Pengaruh Pencelupan Larutan Asam Organik terhadap Mutu Sensori dan Umur Simpan Mi Basah Matang Pada Suhu Ruang

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENCELUPAN LARUTAN ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN MI BASAH MATANG

PADA SUHU RUANG

Oleh

INDRI FERDIANI F24104066

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

INDRI FERDIANI. F24104066. Pengaruh Pencelupan Larutan Asam Organik Terhadap Mutu Sensori dan Umur Simpan Mi Basah Matang pada Suhu Ruang. Di bawah bimbingan : Joko Hermanianto. 2008

RINGKASAN

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Namun ironisnya, masyarakat Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini telah diguncang oleh masalah formalin yang terdapat dalam beberapa jenis bahan pangan seperti ; mi basah, bakso, tahu, ikan asin, dan ayam potong. Selain penggunaan formalin, tidak sedikit produsen mi yang juga menambahkan boraks, ke dalam produknya untuk memperbaiki tekstur menjadi jauh lebih kenyal. Masalah keamanan pangan ini tidak dapat dihindari lagi walaupun sudah ada peraturan yang melarang penggunaan kedua bahan tersebut. Larangan penggunaan formalin dan boraks untuk bahan pangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) No. 722/MenKes/Per/IX/88.

Penelitian yang dilakukan adalah mencari alternatif bahan pengawet selain formalin yang aman digunakan yaitu dengan menggunakan asam asetat, asam laktat, dan asam cuka yang merupakan pengawet yang bersifat food grade. Larutan asam organik yang digunakan diharapkan mampu memperpanjang umur simpan mi basah matang lebih dari dua hari tanpa mempengaruhi aspek penerimaan konsumen dan penggunaannya relatif dengan biaya yang murah.

Pada penelitian ini larutan asam organik ditambahkan ke dalam mi basah matang dengan metode pencelupan (coating), untuk melihat keefektifannya dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga umur simpan mi basah matang mampu dipertahankan minimal dua hari tanpa perubahan sensori secara nyata. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah, (1) mi basah matang yang telah disiapkan, ditimbang sebanyak ± 30 gram untuk masing-masing perlakuan, (2) mi basah matang dicelupkan ke dalam larutan pengawet selama ± 1 menit kemudian ditiriskan selama ± 1 menit, (3) mi basah matang dikemas ke dalam kemasan HDPE kemudian diseal untuk memastikan bahwa mi basah matang dalam kemasan tidak terkontaminasi dengan udara di lingkungan, (4) dilakukan penyimpanan terhadap mi basah matang dalam kemasan tersebut selama beberapa hari pada suhu ruang untuk mengetahui umur simpannya dan untuk dilakukan pendugaan umur simpan secara visual, analisis total mikroba, analisis total kapang, analisis pH, analisis total asam tertitrasi, analisis warna, analisis tekstur, uji organoleptik, dan analisis biaya.

Pada penelitian ini menggunakan 6 formula larutan pengawet, yaitu larutan asam asetat 2 %, asam asetat 1 %, asam laktat 2 %, asam laktat 1 %, asam cuka 2 %, dan asam cuka 1 %. Berdasarkan data penelitian dapat dilihat bahwa larutan yang paling efektif dalam memperpanjang umur simpan mi basah matang berturut-turut adalah mi basah matang dengan pencelupan asam asetat 2 % mempunyai umur simpan 4 hari, mi basah matang dengan pencelupan asam cuka 2 % 6 mampu mempertahankan umur simpan selama 4 hari, mi basah dengan pencelupan asam laktat 2 % mempunyai umur simpan 3


(3)

hari, mi basah dengan pencelupan asam asetat 1 %, asam laktat 1 % dan asam cuka 1 % mempunyai umur simpan 2 hari. Sedangkan mi basah kontrol tanpa pencelupan perlakuan apapun hanya mampu bertahan selama 40 jam. Artinya bahwa tujuan dari penelitian ini dapat tercapai yaitu dapat mempertahankan umur simpan mi basah matang minimal dua hari

Pencelupan larutan pengawet asam organik pada mi basah matang tersebut secara umum atau overall tidak mempengaruhi penerimaan konsumen secara nyata dengan nilai hedoniknya adalah lebih dari 5 dalam skala 7, yaitu 5.53 untuk asam organik dengan pencelupan asam asetat 2 %; 5, 43 untuk asam organik dengan pencelupan asam cuka 2 %, 5,37 untuk asam organik dengan pencelupan asam laktat 2 %, yang dengan demikian tujuan dari penelitian ini dapat tercapai karena mi basah dengan pencelupan larutan pengawet asam organik tersebut tidak mempengaruhi penerimaan panelis secara nyata.

Penggunaan larutan asam organik sebagai pengawet pada mi basah matang hanya menambah biaya produksi yang relatif cukup rendah. Penggunaan larutan asam organik yang paling efektif dalam segi harga berturut-turut adalah penggunaan asam cuka 2 %, asam asetat 2 %, dan asam laktat 2 %. Sedangkan penggunaan asam laktat 2 % belum cukup efektif karena harganya yang relatif mahal. Harga untuk mengawetkan mi basah matang menggunakan asam asetat 2 % adalah Rp 0,034 per gram mi basah matang atau sebesar Rp 34 per kg mi basah matang. Harga untuk mengawetkan mi basah matang menggunakan asam laktat 2 % adalah Rp 0,057 per gram mi basah matang atau sebesar Rp 57 per kg mi basah matang. Sedangkan harga untuk mengawetkan mi basah matang menggunakan asam cuka 2 % adalah Rp 0,027 per gram mi basah matang atau sebesar Rp 27 per kg mi basah matang.

Biaya pengawetan dengan menggunakan asam organik relatif sangat murah jika dibandingkan dengan pengawetan menggunakan formalin pada konsentrasi yang sama, maka biaya pengawetannya tidak jauh berbeda. Dengan prosedur pengawetan yang sama, sehingga dapat diasumsikan pula harga untuk mengawetkan mi basah matang menggunakan formalin 2 % adalah Rp 0,053 per gram mi basah matang atau sebesar Rp 53 per kg mi basah matang.

Penemuan ini diharapkan mampu diaplikasikan secara nyata oleh podusen mi basah matang pada masa sekarang, sehingga tidak ada lagi produsen mi basah yang menggunakan formalin sebagai pengawet dari produknya tersebut. Hal ini dapat menghilangkan keresahan masyarakat akan keberadaan formalin pada produk yang mereka makan yang sangat membahayakan kesehatan, sehingga diharapkan penemuan ini dapat ikut serta dalam mewujudkan keamanan pangan di Indonesia.


(4)

PENGARUH PENCELUPAN LARUTAN ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN MI BASAH MATANG

PADA SUHU RUANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

INDRI FERDIANI F24104066

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

PENGARUH PENCELUPAN LARUTAN ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN MI BASAH MATANG

PADA SUHU RUANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

INDRI FERDIANI F24104066

Dilahirkan pada tanggal 15 Nopember 1987 di Cirebon

Tanggal Lulus : Agustus 2008

Menyetujui, Bogor, Agustus 2008

Dr. Ir Joko Hermanianto Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.


(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Kota Cirebon pada tanggal 13 Juni 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Mochammad Romli dan Ibu Tati Rustiana. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di TK Beringin Kota Cirebon pada tahun 1991-1992, menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Sadagori II Kota Cirebon pada tahun 1992-1998, menempuh sekolah lanjutan di SLTPN 1 Kota Cirebon pada tahun 1998-2001, serta SMUN 1 Kota Cirebon pada tahun 2001-2004.

Penulis lulus seleksi penerimaan mahasiswa IPB pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi (yang sekarang dirubah menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Fateta, IPB).

