Penelitian Terdahulu Modernisasi pondok pesantren (studi atas pola pengembangan pendidikan modern di Pondok Pesantren Roudlotul-Qur’an Mulyojati Metro Lampung)
31 mengandung arti pikiran, adat-istiadat, institusi-institusi lama untuk disesuaikan
dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
6
Diskursus mengenai modernisasi menjadi menimbulkan tanggapan yang berbeda-beda. Sebagian kalangan tertentu merasa bahwa modernisasi merupakan
ancaman bagi eksistensi kebudayaan lokal tertentu, mengingat modernisasi meniscayakan proses globalisasi yang menganggap bahwa dunia sebagai one
world-one globe sehingga menghancurkan sekat-sekat pembeda yang ada di dunia ini. Hal inilah yang menurut Nurcholis Madjid perlu diwaspadai dalam rangka
melestarikan mempertahankan keberagaman manusia.
7
Kendati menurut Cak Nur modernisasi sendiri dipahami sebagai suatu proses perubahan sosial, yaitu
perubahan susunan kemasyarakatan dari suatu sistem sosial praindustrial misal agraris ke sistem sosial industrial. Kadang-kadang juga disejajarkan dengan
perubahan dari masyarakat pramodern ke masyarakat modern. Perubahan sosial inilah nampaknya yang menarik perhatian Cak Nur. Sehingga dalam konteks
keagamaan menurutnya kehidupan industrial yang menjadi ciri modern dapat menimbulkan efek negatif, dan sekaligus menyimpan kandungan makna yang
positif. Ia menyatakan ...bentuk hubungan dinamis antara religiusitas dan industrialisasi modernisasi merupakan suatu persoalan rumit yang banyak
menimbulkan kontroversi.
8
Pada sisi yang positif, industrialisasi menurut Cak Nur akan membawa kemakmuran dan inilah yang menjadi cita-cita semua orang dari kemakmuran
inilah pada gilirannya akan melahirkan peningkatan manusia. Meskipun industrialisasi sendiri bukan tanpa harga atau pengorbanan, ia membutuhkan
6
Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1994, h. 11
7
Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius dan Dinamika Industrialisasi dalam Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, Bandung, Mizan, 1987, h. 141
8
Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius…h. 142
32 tumbal untuk membangunnya. Oleh karena itu manusia –dalam masyarakat
modern- sering rentan terhadap depersonalisasi dan dehumanisasi. Akibatnya menurut Cak Nur ...ia tak lagi mengenali dirinya sendiri dan makna hidupnya
atau alienasi.
9
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai penopang kukuh masyarakat industri modern, produknya lebih bersifat profan. Di sisi lain
agama merupakan sesuatu yang sakral. Dengan demikian, posisi keduanya dalam pandangan Cak Nur terjadi antagonistik. Antagonisme inilah yang membuat
sebagian orang berreaksi negatif terhadap modernisasi. Ini juga disebabkan karena mereka hanya melihat modernisasi dari sudut ekses negatif. Keadaan ini justru
terjadi pada umat Islam, yang merasa kemodernan dapat mengakibatkan menjauhnya umat Islam dari keberagamaannya. Sehingga penolakan itu dianggap
menjadi perisai untuk menghadapi ekses-ekses yang ditimbulkan oleh kemodernan tersebut.
Sementara, Abdurrahman Wahid ketika menyinggung keterkaitan antara agama dan modernitas menyatakan: ...antara modernisasi dan agama adalah
menyatu.
10
Menurutnya andaikata modernisasi dilepaskan dari agama maka modernisasi akan tumbuh secara bebas nilai free of value. Kalau ini terjadi, maka
akan meruntuhkan nilai-nilai lama yang sudah ditetapkan agama. Di sini, ditandaskan Gus Dur, akan terjadi proses yang sifatnya saling menggusur antara
proses modernisasi dengan agama.
11
Jika demikian halnya, maka pertentangan antara agama dan modern malah justru dapat meruntuhkan bangunan nilai-nilai
kemajemukan di antara masyarakat muslim yang mendukung modernitas dengan yang ingin mempertahankan tradisi lama yang tak jarang bertolak belakang dengan
modernitas.
