100 Dengan mempertimbangkan latar belakang
ini, setidaknya akan dapat
dilihat keberpihakannya pada modernisasi. Seperti diketahui bahwa modernisasi pendidikan Islam lebih mendapat respon yang baik di kalangan Muhammadiyah,
dan berbanding silang dengan Nahdlatul Ulama yang ingin mempertahankan identitas kesalafiyahannya .
66
Dengan demikian, ini menjadi suatu hal yang patut dicermati, dari latar belakang yang kebanyakan NU,
67
namun menginginkan pendidikan yang mulai menerapkan prinsip-prinsip modernitas.
Dari kenyataan tersebut, boleh jadi orientasi orang tua yang menyekolahkan anaknya di pesantren mengalami perubahan. Pesantren yang hanya memberikan
pelajaran agama dan cenderung fiqh oriented yang didominasi pesantren-pesantren salaf, lulusannya dianggap kurang mampu bersaing di dunia kerja dan ini menjadi
persyaratan di zaman globalisasi ini. Sehingga mereka mengharapkan anaknya yang lulus dari pesantren juga mengantongi ijazah umum yang bisa dipergunakan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya dan tidak mesti memilih spesialisasi ilmu-ilmu agama. Atau boleh jadi alasan lainnya karena elemen yang ada di Pondok
Pesantren Roudlotul Qur’an bukanlah dari kalangan Muhammadiyah ataupun yang lainnya, karena Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an adalah salah satu
pengurus Tanfidyah Nahdlatul Ulama tingkat Cabang di Kota Metro.
68
65
Komaruddin, Wawancara, tanggal 23 Januari 2008. Data tersebut memang belum bisa dianggap valid mengingat proses pengambilan sumbernya tidak bisa langsung kepada para wali santri
sebagai obyek observasi.
66
Baca Fuad Jabali Membangun Pesantren di Ranah Sunda: Belajar dari Darul Arqam_ dalam Jajat Burhanudin dan Dina Afrianty penyunting Mencetak Muslim Modern, Peta Pendidikan
Islam Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, h. 272-274.
67
Kendati pada lapis bawah masyarakat nahdliyyin sering diidentikkan dengan yang kurang merespon modernisme, akan tetapi sebenarnya di lapis atas di kalangan intelektual NU lahir tokoh-
tokoh yang merefleksikan semangat modernisasi dengan pemikiran dan gagasan yang demokratis, liberal, inklusif, serta moderat yang menjadi ciri dari modernisme. Majalah Taswirul Afkâr, edisi No.6
tahun 1999, h. 97
68
Dokumentasi Susunan Dewan Pimpinan Cabang NU Kota Metro tahun 2006
101 Berbeda dengan kasus yang terjadi di Pondok Pesantren Al-Muhsin
69
yang juga berada di Kota Metro dan mempunyai afiliasi dengan gerakan Islam salafi, pesantren
ini meskipun berusaha melakukan modernisasi pada aspek-aspek pendidikan Islamnya, namun respon masyarakat cenderung dingin untuk tidak mengatakan
menolak sehingga pesantren ini terkesan eksklusif.
2. Pengurus
Kepengurusan yang ada di sebuah pesantren merupakan unsur yang cukup vital. Dalam hierarki struktur organisasi pengurus merupakan pembantu pengasuh
kyai pesantren dalam menjalankan roda kepemimpinan pesantrennya. Oleh sebab itu kepengurusan ini direkrut berasal dari para santri yang sudah lama mondok dengan
harapan selain mereka memiliki kemampuan lebih bila dibanding dengan santri yuniornya, mereka juga dianggap lebih memiliki loyalitas yang tinggi.
