V. HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Karakteristik Desa dan Masyarakat Sekitar Hutan Lindung Gunung Lumut
Kawasan hutan Gunung Lumut, jauh sebelum ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung telah didiami oleh masyarakat Suku Paser secara turun temurun. Menurut
Saragih 2004 masyarakat Dayak Paser yang mendiami kawasan hutan sekitar Gunung Lumut telah mencapai 13 generasi. Sehingga secara tradisional wilayah hutan Gunung
Lumut dan sekitarnya telah terbagi ke dalam hak kelola tradisional adat oleh 13 wilayah adat desa-desa sekitarnya. Batas antar desa tersebut dikenal dengan batas-batas alam
yaitu daerah aliran sungai, punggung bukit atau gunung. Akses transportasi menuju desa-desa sekitar kawasan Hutan Lindung Gunung
Lumut relatif cukup sulit, kecuali untuk desa-desa yang berada di sebelah selatan kawasan hutan lindung karena dilalui oleh jalan lintas propinsi. Untuk desa-desa yang
berada di sebelah barat, timur dan utara kawasan pada umumnya jalur transportasinya berupa jalan tanah yang diperkeras dengan batu, yang pada musim penghujan sulit
untuk dilalui oleh kendaraan bermotor. Desa-desa dan dusun lokasi penelitian terletak di sebelah barat dan timur
kawasan hutan Lindung Gunung Lumut. Dusun Muluy terletak di sebelah barat, Desa Blimbing dan Desa Rantau Layung berada di sebelah timur kawasan hutan lindung.
V.1.1 Desa Rantau Layung V.1.1.a Sejarah
Semula pemukiman penduduk Rantau Layung tersebar di muara Sungai Prayan dan sepanjang pinggiran Sungai Kesungai. Pada zaman penjajahan Belanda, pemerintah Kolonial
memindahkan penduduk ke daerah Long Ikis dan Batu Kajang untuk mempermudah pengaturan penduduk karena kedua daerah tersebut relatif lebih mudah diakses. Pada tahun
1940-an warga Rantau Layung kembali ke daerah mereka, namun masih tersebar di sekitar muara Sungai Prayan dan sepanjang Sungai Kesungai
Penduduk mulai hidup secara berkelompok membentuk komunitas desa pada tahun 1940-an atas perintah pemerintah Hindia-Belanda. Pada mulanya pemukiman penduduk
tersebar dari muara Sungai Prayan hingga ke hilir Sungai Kesungai di Batu Sopang. Pada tahun 1990-an warga desa mulai membentuk pemukiman yang berkelompok dalam satu
kawasan yang merupakan lokasi pemukiman penduduk saat ini
V.1.1.b Letak dan Luas
Desa Rantau Layung secara administrasi pemerintahan berada dalam wilayah Kecamatan Batu Sopang. Di sebelah utara desa ini berbatasan dengan Dusun Muluy, sebelah
barat berbatasan dengan Desa Uko dan Desa Prayon, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Rantau Buta, dan di sebelah timur berbatasan dengan Desa Lombok.
Desa yang memiliki wilay ah seluas 18.914 hektar ini sebagian wilayah desanya berada dalam kawasan Hutan Lindung. Namun luas wilayah desa yang termasuk ke dalam
kawasan hutan lindung belum diketahui secara pasti.
V.1.1.c Aksesibilitas
Akses tranportasi yang tersedia untuk menuju Desa Rantau Layung dapat ditempuh melalui jalur sungai dari Desa Batu Kajang melalui Desa Rantau Buta. Lama perjalanan
dengan melalui sungai berkisar antara tiga hingga lima jam. Jalur transportasi darat juga dapat digunakan untuk mencapai desa ini melalui bekas jalan logging HPH PT. Telaga Mas
yang menghubungkan desa ini dengan Simpang Pait, Kecamatan Long Ikis. Namun sejak PT. Telaga Mas tidak beroperasi lagi di desa ini jalan logging tersebut tidak terawat. Topografi
jalan yang curam dan melewati beberapa sungai menyebabkan jalan sulit dilalui oleh kendaraan roda empat, terutama pada musim penghujan. Terdapat enam jembatan
penyeberangan sungai yang terbuat dari kayu yang harus dilalui untuk mencapai desa ini. Kondisi jembatan-jembatan tersebut saat ini sudah rusak dan seringkali terputus sehingga
desa sering terisolir, terutama pada musim penghujan. Kondisi jembatan menuju Desa Rantau Layung kami tampilkan pada Gambar 4
Gambar 4 Jembatan penghubung menuju Desa Rantau Layung Pada awal tahun 2000-an, HPH PT. Telaga Mas yang berniat untuk membuka areal
konsesi di wilayah desa ini telah membuka jalan penghubung darat ke arah Desa Rantau Buta. Jalur transportasi ini relatif lebih dekat dan lebih aman dibandingkan jalur transportasi
darat menuju Simpang Pait. Saat itu jalan rintisan dibuka namun belum diperkeras dengan batu, sehingga pada musim penghujan jalan menjadi berlumpur dan licin. Sejak PT. Telaga
Mas tidak beroperasi lagi di desa ini jalan rintisan tersebut kembali tertutup.
