Kegiatan Akademik Modernisasi pondok pesantren (studi atas pola pengembangan pendidikan modern di Pondok Pesantren Roudlotul-Qur’an Mulyojati Metro Lampung)
122 tidak ditentukan oleh satu orang, sehingga membuka peluang adanya benturan-
benturan berbagai ide dan kepentingan.
21
Akan tetapi secara keseluruhan, baik pesantren dengan status milik pribadi maupun milik institusi kolektif, figur kiai tetap merupakan tokoh kunci dan
keturunannya memiliki peluang terbesar untuk menggantikan posisinya. Tradisi semacam ini mengingat proses pembudayaan yang terjadi di pesantren sejak awal
adalah demikian halnya. Sebagai suatu lembaga pendidikan agama Islam pesantren menyebarkan ajaran agama Islam melalui proses pembudayaan
kehidupan masyarakat Islam, terutama mengenai pemahaman dan pengamalan ajaran Islam
dalam kehidupan bermasyarakat.
22
Demikian halnya pada Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an.
Keadaan awal Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an dipandang dari kuantitatif anggota pengurus masih sangat minim untuk ukuran kelayakan sebuah
yayasan pendidikan, dan lembaga pendidikan yang dikelola baru merupakan pondok pesantren yang mengandalkan pola-pola pendidikan klasik,
23
belum
21
Secara umum pondok pesantren yang dikelola secara kolektif merupakan wujud dari adanya upaya pembaharuan dari berbagai elemen pondok pesantren tersebut. Pembaharuan ini
merupakan respon dari pondok pesantren tradisional yang dalam pandangannya terdapat sisi-sisi kelemahan, pada akhirnya pembaharuan dijadikan alat untuk mengantisipasi sisi kelemahan
tersebut. Sehingga dapat ditemukan orientasi yang baru pada visi, misi dan tujuan pondok pesantren. baca Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994, h.73
22
Pondok pesantren bisa dikatakan sebagai “bapak” pendidikan Islam di Indonesia, ia didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zamannya hal ini bisa dilihat dari perjalanan
historisnya, bahwa sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah islamiyah, yakni mengembangkan dan menyebarkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama’.
Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren dari sudut historal kultural dapat dikatakan sebagai “training centre” yang secara otomatis menjadi “cultural central” Islam yang
disahkan atau dilembagakan oleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakat Islam sendiri, oleh karena itu gelar ataupun status yang diperoleh semata-mata berasal dari masyarakat. Hasbullah,
Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, h. 40
23
Pemikiran Islam ala pesantren salafiyah yang menggarisbawahi perlunya melestarikan tradisi keilmuan Islam yang telah dibangun secara kokoh sejak berabad-abad yang lalu. Tradisi
keilmuan Islam lebih khusus tradisi keilmuan pesantren, dianggap sebagai kekayaan dan kekuatan spiritual yang perlu dipertahankan, tanpa harus ditawar apalagi dipertanyakan bagaimana asal-usul
tradisi tersebut. Mempertanyakan tradisi berarti meragukannya, dan bahkan dapat dianggap mengingkari wujud tradisi yang selama ini dipegangi dengan kokoh. Dalam pandangan kebanyakan
muslim Indonesia, mempertanyakan tradisi setidaknya akan membingungkan umat. Tradisi
123 menggunakan sistem klasikal. Hal ini dapat dilihat dari pola sistem sorogan yang
merupakan metode pembelajaran klasik. Hanya perbedaannya kitab yang
dijadikan bahan sorogan bukan kitab kuning yang merupakan karangan ulama’- ulama’ terdahulu, akan tetapi kitab yang dikaji untuk bahan sorogan adalah kitab
suci Al-Qur’an, mengingat pada saat itu kegiatan pesantren terfokus pada upaya menghafalkan Al-Qur’an ditambah dengan kegiatan diniyyah ala pesantren klasik.
Hingga pada perkembangan selanjutnya pesantren ini berupaya mengembangkan sayapnya untuk menjawab tantangan yang dihadapi umat Islam yang sehingganya
alumni pesantren ini diharapkan mampu berkiprah di masyarakat di tengah pergumulan masyarakat sosial yang kompleks.