Kinerja kepengurusan juga menentukan bagi keberhasilan proses pendidikan di suatu pesantren. Hal ini lebih disebabkan karena pengurus lah yang mengawal
santri selama mereka berada di asrama atau bahkan di sekolah. Untuk itu dituntut kepedulian, semangat mengasuh, membimbing yang tinggi. Dilihat dari sisi ini
Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an telah melakukan upaya-upaya pening- katan kualitas SDM pengurus yang antara lain memilih orang-orang yang memang
69
Pondok Pesantren Al-Muhsin disinyalir merupakan cabang dari Pesantren Al-Mukmin yang ada di Ngruki Solo yang dipimpin Ustaz Abu Bakar Ba’asyir yang cukup mengundang
kontroversi. Beliau yang disebut-sebut sebagai Amir Jamaah Islamiyah yang merupakan sayap Al- Qaida di Asia Tenggara dianggap bertanggung jawab atas serangkaian aksi teror di Indonesia. Pola
pengajaran yang disampaikan di pesantrennya dalam beberapa hal memiliki watak yang spesifik. Hal ini dapat dilihat dari ideologi pengajaran yang disampaikan memperlihatkan tingkat kedekatan yang
tinggi terhadap gerakan salafi. Juga pandangan mereka yang memandang Islam sebagai agama yang harus diamalkan secara kaffah, yang dalam konteks ini penolakan terhadap negara yang mereka
anggap tidak menggunakan aturan Islam –kendati dalam pemaknaan mereka- dapat dibenarkan. Untuk selanjutnya golongan ini biasanya digeneralisasikan ke dalam Islam radikal garis keras. Baca
Azyumardi Azra dan Jamhari Pendidikan Islam Indonesia dan Tantangan Globalisasi: Perspektif Sosio-Historis_ dalam dalam Jajat Burhanudin dan Dina Afrianty penyunting Mencetak Muslim
Modern, Peta Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, h. 17-19
102 mempunyai kualifikasi dan dedikasi yang tinggi dan mempunyai semangat modernis.
Hal ini setidaknya dapat dilihat dari komposisi pengurus yang sebagian besar berasal dari alumni Pesantren Darussalam Gontor dan Pesantren Modern Al-Amin Madura
yang keduanya dianggap sebagai pioner lembaga pendidikan modern di Indonesia. Seperti pada komposisi yang ada pada personalia kepengurusan Pondok
Pesantren Roudlotul Qur’an pada seksi pendidikan merupakan alumni pondok modern.
70
Sehingga dari tataran ideal roda kepengurusan akan dapat berjalan beriringan dengan modernisasi yang digulirkan. Akan tetapi sejauhmana
keberhasilan itu dapat dicapai agaknya perlu dilihat aspek-aspek lain, mengingat dalam proses pendidikan santri terkait pula dengan struktur kepengurusan sekolah
SMP SMA yang pada kenyataannya pemegang kendali kebijakan di sekolah tidak semuanya berasal dari dalam pesantren dan tidak terlibat langsung dalam jajaran
kepengurusan pondok pesantren. Oleh sebab itu kerja sama yang baik antara kedua elemen ini perlu dilakukan.
Sehingga pada gilirannya nanti tidak akan ada jarak gap yang memisahkan antara kabijakan yang satu dengan yang lain. Seperti pada kasus liburan tengah semester
tahun ajaran 2007-2008, ketika pihak sekolah meliburkan santri, ternyata ini mendapat perlawanan dari pihak pengasuh dan pengelola asrama karena
menghendaki santri tidak diliburkan. Hal ini tentu tidak akan terjadi andai saja terdapat koordinasi yang baik antar masing-masing elemen pesantren.
71
70
Kebijakan Pondok Pesantren Gontor Ponorogo yang memberlakukan sistem pengabdian ke lembaga-lembaga pendidikan baik di Gontor maupun luar Gontor menjadikan Pondok Pesantren
Roudlotul Qur’an menjadi salah satu lembaga pendidikan yang dipilih oleh para santri Gontor untuk mengabdi di sana selama satu tahun. Dari awalnya pengabdian ini ada juga yang meneruskan
mengajar di Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an, karena di samping mengajar ia juga dapat
melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi di Kota Metro meskipun berada di luar pesantren. Ustazah Dayu Fitria Dewan Guru TMI. Roudlotul Qur’an alumni Pondok Modern Darussalam
Gontor, Wawancara, tanggal 23 Juni 2008
71
Muhammad Alfan Huda, Santri siswa SMP Tarbiyat Al-Mu’allimîn Wa Al-Mu’allimât Al-Islâmiyyah Wawancara, 20 Desember 2007
103 Anggota kepengurusan yang ada pada hakikatnya adalah mereka yang juga
mengajar di sekolah. Hal ini menunjukkan hal yang positif karena dari segi interaksi hubungan guru-murid juga tetap tercipta pola korelasi santri dengan pengurus
pesantren tidak hanya ketika santri berada di asrama. Kenyataan ini memungkinkan tersedianya waktu yang cukup bagi kalangan pengurus untuk selalu mengawasi dan
membimbing santri demi terbantunya proses pembelajaran mereka. Ini juga yang mendukung santri untuk belajar lebih intensif, karena permasalahan-permasalahan
kurikuler bisa saja dipecahkan di asrama jika guru tersebut juga pengurus di pesantren. Berbeda dengan guru yang berasal dari luar pesantren yang semua
persoalan hanya bisa ditangani di sekolah. Secara hierarki pengurus yang dimaksudkan di atas merupakan lapisan
pengurus yang berada pada ujung tombak. Pada level ini pengasuh pesantren kyai masih menjadi figur sentral bagi kebijakan pesantren secara umum.
