5.1. Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Pendidikan Kepala
Rumah Tangga .
Berdasarkan hasil tabulasi silang untuk rumah tangga miskin, terlihat
bahwa baik rumah tangga pertanian maupun rumah tangga non-pertanian sebagian besar pendidikan kepala rumah tangganya tidak tamat SD. Untuk rumah tangga
tidak miskin, terlihat bahwa sebagian besar rumah tangga non-pertanian kepala rumah tangganya telah tamat SD yaitu sebesar 56 persen. Untuk kepala rumah
tangga pertanian yang tidak miskin, sebagian besar tidak tamat SD sebesar 93,2 persen.
Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa pendidikan kepala rumah tangga pertanian untuk rumah tangga miskin dan tidak miskin relatif setara yaitu tidak
tamat SD. Hal tersebut juga memperlihatkan bahwa kepala rumah tangga pertanian cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini disebabkan
oleh sebagian besar kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian di
wilayah Bogor Timur yang hanya merupakan buruh tani. Tabel 10
memperlihatkan perbandingan jumlah rumah tangga miskin dan tidak miskin
berdasarkan pendidikan kepala rumah tangga. Tabel 10. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin
berdasarkan Pendidikan Kepala Rumah Tangga persen
Sektor pekerjaan utama RT miskin
Sektor pekerjaan utama RT tidak miskin
Pendidikan kepala rumah tangga
Pertanian Non-
pertanian Pertanian
Non- pertanian
Tidak tamat SD 98,9 98,6 93,2 44,0
Tamat SD 1,1 1,4 6,8
56,0 Total
100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber : Suseda Kabupaten Bogor 2006
5.2. Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Pendapatan Kepala
Rumah Tangga
Hasil tabulasi silang memperlihatkan bahwa sebagian besar kepala rumah tangga miskin yang bekerja di sektor pertanian masih mempunyai pendapatan di
bawah 600 ribu rupiah sebesar 89,3 persen. Sebagian besar kepala rumah tangga miskin yang bekerja di sektor non-pertanian juga masih mempunyai pendapatan di
bawah 600 ribu rupiah per bulan yaitu sebesar 79,9 persen. Untuk rumah tangga tidak miskin, terlihat bahwa kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian
masih memiliki pendapatan di bawah 600 ribu rupiah yaitu sebesar 88,8 persen. Sebagian besar kepala rumah tangga yang bekerja di sektor non-pertanian telah
memiliki pendapatan di atas 600 ribu rupiah yaitu sebesar 59,2 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa kepala rumah tangga yang bekerja di sektor
pertanian memiliki pendapatan yang relatif rendah baik untuk rumah tangga miskin maupun tidak miskin. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar kepala
rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian merupakan buruh tani yang berpendapatan rendah. Pendapatan yang rendah tersebut salah satunya disebabkan
oleh jenis tanah di wilayah Bogor Timur yang kurang cocok untuk kegiatan pertanian. Hal ini mengakibatkan produktivitas dari komoditas pertanian tidak
maksimal sehingga hasil pertanian yang berkualitas untuk dipasarkan sulit didapat. Dengan terbatasnya hasil pertanian yang dapat dijual, maka petani pun
cenderung mendapat pendapatan yang relatif rendah dari hasil kerjanya. Tabel 11 memperlihatkan perbandingan jumlah rumah tangga miskin dan tidak miskin
berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga.
