4. Tahu kuning Tahu Kuning mirip tahu cina. Bentuknya tipis dan lebar. Warna kuning
dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak digunakan dalam masakan cina.
5. Tahu takwa Tahu Takwa merupakan tahu khas Kediri, Jawa Timur. Jika dipijit, maka
tahunya terasa padat. Proses pengolahan tahu takwa pada prinsipnya sama dengan tahu biasa, hanya terdapat perbedaan dalam perlakuan, terutama pada perendaman
kedelai dan pengerasan tahu. Bahan bakunya dipilih kedelai lokal yang berbiji kecil-kecil. Penggumpalan sari kedelai menggunakan asam cuka.
6. Tahu sutera Tahu sutera atau tahu Jepang atau Tofu merupakan tahu yang yang sangat
lembut dan lunak. Umumnya tahu ini dikonsumsi sebagai makanan penutup dessert dan disajikan bersama sirup jahe agar cita rasanya lebih lezat.
2.4 Penelitian terdahulu
Penelitian industri kecil tahu dijumpai pada penelitian Suhendar 2002 tentang industri kecil Tahu Sumedang. Penelitian ini untuk mengetahui
produktivitas dan strategi pengembangannya dengan analisis nilai tambah. Hasilnya adalah pengusaha yang menggunakan kedelai lokal memiliki nilai
tambah yang lebih besar jika dibandingkan menggunakan kedelai impor. Usaha ini memiliki kekuatan internal yaitu dari kualitas produk yang dihasilkan baik dari
segi mutu dan harga jual serta promosi yang efektif dan efisien, sedangkan peluang eksternalnya adalah jumlah penduduk yang cukup besar dan citra baik
produk tahu Sumedang di masyarakat. Ancaman datang dari kenaikan dan
fluktuasi harga bahan bakar serta ketersediaan dan kontinuitas bahan baku yang berkualitas di pasaran. Umumnya bahan baku tahu menggunakan kedelai impor,
sehingga fluktuasi rupiah terhadap dollar menentukan harga dari input ini. Sidaruk 2005 meneliti tentang efektivitas biaya dan kelayakan finansial
industri tahu antara Tahu Bandung ”Sulaeman” dan Tahu Sumedang ”Kelana Jaya” di kota Bogor. Hasil perbandingan efektivitas biayanya menunjukkan
bahwa Tahu Bandung memiliki nilai efektivitas biaya yang tinggi pada: produk utama terhadap biaya investasi dan biaya total, produk sampingan terhadap biaya
investasi dan biaya total, serta penerimaan total terhadap biaya investasi dan biaya total. Tahu Sumedang ’Kelana Jaya” memiliki keunggulan efektivitas biaya pada:
produk utama terhadap biaya tetap dan biaya variabel, penerimaan total terhadap biya tetap dan biaya variabel, serta penerimaan total terhadap biaya tetap dan
biaya variabel. Hasil analisis sensitivitas pada industri kecil tahu Bandung ”Sulaeman” dan tahu Sumedang ”Kelana Jaya”menunjukkan bahwa kedua usaha
tersebut tidak peka terhadap perubahan peningkatan harga input sebesar 10,5 persen dan penurunan produksi sebesar 20 persen. Artinya apabila terjadi
penurunan harga input sebesar 10,5 persen dan penurunan produksi sebesar 20 persen kedua usaha tersebut tetap layak untuk dilakukan dengan tingkat diskonto
14,67 persen dan 17,48 persen. Penelitian Sidauruk 2005 mengenai sensitivitas kedua usaha, terlihat bahwa jika terjadi kenaikan harga input maka usaha tersebut
masih layak untuk diusahakan. Akan tetapi penelitian ini dilakukan sebelum kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005.
