II.2.2. Regulasi Absorpsi Zat Besi
Walaupun jumlah zat besi yang diekstraksi dari makanan relatif kecil, namun regulasi absorpsi zat besi sangat penting karena manusia
tidak memiliki jalur fisiologis untuk eksresi. Sel enterosit yang melapisi vili absorptif yang dekat dengan gastroduodenal
junction , bertanggungjawab
untuk seluruh absorpsi zat besi. Zat besi harus melewati dari lumen usus melalui membran apikal dan basolateral untuk mencapai plasma.
Divalent metal transporter 1
DMT1 merupakan protein yang mentransfer zat besi sepanjang membran apikal ke dalam sel. Di dalam enterosit, zat besi
memiliki 2 kemungkinan : dapat disimpan sebagai ferritin atau dapat ditransfer melalui membran basolateral untuk mencapai plasma. Zat besi
yang berada dalam bentuk ferritin, seiring dengan enterosit menjalani siklusnya, akan dihancurkan dengan
senescent sel dan meninggalkan
tubuh ,melalui traktus gastrointestinal. Proses ini mewakili mekanisme kehilangan zat besi yang penting. Andrews, 1999
II.2.3. Keseimbangan Zat Besi Pada Otak
Transportasi zat besi pada otak bergantung pada interaksi antara sel endotel dengan astrosit. Gambar 5. Sel endotel otak
mengekspresikan reseptor transferin 1 TfR1 pada membran luminalnya; reseptor ini mengikat transferin dan menginternalisasikan kompleks ini ke
dalam endosom. Di dalam endosom, lingkungan asam memfasilitasi pelepasan zat besi ferri dari transferin dan diikuti dengan reduksi ion ferri
menjadi ferro oleh kerja enzim endosomal redukatse. Ion ferro
Universitas Sumatera Utara
dipindahkan dari endosom ke sitosol oleh divalent metal transporter-1
DMT-1 dan kemudian dibawa keluar oleh kerja dari ferroportin. Prosesus astrosit mengekspresikan
ceruloplasmin , yang bekerja sebagai
ferroxidase yang mengoksidasi ion ferro menjadi ferri, yang kemudian
terikat ke transferin pada cairan interstisial otak. Benarroch, 2009.
Gambar 5. Keseimbangan Zat Besi Di Otak
Dikutip dari : Benarroch E. Brain Iron Homeostasis and Neurodegenerative Disease. Neurology. 2009;72; 1436-1440.
II.2.4. Zat Besi, Radikal Bebas dan Cedera Oksidatif
Kerusakan reperfusi, yang disebabkan oleh restorasi metabolisme aerob setelah periode iskemia, bergantung pada adanya radikal bebas.
Saat reoksigenasi,radikal bebas diproduksi. Radikal bebas ini tampaknya
Universitas Sumatera Utara
merusak sel dengan mengoksidasi berbagai komponen selular. Bukti menunjukkan bahwa zat besi mempercepat kerusakan yang terjadi
sewaktu iskemik dan reperfusi. Zat besi dimobilisasi sewaktu iskemik organ, sehingga tersedia untuk pembentukan radikal bebas. Valk
dkk,1999. Superoksida adalah suatu radikal bebas—suatu senyawa dengan
jumlah elektron yang ganjil, berasal dari okigen molekular dengan penambahan suatu elektron tunggal. Reaksi yang menghasilkan
superoksida secara biologis berlangsung pada berbagai keadaan, mencakup penyakit infeksi, inflamasi dan berbagai penyakit yang
melibatkan iskemia dan reperfusi. Mitokondria yang mengalami cedera iskemik menjadi sumber utama radikal superoksida saat terjadi
reoksigenasi pasca-iskemik. Radikal superoksida dapat berfungsi sebagai oksidan ringan, reduktan yang kuat, atau sebagai inisiator dari reaksi
radikal bebas berantai. Banyak enzim penting yang dapat diinaktivasi secara langsung oleh superoksida, seperti
catalase, creatine phosphokinase, glyceraldehyde-3-phosphate dehidrogenase, gluthathione
peroxidase, myofibrillar ATPase, adenylate cyclase, dan Ca
2+
-Mg
2+
- ATPase
. Walaupun begitu, kerja yang paling destruktif dari radikal superoksida tampaknya adalah pelepasan zat besi dari ferritin. Telah
dianggap bahwa O
2 .-
memasuki inti-ferritin melalui saluran hidrofilik, diikuti dengan reduksi Fe
3+
menjadi Fe
2+
. Ini menyebabkan pelepasan zat besi inti-ferritin. McCord,1998
Universitas Sumatera Utara
Zat besi adalah logam transisi redoks-aktif, yang artinya dapat dengan mudah berpindah antara
ferrous atau Fe
2+
dan ferric
Fe
3+
, menerima atau memberikan suatu elektron ke berbagai substansi biologis,
dengan demikian mengkatalisasi berbagai reaksi yang merusak dalam sel. Pada keadaan normal, tidak pernah ada kadar zat besi ‘bebas’ atau zat
besi yang mengalami chelation
oleh senyawa dengan berat molekul rendah. Setiap pelepasan Fe
2+
dengan segera mengalami chelation
oleh senyawa seperti sitrat atau ADP, namun kompleks ini dengan mudah
berpartisipasi dalam reaksi redoks, mengkatalisasi pembentukan HO
.
