilakukan hanya pada saat gagal panen, menjadi tukang ojeg motor dan buruh.
IV. METODE PENELITIAN