9
Nurcholis Madjid, Peranan Agama dalam Kehidupan Modern, dalam Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, Bandung, Mizan, 1987, h. 124
10
Baca Abdurrahman Wahid, Agama dan Modernisasi adalah satu, dalam Majalah Komunikasi Ekaprasetia Pancakarsa, No.40tahun VI 1985, h. 47
11
Abdurrahman Wahid, Agama dan Modernisasi adalah satu, h. 47
33 Dalam beberapa penelitian keagamaan yang diadakan sosiolog, tercermin
bahwa agama memodofikasi sikap modernis terhadap umatnya. Modern bukan diartikan sebagai komponen Barat tetapi lebih
dimaknai sebagai setting keilmuan dan kemajuan sain yang berakar dari nilai-nilai agama. Misalnya
Weber, Robert N. Bellah dan Clifford Geertz, melihat agama
sebagai inspirator dari sebuah gerakan humanisasi, sain, budaya dan seterusnya
semuanya terangkum dalam kolaborasi makna modernisasi. Sehingga agama hadir dalam konteks apa pun. Dan itu dijadikan sebagai inspirator oleh manusia
sebagai makhluk Tuhan yang berakal untuk mencerahkan peradaban.
12
Ada pula yang mengaitkan modernisasi dengan pembangunan,
13
sementara di sisi lain pembangunan akan terkait dengan kemerdekaan. Sehingga ketiga istilah ini merupakan satu rangkaian yang tak dapat dipisahkan
kemerdekaan-pembangunan-modernisasi, keterkaitan ini dapat dipahami dengan suatu negeri tidak akan dapat melakukan pembangunan manakala ia masih
terkungkung oleh belenggu penjajahan, maka otomatis kemerdekaan di sini menjadi sarat pertama untuk melakukan modernisasi. Dengan kemerdekaan
pembangunan dapat berjalan dengan sempurna tanpa ada hambatan dari bangsa lain. Dengan pembangunan itulah maka modernisasi dapat digerakkan. Oleh sebab
itu ada pula yang memahami modernisasi dengan seberapa jauh suatu bangsa mempunyai berbagai fasilitas-fasilitas yang memudahkan manusia sebagai ukuran
taraf kehidupannya. Ada pula yang memahami dengan seberapa jauh suatu bangsa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
14
Dalam kaitan ini nampaknya agama tidaklah menjadi penghalang derap langkah modernisasi. Karena parameter
12
Lihat Hebert W. Richardson, Toward an Amerikan Theology New York; Harp Row, 1967, h. 64
13
Baca Prem Kirpal, Modernization of Education in South Asia http:science.jrank. org pages9065Education-in-Asia-Traditional-Modern-Modernization.html tanggal 8 September
2008
14
C. Arnold Anderson, The Modernization of Education, dalam Modernization-The Dynamics of Growth, Myron Weiner ed New York: Basic Books, inc, 1966, h. 68
34 kemodernan diukur dengan tiga indikator tersebut. Sehingga antara modernisasi
dan agama tidak akan menjadi dua istilah yang saling bertentangan. Proses modernisasi pendidikan, dalam rangka merubah
diperoleh melalui dua cara; Pertama, melalui injection mativation, dan kedua melalui
revolusi think tank. Pada kasus modernisasi pertama, lebih dimotivasi oleh kemajuan dunia luar. Di Minangkabau misalnya, modernisasi dalam institusi
pendidikan sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan luar terutama Mekah dan Mesir.
15
Sistem ini dibawa oleh ulama-ulama Minangkabau, dan diterapkan dalam sistem pendidikan Islam lokal Minangkabau. Akhirnya terjadi pembaruan
dalam isntitusi pendidikan surau menjadi madrasah, yang klasikal dan tidak lagi berhalaqah,
serta terjadi perombakan-perombakan dalam kurikulum
pendidikan. Aktor pembaharuan ini, diantarannya syekh Ahmad Khatib, syekh Taher Djalaluddin, syekh Muhammad Djamil Djambek, Haji Rasul, dan
Abdullah Ahmad.
16
Kedua, mengilhami modernisasi itu adalah revolusi think tank, yakni gagasan pembaruan yang datang dari tokoh-tokoh pemikir yang tidak siap
menerima ketertinggalan
kelompoknya dalam meratas percaturan dunia.
