Hasil Hutan Kayu Interaksi Masyarakat Desa dengan Hutan Lindung Gunung Lumut

V.2.1 Hasil Hutan Kayu

Beberapa hasil hutan yang dipungut oleh masyarakat desa dari dalam hutan antara lain kayu, rotan, gaharu, madu, buah, jamur, dan buah-buahan. Tapi tidak semua hasil hutan itu dipungut dari dalam kawasan hutan lindung. Warga Dusun Muluy memanfaatkan kayu dari dalam Hutan Lindung Gunung Lumut, yang menurut pengakuan mereka, termasuk ke dalam wilayah hutan adat mereka. Tetapi kayu yang dimanfaatkan oleh mereka adalah kayu-kayu yang berasal dari bukaan ladang mereka. Mereka tidak pernah menebang kayu selain untuk membuka ladang. Kayu yang mereka tebang digunakan untuk keperluan mereka sendiri. Seperti membuat atau memperbaiki rumah dan membuat peralatan rumah tangga dari kayu. Beberapa peralatan yang mereka gunakan untuk berladang mereka buat dari kayu. Mereka tidak bersedia untuk menjual kayu dari wilayah hutan adat mereka karena khawatir dengan kemungkinan beroperasinya perusahaan kayu di wilayah hutan adat merek a. Menurut informasi dari ketua adat dan kepala desa di Desa Rantau Layung, penduduk Rantau Layung dulunya memanfaatkan kayu dari dalam Hutan Lindung Gunung yang termasuk wilayah desa mereka. Kegiatan itu semakin marak ketika HPH PT. Telaga Mas hendak beroperasi di wilayah desa mereka. Ketika itu HPH PT. Telaga Mas menawarkan kepada penduduk untuk membeli kayu yang ditebang oleh penduduk bila mereka bersedia untuk menariknya dari dalam kawasan hutan ke pinggir jalan logging dengan harga yang cukup tinggi. Namun ketika perusahaan tersebut sudah tidak beroperasi lagi di desa, kegiatan penebangan kayu semakin berkurang. Semenjak Operasi Hutan Lestari dilaksanakan, dan tertangkapnya seorang penduduk Rantau Layung dalam operasi tersebut kegiatan penebangan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut. Kepala Desa Rantau Layung saat ini merupakan mantan illegal logger, tidak mengherankan dia mengalami kesulitan untuk melarang warganya tidak melakukan penebangan di dalam kawasan hutan lindung. Kepala desa sebelumnya mengundurkan diri dari jabatannya karena tersangkut kasus illegal logging. Sebelum operasi Hutan Lestari dilaksanakan, warga Rantau Layung memang cukup banyak yang menggantungkan pendapatannya dari hasil penjualan kayu. Hanya beberapa orang, yang tidak memiliki alat dan kekurangan tenaga, yang tidak melakukan kegiatan penebangan. Beberapa kayu gelondongan dan kayu-kayu yang sudah berupa papan, banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan desa. Kayu-kayu tersebut merupakan milik warga yang mereka tebang dari hutan di sekitar desa mereka, termasuk dari dalam kawasan hutan lindung. Untuk memenuhi kebutuhan kayu mereka, baik itu untuk membuat dan membetulkan rumah atau membuat peralatan lainnya, masyarakat Rantau Layung memanfaatkan kayu dari tebangan mereka pada saat membuka ladang atau dari kebun-kebun mereka sendiri yang terletak di luar kawasan. Keterangan ini diperoleh berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa dan Ketua Adat Desa Rantau Layung. Namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat umum, diketahui bahwa saat ini kegiatan penebangan masih dilakukan di dalam kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut. Kayu hasil tebangan itu mereka jual ke cukong di Rantau Buta. Hal ini dilakukan oleh beberapa oknum masyarakat, dan diketahui oleh perangkat desa serta ketua adat. Namun mereka tidak mampu untuk melarang kegiatan, dan berpura-pura tidak mengetahui kegiatan tersebut. Menurut informan tersebut, para oknum masyarakat tersebut melakukan kegiatan penebangan liar karena terdorong oleh kebutuhan hidup. Salah satu oknum tersebut mengaku membutuhkan biaya untuk menikah dan melahirkan anaknya. Karena harga hasil pertanian yang semakin menurun, sedangkan biaya hidup semakin tinggi membuat mereka tergiur untuk mendapatkan uang secara cepat meskipun resikonya cukup tinggi. Apalagi peralatan dan bahan bakar untuk kegiatan penebangan disediakan oleh cukong kayu tersebut. Di Desa Blimbing pemanfaatan kayu untuk bahan bangunan sebagian besar dibeli dari penggergajian kayu. Hanya rumah di ladang saja yang menggunakan kayu hasil tebangan mereka. Subsidi dari pemerintah untuk membuat rumah sederhana di desa ini membuat penduduk tidak perlu repot menebang pohon untuk membuat kayu. Kondisi hutan desa yang sebagian besar sudah rusak juga menyebabkan penduduk tidak memiliki pilihan selain membeli dari penggergajian. Beberapa wilayah hutan desa yang masih memiliki pohon- pohon yang besar telah ditetapkan oleh Dinas Kehutanan sebagai hutan reboisasi sehingga masyarakat tidak berani untuk menebang pohon-pohon di wilayah tersebut.

V.2.2 Perburuan Satwa