Selama di bangku perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan akademik, non akademik, dan organisasi mahasiswa daerah. Dalam kegiatan akademik penulis pernah mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang penelitian pada tahun 2007 dengan judul “Es Krim Rayap Alternatif Pangan Berprotein Tinggi”. Dalam bidang non akademik penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan dan Gizi pada periode 2005-2006 dalam Divisi Kewirausahaan dan pada periode 2006-2007 dalam Himitepa Coorporations (Hico). Dalam organisasi mahasiswa daerah yaitu Ikatan Kekeluargaan Cirebon pernah mengadakan Seminar Pertanian dan Perikanan Nasional di Kota Cirebon pada tahun 2005.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya yang berupa penelitian yang berjudul “ Pengaruh Pencelupan Larutan Asam Organik Terhadap Mutu Sensori dan Umur simpan Mi Basah Pada Suhu Ruang “ di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan di bawah bimbingan Dr. Ir. Joko Hermanianto.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-NYA yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Pengaruh Pencelupan Asam Organik Terhadap Mutu dan Umur simpan Mi Basah Pada Suhu Ruang “.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Mama, Ayah, Ebol, Cica, Kaka, Mami, dan seluruh keluarga atas segala kasih sayang, doa dan nasehat, serta bantuan secara moril dan materil yang diberikan tanpa henti kepada penulis selama ini.

2. Dr. Ir. Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan, perhatian, dan masukan serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama kuliah hingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Muhammad Arpah, MSi dan Dr. Ir. Nugraha Edi Suyatman, DEA selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji, masukan serta saran yang sangat berarti.

4. Keke “Inke Kesumawati“ F24104074 dan Jamz “Jamal Zamrudi“ F24104113 atas perhatian, doa, dukungan, nasehat dan canda tawa serta kebersamaan selama ini yang tiada hentinya diberikan kepada penulis, semoga persahabatan ini dapat dijaga sampai akhir hayat.

5. Dudul “ Muhammad Faried Ma’ruf” atas segala kepercayaan, dukungan, doa, perhatian, dan kebersamaan yang sangat berarti bagi penulis.

6. Aa “Bima Sakti Aswan”, Dini Kusumaningrum, Tenni Oksowella, Sabrina Novia, Tika Ihsaniati, M.T. Asyaukani, A. Arief Sadikin, Dyah Ayu Puspitasari, Yuke Juanita, Tetuko Dito Widarso, Hafidha Kusumaningrum, Sukma Paramita Dewi, Anggraeni Gigih S., Fina Amreta Laksmi, dan Mustarofah Ahmad atas kebersamaannya dalam suka duka selama menempuh pendidikan, semua canda tawa dan persahabatan yang sangat berarti.


(8)

7. Dr. Ir Sam Herodian, Mas Marto, Mas Budi, Aji, Dewi, Ipit, dan keluarga besar mahasiswa Cirebon atas dukungan dan bantuannya kepada penulis selama ini. 8. Dhieta Prisilia, Mega Sefrina, Indri Lestari, Rina Dwi Oktavia, Hermanto, Dody

Setyadi, dan Indra Akbar Dilana atas kebersamaanya dalam suka dan duka dalam setiap Laboratorium yang ada semasa kuliah, dan atas persahabatan yang sangat berarti.

9. Dody Setyadi, Sri Sugiharti, Nina Nurmayanti, Mutia, Nanda, dan Muji atas kebersamaannya dalam bimbingan bapak kita tercinta.

10.Keluarga besar “Pondok Berkah” Dudul, Aris Dwi Toha, Hans Putra Kelana, Datoe M. Iqbal untuk tempat main dan bersinggah selama ini.

11.Dody Setyadi, Ety Kusumawati, Umul Ma’rifah, Aris Dwi Toha, M. Nanang K. atas kebersamaannya selama penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Pangan. 12.Hestiana, Pratiwi, Nanda, Ferawati, Aji Bahtiar, Midun, Jaqaw, Nina, Venty,

Umam, Beki dan Haris atas kebersamaannya dalam canda dan tawa.

13.Pa Gatot, Mas Edi, Pa Sidik, Pa Sobirin, Pa Mul, Pa Yahya, Pa Rojak, Pa Koko, Pa Wahid, Bu Rubiyah, Bu Antin, Mba Ida, Mba Darsih, atas segala bantuan dan bimbingannya kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selama ini telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan pendidikan di IPB.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap pengembangan ilmu khususnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB.

Bogor, Agustus 2008


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. INDIKASI KEBERHASILAN ... 2

D. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. ASAM ORGANIK ... 4

B. MEKANISME PENGAWETAN ASAM ORGANIK ... 9

C. MI BASAH ... 11

1. Definisi Mi ... 11

2. Jenis Mi ... 11

3. Kerusakan Mi Basah ... 13

D. PENGAWETAN MI BASAH MATANG ... 15

C. PENGEMASAN ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 18

A. BAHAN DAN ALAT ... 18

B. METODE PENELITIAN ... 18

1. Penelitian Pendahuluan ... 18

2. Penelitian Utama ... 20

2.1. Perlakuan ... 20

2.1.1. Jenis Pengawet Asam Organik ... 20

2.1.2. Konsentrasi Pengawet Asam Organik ... 20


(10)

2.3. Pengamatan ... 21

2.3.1. Pendugaan Umur Simpan secara visual ... 21

2.3.2. Total Mikroba ... 22

2.3.3. Total Kapang ... 23

2.3.4. Nilai pH ... 24

2.3.5. Total Asam Tertitrasi ... 24

2.3.6. Warna ... 24

2.3.7. Tekstur ... 25

2.3.8. Uji Organoleptik ... 26

2.3.9. Analisis Biaya ... 26

2.3.10. Uji Statistik... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ……… 29

1. Pendugaan Umur Simpan secara visual ... 29

2. Total Mikroba ... 32

3. Total Kapang ... 34

4. Nilai pH ... 36

5. Total Asam Tertitrasi ... 37

B. PENELITIAN UTAMA ………. 41

1. Pendugaan Umur Simpan secara visual ... 42

2. Total Mikroba ... 45

3. Total Kapang ... 50

4. Nilai pH ... 54

5. Total Asam Tertitrasi ... 57

6. Warna ... 59

7. Analisis Tekstur ... 64


(11)

SKRIPSI

PENGARUH PENCELUPAN LARUTAN ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN MI BASAH MATANG

PADA SUHU RUANG

Oleh

INDRI FERDIANI F24104066

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

INDRI FERDIANI. F24104066. Pengaruh Pencelupan Larutan Asam Organik Terhadap Mutu Sensori dan Umur Simpan Mi Basah Matang pada Suhu Ruang. Di bawah bimbingan : Joko Hermanianto. 2008

RINGKASAN

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Namun ironisnya, masyarakat Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini telah diguncang oleh masalah formalin yang terdapat dalam beberapa jenis bahan pangan seperti ; mi basah, bakso, tahu, ikan asin, dan ayam potong. Selain penggunaan formalin, tidak sedikit produsen mi yang juga menambahkan boraks, ke dalam produknya untuk memperbaiki tekstur menjadi jauh lebih kenyal. Masalah keamanan pangan ini tidak dapat dihindari lagi walaupun sudah ada peraturan yang melarang penggunaan kedua bahan tersebut. Larangan penggunaan formalin dan boraks untuk bahan pangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) No. 722/MenKes/Per/IX/88.

Penelitian yang dilakukan adalah mencari alternatif bahan pengawet selain formalin yang aman digunakan yaitu dengan menggunakan asam asetat, asam laktat, dan asam cuka yang merupakan pengawet yang bersifat food grade. Larutan asam organik yang digunakan diharapkan mampu memperpanjang umur simpan mi basah matang lebih dari dua hari tanpa mempengaruhi aspek penerimaan konsumen dan penggunaannya relatif dengan biaya yang murah.