Menurut kelompok
ini, ketertinggalan
itu bisa
diatasi melalui
pengotimalan pemahaman ajaran Islam. Dalam pandangan kalangan modernis Islam, ketertinggalan umat Islam merupakan kesalahan umat Islam itu sendiri,
karena memahami agama secara picik dan kepicikan berfikir.
17
15
Q. Edward Wang, Traditional Education in Asia and Modern– Modernization. http:science.jrank.orgpages9065Education-in-Asia-Traditional Modernization.html. dikutip
tanggal 9 September 2008
16
Deliar Noer dalam Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942.
17
Lihat Yudi Latif, Masa Lalu Yang Membunuh Masa Depan. Bandung,Mizan: 1999, h. 48.
35 Mengenai pendidikan Islam di Lampung,
18
atau lebih tepatnya pesantren, terkait dengan program transmigrasi yang dilaksanakan di Propinsi Lampung dari
daerah Jawa. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari sebagian besar pondok
pesantren yang berdiri sejak lama di wilayah Lampung kyai pendirinya adalah berasal dari pulau Jawa.
19
Hal ini bukan berarti mengecilkan peran masyarakat Islam pribumi Lampung, karena di daerah-daerah perkotaan terdapat yayasan-
yayasan pendidikan Islam yang dibangun oleh penduduk asli Lampung. Akan tetapi pondok pesantren yang bersifat tradisional salafiyah hampir dipastikan
kesemua pendirinya adalah transmigran putera transmigran asal Jawa, sehingga kultur yang ada dalam pesantren tersebut mengadopsi dari pesantren-pesantren
tempat kyai tersebut menimba ilmu di Jawa.
20
Hal ini bisa dipahami pula mengingat pulau Jawa merupakan pusat penyebaran agama Islam di seluruh
Nusantara sejak zaman Wali Songo.
21
18
Luas Provinsi Lampung adalah 2.969,313 km² yang saat ini terbagi menjadi sembilan Kabupaten dan dua Kota yaitu Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara,
Kabupaten Tulang bawang, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran
serta Kota Bandar Lampung dan Kota Metro, www. Indonesia Tourism, peta lampung, Tanggal 23 Mei 2008
19
Dari tujuh pesantren yang ada pada Direktori Pesantren terbitan Departemen Agama Pusat menunjukkan bahwa kesemua pendiri kyainya adalah berasal dari Jawa, namun data yang
dimuat dalam buku tersebut ternyata merupakan data yang pernah diterbitkan pada buku dengan judul yang sama pada penerbitan-penerbitan sebelumnya dan tidak diup date datanya sehingga
tidak dapat mengcover dari keseluruhan pesantren yang ada di Provinsi Lampung. Baca Direktori Pesantren, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Jakarta: DEPAG RI, 2007 h.
135-154
20
Dari 14 pondok pesantren yang penulis kunjungi, hanya Pondok Pesantren Darussalam Tegineneng Kabupaten Pesawaran yang pendirinya bukan transmigran asal Jawa. Sehingga pantas
kalau pondok pesantren ini bercorak modern. Untuk pondok-pondok selain itu dapat dilihat dari teori transliterasi kitab kuningnya yang menggunakan bahasa Jawa, munculnya istilah utawi dalam
mengartikan dan merumuskan kode untuk mubtada’, iku untuk khabar, sopo opo
untuk fa’ilpelaku pekerjaan, ing untuk maf’ul bihi obyek dan lain-lain merupakan bentuk tradisi yang
ada di pesantren-pesantren salafiyah, Muhammad Ma’sum, SHI, Kamus Santri, Pedoman Pembacaan Kitab Kuning, Raman Utara, Pon-Pes Tri Bhakti Attaqwa,2003, h. 5
21
Kendati wilayah Lampung berada di pulau Sumatera yang juga terdapat pintu awal masuknya Islam di Nusantara misal di daerah Peurlak, Pasai Aceh akan tetapi secara historis
tidak ada yang menyimpulkan bahwa proses islamisasi di Lampung berasal dari Aceh. Hal ini dimungkinkan karena jalur transportasi antara Lampung yang merupakan wilayah paling ujung