Tabel 11. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Pendapatan Kepala Rumah Tangga persen
Sektor pekerjaan utama RT miskin
Sektor pekerjaan utama RT tidak miskin
Pendapatan KK dari sektor pekerjaan utama
Pertanian Non-
pertanian Pertanian
Non- pertanian
Rp 600 ribu 89,3
79,9 88,8
40,8 Rp 600 ribu
10,7 20,1
11,2 59,2
Total 100,0 100,0
100,0 100,0
Sumber : Suseda Kabupaten Bogor 2006 5.3. Karakteristik
Perumahan
5.3.1. Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Jenis Lantai Rumah
Rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua anggota keluarga. Rumah digunakan sebagai tempat untuk menghabiskan sebagian besar waktu bagi
anggota keluarga sehingga kondisi kesehatan perumahan sangat berarti bagi kesejahteraan suatu rumah tangga. Salah satu ukuran untuk menilai kesejahteraan
rumah tangga ialah kondisi perumahan salah satunya jenis lantai rumah. Berdasarkan jenis lantai rumah, suatu rumah tangga dikatakan miskin
apabila suatu rumah tangga mempunyai lantai rumah yang terbuat dari tanah, bambu, atau kayu murahan. Dari hasil analisis tabulasi silang untuk rumah tangga
miskin, terlihat bahwa rumah tangga pertanian sebagian besar masih mempunyai lantai dari tanah, bambu, serta kayupapan. Hal yang sama juga diperlihatkan oleh
sebagian besar rumah tangga non-pertanian yang memiliki jenis lantai dari bahan yang sama dengan rumah tangga pertanian. Untuk rumah tangga tidak miskin,
terlihat bahwa rumah tangga pertanian maupun non-pertanian sebagian besar telah menggunakan lantai yang terbuat dari semenbata merah, ubintegelteraso, serta
keramikmarmergranit. Hal ini memperlihatkan bahwa rumah tangga di Bogor
Timur yang tidak miskin cenderung menggunakan lantai rumah dengan jenis yang lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan rumah tangga miskin di wilayah ini.
Tabel 12 memperlihatkan perbandingan jumlah rumah tangga miskin dan tidak miskin berdasarkan jenis lantai rumah.
Tabel 12. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Jenis Lantai Rumah persen
Sektor pekerjaan utama RT miskin
Sektor pekerjaan utama RT tidak miskin
Jenis lantai rumah Pertanian
Non- Pertanian
Pertanian Non-
Pertanian Tanah 25,5
41,5 12,8
5,0 Bambu 46,5
35,2 22,0
2,8 Kayupapan 11,6
9,2 6,9
1,2 Semenbata merah
3,8 5,1
5,2 6,2
Ubintegelteraso 10,0 7,2
28,9 23,7
Keramikmarmergranit 2,6 1,8 24,2 61,2 Total 100,0
100,0 100,0
100,0
Sumber : Suseda Kabupaten Bogor 2006 5.3.2 Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Jenis Dinding Rumah
Dinding rumah juga merupakan salah satu hal yang dapat menunjukkan suatu rumah tangga miskin atau tidak. Berdasarkan jenis dinding rumah, suatu
rumah tangga dikatakan miskin apabila jenis dinding rumah dalam suatu rumah tangga terbuat dari bambu, kayu, atau papan. Berdasarkan jenis dinding rumah,
sebagian besar rumah tangga pertanian maupun rumah tangga non-pertanian yang tergolong miskin masih memiliki jenis dinding yang terbuat dari bambu.
Untuk rumah tangga yang tergolong tidak miskin, sebagian besar telah menggunakan tembok sebagai jenis dinding rumah baik rumah tangga pertanian
maupun non-pertanian. Hal ini memperlihatkan bahwa rumah tangga di wilayah Bogor Timur yang tergolong tidak miskin cenderung menggunakan dinding
dengan kualitas yang lebih baik dari rumah tangga miskin. Tabel 13 memperlihatkan perbandingan jumlah rumah tangga miskin dan tidak miskin
berdasarkan jenis dinding rumah.
Tabel 13. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Jenis Dinding Rumah persen
Sektor pekerjaan utama RT miskin
Sektor pekerjaan utama RT tidak miskin
Jenis dinding rumah Pertanian
Non- pertanian
Pertanian Non-
pertanian Bambu
84,9 86,7 44,7 14,0 Kayupapan
6,9 6,4 5,4 2,2 Tembok
8,2 6,9 49,9 83,8
Total 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber : Suseda Kabupaten Bogor 2006 5.3.3. Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Sumber Air Minum
Berdasarkan sumber air minum sehari-hari, terlihat bahwa baik rumah tangga pertanian maupun non-pertanian yang tergolong miskin lebih banyak
mengambil sumber air tidak terlindung sebagai sumber air minum sehari-hari. Rumah tangga pertanian yang memakai sumber air tidak terlindung sebesar 99,7
persen sedangkan rumah tangga non-pertanian yang memakai sumber air tidak terlindung sebesar 99,2 persen. Untuk rumah tangga yang tidak tergolong miskin,
sebagian besar rumah tangga baik pertanian maupun non-pertanian sebagian besar juga masih menggunakan sumber air minum yang tidak terlindung dengan
persentase masing-masing sebesar 97,3 dan 80,4 persen. Berdasarkan sumber air minum, dapat disimpulkan bahwa baik rumah
tangga miskin maupun tidak miskin sebagian besar masih belum memenuhi standar kondisi tempat tinggal yang baik. Di wilayah Bogor Timur sendiri, akses
untuk mendapatkan sumber air bersih relatif sulit. Pemerintah Kabupaten Bogor telah berupaya dalam menyelesaikan masalah ini melalui program WSLIC-2 The
Second Water and Sanitation for Low Income Communities . Program ini
merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat yang berpenghasilan rendah di perdesaan terhadap air bersih dan sanitasi. Program yang
direncanakan akan dilaksanakan di Kecamatan Sukamakmur ini tidak berjalan sehingga masalah air bersih masih belum terselesaikan. Tabel 14 memperlihatkan
perbandingan jumlah rumah tangga miskin dan tidak miskin berdasarkan sumber air minum.