Pada penelitian ini larutan asam organik ditambahkan ke dalam mi basah matang dengan metode pencelupan (coating), untuk melihat keefektifannya dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga umur simpan mi basah matang mampu dipertahankan minimal dua hari tanpa perubahan sensori secara nyata. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah, (1) mi basah matang yang telah disiapkan, ditimbang sebanyak ± 30 gram untuk masing-masing perlakuan, (2) mi basah matang dicelupkan ke dalam larutan pengawet selama ± 1 menit kemudian ditiriskan selama ± 1 menit, (3) mi basah matang dikemas ke dalam kemasan HDPE kemudian diseal untuk memastikan bahwa mi basah matang dalam kemasan tidak terkontaminasi dengan udara di lingkungan, (4) dilakukan penyimpanan terhadap mi basah matang dalam kemasan tersebut selama beberapa hari pada suhu ruang untuk mengetahui umur simpannya dan untuk dilakukan pendugaan umur simpan secara visual, analisis total mikroba, analisis total kapang, analisis pH, analisis total asam tertitrasi, analisis warna, analisis tekstur, uji organoleptik, dan analisis biaya.

Pada penelitian ini menggunakan 6 formula larutan pengawet, yaitu larutan asam asetat 2 %, asam asetat 1 %, asam laktat 2 %, asam laktat 1 %, asam cuka 2 %, dan asam cuka 1 %. Berdasarkan data penelitian dapat dilihat bahwa larutan yang paling efektif dalam memperpanjang umur simpan mi basah matang berturut-turut adalah mi basah matang dengan pencelupan asam asetat 2 % mempunyai umur simpan 4 hari, mi basah matang dengan pencelupan asam cuka 2 % 6 mampu mempertahankan umur simpan selama 4 hari, mi basah dengan pencelupan asam laktat 2 % mempunyai umur simpan 3


(13)

hari, mi basah dengan pencelupan asam asetat 1 %, asam laktat 1 % dan asam cuka 1 % mempunyai umur simpan 2 hari. Sedangkan mi basah kontrol tanpa pencelupan perlakuan apapun hanya mampu bertahan selama 40 jam. Artinya bahwa tujuan dari penelitian ini dapat tercapai yaitu dapat mempertahankan umur simpan mi basah matang minimal dua hari

Pencelupan larutan pengawet asam organik pada mi basah matang tersebut secara umum atau overall tidak mempengaruhi penerimaan konsumen secara nyata dengan nilai hedoniknya adalah lebih dari 5 dalam skala 7, yaitu 5.53 untuk asam organik dengan pencelupan asam asetat 2 %; 5, 43 untuk asam organik dengan pencelupan asam cuka 2 %, 5,37 untuk asam organik dengan pencelupan asam laktat 2 %, yang dengan demikian tujuan dari penelitian ini dapat tercapai karena mi basah dengan pencelupan larutan pengawet asam organik tersebut tidak mempengaruhi penerimaan panelis secara nyata.

Penggunaan larutan asam organik sebagai pengawet pada mi basah matang hanya menambah biaya produksi yang relatif cukup rendah. Penggunaan larutan asam organik yang paling efektif dalam segi harga berturut-turut adalah penggunaan asam cuka 2 %, asam asetat 2 %, dan asam laktat 2 %. Sedangkan penggunaan asam laktat 2 % belum cukup efektif karena harganya yang relatif mahal. Harga untuk mengawetkan mi basah matang menggunakan asam asetat 2 % adalah Rp 0,034 per gram mi basah matang atau sebesar Rp 34 per kg mi basah matang. Harga untuk mengawetkan mi basah matang menggunakan asam laktat 2 % adalah Rp 0,057 per gram mi basah matang atau sebesar Rp 57 per kg mi basah matang. Sedangkan harga untuk mengawetkan mi basah matang menggunakan asam cuka 2 % adalah Rp 0,027 per gram mi basah matang atau sebesar Rp 27 per kg mi basah matang.

Biaya pengawetan dengan menggunakan asam organik relatif sangat murah jika dibandingkan dengan pengawetan menggunakan formalin pada konsentrasi yang sama, maka biaya pengawetannya tidak jauh berbeda. Dengan prosedur pengawetan yang sama, sehingga dapat diasumsikan pula harga untuk mengawetkan mi basah matang menggunakan formalin 2 % adalah Rp 0,053 per gram mi basah matang atau sebesar Rp 53 per kg mi basah matang.

Penemuan ini diharapkan mampu diaplikasikan secara nyata oleh podusen mi basah matang pada masa sekarang, sehingga tidak ada lagi produsen mi basah yang menggunakan formalin sebagai pengawet dari produknya tersebut. Hal ini dapat menghilangkan keresahan masyarakat akan keberadaan formalin pada produk yang mereka makan yang sangat membahayakan kesehatan, sehingga diharapkan penemuan ini dapat ikut serta dalam mewujudkan keamanan pangan di Indonesia.


(14)

PENGARUH PENCELUPAN LARUTAN ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN MI BASAH MATANG

PADA SUHU RUANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

INDRI FERDIANI F24104066

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

PENGARUH PENCELUPAN LARUTAN ASAM ORGANIK TERHADAP MUTU SENSORI DAN UMUR SIMPAN MI BASAH MATANG

PADA SUHU RUANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

INDRI FERDIANI F24104066

Dilahirkan pada tanggal 15 Nopember 1987 di Cirebon

Tanggal Lulus : Agustus 2008

Menyetujui, Bogor, Agustus 2008

Dr. Ir Joko Hermanianto Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.


(16)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Kota Cirebon pada tanggal 13 Juni 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Mochammad Romli dan Ibu Tati Rustiana. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di TK Beringin Kota Cirebon pada tahun 1991-1992, menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Sadagori II Kota Cirebon pada tahun 1992-1998, menempuh sekolah lanjutan di SLTPN 1 Kota Cirebon pada tahun 1998-2001, serta SMUN 1 Kota Cirebon pada tahun 2001-2004.

Penulis lulus seleksi penerimaan mahasiswa IPB pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi (yang sekarang dirubah menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Fateta, IPB).

Selama di bangku perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan akademik, non akademik, dan organisasi mahasiswa daerah. Dalam kegiatan akademik penulis pernah mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang penelitian pada tahun 2007 dengan judul “Es Krim Rayap Alternatif Pangan Berprotein Tinggi”. Dalam bidang non akademik penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan dan Gizi pada periode 2005-2006 dalam Divisi Kewirausahaan dan pada periode 2006-2007 dalam Himitepa Coorporations (Hico). Dalam organisasi mahasiswa daerah yaitu Ikatan Kekeluargaan Cirebon pernah mengadakan Seminar Pertanian dan Perikanan Nasional di Kota Cirebon pada tahun 2005.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya yang berupa penelitian yang berjudul “ Pengaruh Pencelupan Larutan Asam Organik Terhadap Mutu Sensori dan Umur simpan Mi Basah Pada Suhu Ruang “ di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan di bawah bimbingan Dr. Ir. Joko Hermanianto.


(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-NYA yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Pengaruh Pencelupan Asam Organik Terhadap Mutu dan Umur simpan Mi Basah Pada Suhu Ruang “.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Mama, Ayah, Ebol, Cica, Kaka, Mami, dan seluruh keluarga atas segala kasih sayang, doa dan nasehat, serta bantuan secara moril dan materil yang diberikan tanpa henti kepada penulis selama ini.

2. Dr. Ir. Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan, perhatian, dan masukan serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama kuliah hingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Muhammad Arpah, MSi dan Dr. Ir. Nugraha Edi Suyatman, DEA selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji, masukan serta saran yang sangat berarti.

4. Keke “Inke Kesumawati“ F24104074 dan Jamz “Jamal Zamrudi“ F24104113 atas perhatian, doa, dukungan, nasehat dan canda tawa serta kebersamaan selama ini yang tiada hentinya diberikan kepada penulis, semoga persahabatan ini dapat dijaga sampai akhir hayat.