72
Meskipun anggota mempunyai hak berpendapat secara demokratis, akan tetapi karena figur
kyai yang dominan, sehingga terkadang kebijakan yang dilakukan masih mengindikasikan kesan otoriter. Hal ini tentu saja kurang sejalan dengan semangat
modernisasi yang meletakkan dasar-dasar demokratis dan penentuan kebijakan dalam suatu kerja kolektif menuntut adanya permufakatan yang terbuka dengan
pertimbangan suaru terbanyak quorum. Sedangkan jenjang kepengurusan pada tingkat tinggi adalah pengurus
yayasan yang secara resmi dibentuk pada awal pendirian yayasan dan diperbaharui dengan
komposisi bertambah
banyak yang
dimaksudkan untuk
lebih mengoptimalkan kerja yayasan sebagai unsur tertinggi dalam roda kegiatan baik
72
Pola semacam ini umumnya terjadi pada pondok pesantren salafiyah tradisional dimana nama besar kyai pengasuh pesantren menjadi alasan utama santri mondok di pesantren tersebut.
Dalam konteks Roudlotul Qur’an tentunya hal in tidak relevan lagi, terlebih karena pesantren berusaha untuk melakukan modernisasi. Jika hal ini tetap berkelanjutan dikhawatirkan modernisasi
yang sedang dilaksanakan akan berjalan timpang. Ustadz Musnad Ngaliman. S.H.I, Ketua Pondok Pesantren Roudlotul Qur’an Periode 2004-2005 Wawancara,13 Maret 2007
104 yang di pondok maupun di sekolah. Pertimbangan lain dilakukannya pembentukan
struktur yang baru adalah karena yayasan makin dituntut oleh situasi dan perkembangan kegiatan pembelajaran yang kian meningkat. Bentukan ini secara
resmi dilaksanakan pada tanggal 26 Juli 2006 dengan mempertimbangkan dari berbagai unsur terkait yang dalam hal ini
adalah anggota pengurus yayasan terdahulu, pendiri yayasan, dan pendapat dari para tokoh agama dan masyarakat.
Kemudian struktur personalia kepengurusan yang baru ini disahkan berdasarkan Surat Keputusan nomor: 007MUS.YPRQKPTSVII2006.
Tabel 7 Struktur Personalia Pengurus Yayasan Roudlotul Qur’an
No Nama
Jabatan
1 KH. Syamsuddin Thohir
Dewan Eksekutif 2
KH. Zakaria Ahmad Dewan Eksekutif
3 Moch. Yanis
Dewan Eksekutif 4
DR. Sowiyah, M.Pd Dewan Eksekutif
5 H. Benny Mustofa, SH
Ketua 6
H. Miswadi Wakil Ketua
7 Miftah Arifien
Sekretaris 8
Nurul Huda Wakil Sekretaris
9 H. Ansori Bustami, SE
Bendahara 10 Hj. Siti Rumzanah
Wakil Bendahara 11 Hamim Huda, S.PdI
Bidang Litbang 12 Drs. Supardi
Bidang Pendidikan 13 Susetyo, SE
Bidang Pendidikan 14 H. Djumiran
Bidang Dakwah Wakaf 15 H. Warsito
Bidang Dakwah Wakaf 16 H. Suparman
Bidang Usaha Ekonomi 17 H. Subandi
Bidang Usaha Ekonomi 18 H. Zakaria
Bidang Usaha Ekonomi 19 Arjuna Wiwaha
Bidang Kesra 20 Djoko Purwanto
Bidang Kesra 21 Drs. H. Rasiman
Bidang Kesra 22 Hebriansyah alex
Bidang Humas Publikasi