Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

ْمِتْسِا َرلاِب ِةَأْرَمْلا ِعاَت ِلُج Artinya: “Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk membolehkan bersenang senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki- laki”. 8 Di Indonesia perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang mengatur segala sesuatu berkaitan dengan pelaksanaan perkawinan. Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan memberikan pengertian tentang perkawinan yaitu: “Ikatan lahir batin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. 9 Kompilasi Hukum Islam juga memberikan pengertian perkawinan yang dinyatakan dalam Pasal 2 sebagai berikut: “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. 10 Dalam perkawinan dikenal suatu prosesi yang dinamakan walîmatul „ursi atau resepsi pernikahan. Prosesi ini dilakukan untuk memberitahu khalayak ramai bahwa kedua mempelai telah menjadi suami istri, sekaligus sebagai rasa syukur keluarga kedua belah pihak atas berlangsungnya pernikahan tersebut. 11 8 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 8. 9 CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jilid. II, Jakarta: Balai Pustaka, 1993, h. 58. 10 Anggota IKAPI, kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokus Media, 2010, h. 7. 11 Abdul Azis Dahlan, dkk, ed., Ensiklopedi Hukum Islam, cet. III, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999, h. 1917. Dalam kaitannya dengan resepsi pernikahan, terdapat sebuah contoh kasus yang terjadi di wilayah Pengadilan Agama Bogor, bahwasanya persoalan resepsi pernikahan dalam perkara ini yakni batalnya suatu resepsi pernikahan, menjadi salah satu alasan diputusnya suatu perceraian. Bagi umat muslim perceraian dikenal dengan istilah talak. Menurut Sayyid Sabiq, talak adalah: ِةــــَي ِجْوَزــلا ِةــــَق َََعْلا ُءاــَهْـنِإ َو ِجاَوَزــلا ِةـَطــــِباَر ٌلَح Artinya: “Melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan”. 12 Wahbah az-Zuhaili berpendapat bahwa perceraian itu ialah terlepasnya ikatan perkawinan, dan terputusnya hubungan diantara suami istri akibat salah satu dari beberapa sebab. 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sebagai wujud kodifikasi hukum Islam, telah mengklasifikasikan penyebab terjadinya suatu perceraian. Didalam pasal 38 UU Perkawinan disebutkan yakni perceraian terjadi dengan sebab: 1. Kematian salah satu pihak, 2. Perceraian karena talak dan perceraian karena gugat, 12 Sayyid Sabiq, Fiq ẖ al-Sunnah, Jilid II, Beirut: Darul Fikri, h. 206. 13 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, penerjemah Abdul Hayyie al-kattani, dkk, cet. I, Jilid IX, Jakarta: Gema Insani, 2011, h. 311. 3. keputusan Pengadilan. 14 Kemudian dalam pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 15 Dan di pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan pula bahwa untuk melaksanakan perceraian harus cukup alasan yaitu antara suami isteri tidak akan hidup sebagai suami isteri. Ketentuan ini dijelaskan kembali didalam penjelasan pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dengan menyebutkan bahwasanya alasan-alasan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan perceraian adalah: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyaan berat yang membahayakan pihak lain. 14 H. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet. III, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 74. 15 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 248. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri. 6. Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 16 Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam menambahkan alasan-alasan dalam perceraian ini dengan penambahan dua alasan yaitu: 1. Suami melanggar taklik talak dan 2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan. 17 Dengan demikian, terlihat jelas bahwa batalnya resepsi pernikahan sebagaimana yang tertera di dalam putusan Pengadilan Agama Bogor dalam perkara Nomor 583Pdt.G2012PA.Bgr tidaklah termasuk salah satu dari alasan perceraian dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan uraian di atas, penulis akan memfokuskan bahasan skripsi ini pada kasus tersebut dengan judul skripsi: “Batalnya Resepsi Pernikahan Sebagai Alasan Perceraian Analisis Yuridis Putusan Perkara Nomor 583Pdt.G2012PA.Bgr ”. 16 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 248-249. Lihat pula Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 17 Ibid., h. 251-252. Lihat pula Anggota IKAPI, kompilasi Hukum Islam, h. 38-39.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah Perceraian yang diajukan kepada Pengadilan Agama antaralain karena alasan ekonomi dan nafkah, zina atau mabuk, kekejaman atau penganiyaan, selingkuh dengan pihak ketiga, dan berbagai macam bentuk alasan lainnya. Dengan berbagai macam alasan perceraian tersebut, maka penulis akan membatasi penulisan skripsi ini pada kasus perceraian yang disebabkan batalnya resepsi pernikahan dan kasus batalnya resepsi pernikahan ini adalah yang terdata di Pengadilan Agama Bogor.