5. Dudul “ Muhammad Faried Ma’ruf” atas segala kepercayaan, dukungan, doa, perhatian, dan kebersamaan yang sangat berarti bagi penulis.

6. Aa “Bima Sakti Aswan”, Dini Kusumaningrum, Tenni Oksowella, Sabrina Novia, Tika Ihsaniati, M.T. Asyaukani, A. Arief Sadikin, Dyah Ayu Puspitasari, Yuke Juanita, Tetuko Dito Widarso, Hafidha Kusumaningrum, Sukma Paramita Dewi, Anggraeni Gigih S., Fina Amreta Laksmi, dan Mustarofah Ahmad atas kebersamaannya dalam suka duka selama menempuh pendidikan, semua canda tawa dan persahabatan yang sangat berarti.


(18)

7. Dr. Ir Sam Herodian, Mas Marto, Mas Budi, Aji, Dewi, Ipit, dan keluarga besar mahasiswa Cirebon atas dukungan dan bantuannya kepada penulis selama ini. 8. Dhieta Prisilia, Mega Sefrina, Indri Lestari, Rina Dwi Oktavia, Hermanto, Dody

Setyadi, dan Indra Akbar Dilana atas kebersamaanya dalam suka dan duka dalam setiap Laboratorium yang ada semasa kuliah, dan atas persahabatan yang sangat berarti.

9. Dody Setyadi, Sri Sugiharti, Nina Nurmayanti, Mutia, Nanda, dan Muji atas kebersamaannya dalam bimbingan bapak kita tercinta.

10.Keluarga besar “Pondok Berkah” Dudul, Aris Dwi Toha, Hans Putra Kelana, Datoe M. Iqbal untuk tempat main dan bersinggah selama ini.

11.Dody Setyadi, Ety Kusumawati, Umul Ma’rifah, Aris Dwi Toha, M. Nanang K. atas kebersamaannya selama penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Pangan. 12.Hestiana, Pratiwi, Nanda, Ferawati, Aji Bahtiar, Midun, Jaqaw, Nina, Venty,

Umam, Beki dan Haris atas kebersamaannya dalam canda dan tawa.

13.Pa Gatot, Mas Edi, Pa Sidik, Pa Sobirin, Pa Mul, Pa Yahya, Pa Rojak, Pa Koko, Pa Wahid, Bu Rubiyah, Bu Antin, Mba Ida, Mba Darsih, atas segala bantuan dan bimbingannya kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selama ini telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan pendidikan di IPB.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap pengembangan ilmu khususnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB.

Bogor, Agustus 2008


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. INDIKASI KEBERHASILAN ... 2

D. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. ASAM ORGANIK ... 4

B. MEKANISME PENGAWETAN ASAM ORGANIK ... 9

C. MI BASAH ... 11

1. Definisi Mi ... 11

2. Jenis Mi ... 11

3. Kerusakan Mi Basah ... 13

D. PENGAWETAN MI BASAH MATANG ... 15

C. PENGEMASAN ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 18

A. BAHAN DAN ALAT ... 18

B. METODE PENELITIAN ... 18

1. Penelitian Pendahuluan ... 18

2. Penelitian Utama ... 20

2.1. Perlakuan ... 20

2.1.1. Jenis Pengawet Asam Organik ... 20

2.1.2. Konsentrasi Pengawet Asam Organik ... 20


(20)

2.3. Pengamatan ... 21

2.3.1. Pendugaan Umur Simpan secara visual ... 21

2.3.2. Total Mikroba ... 22

2.3.3. Total Kapang ... 23

2.3.4. Nilai pH ... 24

2.3.5. Total Asam Tertitrasi ... 24

2.3.6. Warna ... 24

2.3.7. Tekstur ... 25

2.3.8. Uji Organoleptik ... 26

2.3.9. Analisis Biaya ... 26

2.3.10. Uji Statistik... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ……… 29

1. Pendugaan Umur Simpan secara visual ... 29

2. Total Mikroba ... 32

3. Total Kapang ... 34

4. Nilai pH ... 36

5. Total Asam Tertitrasi ... 37

B. PENELITIAN UTAMA ………. 41

1. Pendugaan Umur Simpan secara visual ... 42

2. Total Mikroba ... 45

3. Total Kapang ... 50

4. Nilai pH ... 54

5. Total Asam Tertitrasi ... 57

6. Warna ... 59

7. Analisis Tekstur ... 64


(21)

8.1. Warna ... 70

8.2. Aroma ... 71

8.3. Rasa ... 72

8.4. Tekstur ... 73

8.5. Overall ... 74

9. Analisis Biaya ... 75

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 78

A. KESIMPULAN ……… 78

B. SARAN ………. 79

DAFTAR PUSTAKA... 81


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jumlah batasan maksimal asam organik yang dapat dikonsumsi per

hari oleh manusia ... 5 Tabel 2. Konsentrasi hambatan asam organik terhadap mikroorganisme ... 6 Tabel 3. Sifat fisik asam laktat ... 8 Tabel 4. Solubilitas asam organik ... 10 Tabel 5. Komposisi nilai gizi mi basah... 12 Tabel 6. Syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2987-1992 ... 14 Tabel 7. Data pengawetan mi basah matang ... 15 Tabel 8. Formulasi konsentrasi larutan pengawet asam organik

pada tahap penelitian pendahuluan ... 19 Tabel 9. Penilaian mutu sensori mi basah matang secara subyektif ... 22 Tabel 10. Perhitungan nilai oHue ... 25 Tabel 11. Skala Pengukuran uji hedonik ... 26 Tabel 12. Pengaruh konsentrasi larutan pengawet terhadap nilai sensori

mi basah matang ... 41 Tabel 13. Formulasi larutan pengawet dan pengaruhnya terhadap umur

simpan mi basah matang ... 41 Tabel 14. Formulasi konsentrasi larutan pengawet pada penelitian

utama ... 42 Tabel 15. Asumsi harga asam asetat 2 % berdasarkan

penurunan konsentrasi ... 76 Tabel 16. Asumsi harga asam laktat 2 % berdasarkan

penurunan konsentrasi ... 76 Tabel 17. Asumsi harga asam cuka 2 % berdasarkan

penurunan konsentrasi ... 76 Tabel 18. Asumsi biaya pengawetan mi basah matang


(23)

Halaman Tabel 19. Asumsi harga formalin 2 % berdasarkan penurunan

konsentrasi ... 78 Tabel 20. Asumsi biaya pengawetan mi basah matang menggunakan


(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik umur simpan mi basah matang dengan pencelupan beberapa

jenis pengawet asam organik secara subyektif ... 30 Gambar 2. Grafik total mikroba mi basah matang pada penelitian pendahuluan

... 32 Gambar 3. Grafik total mikroba mi basah matang pada penelitian pendahuluan

... 35 Gambar 4. Grafik nilai pH mi basah matang pada penelitian pendahuluan

... 36 Gambar 5. Grafik nilai TAT mi basah matang pada penelitian

pendahuluan ... 38 Gambar 6. Grafik pendugaan umur simpan mi basah matang dengan

pencelupan beberapa jenis pengawet asam organik secara

subyektif ... 43 Gambar 7. Grafik total mikroba mi basah matang dengan pencelupan

beberapa jenis pengawet asam organik ... 46 Gambar 8. Grafik total kapang mi basah matang dengan pencelupan

beberapa jenis pengawet asam organik ... 50 Gambar 9. Grafik nilai pH mi basah matang dengan pencelupan

beberapa jenis pengawet asam organik ... 54 Gambar 10. Grafik nilai TAT basah matang dengan pencelupan

beberapa jenis pengawet asam organik ... 57 Gambar 11. Grafik nilai kecerahan mi basah matang dengan pencelupan beberapa jenis pengawet asam organik ... 61 Gambar 12. Grafik nilai oHue mi basah matang dengan pencelupan

beberapa jenis pengawet asam organik ... 63 Gambar 13. Grafik nilai kekerasan mi basah matang dengan pencelupan beberapa jenis pengawet asam organik ... 65


