C. Pendekatan Teoritis dalam Identifikasi Kemiskinan
1. Penentuan Kemiskinan Absolut : Garis Kemiskinan
Pengukuran kemiskinan secara absolut dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain dengan konsep garis kemiskinan Sayogyo dan konsep garis
kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS. Pada konsep Sayogyo dinyatakan bahwa untuk perdesaan kelompok masyarakat dikatakan miskin bila pengeluarannya
kurang dari 320 Kg per kapita per tahun setara beras : miskin sekali jika pengeluaran tersebut kurang dari 240 Kg per kapita per tahun; dan paling miskin
bila kurang dari 180 Kg per kapita per tahun. Sedangkan untuk perkotaan, masing-masing kriteria tersebut memiliki tolak ukur 480, 360, dan 270 Kg per
kapita per tahun. 2.
Penentuan Kemiskinan Relatif : Gini Rasio Gini Rasio merupakan salah satu metoda untuk melihat ketidakmerataan
pendapatan. Pengukuran ketidakmerataan pendapatan dapat dibagi atas dua pendekatan, yaitu a pengukuran yang dilakukan pada suatu waktu tertentu untuk
mengetahui ketimpangan pendapatan antar wilayah dan b pengukuran yang bersifat intemporal atau antar waktu. Pengukuran ini bermanfaat untuk melihat ke
arah mana terjadinya perubahan distribusi pendapatan pada wilayah tertentu.
D. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan : Hipotesis Kuznets
Literatur mengenai evolusi atau perubahan kesenjangan pendapatan pada awalnya didominasi oleh Hipotesis Kuznets Tambunan, 2003. Dengan memakai
data lintas negara dan data deret waktu dari sejumlah surveiobservasi di setiap negara, Simon Kuznets menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan
pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita yang berbentuk U terbalik. Hasil ini
diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi pedesaan ke suatu ekonomi perkotaan, atau dari ekonomi
pertanian tradisional ke ekonomi industri modern. Teori ini menjelaskan bahwa pada awal proses pembangunan,
ketimpangan pendapatan bertambah besar sebagai akibat dari proses urbanisasi dan industrialisasi. Setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi atau
akhir dari proses pembangunan ketimpangan menurun. Ketimpangan menurun pada saat sektor industri di perkotaan sudah dapat menyerap sebagian besar dari
tenaga kerja yang datang dari perdesaan sektor pertanian.Ketimpangan juga mengalami penurunan pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi
dan penciptaan pendapatan.
Sumber : Tambunan 2003
Hipotesis U terbalik ini didasarkan pada argumentasi teori Lewis mengenai perpindahan penduduk dari perdesaan pertanian ke perkotaan
industri. Daerah perdesaan yang sangat padat penduduknya mengakibatkan tingkat upah di sektor pertanian sangat rendah dan membuat suplai dari pertanian
ke industri tidak terbatas. Pada fase terakhir, pada saat sebagian besar dari tenaga Tingkat kesenjangan
Tingkat pendapatan per kapita
Gambar 3. Hipotesis U Terbalik dari Kuznets
kerja yang berasal dari pertanian telah diserap oleh industri, perbedaan pendapatan per kapita antara perdesaan dan perkotaan menjadi kecil atau tidak ada lagi.
E. Tinjauan mengenai Aset dan Kapabilitas Masyarakat Miskin
World Bank 2002 telah membahas suatu hubungan antara aset, kapabilitas, serta kesejahteraan. Masyarakat miskin baik pria maupun wanita
membutuhkan aset dan kapabilitas untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Aset merujuk pada aset berupa material baik fisik maupun finansial. Aset dapat
berbentuk lahan, tempat tinggal, ternak, tabungan, dan perhiasan. Kepemilikan aset yang terbatas oleh masyarakat miskin dapat membatasi mereka untuk
meningkatkan kesejahteraannya. Kapabilitas ialah sesuatu yang memungkinkan masyarakat untuk
memberdayakan aset yang mereka miliki untuk meningkatkan kesejahteraan. Kapabilitas sumberdaya manusia dapat berupa kesehatan yang baik, pendidikan,
produksi, serta kemampuan lainnya yang dapat menunjang kehidupan masyarakat. Kapabilitas sosial dapat berupa kepemimpinan, kepercayaan, kemampuan
berorganisasi, dan sebagainya. Suatu masyarakat dengan kesehatan yang baik, berkemampuan tinggi, dan berpendidikan relatif lebih mudah dalam mendapatkan
pendapatan yang layak. Dengan pendapatan yang layak, masyarakat dapat meningkatkan keadaan ekonomi mereka sehingga kepemilikan aset meningkat.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kabupaten Bogor terdiri dari 41 kecamatan yang dibagi berdasarkan tiga wilayah pembangunan yaitu: Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Bogor Timur.
Wilayah pembangunan Bogor Barat untuk sektor pertanian, sektor manufaktur untuk wilayah pembangunan Bogor Tengah, dan sektor industri untuk wilayah