Tabel 14. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Sumber Air Minum persen
Sektor pekerjaan utama RT miskin
Sektor pekerjaan utama RT tidak miskin
Sumber air minum terlindung
Pertanian Non-
pertanian Pertanian
Non- pertanian
Tidak 99,7 99,2
97,3 80,4
Ya 0,3 0,8
2,7 19,6
Total 100,0 100,0
100,0 100,0
Sumber : Suseda Kabupaten Bogor 2006 5.3.4. Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Sarana Buang Air Besar
Berdasarkan tabel 15, sebagian besar rumah tangga pertanian yang tergolong miskin masih belum memiliki sarana buang air besar sendiri. Hal yang
sama juga diperlihatkan oleh sebagian besar rumah tangga miskin non-pertanian. Sarana yang paling sering digunakan untuk buang air besar baik rumah tangga
pertanian maupun non-pertanian yang tergolong miskin ialah sungai dengan persentase masing-masing sebesar 44 persen dan 38,4 persen.
Untuk rumah tangga yang tidak miskin, sebagian besar rumah tangga pertanian telah menggunakan sarana buang air besar milik sendiri yaitu sebesar
69,7 persen. Sebagian besar rumah tangga pertanian yang tidak miskin juga masih menggunakan sungai sebagai sarana buang air besar yaitu sebesar 41 persen. Hal
ini memperlihatkan bahwa rumah tangga pertanian baik yang tergolong miskin maupun tidak miskin masih belum mempunyai sarana buang air besar sendiri.
Tabel 15 memperlihatkan perbandingan jumlah rumah tangga miskin dan tidak miskin berdasarkan sarana buang air besar.
Tabel 15. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Sarana Buang Air Besar persen
Sektor pekerjaan utama RT miskin
Sektor pekerjaan utama RT tidak miskin
Sarana buang air besar Pertanian
Non- pertanian
Pertanian Non-
pertanian Empang
5,5 6,6 3,9 2,4 Kebun
32,6 28,3 17,4 3,3 Sungai
44,0 38,4 41,0 10,2 Bersama
8,7 16,1 7,3 10,6 Umum
5,6 8,2 5,6 3,8 Sendiri
3,6 2,4 24,8 69,7
Total 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber : Suseda Kabupaten Bogor 2006 5.3.5.
Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Jenis Bahan Bakar untuk Memasak
Perbandingan antara rumah tangga pertanian dan non-pertanian yang tergolong miskin menurut jenis bahan bakar, memperlihatkan bahwa keduanya
sebagian besar masih menggunakan kayu bakar atau arang. Pemakaian kayu bakararang merupakan variabel yang menjadi kriteria apakah suatu rumah tangga
miskin atau tidak. Untuk rumah tangga yang tergolong tidak miskin, sebagian
besar rumah tangga pertanian juga masih memakai kayu bakar.arang sebagai jenis bahan bakar untuk memasak. Dalam hal ini, sebagian besar rumah tangga non-
pertanian yang tidak tergolong miskin sebagian besar telah menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak sebesar 57,7 persen.
Hal ini memperlihatkan bahwa rumah tangga pertanian baik yang tergolong miskin maupun tidak miskin masih belum menggunakan kayu
bakararang sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan yang diperoleh kepala rumah tangga pertanian. Rendahnya
pendapatan ini memicu rendahnya daya beli termasuk untuk pengeluaran terhadap jenis bahan bakar untuk memasak. Tabel 16 memperlihatkan perbandingan jumlah
rumah tangga miskin dan tidak miskin berdasarkan jenis bahan bakar untuk memasak..