24
Pada saat itu pengurus pendiri yayasan hanya terdiri dari 5 orang sebagaimana tertuang dalam akta notaris Arief Hamidi Budi Santoso, SH
tertanggal 3 Agustus 2004. Kelimanya tersebut adalah : 1. Pembina yayasan
: Drs. H. Ali Qomaruddin al-hafiz 2. Ketua yayasan
: Lamijiono, SPd. MM 3. Sekretaris yayasan
: Muslim, SPd.I 4. Bendahara yayasan
: Siti Rumzannah 5. Pengawas yayasan
: Hi. Miswadi, Bms
25
Pola kelembagaan pesantren masih didominasi oleh kiai sebagai figur sentral mengingat corak pesantren pada awal pendirian masih mempertahankan
pesantren merupakan sumber kekuatan yang ampuh untuk menahan badai perubahan di era gelombang perubahan sosial budaya yang kurang bersahabat dengan masyarakat muslim. Bentuk
piramida pemikiran Islam yang meliputi Kalam, Fiqh, Tasawuf adalah bentuk bangunan yang “paten”, yang ghairu qabilin li al-taghyir, ghairu qabilin li al-niqas. Generasi sekarang tinggal
mewarisi begitu saja warisan kekayaan intelektual-spiritual generasi terdahulu tanpa disertai sikap kritis. Tidak ada kreativitas yang bersifat inovatif untuk mengembangkan tradisi sesuai dengan
perkembangan wilayah pengalaman manusia. Karya-karya manusia ulama klasik diposisikan sebagai panduan dan tak ada ruang berpikir untuk mempertanyakannya. Fazlur Rahman, Islam and
Modernity: Transformation of Intellectual Tradition, Chicago: The University of Chicago Press, h. 32. Martin Van Bruinessen, “Pesantren dan Kitab Kuning: Pemeliharaan dan Kesinambungan
Tradisi Pesantren”, Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 4, th. 1992, h. 73-85.
24
KH. Ali Qomaruddin al-Hafiz, Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an, Wawancara, tanggal 7 Desember 2007.
25
salinan akta notaris Yayasan Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an
124 tradisi-tradisi lama klasik. Dan pada saat awal jumlah santri masih terhitung
sedikit sehingga masih dapat dikontrol oleh kiai. Proses pembaharuan selanjutnya dilakukan pada bulan September 2006
dengan melengkapi anggota lain dengan harapan akan lebih mengoptimalkan gerak langkah yayasan dalam mengelola pendidikan.
26
Pembaharuan yang paling signifikan diarahkan pada komposisi personal anggota pengurus yayasan. Nama
yayasan yang sebelumnya Yayasan Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an diubah menjadi Yayasan Roudlotul Qur’an. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas
ruang gerak yayasan, karena diharapkan pada perkembangan selanjutnya yayasan tidak hanya berada dalam ruang lingkup pesantren akan tetapi juga dapat keluar
pesantren yaitu ke masyarakat luas. Penambahan anggota pengurus tidak
dapat dielakkan mengingat kebutuhan personal dalam menjalankan organisasi yang mengalami perubahan
mutlak dibutuhkan. Hal ini karena gerak-langkah yayasan yang baru telah berubah dari yayasan terdahulu, dimana kalau yayasan yang dulu hanya mengacu pada
bidang pendidikan saja. Akan tetapi untuk yayasan yang baru diagendakan pula program-program lain yang tidak saja berkaitan erat dengan pendidikan an sich,
26
Kenyataan tersebut di atas menggambarkan bahwa pola pendidikan Islam yang pada giliran selanjutnya menjadi wahana pembaharuan pendidikan Islam. Karena pendidikan dipandang
sebagai pintu gerbang pembuka bagi masuknya unsur-unsur pembaharuan. Pembaharuan pendidikan Islam pada esensinya adalah pembaharuan pemikiran dan perspektif intelektual,
khususnya melalui penerjemahan sejumlah literatur Eropa yang dipandang esensial ke dalam pembaharuannya. Pembaharuan tersebut banyak menggunakan wahana pendidikan baik dengan
cara mendirikan sebuah lembaga sebagai proyek percobaan pembaharuannya, maupun dengan cara mengembangkan pemikirannya mengenai bentuk pendidikan alternatif kepada umat Islam.