V.1.1.d Kependudukan
Berdasarkan data kependudukan desa, Desa Rantau Layung dihuni oleh 54 kepala keluarga KK dengan jumlah penduduk mencapai 214 orang. Kepadatan
penduduk hanya 1,13 jiwakm
2
. Suku Paser menjadi etnik yang dominan di Desa Rantau Layung. Dari 54 Kepala Keluarga yang mendiami desa ini, 47 keluarga diantaranya
merupakan Suku Paser asli. Keluarga hasil perkawinan Suku Banjar dan Suku Paser sebanyak enam keluarga. Satu Keluarga lagi merupakan hasil perkawinan Suku Dayak
Kapuas dengan Suku Paser. Seluruh penduduknya memeluk agama Islam, namun masih sangat dipengaruhi oleh kepercayaan nenek moyang mereka.
Tabel 2 Data Kependudukan di Tiga Desa Sekitar HLGL No
DesaDusun Luas
km
2
Jumlah KK
Jumlah Penduduk Jiwa Kepadatan
Penduduk jiwakm
2
Laki-laki Perempuan
Jumlah 1.
Rantau Layung 189,13
54 118
96 214
1,13 2.
Muluy 129,53
21 64
49 113
0,87 3.
Blimbing 132,00
109 691
646 1337
10,13
V.1.1.e Ekonomi
Mayoritas penduduk Rantau Layung berprofesi sebagai petani peladang. Setiap tahunnya, tiap kepala keluarga membuka ladang seluas 0,25-2 ha untuk ditanami padi
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya selama setahun ke depan. Padi yang dihasilkan hanya untuk dikonsumsi sendiri, tidak untuk dijual. Tidak setiap tahun
penduduk mengolah ladang. Beberapa keluarga yang merasa bahwa panen-panen mereka tahun sebelumnya masih mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka
tahun berikutnya terkadang memilih untuk melakukan pekerjaan lainnya. Kepala desa Rantau Layung pada saat penelitian dilakukan memilih untuk tidak membuka ladang
karena merasa kebutuhan sehari-harinya dapat dipenuhi dari honor sebagai kepala desa, selain itu hasil panen tahun-tahun sebelumnya masih mencukupi kebutuhan keluarganya.
Beberapa orang penduduk Rantau Layung membuka warung sebagai usaha sampingan untuk menambah penghasilan. Dua dari pengusaha warung ini memilih untuk tidak
membuka ladang pada tahun ini karena mereka merasa kebutuhan berasnya masih mencukupi, selain itu mereka ingin lebih serius untuk mengembangkan usaha dagang
mereka. Mereka bertindak sebagai pengumpul hasil kebun masyarakat desa lainnya, seperti rotan atau daging hewan buruan, untuk mereka jual ke Rantau Buta atau Batu
Kajang. Selain itu terdapat seorang penduduk Rantau Layung yang bermukim di Desa Rantau Buta yang benar-benar berprofesi sebagai pedagang.
Sejak akhir dekade 1990-an masyarakat Desa Rantau Layung memanfaatkan kayu yang berada di wilayah desanya, baik itu yang berasal dari kebun mereka ataupun
hutan adat mereka untuk dijual ke cukong-cukong kayu di luar desa mereka. Kayu-kayu
hasil tebangan itu, ada yang dijual oleh mereka ke Batu Kajang dan Rantau Buta dengan cara mengangkutnya melalui jalur sungai ada juga yang mereka taruh di pinggir jalan
logging untuk kemudian diambil oleh para pembelinya langsung. Karena wilayah hutan adat mereka termasuk dalam kawasan hutan lindung, maka sejak tahun awal tahun 2005
kegiatan penjualan kayu yang berasal dari hutan adat dihentikan oleh masyarakat. Mantan kepala desa sebelumnya merupakan salah satu pelaku kegiatan penebangan
kayu yang paling aktif. Hasil dari kegiatannya itu mampu mencukupi kebutuhan keluarganya hingga saat ini sehingga dia merasa tidak perlu untuk membuka ladang.
Salah satu alasan pengunduran dirinya sebagai kepala desa adalah karena pernah terlibat dalam kegiatan illegal logging di kawasan hutan lindung, namun tuduhan ini tidak
dapat dibuktikan. Selain dari hasil pertanian ladang dan kebun dan hasil hutan kayu, penduduk
Rantau Layung juga memungut hasil hutan non kayu untuk menambah penghasilan mereka. Daging hewan buruan dan madu selain untuk dikonsumsi sendiri, juga mereka
jual ke desa-desa tetangga, atau tamu-tamu yang datang mengunjungi desa mereka peneliti, pegawai dinas kabupaten, dll.
Hasil kebun penduduk Rantau Layung yang bisa mereka jual diantaranya adalah rotan, karet, buah-buahan dan kopi. Saat ini karena harga kopi semakin rendah, dan
mutu kopi produksi desa ini kalah bersaing dengan kopi-kopi dari luar sehingga hampir semua penduduk tidak merawat kebun kopi mereka lagi. Mereka beralasan tenaga yang
mereka keluarkan tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan. Rotan merupakan komoditas utama mereka saat ini. Meskipun mereka mengeluhkan harganya yang rendah
Rp. 7000bal, namun mereka tetap memanen rotan-rotan dari kebun mereka karena itulah satu-satunya hasil kebun mereka yang dapat menghasilkan uang saat ini.