(25)

Gambar 14. Grafik nilai kelengketan mi basah matang dengan pencelupan beberapa jenis pengawet asam organik ... 68 Gambar 15. Grafik respon panelis terhadap warna mi basah matang ... 71 Gambar 16. Grafik respon panelis terhadap aroma mi basah matang ... 72 Gambar 17. Grafik respon panelis terhadap rasa mi basah matang ... 73 Gambar 18. Grafik respon panelis terhadap tekstur mi basah matang ... 74 Gambar 19. Grafik respon panelis secara overall terhadap mi basah


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Fomulasi mi basah standar... 85 Lampiran 2. Diagram alir pembuatan mi basah ... 85 Lampiran 3. Nilai sensori mi basah matang penyimpanan suhu ruang

pada penelitian pendahuluan ... 86 Lampiran 4. Hasil pengamatan total mikroba mi basah matang pada

penelitian pendahuluan ... 86 Lampiran 5. Hasil pengamatan total kapang mi basah matang pada

penelitian pendahuluan ... 87 Lampiran 6. Hasil pengamatan total asam tertitrasi mi basah matang

pada penelitian pendahuluan ... 87 Lampiran 7. Hasil pengamatan total asam tertitrasi mi basah matang pada

penelitian pendahuluan ... 88 Lampiran 8. Nilai sensori mi basah matang penyimpanan suhu ruang selama 4

hari ... 88 Lampiran 9. Hasil pengamatan total mikroba mi basah matang dengan asam

asetat glasial ... 89 Lampiran 10. Hasil pengamatan total mikroba mi basah matang dengan asam

laktat ... 89 Lampiran 11. Hasil pengamatan total mikroba mi basah matang dengan asam

cuka pasar ... 90 Lampiran 12. Hasil pengamatan total kapang mi basah matang dengan asam

asetat glasial ... 90 Lampiran 13. Hasil pengamatan total kapang mi basah matang dengan

asam laktat... 91 Lampiran 14. Hasil pengamatan total kapang mi basah matang dengan asam


(27)

Lampiran 15. Hasil pengamatan nilai pH mi basah matang selama penyimpanan di suhu ruang ... 92 Lampiran 16. Hasil pengamatan nilai total asam tertitrasi mi basah matang

selama penyimpanan di suhu ruang ... 92 Lampiran 17. Hasil pengamatan nilai kecerahan (L) mi basah matang selama

penyimpanan di suhu ruang ... 93 Lampiran 18. Hasil pengamatan nilai oHue mi basah matang selama

penyimpanan di suhu ruang... 93 Lampiran 19. Hasil pengamatan nilai kekerasan tekstur mi basah matang dengan

asam asetat ... 94 Lampiran 20. Hasil pengamatan nilai kekerasan tekstur mi basah matang dengan

asam laktat ... 94 Lampiran 21. Hasil pengamatan nilai kekerasan tekstur mi basah matang dengan

asam cuka ... 95 Lampiran 22. Hasil pengamatan nilai kelengketan tekstur mi basah matang

dengan asam asetat ... 95 Lampiran 23. Hasil pengamatan nilai kelengketan tekstur mi basah matang

dengan asam laktat ... 96 Lampiran 24. Hasil pengamatan nilai kelengketan tekstur mi basah matang

dengan asam cuka ... 96 Lampiran 25. Hasil uji hedonik mi basah matang kontrol... 97 Lampiran 26. Hasil uji hedonik mi basah matang dengan asam asetat 2 % . 98 Lampiran 27. Hasil uji hedonik mi basah matang dengan asam laktat 2 % . 99 Lampiran 28. Hasil uji hedonik mi basah matang dengan asam cuka 2 %... 100 Lampiran 29. Analisis sidik ragam total mikroba penelitian pendahuluan hari

ke-1 ... 101 Lampiran 30. Analisis sidik ragam total mikroba penelitian pendahuluan hari

ke-2 ... 102 Lampiran 31. Analisis sidik ragam total mikroba penelitian pendahuluan hari


(28)

Lampiran 32. Analisis sidik ragam total mikroba penelitian pendahuluan hari ke-4 ... 103 Lampiran 33. Analisis sidik ragam total kapang penelitian pendahuluan hari ke-1

... 104 Lampiran 34. Analisis sidik ragam total kapang penelitian pendahuluan hari ke-2

... 105 Lampiran 35. Analisis sidik ragam total kapang penelitian pendahuluan hari ke-3

... 106 Lampiran 36. Analisis sidik ragam total kapang penelitian pendahuluan hari ke-4

... 106 Lampiran 37. Analisis sidik ragam pH pada penelitian pendahuluan hari ke-1

... 107 Lampiran 38. Analisis sidik ragam pH pada penelitian pendahuluan hari ke-2

... 108 Lampiran 39. Analisis sidik ragam pH pada penelitian pendahuluan hari ke-3

... 109 Lampiran 40. Analisis sidik ragam pH pada penelitian pendahuluan hari ke-4

... 110 Lampiran 41. Analisis sidik ragam TAT pada penelitian pendahuluan hari ke-1

... 111 Lampiran 42. Analisis sidik ragam TAT pada penelitian pendahuluan hari ke-2

... 112 Lampiran 43. Analisis sidik ragam TAT pada penelitian pendahuluan hari ke-3

... 113 Lampiran 44. Analisis sidik ragam TAT pada penelitian pendahuluan hari ke-4

... 114 Lampiran 45. Analisis sidik ragam total mikroba penelitian utama hari ke-1

... 115 Lampiran 46. Analisis sidik ragam total mikroba penelitian utama hari ke-2


(29)

Lampiran 47. Analisis sidik ragam total mikroba penelitian utama hari ke-3 ... 117 Lampiran 48. Analisis sidik ragam total mikroba penelitian utama hari ke-4

... 118 Lampiran 49. Analisis sidik ragam total kapang penelitian utama hari ke-1

... ... 119 Lampiran 50. Analisis sidik ragam total kapang penelitian utama hari ke-2

... 120 Lampiran 51. Analisis sidik ragam total kapang penelitian utama hari ke-3

... 121 Lampiran 52. Analisis sidik ragam total kapang penelitian utama hari ke-4

... 122 Lampiran 53. Analisis sidik ragam nilai pH penelitian utama hari ke-1 ... 123 Lampiran 54. Analisis sidik ragam nilai pH penelitian utama hari ke-2 ... 124 Lampiran 55. Analisis sidik ragam nilai pH penelitian utama hari ke-3 ... 125 Lampiran 56. Analisis sidik ragam nilai pH penelitian utama hari ke-4 ... 126 Lampiran 57. Analisis sidik ragam nilai TAT penelitian utama hari ke-1.... 127 Lampiran 58. Analisis sidik ragam nilai TAT penelitian utama hari ke-2.... 128 Lampiran 59. Analisis sidik ragam nilai TAT penelitian utama hari ke-3.... 129 Lampiran 60. Analisis sidik ragam nilai TAT penelitian utama hari ke-4.... 130 Lampiran 61. Analisis sidik ragam nilai L penelitian utama hari ke-1 ... 131 Lampiran 62. Analisis sidik ragam nilai L penelitian utama hari ke-2 ... 132 Lampiran 63. Analisis sidik ragam nilai L penelitian utama hari ke-3 ... 133 Lampiran 64. Analisis sidik ragam nilai L penelitian utama hari ke-4 ... 134 Lampiran 65. Analisis sidik ragam nilai oHue penelitian utama hari ke-1 ... 135 Lampiran 66. Analisis sidik ragam nilai oHue penelitian utama hari ke-2 ... 136 Lampiran 67. Analisis sidik ragam nilai oHue penelitian utama hari ke-3 ... 137 Lampiran 68. Analisis sidik ragam nilai oHue penelitian utama hari ke-4 ... 138 Lampiran 69. Analisis sidik ragam kekerasan penelitian utama hari ke-1 ... 139 Lampiran 70. Analisis sidik ragam kekerasan penelitian utama hari ke-2 ... 140 Lampiran 71. Analisis sidik ragam kekerasan penelitian utama hari ke-3 ... 141