atau memulai peroksidasi lipid. McCord,1998
Makromolekul chelator
zat besi seperti transferin dan feritin, menyediakan tempat pengikatan dengan spesifisitas yang demikian rigid
sehingga Fe
3+
terikat sangat kuat, namun Fe
2+
tidak terikat sama sekali. Selama perpindahan dari satu jaringan ke jaringan lain, zat besi dibawa
oleh transferrin. Ketika kompleks besi ini memasuki suatu sel melalui reseptor transferrin, zat besi ditranspor atau disimpan dalam protein
ferritin. Suatu karakteristik penting dari kedua protein ini adalah bahwa keduanya mengikat zat besi dalam bentuk Fe
3+
. Akibat keterbatasan kinetik dan termodinamik dari ikatan ini, zat besi sangat sulit untuk
dilepaskan dari transferin dan feritin sehingga mencegah partisipasinya yang tidak diinginkan dalam reaksi redoks. Dalam keadaan normal,
cadangan zat besi dalam tubuh tampaknya tidak menimbulkan masalah. Namun pada kondisi penyakit, cadangan besi ini menjadi ancaman yang
Universitas Sumatera Utara
signifikan sebagai akibat dari berbagai kemungkinan untuk produksi superoksida. MCord,1998
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 6, bahwa bentuk penyimpanan zat besi—ferritin—yang rentan terhadap serangan oleh
radikal superoksida O
2 .-
menyebabkan pelepasan simpanan logamnya. Begitu zat besi dibebaskan akibat adanya superoksida dan produk
Gambar 6. Produksi superoksida dan hidrogen peroksida menyebabkan cedera dan kematian sel.
Dikutip dari : McCord,J.M. 1998. Iron Free Radicals and Oxidative Injury. 35;1:5-12
Universitas Sumatera Utara
dismutasinya, hidrogen peroksida, radikal hidroksil HO
.
dapat terbentuk oleh reaksi Haber-Weiss. McCord,1998
Fe
2+
+ H
2
O
2
Æ Fe
3+
+ OH ⎯ + HO˙
O
2
˙⎯+ Fe
3+
Æ O
2
+ Fe
2+
________ O
2
˙⎯+ H
2
O
2
Æ O
2
+ OH ⎯ + HO˙
Radikal hidroksil merupakan spesies pengoksidasi yang sangat kuat. Kemampuan potensial oksidasinya kedua setelah atom oksigen.
Radikal hidroksil dapat diproduksi oleh sistem biologis sendiri, oleh pembentukan sederhana superoksida pada keadaan adanya zat besi
yang redoks-aktif dan hidrogen peroksida. Radikal hidroksil ini dapat menyerang semua kelas makromolekul biologis. Ia dapat
mendepolimerase polisakarida, menyebabkan putusnya rantai DNA, menginaktivasi enzim dan mengawali peroksidasi lipid. Karena lipid
peroksidasi adalah reaksi berantai yang diamplifikasi oleh zat besi yang redoks aktif, kerja radikal hidroksil yang inilah yang tampaknya memiliki
konsekuensi patofisologis yang paling berat pada penyakit seperti penyakit jantung iskemik dan stroke. Mc Cord,1998
II.2.5. Peroksidasi Lipid