Budidaya karet baru mereka lakukan saat ini. Sebelum orang Banjar masuk ke Desa Rantau Layung, penduduk asli belum memiliki kemampuan untuk menyadap karet.
Dengan bermukimnya beberapa orang Banjar di desa mereka, beberapa orang penduduk sudah mulai bisa menyadap karetnya sendiri.
Pada musim-musim tertentu, ketika hasil pertanian mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, atau ketika mereka membutuhkan uang untuk
sesuatu yang sangat penting, penduduk Rantau Rayung terkadang menambang emas secara tradisional di sungai-sungai sekitar desa mereka. Penambangan emas ini
dilakukan harus dengan seizin dari ketua adar desa itu. Berdasarkan hasil penelitian Tim Sosek dari kegiatan Ekspedisi di Hutan Lindung
Gunung Lumut yang diprakarsai oleh Tropenbos Internasional Indonesia diperoleh data mengenai pengeluaran masyarakat untuk Desa Rantau Layung per tahunnya mencapai Rp.
16.341.900 per tahun per keluarga. Besarnya jumlah pengeluaran dari penduduk Rantau Layung ini dikarenakan Pak Abad, yang bermukim di Rantau Buta dan berprofesi sebagai
pedagang dimasukkan dalam responden yang dipilih oleh tim sosek.
V.1.1.f Fasilitas umum
Fasilitas publik yang tersedia di desa ini antara lain masing-masing satu unit bangunan SD dan rumah dinas guru, mushalla, rumah dinas untuk ketua adat dan kepala
desa, satu unit penggilingan padi dan yang sedang dibangun saat ini adalah kantor desa. Penggilingan padi hanya beroperasi pada akhir minggu. Tiap penduduk yang menggiling padi
dikenai biaya sepersepuluh dari jumlah padi yang mereka giling untuk biaya operasional mesin. Listrik belum mencapai desa ini, kecuali yang berasal dari generator milik desa dan
milik pribadi masing-masing penduduk. Jaringan listrik dibangun untuk menghubungkan antara generator desa dengan rumah-rumah penduduk. Namun rumah-rumah yang berada
paling sebelah selatan desa belum tersambung dengan jaringan ini. Untuk memperoleh listrik setiap keluarga harus membayar Rp. 7000 per malamnya. Karena mahalnya iuran ini tidak
setiap malam penduduk menyambung listrik ke rumahnya. Umumnya penduduk akan berkumpul pada malam hari di rumah-rumah penduduk yang memiliki TV dan parabola. Saat
ini ada sepuluh keluarga yang sudah memiliki TV, tetapi hanya lima orang yang memiliki parabola. Fasilitas komunikasi tidak tersedia di desa ini.
Gambar 5 Bangunan SD di Desa Rantau Layung Fasilitas kesehatan seperti puskesmas atau posyandu tidak terdapat di desa ini.
Pada musim-musim kering, ketika jalur transportasi darat dapat dilalui mobil, sebulan sekali Puskesmas Keliling dari Kecamatan Long Ikis mendatangi desa ini untuk memberikan
pelayanan kesehatan. Sungai Kesungai merupakan sumber air utama bagi penduduk Rantau Layung.
Mereka menggunakannya untuk mandi, mencuci sekaligus untuk air minum. Tidak terdapat fasilitas kakus di dusun ini, sehingga masyarakat membuang hajatnya di sungai ini juga. Ada
beberapa sungai kecil yang mereka bendung sebagai sumber air minum, namun bila hujan tidak turun seminggu, sumber air ini mengering.
V.1.1.g Pendidikan
Desa Rantau Layung hanya memiliki fasilitas pendidikan untuk tingkat SD. Tenaga pengajarnya juga kurang memadai. Desa Rantau Layung memiliki 3 tenaga pengajar, 2 orang
telah diangkat sebagai pegawai negeri sedang yang seorang lagi masih tenaga honorer. Karena para tenaga pengajar tersebut tidak membawa keluarga mereka, maka waktu
mengajar mereka tidak selalu efektif selama satu bulan. Mereka sering izin pulang secara
bergantian, namun sering juga bersamaan, sehingga sekolah sering diliburkan. Jumlah murid SD di Desa Rantau Layung tidak lebih dari 50 siswa yang tersebar di 6 kelas.
Salah seorang warga Rantau Layung saat ini sedang mengikuti pendidikan perguruan tinggi di Tana Grogot dengan bantuan biaya dari desa. Lulusan SMU ada lima
orang, dan yang lulus SMP ada tiga orang. Selebihnya hanya mengenyam bangku pendidikan SD bahkan ada beberapa orang yang tidak pernah memperoleh pendidikan formal. Bentuk
bangunan SD yang berada di Desa Rantau Layung kami tampilkan pada Gambar 5.
V.1.2 Dusun Muluy V.1.2.a Sejarah