(30)

Lampiran 72. Analisis sidik ragam kekerasan penelitian utama hari ke-4 ... 142 Lampiran 73. Analisis sidik ragam kelengketan penelitian utama hari ke-1

... 143 Lampiran 74. Analisis sidik ragam kelengketan penelitian utama hari ke-2

... 144 Lampiran 75. Analisis sidik ragam kelengketan penelitian utama hari ke-3

... 145 Lampiran 76. Analisis sidik ragam kelengketan penelitian utama hari ke-4

... 146

Lampiran 77. Analisis sidik uji hedonik terhadap atribut warna ... 147 Lampiran 78. Analisis sidik uji hedonik terhadap atribut aroma ... 148 Lampiran 79. Analisis sidik uji hedonik terhadap atribut rasa ... ... 149 Lampiran 80. Analisis sidik uji hedonik terhadap atribut tekstur ... 150 Lampiran 81. Analisis sidik uji hedonik overall mi basah matang ... 151 Lampiran 82. Pengenceran asam organik ... 152


(31)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut Undang-Undang RI No.7 1996, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Anonim, 1996). Namun ironisnya, masyarakat Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini telah diguncang oleh masalah formalin yang terdapat dalam beberapa jenis bahan pangan seperti ; mi basah matang, bakso, ikan asin, dan ayam potong. Akumulasi formalin pada tubuh dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang dapat berujung pada kematian. Selain penggunaan formalin, penggunaan bahan tambahan pangan terlarang yang lain adalah penggunaan asam borat yang dilakukan oleh sejumlah produsen mi lokal. Asam borat merupakan bahan campuran untuk kuningan dan bahan las, ditambahkan kedalam produknya untuk memperbaiki tekstur menjadi jauh lebih kenyal.

Masalah keamanan pangan ini tidak dapat dihindari lagi walaupun sudah ada peraturan yang melarang penggunaan kedua bahan tersebut. Larangan penggunaan formalin dan asam borat bahan pangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) No. 722/MenKes/Per/IX/88.

Mi basah matang merupakan makanan yang populer dalam masyarakat Indonesia. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), mi adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mi (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Produsen mi basah matang telah menjamur di seluruh kawasan Indonesia, terutama dalam bentuk industri kecil dan industri rumah tangga. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat mudahnya cara pengolahan mi basah matang yang hanya melibatkan teknologi sederhana, meliputi pencampuran adonan menggunakan mixer, pembentukan adonan menggunakan mesin, dan proses pematangan mi dengan perebusan atau pengukusan. Namun mi basah matang yang dihasilkan bervariasi mutunya tergantung kondisi sanitasinya. Mi basah yang dibuat dalam kondisi sanitasi


(32)

yang baik akan bermutu baik dan sebaliknya mi basah yang dibuat dalam kondisi buruk akan cepat engalami kerusakan dan memiiki umur simpan yang lebih pendek.

Mengingat banyaknya penyalahgunaan yang terjadi, maka diperlukan usaha-usaha untuk memproduksi mi basah matang yang baik agar aman dikonsumsi oleh masyarakat. Usaha yang dapat dilakukan adalah mencari alternatif bahan pengawet selain formalin dan asam borat, yang aman digunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat tanpa menyebabkan gangguan kesehatan yaitu dengan menggunakan asam-asam organik yang memiliki aktivitas antimikroba dan bersifat food grade, sehingga aman bagi masyarakat dan ikut serta dalam mewujudkan keamanan pangan di Indonesia.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pencelupan asam organik terhadap mutu sensori dan umur simpan mi basah matang selama waktu penyimpanan.

C. INDIKASI KEBERHASILAN

1. Pencelupan asam organik mampu mempertahankan mutu mi basah matang pada penyimpanan suhu ruang minimal selama 2 hari.

2. Pencelupan asam organik pada mi basah matang mampu menghasilkan nilai penerimaan konsumen pada analisis sensori (uji hedonik) sebesar 5 dari 7 skala nilai.

3. Pencelupan asam organik pada mi basah matang mampu diaplikasikan secara nyata dengan biaya yang relatif rendah.


(33)

Sesuai dengan tujuan di atas, hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat baik sebagai produsen pangan yang terkait maupun sebagai konsumen pangan guna mendapatkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi sebagai upaya mewujudkan keamanan pangan. Penelitian ini disertai dengan analisis biaya larutan pengawet yang digunakan yang nilainya relatif rendah sehingga dapat memberikan informasi kepada produsen pangan yang terkait.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ASAM ORGANIK

Parameter yang berpengaruh dalam pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan adalah pH. Semua jenis mikroorganisme yang tumbuh pada bahan pangan tertentu memiliki pH minimum, maksimum, dan optimum untuk pertumbuhannya. Peningkatan konsentrasi ion hidrogen atau penurunan nilai pH sangat mempengaruhi pertumbuhan atau penghambatan mikroorganisme. Pada umumnya, bakteri masih dapat tumbuh dan berkembang pada kisaran pH 4-9. Nilai pH dapat menseleksi mikroorganisme yang akan tumbuh mendominasi pada produk pangan tertentu, karena setiap mikroorganisme memiliki toleransi terhadap nilai pH yang berbeda-beda, misalnya kapang yang masih dapat tumbuh pada pH 4 (Doores, 1993). Pertumbuhan mikroorganisme dapat dihambat dengan meningkatkan derajat keasaman suatu makanan. Penurunan nilai pH pada makanan dapat tercapai dengan penambahan asidulan atau proses fermentasi alami. Meningkatnya derajat keasaman pada suatu makanan lebih bersifat mikrostatik daripada mikrosidal yang artinya lebih bersifat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dibandingkan membunuh mikroorganisme.

Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme pada makanan dapat dilakukan dengan penggunaan asam organik pada makanan tersebut. Asam organik dikenal sebagai bakteriostatik (zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri) maupun bakterisidal (zat yang dapat membunuh bakteri). Karena kemampuannya tersebut, asam-asam organik sering digunakan sebagai bahan pengawet. Asam-asam organik yang sering digunakan sebagai bahan pengawet adalah asam asetat, asam laktat, asam propionat, asam benzoat, asam sorbat, asam sitrat, dan turunan-turunannya (Nychas, 1995).

Asam organik sering digunakan sebagai pengawet pada makanan, karena selain memiliki aktivitas antimikroba, asam organik tersebut aman untuk dikonsumsi karena bersifat food grade. Penggunaan asam organik pada makanan sebagai bahan pengawet memiliki batas maksimal penggunaan. Batas maksimal penggunaannya terdapat dalam Tabel 1.


(35)

Tabel 1. Jumlah batasan maksimal asam organik yang dapat dikonsumsi per hari oleh manusia

Asam organik Batasan

(mg/kg berat badan) Asam asetat Tidak terbatas

Sodium diasetat 0-15

Asam fumarat 0-6

Asam laktat Tidak terbatas Asam propionat Tidak terbatas

Asam tartarat 0-30

* Sumber : Doores (1993)

Keberhasilan penghambatan pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme tersebut, jenis dan konsentrasi asidulan, waktu kontak, kapasitas buffer pada makanan, dan kondisi lain pada makanan yang mampu meningkatkan penghambatan pertumbuhan mikoroorganisme tersebut (Doores, 1993). Konsentrasi hambatan asam organik terhadap pertumbuhan mikroorganisme dapat dilihat pada Tabel 2.