Bertolak dari uraian ini, maka yang dimaksud dengan pembaharuan pendidikan Islam adalah upaya umat Islam baik oleh tokoh maupun lembaga untuk melakukan perubahan dalam pendidikan Islam
ke arah yang lebih berkualitas dengan cara menyumbangkan pemikirannya sesuai dengan tuntutan zaman dengan tetap berpedoman kepada al-Qur’an dan al-Sunnah. Azyumardi Azra, Pendidikan
Tinggi Islam dan Kemajuan Sains, sebuah pengantar dalam Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj, Jakarta: Logos,1994
h. xiii
125 sehingga dapat dilihat dalam struktur yang ada di atas terdapat anggota-anggota
yang bukan dari kalangan praktisi pendidikan.
27
Pada periode 2006-2007 terdapat pembaharuan dari aspek kelembagaan yakni berupa peningkatan jumlah pengurus yayasan yang pembentukannya
diharapkan akan lebih mengoptimalkan kinerja yayasan. Dalam upaya pemilihan anggota tersebut dipilih berdasarkan atas pertimbangan dedikasi dan kompetensi
yang mereka miliki. Pembenahan ini diharapkan menimbulkan adanya
peningkatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif pengurus lembaga pendidikan ini. Dari satu periode ke periode berikutnya. Namun demikian yang
penting dalam penetapan jumlah pengurus yang semakin bertambah adalah aspek efisiensi dan efektifitas kerja mereka, meskipun ada sebagian pengurus yang juga
merangkap sebagai tenaga pengajar.
28
Berdasar komposisi pengurus tersebut, masing-masing anggota yayasan berupaya untuk mengembangkan pesantren ini. Maka bila dikaji lebih lanjut, para
pengurus di atas tidak meski orang-orang yang mempunyai latar belakang pendidikan pesantren ataupun sekolah agama. Namun berasal dari berbagai
kalangan yang diharapkan mempunyai kapabilitas di bidang yang dibebankan kepadanya. Penekanan yang paling utama adalah bagaimana mereka mampu dan
mau melaksanakan tanggung jawab bersama demi kebesaran yayasan. Kondisi obyektif di lapangan selama penulis melakukan observasi langsung menunjukkan
bahwa aktivitas para pengurus cukup berperan dalam mengembangkan Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an, meskipun dalam beberapa kasus masih terdapat
kekurangan.
27
Rekrutmen yang dilakukan mengacu pada pembagian tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada masing-masing anggota pengurus yayasan, contohnya untuk bidang Hubungan
Masyarakat HUMAS dan Publikasi yayasan, maka ditunjuk seorang Wartawan dari stasiun TV Lampung LTV. Dokumentasi Surat Keputusan Yayasan Roudlotul Qur’an nomor:
007MUS.YPRQ KPTSVII2006.
28
Hi. Beni Mustofa Ketua Yayasan Roudlotul Qur’an, Wawancara, tanggal 23 Mei 2007
126 Di sisi lain akibat dari pembentukan pengurus yayasan yang baru ini
mengakibatkan terbaginya komponen yayasan ke dalam beberapa bagian, kendati perpecahan ini tidak secara kasat mata, akan tetapi nampak dari keberpihakannya
beberapa komponen ke dalam bagian-bagian tertentu. Bagian pertama merupakan para donatur awal yang tidak menginginkan
modernisasi pesantren dengan mengubah identitas pesantren dari yang murni Al-Qur’an menjadi pesantren
modern yang membuka program-program pendidikan lainnya.
29
Sementara di bagian lain para pengurus yang lebih banyak berkecimpung pada tarap praktis
menginginkan modernisasi dengan membuka program pendidikan baru. Kelanjutan dari munculnya perbedaan pandangan dalam membangun dan
mengembangkan Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an ini adalah keengganan para donatur
terdahulu untuk menyumbangkan dananya ke pesantren.
30
Dengan demikian pesantren perlu mengupayakan donatur baru untuk membangun
pesantren lebih lanjut. Sementara pembukaan program baru yang merupakan pendidikan formal mendapat bantuan dari Pemerintah berupa BOS. Bantuan
Operasional Sekolah, DAK Dana Alokasi Khusus dan bantuan-bantuan lain. Sehingga dalam pemikiran donatur terdahulu pesantren sudah memiliki sumber
dana baru yang dapat dipergunakan untuk pengelolaan pesantren.
