pong sebelum kenaikan harga BBM dapat dijelaskan oleh variabel- variabel bebas yang terpilih sebesar 96,4 persen, sedangkan 3,6 persen dijelaskan oleh variabel
lain diluar model. Setelah terjadi kenikan harga BBM, variasi produksi tahu pong dapat dijelaskan oleh variabel- variabel bebas yang terpilih sebesar 96,7 persen,
sedangkan 3,3 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil uji t untuk masing- masing variabel menghasilkan variabel yang
berpengaruh nyata terhadap produksi sebelum kenaikan harga BBM adalah variabel jumlah kedelai setiap bulan dan jumlah kayu bakar setiap bulan pada
taraf nyata 99 persen. Variabel yang berpengaruh terhadap produksi setelah terjadi kenaikan harga BBM adalah jumlah kedelai, kayu bakar pada taraf nyata 99
persen dan jumlah minyak goreng pada taraf nyata 95 persen. Multikolinearitas tidak ditemukan pada hasil regresi tersebut baik sebelum
dan sesudah kenaikan harga BBM. Multikolinearitas dapat dilihat pada nilai VIF. Jika nilai VIF diatas 10 maka regresi tersebut terdapat multikolinearitas. Nilai VIF
untuk setiap variabel berada dibawah 10 sehingga tidak terdapat multikolinearitas.
7.1.1 Kedelai
Variabel kedelai memiliki nilai positif sebesar 0,67483 sebelum kenaikan dan 0,59778 sesudah kenaikan. Nilai ini menjelaskan bahwa kenaikan jumlah
kedelai yang digunakan akan berpengaruh positif terhadap produksi tahu pong baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Nilai ini berpengaruh nyata
terhadap produksi tahu pong pada taraf nyata 99 persen, sehingga jika terjadi kenaikan jumlah kedelai sebelum kenaikan harga BBM sebesar 1 kilogram setiap
bulan maka produksi tahu pong akan meningkat dengan kenaikan sebesar 0,67483 papan setiap bulan. Setelah kenaikan harga BBM terjadi kenaikan penggunaan
jumlah kedelai sebesar 1 kilogram setiap bulan maka produksi tahu pong akan meningkat dengan peningkatan sebesar 0,59778 papan setiap bulan.
Nilai koefisien regresi lebih besar pada saat sebelum kenaikan harga BBM sehingga dapat disimpulakan bahwa kenaikan harga BBM mengakibatkan
penurunan jumlah produksi untuk setiap penambahan input kedelai. Penambahan input kedelai ini akan lebih menguntungkan bagi produsen dalam meningkatkan
produksinya sebelum kenaikan harga BBM. Koefisien regresi variabel ini lebih besar dari pada variabel bebas lainnya karena persentase penggunaan kedelai
sebesar 63,02 sebelum dan 60,57 persen sesudah kenaikan harga BBM dari total biaya tahu pong.
7.1.2 Minyak Goreng
Variabel minyak goreng memiliki nilai positif sebesar 0,15423 sebelum kenaikan dan 0,2969 sesudah kenaikan. Nilai ini menjelaskan bahwa kenaikan
minyak goreng yang digunakan akan berpengaruh positif terhadap produksi tahu pong baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Nilai ini tidak berpengaruh
nyata terhadap produksi tahu pong sebelum kenaikan harga BBM pada taraf nyata 95 persen. Akan tetapi setelah kenaikan harga BBM, nilai ini berpengaruh nyata
terhadap produksi pada taraf nyata 95 persen. Setelah terjadi kenaikan harga BBM, jika terjadi kenaikan penggunaan minyak goreng sebesar 1 kilogram setiap
bulan maka produksi tahu pong akan meningkat dengan kenaikan sebesar 0,2969 papan setiap bulan.
Variabel ini menjadi berpengaruh nyata terhadap produksi setelah kenaikan harga BBM menjelaskan bahwa terjadi pengurangan penggunaan minyak goreng
sebesar 1,85 persen setipa bulan karena adanya penurunan harga minyak goreng
sebesar 6,14 persen setipa kilogr am. Sebelum kenaikan harga BBM terjadi penggunaan jumlah minyak goreng yang kurang sesuai dengan produksi tahu
pong sehingga variabel ini tidak nyata terhadap produksi. Setelah kenaikan harga BBM, pengusaha terpaksa menyesuaikan penggunaan minyak terhadap produksi
tahu pongnya.
7.1.3 Kayu Bakar