Penelitian penggunaan asam organik pada makanan untuk menghambat pertumbuhan mikroba telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti penelitian yang dilakukan oleh Davidson dan Brannen (1993) menulis tentang daya antimikroba dari asam asetat, asam sitrat, asam malat, dan asam hidroklorat pada L. monocytogenes. Ternyata pada pH yang sama, daya antimikroba asam asetat paling tinggi di berbagai waktu dan suhu inkubasi. Chung dan Goepfert (1970), telah menguji 13 asam sebagai inhibitor terhadap Salmonella, dan merekomendasikan asam asetat dan asam propionat sebagai asam yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Salmonella. Hal yang sama juga dilakukan oleh Carpenter (1973) yang menguji efek inhibitor terhadap S. Enteritidis. Dari semua komponen yang diujikan, asam asetat adalah asam yang paling tepat dipilih untuk mengurangi Salmonella.


(36)

% Asam tidak terdisosiasi yang diperlukan untuk menghambat

Asam organik

Bakteri Gram positif

Bakteri

Gram negatif Ragi Kapang

Asam asetat 0.1 0.05 0.5 0.1

Asam propionat 0.1 0.05 0.2 0.05 Asam laktat >0.03 >0.01 >0.01 >0.01 * Sumber : Ray dan Sandine (1992)

Asam asetat merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna, dan memiliki bau asam yang menusuk. Asam asetat dapat larut dalam air, alkohol, lemak, dan gliserol. Selain itu asam jenis ini juga dikenal sebagai pelarut yang baik untuk bahan organik (Marshall, et al., 2000). Asam asetat selain digunakan sebagai sanitaiser, juga dapat digunakan pada makanan sebagai penegas rasa, penegas warna, bahan pengawet, penyelubung after taste, yang tidak disukai, dan sebagai bahan pengembang (Winarno, 1997).

Menurut Doores (1993), asam asetat 3% pada suhu 700C merupakan sanitaiser yang cukup efektif pada otot daging yang diinokulasi E. coli dan S. Typhimorium. Davidson dan Brannen (1993) membuktikan bahwa asam asetat 3% cukup efektif dalam mereduksi Enterobacteriaceae pada daging babi yang dikemas vakum dan disimpan selama 6 minggu pada suhu 2-4oC.

Asam asetat memiliki kelebihan sekaligus kekurangan. Kelebihan asam asetat sebagai sanitaiser antara lain : 1) termasuk kelompok GRAS (Generally Recognize As Safe) sehingga aman digunakan pada makanan; 2) harganya relatif murah; 3) memiliki toksisitas yang rendah (Marshall et al., 2000). Sedangkan kekurangan asam asetat adalah bau dan rasanya yang asam, sehingga sebelum digunakan asam asetat ini biasanya diencerkan terlebih dahulu.

Kemampuan asam asetat sebagai anti mikroorganisme didasarkan pada dua hal yaitu pengaruhnya terhadap pH dan kemampuan asam-asam yang tidak berdisosiasi untuk meracuni mikroba (Buckle et al., 1987). Asam asetat yang


(37)

memiliki pH rendah dapat membunuh mikroba yang sebagian besar tidak tahan terhadap pH rendah.

Naidu (2000) menyebutkan bahwa keefektifan asam asetat semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan suhu, serta menurunnya pH dan bakteri Gram Positif ternyata lebih tahan dibandingkan bakteri Gram Negatif, bakteri anaerob lebih tahan dibandingkan bakteri aerob, dan spora bakteri serta virus lebih tahan dibandingkan sel vegetatif.

Asam organik lain yang biasa digunakan sebagai zat antimikroba dalam bahan pangan adalah asam laktat. Asam laktat merupakan asam yang luas sekali penggunaannya, terdapat secara alami, serta umum digunakan dalam pengolahan pangan. Asam laktat umum digunakan untuk mengontrol pH dan juga sebagai flavoring. Menurut Davidson dan Juneja (1990), pada konsentrasi 6-8 M dapat menghambat bakteri pembentuk spora pada pH 5.0 tetapi efektivitasnya rendah pada khamir dan kapang. Kapasitas penghambatan bakteri oleh asam ini terletak pada kemampuannya menurunkan pH sampai ke tingkat dimana bakteri tidak dapat tumbuh.

Tidak seperti asam organik lainnya, larutan asam laktat sangat kental dan tidak bersifat volatil. Selain itu aroma asam laktat sangat diterima karena aromanya tidak tajam. Tabel 3 memperlihatkan sifat-sifat fisik asam laktat. Asam laktat sangat larut air tapi tidak larut dalam pelarut organik.

Penggunaan asam laktat sebagai pengasam pada berbagai macam makanan dan minuman dapat memberikan hasil yang baik. Hal ini disebabkan oleh rasa asam laktat yang relatif tidak masam dibanding asam organik lainnya, aroma asam laktat juga tdak mempengaruhi komponen aroma lainnya. Selain itu asam laktat juga dapat mencegah kebusukan dan bentuknya sebagai larutan membuat asam laktat mudah digunakan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyemprotan asam laktat terhadap karkas daging dapat membatasi pertumbuhan mikroba secara efektif dengan beberapa perlakuan penyimpanan. Menurut Doores (1993), asam laktat dengan konsentrasi 1-1.25 % yang disemprotkan terhadap karkas sapi muda diikuti dengan pengemasasn vakum dapat menurunkan jumlah mikroba setelah penyimpanan selama 14 hari pada


(38)

2oC. Metode lain dari pengawetan dengan asam laktat adalah dengan pencelupan. Jumlah mikroba dari kulit unggas yang telah dicelupkan selama 15 detik pada 19oC dalam 2 % pada pH 2.2 turun dari 5.2 menjadi 3.7 log CFU/g (Doores, 1993)

Tabel 3. Sifat fisik asam laktat

Sifat Fisik

Rumus Kimia CH3CHOHCOOH

BM 90.08 g/mol

Aspek fisik Kental, tidak berwarna, non volatil

Titik leleh 16.8oC

Bentuk umum 88 % dan 50 % larutan

Kelarutan Sangat larut

Kalor jenis, 20Oc 0.505 kal/goC

Densitas 10.0 lbs/gal (88%), 9.4 lbs/gal (50%) Aroma Terdapat dalam bentuk asam lemah

Rasa Asam

* Sumber : Furia (1972)

Percobaan Zeitoun dan Debevere (1990) menunjukkan bahwa penyemprotan asam dengan buffer 10 % asam laktat dan natrium laktat (pH 3.0) terhadap kaki ayam meningkatkan umur simpannya dari 6 menjadi 12 hari pada 6oC, sedangkan perendaman dengan asam lakat 2 % pada pH 2.3 dapat memperpanjang umur simpan kaki ayam tersebut hingga 8 hari. Perlakuan-perlakuan tersebut dapat menghambat bakteri yang memproduksi hidrogen sulfida seperti Pseudomonas spp., yang berkontribusi terhadap kebusukan makanan. Perlakuan di atas juga tidak mempengaruhi kualitas sensori dari sampel. Namun, konsentrasi asam laktat yang lebih tinggi dan perlakuan yang berulang tidak selalu menjamin dekontaminasi yang lebih baik.

Aspek legalitas dari penggunaan asam laktat pada berbagai tujuan penggunaan telah disetujui oleh U.S. FDA dengan nomor peraturan 21 CFR 184.1061 dengan tanpa pembatasan konsentrasi yang digunakan (Doores, 1993). Sedangkan USDA melalui nomor peraturan 9 CFR 318.7 memperbolehkan penggunaan asam


(39)

laktat pada produk daging dengan konsentrasi yang paling rendah yang perlu dilakukan untuk tujuan tertentu (Doores, 1993).