Tabel 16. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Jenis Bahan Bakar untuk Memasak persen
Sektor pekerjaan utama RT miskin
Sektor pekerjaan utama RT tidak miskin
Jenis bahan bakar untuk memasak
Pertanian Non-
pertanian Pertanian
Non- pertanian
Kayu bakararang 92,4 80,7 74,8
16,7 Minyak tanah
7,1 19,1 22,2 57,7
Gaslistrikbriket 0,5 0,2 3,1
25,6 Total
100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber : Suseda Kabupaten Bogor 2006 5.3.6. Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Sumber Penerangan
Berdasarkan sumber penerangan, rumah tangga non-pertanian yang miskin sebagian besar telah memakai sumber penerangan listrik dengan persentase 51,8
persen. Hal ini berbanding terbalik dengan rumah tangga miskin pertanian yang
sebagian besar masih belum memakai sumber penerangan listrik yaitu sebesar 54,1 persen. Untuk rumah tangga yang tergolong tidak miskin, sebagian besar
rumah tangga pertanian maupun non-pertanian juga telah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan. Hal ini memperlihatkan bahwa listrik telah dapat
diakses oleh rumah tangga yang tergolong miskin sekalipun. Walaupun sebagian besar rumah tangga pertanian yang tergolong miskin masih menggunakan sumber
penerangan bukan listrik, namun perbedaan persentasenya tidak terlalu besar. Tabel 17 memperlihatkan perbandingan jumlah rumah tangga miskin dan tidak
miskin berdasarkan sumber penerangan.
Tabel 17. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Sumber Penerangan persen
Sektor pekerjaan utama RT miskin
Sektor pekerjaan utama RT tidak miskin
Sumber penerangan listrik
Pertanian Non-
pertanian Pertanian
Non- pertanian
Tidak 54,1 48,2 24,7 3,5
Ya 45,9 51,8 75,3
96,5 Total
100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber : Suseda Kabupaten Bogor 2006 5.3.7.
Karakteristik Rumah Tangga berdasarkan Luas Lantai Rumah
Luas lantai rumah juga merupakan aspek yang penting dalam mengukur kondisi perumahan suatu rumah tangga sekaligus mengukur kesejahteraan rumah
tangga tersebut. Luas lantai merupakan variabel yang penting untuk dikaji karena semakin luas lantai rumah suatu rumah tangga maka semakin tinggi kesejahteraan
suatu rumah tangga. Hal ini dapat dlihat dari aspek kesehatan maupun ekonomi. Dari aspek kesehatan, semakin luas lantai rumah, maka peluang anggota rumah
tangga untuk menularkan penyakit menjadi berkurang karena anggota rumah
tangga tersebut memiliki ruang gerak yang cukup untuk menjalankan aktivitasnya. Dari aspek ekonomi, semakin luas lantai rumah maka suatu rumah tangga relatif
lebih sejahtera karena hal tersebut mencerminkan daya beli yang baik dari rumah tangga tersebut.
Dalam hal ini, luas lantai rumah dibedakan menjadi 3 yaitu luas lantai rumah kecil 50 m
2
, sedang 50 – 100 m
2
, dan besar 100 m
2
. Berdasarkan hasil tabulasi silang, terlihat bahwa sebagian besar rumah tangga yang tergolong
miskin di Bogor Timur memiliki luas lantai dengan kategori kecil 50 m
2
baik rumah tangga pertanian 59,1 persen dan non-pertanian 65,3 persen. Untuk
rumah tangga yang tergolong tidak miskin, terlihat bahwa sebagian besar telah mempunyai rumah dengan luas lantai sedang 50-100 m
2
. Hal ini memperlihatkan bahwa rumah tangga yang miskin relatif mempunyai luas lantai
yang lebih sempit dibandingkan rumah tangga yang tidak miskin. Tabel 18 memperlihatkan perbandingan jumlah rumah tangga miskin dan tidak miskin
berdasarkan luas lantai rumah.
Tabel 18. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin berdasarkan Luas Lantai Rumah persen
Sektor pekerjaan utama RT miskin
Sektor pekerjaan utama RT tidak miskin
Luas lantai rumah Pertanian
Non- pertanian
Pertanian Non-
pertanian 50 m
2
59,1 65,3 41,5 31,5
50-100 m
2
32,0 27,0 43,5 48,4
100 m
2
8,9 7,7 15,0
20,1 Total
100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber : Suseda Kabupaten Bogor 2006
5.4. Karakteristik Ekonomi