Dinas Kehutan Propinsi Kalimantan Timur bersama PPLH Unmul pernah menyusun rencana unit pengelolaan hutan lindung pada tahun 2000. Salah satu diantara
rencana itu adalah pembentukan badan pengelola hutan lindung. Namun perencanaan tersebut belum dapat terealisasi hingga saat ini.
Saat ini, melalui Surat Keputusan Bupati Pasir No. 340 tahun 2005, telah dibentuk Pokja Pengelolaan Hutan Lindung Gunung Lumut yang melibatkan berbagai
pihak yang terkait dan berkepentingan terhadap Kawasan Hutan Gunung Lumut sebagai anggota tetap dan anggota tidak tetap. Perwakilan masyarakat desa sekitar Hutan
Lindung Gunung Lumut termasuk dalam anggota tidak tetap dari pokja ini. Perwakilan masyarakat desa yang menjadi anggota pokja ini adalah kepala desa dan perwakilan
tokoh masyarakat Desa Rantau Layung, Rantau Buta, Pinang Jatus, Swanslutung, Kepala Telake, Kesungai dan Dusun Muluy. Pokja ini bertugas untuk mengkoordinasikan
kegiatan pemeliharaan, pelestarian fungsi Hutan Lindung Gunung Lumut sebagai kawasan penyangga bagi kawasan di sekitarnya dengan berpedoman pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Hingga saat ini kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan
Kabupaten Pasir antara lain pemancangan dan pemeliharaan batas bekerjasama dengan UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan, perlindungan dan pengamanan
kawasan bekerjasama dengan aparat TNI dan POLRI serta masyarakat, inventarisasi potensi kawasan bekerjasama dengan berbagai lembaga penelitian dan perguruan
tinggi, dan rehabilitasi lahan yang rusak serta pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan yang dilakukan bekerjasama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat.
Pihak pemerintah juga beberapa kali memberikan bantuan kepada masyarakat melalui dinas-dinas terkait.
V.3.1 Penataan Batas Hutan Lindung Gunung Lumut
Menindaklanjuti penunjukan kawasan Gunung Lumut sebagai Hutan Lindung, pada tahun 1986 Badan Planologi Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur melakukan kegiatan tata
batas kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut. Adapun batas kawasan yang ditata batas panjangnya mencapai 100.975 meter. Sebagai penanda batas dibuat pal batas dari kayu ulin
Eusideroxylon zwageri atau kelas kayu awet setempat lainnya dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 30 cm. Luas kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut berdasar pengukuran Badan
Planologi Kehutanan Pasir adalah 35.350 hektar. Setelah penataan batas tersebut, Badan Planologi Kehutanan telah
melakukan rekonstruksi dan orientasi pal batas yaitu pada tahun 1990 dan terakhir pada tahun 2003. Pada tahun 1990 batas yang direkonstruksi hanya sepanjang 20.600 meter. Pada
tahun 2003 panjang batas yang diorientasi mencapai 121.575 meter. Berdasarkan data hasil orientasi pal batas pada tahun 2003 tercatat 223 pal batas rusak akibat lapuk, 979 pal batas
hilang atau tidak ditemukan karena rusak atau diambil oleh masyarakat sekitar kawasan, dan 3 pal batas yang kondisinya baik Baplan, 2003. Sebagai penanda batas kawasan sementara
untuk mengganti pal yang rusak atau hilang digunakan cat merah pada batang pohon di dekat
lokasi pal batas sebelumnya. Selain itu, sepanjang batas yang diorientasi ditemukan juga beberapa pelanggaran, yaitu: pemukiman penduduk Dusun Muluy, perladangankebun, dan
penebangan liar. Dinas Kehutanan Kabupaten Pasir berencana untuk kembali melakukan
rekonstruksi pal batas pada tahun 2007 agar kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut dapat dikukuhkan statusnya oleh Menteri Kehutanan, tidak hanya sebatas status
penunjukan saja. Dari tiga kali kegiatan penataan batas yang telah dilakukan belum sekalipun dari ketiga kegiatan tersebut berhasil “temu gelang”. Sedangkan salah satu
syarat untuk pengukuhan suatu kawasan adalah apabila kegiatan pengukuran batas telah “temu gelang”.
Gambar 9 Peta Batas Kawasan HLGL berdasarkan RTRWP Kalimantan 1999 dan orientasi batas kawasan 2003
Batas kawasan hutan lindung menurut hasil kegiatan orientasi batas tahun 2003 ternyata berbeda dengan batas kawasan hutan lindung berdasarkan RTRWP Kalimantan
Timur tahun 1999. Hal ini perlu diperhatikan pula dalam usaha pengukuhan kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut, karena dapat menimbulkan konflik antar instansi pemerintah.
V.3.2 Perlindungan dan Pengamanan Kawasan