Alasan – Alasan Perceraian PERCERAIAN

Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 56 Bagi orang yang beragama Islam, perceraian diajukan ke Pengadilan Agama yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf, dan shadaqah. 57 Kemudian ditambah kewenangannya untuk memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara zakat, infaq, dan ekonomi syariah. 58 Hal ini sesuai dengan kekuasaan absolut yang dimiliki oleh Pengadilan Agama. Kekuasaan absolut yakni kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya. 59 Prosedur penyelesaian perkara perceraian bila dilihat dari aspek subyek hukum atau pelaku yang mengawali terjadinya perceraian dapat dibagi dalam dua aspek, yaitu cerai talak suami yang bermohon untuk bercerai dan cerai gugat istri yang bermohon untuk bercerai. 60 56 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 248. 57 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, cet. I, Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000, h. 8. 58 Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 59 H. A. Basiq Djalil, Peradilan Islam, Jakarta: t.p., 2007, h. 114. 60 H. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 80-81. Adapun mengenai cerai talak dan cerai gugat, terdapat dua istilah yang berbeda yakni gugatan dan permohonan. Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan antara gugatan dan permohonan adalah sebagai berikut : a. Dalam perkara gugatan ada suatu sengketa, suatu konflik yang harus diselesaikan dan harus diputus oleh pengadilan, sedangkan dalam permohonan tidak ada sengketa atau perselisihan. b. Dalam suatu gugatan ada dua atau lebih pihak yaitu pihak penggugat dan tergugat yang merasa haknya atau hak mereka dilanggar sedangkan dalam permohonan hanya ada satu pihak yaitu pihak pemohon. c. Suatu gugatan dikenal sebagai pengadilan contentiosa atau pengadilan sungguh- sungguh, sedangkan suatu permohonan dikenal sebagai pengadilan voluntair atau pengadilan pura-pura. d. Hasil suatu gugatan adalah putusan vonis sedangkan hasil suatu permohonan adalah penetapan beschikking. 61 Akan tetapi jika dikaitkan dengan UU. No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang mengenal adanya gugatan dan permohonan perceraian, maka perbedaan istilah antara gugatan dan permohonan yang telah disebutkan di atas menjadi tidak relevan lagi. 62 61 Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, cet. II, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 16-17. 62 Ibid, h. 17. 1 Prosedur Penyelesaian Perkara Cerai Talak 63 Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon Suami atau Kuasanya, antara lain : 1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan AgamaMahkamah Syariah; 64 Permohonan diajukan secara tertulis atau lisan kepada bagian pendaftaran perkara, yaitu sub kepaniteraan permohonan; 65 b. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan AgamaMahkamah Syariah tentang tata cara membuat surat permohonan; 66 c. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon. 2. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan AgamaMahkamah Syariah: a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon; 67 63 Badilag, “Prosedur Tata Cara Pengajuan Perkara di Pengadilan Agama”. Artikel diakses pada 16 November 2013 dari http :esyariah.badilag.netdatalainProsedur20Tata20Cara20 Pengajuan 20 Perkara 20 Di 20 Pengadilan 20 Agama.pdf. 64 Pasal 118 HIR, 142 R.Bg. Jo. Pasal 66 Undang Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006. 65 H. Sulaikin Lubis, dkk, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Ed., Cet. III, Jakarta: Kencana, 2008, h. 123. 66 Pasal 119 HIR, 143 R.Bg. Jo. Pasal 58 Undang Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006. 67 Pasal 66 ayat 2 Undang Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006.