2. Perumusan Masalah

Batalnya resepsi pernikahan sebagai alasan terjadinya perceraian, tidak diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi pada kenyataanya hakim Pengadilan Agama Bogor menjadikan batalnya resepsi pernikahan sebagai salah satu alasan dalam memutuskan perceraian sebagaimana yang terdapat dalam putusan Pengadilan Agama Bogor nomor 583Pdt.G2012PA.Bgr. Rumusan masalah tersebut penulis rangkum dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah hukum menyelenggarakan dan menghadiri resepsi pernikahan? 2. Bagaimanakah pertimbangan hukum dan majlis hakim dalam memutuskan perkara batalnya resepsi pernikahan sebagai alasan perceraian?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui hukum menyelenggarakan dan menghadiri resepsi pernikahan. 2. Mengetahui pertimbangan hukum dan majlis hakim dalam memutuskan perkara batalnya resepsi pernikahan sebagai alasan perceraian. Sedangkan manfaat dari penelitian ini antara lain : 1. Memberikan masukan kepada pihak yang terkait, dalam hal ini yang dimaksud adalah para pihak yang berkompetensi untuk mengkaji serta melegitimasi hukum terkait resepsi pernikahan dan perceraian. 2. Membuka wawasan kepada masyarakat mengenai resepsi pernikahan. 3. Pengembangan kualitas diri dan pengetahuan di bidang hukum bagi penulis terutama dibidang hukum perdata Islam. 4. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian yang serupa di masa mendatang. 5. Menambah literatur kepustakaan.

D. Review Studi Terdahulu

Penulis melakukan review studi terdahulu untuk memastikan perbedaan serta menampakan posisi akademis dari penelitian yang dijalankan agar tidak mengulang kembali kajian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelum penelitian ini: No Judul Skripsi Isi Pembeda

1. “KDRT Sebagai

Alasan Perceraian di Pengadilan Agama Tanggamus Lampung”, Dhiaul Fajri, 2009. 1. Menjadikan KDRT sebagai topik utama kajian. 2. Penelitian mengenai kedudukan hukum KDRT sebagai alasan perceraian. 3. Penelitan terhadap perkara yang terdapat di Pengadilan Agama Tanggamus Lampung. 1. Menjadikan batalnya resepsi pernikahan sebagai topik utama kajian. 2. Penelitian mengenai kedudukan hukum batalnya resepsi pernikahan sebagai alasan perceraian. 3. Penelitan terhadap perkara yang terdapat di Pengadilan Agama Bogor.

2. Intervensi Orang Tua

Sebagai Faktor Pemicu Perceraian Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat. Eva Muslimah, 2009. 1. Menjadikan intervensi orang tua sebagai topik utama kajian. 2. Penelitian mengenai intervensi orang tua sebagai faktor pemicu perceraian. 3. Penelitan terhadap perkara yang terdapat di Pengadilan Agama Jakarta Barat. 1. Menjadikan batalnya resepsi pernikahan sebagai topik utama kajian. 2. Penelitian mengenai kedudukan hukum batalnya resepsi pernikahan sebagai alasan perceraian. 3. Penelitan terhadap perkara yang terdapat di Pengadilan Agama Bogor.