31
Di bidang kelembagaan pendidikan pada tahun ajaran 20042005 pesantren membuka program pendidikan Tarbiyatul Mu’allimin Wal Mu’allimat al-
29
Kelompok ini umumnya para generasi tua yang pada awal pendirian sangat antusias mendukung pesantren dengan spesialisasi Al-Qur’an. Latar belakang mereka yang umumnya
semasa muda menuntut ilmu di pondok pesantren salafiah menjadikan mereka tetap pada pendirian untuk menjaga pola pendidikan ala pesantren klasik. Modernisasi bagi mereka seharusnya tidak
harus membuka program baru yang berimplikasi pada hilangnya identitas tahfîz al-Qur’an. Hi. Muhammad Ma’ruf Donatur Yayasan Roudlotul Qur’an, Wawancara, tanggal 12 Oktober 2007
30
Ustadz Ahmad Ansori Lurah Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an, Wawancara, tanggal 17 Juni 2007
31
Selain dana-dana tersebut pihak pondok pesantren juga mendapatkan dana dari bedah APBD. yang biasanya dikucurkan oleh Pemerintah Kota Metro melalui Bagian Kesejahteraan
Rakyat Kesra yang turun setahun sekali. Untuk tahun anggaran 2008 ini Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an mendapat bantuan dana sebesar Rp 25.000.000,00.
127 Islamiyyah TMI
yang berupaya memadukan pendidikan formal Sekolah Menengah Pertama SMP dan Sekolah Menengah Atas SMA yang menginduk
ke Dinas Pendidikan Nasional dengan pola pendidikan Tarbiyatul Mu’allimin Wal Mu’allimat al-Islamiyyah TMI yang ada di Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan
Madura Jawa Timur. Sehingga sekolah dengan pola seperti ini berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan tidak di bawah naungan
Departemen Agama. Dan untuk SMP telah dikeluarkan Surat Keputusan dari Dinas Pendidikan Kota Metro tentang perizinan penyelenggaraan pendidikan
dengan nomor: 42067001d.32005. dengan Nomor Statistik Sekolah : 202126103024 dan Nomor Induk Sekolah : 200240.
32
Sedang untuk SMA telah dibuka pada tahun ajaran 2005 2006 dengan tujuan bahwa tamatan SMP harus
meneruskan ke SMA mengingat pola pendidikan TMI memang berjenjang sampai enam tahun.
33
Inilah yang membedakan dengan SMP SMA lain khususnya di wilayah Kota Metro dan sekitarnya.
Ada perbedaan nama tentang Pondok Persantren yang menggunakan sistem Mu’allimin di Indonesia. Ada yang menggunakan istilah Kulliyat al-Mu’allimîn
al-Islâmiyyah
34
yang biasa disingkat KMI seperti Pondok Modern Darussalam Gontor, dan beberapa cabangnya serta pondok-pondok yang didirikan para
alumninya, ada pula yang menggunakan istilah Tarbiyat al-Mu’allimîn al-
32
Muhammad Qomaruddin Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Wawancara, tanggal 16 Mei 2007
33
Laila Rismadiati Dewan Guru SMP TMI Roudlotul Qur’an, Wawancara, tanggal 3 Mei 2007
34
Kulliyat al-Mu’allimîn al-Islâmiyyah KMI adalah salah satu lembaga yang menangani pendidikan tingkat menengah di Pondok Modern Darussalam Gontor. Lembaga ini didirikan
tanggal 19 Desember 1936. KMI merupakan lembaga Pendidikan Guru Islam yang mengutamakan pembentukan kepribadian dan sikap mental, dan penanaman ilmu pengetahuan
Islam.Dalam sejarah perjalanannya, KMI telah lima kali mengalami pergantian direktur, secara berurutan sebagai berikut: K.H. Imam Zarkasyi 1936-1985, K.H. Imam Badri 1985-1999, K.H.
Atim Husnan 1999-2002, dan K.H. Syamsul Hadi Abdan 2002-2006. K.H. Ali Sarkowi, Lc 2007. http:gontor.ac.id