Penelitian tentang pengaruh kenaikan harga BBM terhadap usaha kecil tahu dilakukan Pangastuti 2006 di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan
analisis dampak terhadap keragaan industri, pendapatan, margin keuntungan yang diterima pengrajin dan elastisitas penggunaan input. Hasil yang didapatkan adalah
terjadi perubahan volume produksi, pola pengunaan kedelai, alokasi penguluaran input dan margin keuntungan yang diterima pengrajin. Namun tidak berpengaruh
nyata terhadap penggunaan input produksi selain kedelai, alokasi pengeluaran untuk bahan baku pembantu dan pendapatan kotor yang diterima pengrajin. Hasil
dari perbandingan elastisitas penggunaan input didapatkan bahwa terjadi perubahan elastisitas penggunaan input dalam proses produksi tahu. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah peningkatan harga BBM tidak begitu mempengaruhi industri tahu dikarenakan pemakaian BBM tidak terlalu besar, dan terdapat
perubahan pola penggunaan bahan bakar dari minyak tanah menjadi kayu bakar. Penelitian dampak kenaikan BBM secara umum juga dijumpai pada
penelitian yang dilakukan Sahara 2003. Selain pengaruh kenaikan harga BBM juga pengaruh kenaikan harga BBM, TDL, tarif telepon dan penyaluran dana
kompensasi terhadap ekonomi makro dan sektoral di Indonesia. Kesimpulan yang didapat adalah kenaikan harga BBM sebesar 88,31 persen, TDL sebesar 41,47
persen, dan tarif telepon sebesar 36,67 persen secara bersama-sama maupun serentak akan berdampak negatif terhadap kinerja ekonomi makro dan sektoral
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika dilihat dari keseluruhan kebijakan peningkatan harga, maka peningkatan harga BBM sebesar 88,31
memberikan dampak terburuk. Kebijakan kenaikan tersebut akan lebih dirasakan dalam jangka panjang karena akan menyebabkan terjadinya penurunan investasi
yang besar, sehingga menghambat perkembangan sektor riil.
Analisis dampak dari keadaan lingkungan yang berubah secara tiba-tiba juga dijumpai pada penelitian Astuti 2000. Penelitian ini mengenai dampak
krisis ekonomi terhadap kinerja dan respon pengusaha industri kecil- menengah pakaian jadi di sentra industri pakaian jadi di kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon
Jeruk, Jakarta Barat. Dalam penelitiannya, Astuti meneliti dampak krisis berdasarkan skala usaha, orientasi pasar, dan hubungan subkontrak. Indikator
yang digunakan adalah harga input- input, harga produk, nilai penjualan, dan keuntungan. Hasil yang didapatkan adalah krisis ekonomi meningkatkan rata-rata
volume produksi dan harga produk. Peningkatan tersebut mendorong tingginya nilai produksi sehingga rata-rata keuntungan seluruh responden meningkat. Krisis
ekonomi juga me ndorong tingginya volume ekspor komoditas pakaian jadi sehingga krisis berdampak positif bagi pengusaha yang berorientasi pasar ekspor.
Selain pengusaha yang berorientasi ekspor juga pengusaha yang berorientasi lokal, terutama bagi usaha yang terlibat dalam hubungan subkontrak, bahkan
dapat meningkatkan kinerjanya. Dampak terkecil yang dianalisis terjadi pada industri menengah-ekspor-non subkontrak dimana industri tersebut mampu untuk
meningkatkan volume produksi dan keuntungannya, sedangkan dampak krisis terbesar terjadi pada industri menengah subkontrak lokal serta kecil- lokal-
nonsubkontrak. Penelitian mengenai usaha tahu terfokus populasi usaha tahu dengan
produksi yang besar dan dapat mengolah sendiri pada pabrik yang dimiliki. Usaha ini jika dilihat dari jumlah tenaga kerja, termasuk usaha kecil. Penelitian Suhendar
mengambil penelitian pada usaha kecil tahu sumedang di Bandung, Sidaruk meneliti usaha kecil di kota Bogor dan Pangastuti di Kabupaten Bogor. Penelitian
yang mengambil sampel khusus industri rumah tangga belum dilakukan sehingga penelitian ini terfokus pada industri rumah tangga tahu di Kecamatan Kartasura.
Penelitian Suhendar dan Sidaruk menganalisis usaha pada strategi pengembangan, produkstivitas dengan analisis nilai tambah dan efektivitas biaya
serta kelayakan finansial sebelum bulan Oktober 2005. Pada bulan tersebut terjadi kenaikan harga BBM hampir 100 persen sehingga mempengaruhi usaha kecil
tahu. Penelitian mengenai dampak kenaikan BBM secara makro dijumpai pada penelitian Sahara 2003, penelitian ini terfokus pada kinerja perekonomian makro
dan sektoral di Indonesia. Sedangkan penelitina Pangantuti telah terfokus pada kenaikan harga BBM tersebut terhadap usaha- usaha kecil tahu dan belum pada
usaha rumah tangga tahu, sehingga penelitian ini terfokus pada usaha rumah tangga tahu karena telah diketahui bahwa usaha rumah tangga memiliki modal
yang terbatas.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kinerja Usaha