43
3. Rukun dan Syarat-Syarat Al-Istishnâ„
1. Rukun Al-Istishnâ„
Rukun dari akad Istishnâ „ yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa
hal, yaitu:
68
a. Pelaku Akad, yaitu mustashni‟ pembeli adalah pihak yang membutuhkan
dan memesan barang, dan shani‟ penjual adalah pihak yang memproduksi
barang pesanan. b.
Objek Akad, yaitu barang atau jasa mashnu‟ dengan spesifikasinya dan harga tsaman; dan
c. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul
2. Syarat-Syarat Al- Istishnâ„
Sebagai suatu akad, maka syarat sahnya Isti shnâ„ harus memenuhi persyarata
khusus yang berkaitan dengan kontrak Istishnâ„, yaitu:
a. Barang yang menjadi obyek, yaruslah dapat dispesifikasikan secara jelas, baik
dari sisi mutu maupun jumlah, tapa adanya potensi selisih pendapat berkaitan dengan spesifikasi tersebut.
b. Barang yang dipesan haruslah barang yang menurut kelaziman dapat
diproduksi dan dihasilkan, sehingga barang yang tidak lazim dan sulit untuk diwujudkan, tidak sah menjadi obyek Istishnâ
„.
68
Ascarya, Akad Produk Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, h.97.
44 c.
Waktu penyerahan barang haruslah ditetapkan secara jelas guna menghindari terjadinya kelalaian dalam memenuhi kontrak yang berakibat terjadinya
perselisihan antar pihak yang berkontrak. d.
Kebutuhan bahan baku produksi yang disediakan oleh pembuat, karena bila disediakan oleh pesmesan maka akan masuk ke dalam akad ijarah.
e. Tempat penyerahan barang perlu diperjanjikan secara jelas terutama apabila
ada konsekuensi timbulnya biaya transportasi
.
69
Harga tidak bisa dinaikkan atau diturunkan karena perubahan harga bahan baku atau perubahan biaya tenaga kerja. Perubahan harga dimungkinkan atas
kesepakatan bersama bila terjadi perubahan material pada mashnu‟.
70
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No: 06DSN-MUIIV2000 terdapat ketentuan tentang
pembayaran, barang, dan ketentuan lain-lain antara lain: 1.
Ketentuan tentang Pembayaran: a.
Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.
b. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
2. Ketentuan tentang Barang:
a. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
69
Bank Indonesia, Standarisasi Akad Produk Bank Syariah: Ijarah, IMBT, Salam, dan Istishna‟, Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006, hal.66.
70
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Wacana Ulama Cendekiawan, Jakarta, Tazkia Institute, 1999, cet.ke 1, h.147.
45 b.
Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. c.
Penyerahannya dilakukan kemudian. d.
Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
e. Pembeli mustashni‟ tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
f. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,
pemesan memiliki hak khiyar hak memilih untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
3. Ketentuan Lain:
a. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya
mengikat. b.
Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli .
c. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
71
71
Dewan Syariah Nasional DSN. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta, DSN, 2003, h. 34.
46
BAB III TINJAUAN UMUM BPRS AMANAH UMMAH
A. Sejarah Singkat BPRS Amanah Ummah
Bank Perkreditan Rakyat Syariah Amanah Ummah atau disingkat dengan BPR Syariah Amanah Ummah adalah salah satu Bank Perkreditan Rakyat Syariah
yang tumbuh di Indonesia khususnya wilayah bogor Barat yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam yang bertujuan diantaranya menumbuhkan
ekonomi masyarakat atas dasar syariah Islam sebagaimana telah diatus dalam Undang-Undang nomor 21 tahun 2008.
72
Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka kehadiran Bank Syariah di Indonesia yang diyakini prinsip-prinsip dan
operasionalnya sesuai dengan Syari‟ah Islamiyah adalah suatu keyakinan ummat yang kuat bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang tidak hanya mengatur masalah
aqidah dan akhlaq juga mengatur ibadah dan muamalah dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial-ekonomi. Akan tetapi dilihat dari realitas
kehidupan masyarakatnya yang serba tertinggal baik dilihat dari sisi ekonomi maupun yang lainnya tidak mencerminkan nilai-
nilai syari‟ah. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan seorang ulama dan cendekiawan
muslim Bogor, yaitu Bapak KH. Soleh Iskandar Alm. yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren BKSPP Jawa Barat, Beliau
72
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010, Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010, h. 3.
47 mulai merintis pembentukkan sebuah lembaga keuangan yang mampu menyentuh
sekaligus menolong masyarakat muslim yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam berbagai kesempatan beliau melontarkan gagasannya dihadapan sejumlah
ulama dan cendekiawan muslim dan ternyata mendapatkan tanggapan dan dukungan yang positif. Selanjutnya pada awal Januari 1991 secara resmi beliau mengundang
sejumlah ulama, cendekiawan dan pengusaha muslim untuk membicarakan pendirian lembaga keuangan yang beroperasi atas dasar Syariah Islam.
Dari pertemuan itu tercapai kesepakatan bahwa sudah saatnya dibentuk lembaga keuangan yang beroperasi atas dasra Syaria‟ah Islam yang nantinya dapat
membantu masyarakat muslim khususnya pengusaha muslim yang berekonomi lemah. Mengingat pada saat itu belum ada peraturan resmi tentang lembaga keuangan
Isla, maka dibentuk Lembaga Swadaya Masyarakat yang berupa gerakan simpan pinjam yang diberi nama Koperasi Ikhwanul Muslimin. Bersamaan dengan hasil
evaluasi tersebut, pada pertengahan Januari 1991, pemrakarsa mendapatkan informasi bahwa di Indonesia khususnya di Jawa Barat telah lahir BPR yang beroperasi
berdasarkan Syari‟ah. Pada awal Pebruari 1991 dibentuk tim untuk menyusun proposal pendirian
Bank Syari‟ah, pada bulan Juli 1991 proposal diajukan ke Departemen Keuangan Republik Indonesia, Alhamdulillah pada tanggal 16 Desember 1991 terbit izin prinsip
dari Departemen Keuangan Republik Indonesia, dan pada tanggal 18 Mei 1992 bertepatan dengan tanggal 02 Muharram 1413 H terbit izin operasional usaha bank,
akhirnya pada tanggal 11 Juli 1992 diadakan soft opening sekaligus mulai melakukan
48 operasionalnya. Sedangkan peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 1992
ioleh Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Bogor. Dengan demikian BPR Syari‟ah Amanah Ummah lahir dan beroperasi dengan semangat ghirah
keagamaan dan keinginan yang kuat untuk memperbaiki kehidupan ekonomi ummat Islam.
B. Produk-Produk BPRS Amanah Ummah
73
1. Penghimpunan Dana