Untuk memberikan efek bakteriostatik dan bakteriosid pada media pertumbuhan mikroorganisme, penambahan asam laktat tergantung pada konsentrasi dan pH. Asam laktat mampu menghambat bakteri berspora pada pH 5, tetapi tidak efektif untuk menghambat cendawan. Pada pH lebih dari 5, asam laktat memiliki efek antibakterial yang sangat terbatas. Telah dilaporkan bahwa asam laktat mampu menambah citarasa dan bau pada daging dengan menggunakan 1% sampai 2% apabila ditambahkan garam (Ray dan Sandine, 1992; Doores, 1993).

B. MEKANISME PENGAWETAN ASAM ORGANIK

Kemampuan antimikrobial suatu asam organik tergantung pada tiga faktor, antara lain: efek dari kemampuan asam tersebut dalam menurunkan pH, kemampuan asam untuk berdisosiasi, dan efek spesifik yang berhubungan dengan molekul asam itu sendiri (Smulders, 1995). Pemilihan jenis asam organik yang digunakan sebagai pengawet bahan makanan didasarkan atas daya kelarutannya, rasa asam yang ditimbulkan pada bahan pangan, dan tingkat toksisitasnya.

Aktivitas antimikrobial asam organik ditentukan oleh besarnya persentase molekul asam yang tidak terdisosiasi (undissociated), yang ditetapkan dengan nilai pKa. Bahan makanan yang memiliki pH rendah, banyaknya persentase molekul asam organik yang tidak terurai meningkat, sehingga kemampuan sebagai antimikrobial juga akan meningkat. Nilai pKa adalah nilai dimana 50 % total asam merupakan bentuk yang tidak terurai. Masing-masing jenis asam organik memiliki nilai pKa yang berbeda-beda yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Asam organik yang memiliki pKa lebih tinggi maka banyaknya molekul yang tidak terdisosiasi dalam larutan lebih banyak, sehingga pH larutan menjadi asam. Oleh karena itu, proton yang jumlahnya lebih banyak akan masuk ke dalam sitoplasma sel mikroorganisme. Untuk mencegah terjadinya penurunan pH dan denaturasi di dalam sel, proton-proton yang berada di dalam sel berusaha dikeluarkan oleh sel mikroorganisme. Pertumbuhan sel mikroorganisme menjadi lebih lambat


(40)

bahkan berhenti sama sekali karena dibutuhkan energi untuk mengeluarkan proton dari dalam sel (Fardiaz, 1989).

Tabel 4. Solubilitas asam organik

Asam

organik pKa

Solubilitasa (g/100g)

ADb (mg/kg berat

badan)

Konsentrasi maksimum yang digunakan (mg/kg) Asam asetat 4.75 Mudah larut Tidak terbatas Tidak terbatas

Asam sitrat 3.1 Mudah larut Tidak terbatas Tidak terbatas Asam laktat 3.1 Mudah larut Tidak terbatas Tidak Terbatas Asam sorbat 4.8 0.16 (20oC) 25 1-2000 * Sumber : ICMSF (1996)

Keterangan : a Solubilitas dalam air

b

Jumlah yang dapat dimakan per hari

Asam asetat merupakan kelompok asam lemah. Meskipun demikian, asam ini memiliki kemampuan untuk meracuni mikroba. Mekanisme asam asetat dalam menginaktivasi bakteri adalah sebagai berikut :

Asam lemah dapat terurai seperti ini : R-COOH RCOO- + H+. Asam yang terurai membuat ion H+ yang terbentuk semakin banyak. Pada larutan asam lemah, adanya ion H+ dalam jumlah banyak, akan membuat kesetimbangan reaksi bergeser ke kiri menuju bentuk yang tidak terurai (R-COOH). Bentuk yang tidak terurai ini dapat larut dalam lemak sehingga memungkinkannya masuk menembus membran sel yang sebagian besar terdiri dari posfolipid dan lemak. Banyaknya larutan asam asetat membuat semakin banyak bentuk tidak terurai yang masuk ke dalam sel. Di dalam sel yang memiliki kondisi pH netral, R-COOH dapat terurai menjadi RCOO- dan H+. Banyaknya ion H+ yang terbentuk membuat pH di dalam sel menjadi turun. Penurunan pH ini dapat menyebabkan sel mati karena aktifitas enzim dan asam nukleatnya terganggu (Garbutt, 1997).


(41)

Definisi Mi

Mi merupakan produk pasta yang diolah dari bahan yang berbasis tepung kacang-kacangan yang pertama kali ditemukan dan diperkenalkan oleh bangsa China (Pagani, 1985). Mi basah adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan (Badan Standarisasi Nasional, 1992).

Jenis Mi

Berdasarkan kadar air dan tahap pengolahannya, mi dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu : (1) mi basah dengan kadar air 52%, adalah mi mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih dahulu, contohnya adalah mi kuning (2) mi mentah/segar dengan kadar air 35% yang dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran adonan, contohnya adalah mi ayam (3) mi goreng, adalah mi mentah yang sebelum dipasarkan digoreng terlebih dahulu, (4) mi kering dengan kadar air 10%, adalah mi mentah yang langsung dikeringkan, contohnya adalah mi telor dan (5) mi instan (mi siap hidang), yang di Jepang disebut sokusekimen, adalah mi mentah yang mengalami pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mi instan kering atau digoreng sehingga menjadi mi instan goreng (Winarno dan Rahayu, 1994).

Menurut Pagani (1985), berdasarkan ukuran diameternya mi dibagi menjaditiga kelompok, yaitu : (1) spaghetti, dengan diameter 0.11-0.27 inci, (2) mi, dengan diameter 0.07-0.125 inci, dan (3) vermiselli, dengan diameter < 0.04 inci. Sedangkan berdasarkan bahan baku pembuatannya mi digolongkan menjadi dua macam, yaitu : (1) mi tepung, terutama tepung terigu, dan (2) mi tranparan (transparence noodle) dari bahan pati, misalnya soun dan bihun.

Mi basah dengan bahan baku tepung terigu dapat digolongkan dalam dua kategori berdasarkan cara pembuatannya, yaitu mi basah matang dan mi basah mentah. Mi basah mentah tidak mengalami proses perebusan dan penambahan minyak dengan kadar airnya berkisar 35%, sedangkan mi basah matang mengalami proses perebusan dan penambahan minyak sehingga kadar airnya menjadi 52 %


(42)

(Astawan, 2005). Menurut Miskelly (1985), mi basah dapat dibagi menjadi dua berdasarkan warnanya yaitu white salted noodles dan yellow alkaline noodles. Warna alami pada mi basah disebabkan oleh senyawa flavon yang terkandung dalam tepung dan pengaruh penambahan garam alkali. White salted noodles adalah mi yang tidak ditambahkan garam alkali sehingga warnanya menjadi putih cerah. Sedangkan yellow alkaline noodles adalah mi yang mengalami penambahan alkali sehingga warnanya menjadi kekuningan (yellowness). Mi ini berasal dari China Tenggara dan sekarang dapat ditemukan di Jepang, Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand, Taiwan, Hongkong, dan Cina Selatan.

Tabel 5. Komposisi nilai gizi mi basah

Zat Gizi Kandungan Dalam

Mi Basah

Energi 86 kkal

Protein 1 g

Lemak 3 g

Karbohidrat 14 g

Kalsium 14 g

Fosfor 13 g

Besi 1 g

Vitamin A 0 SI

Vitamin B1 0 mg

Vitamin C 0 mg

Air 80 g

* Sumber: Direktorat Gizi Depkes (1979)

Mi basah yang terdapat di Indonesia merupakan mi segar (fresh noodles) yang umum dikonsumsi dalam jangka waktu 24 jam. Setelah 24 jam mi tersebut mengalami diskolorasi yang cepat. Untuk memperpanjang umur simpannya hingga 3-5 hari dengan disimpan pada suhu 4 oC dalam refrigerator. Mi basah ini termasuk ke


(43)

dalam jenis chinese wet noodles dengan penambahan garam alkali sehingga warnanya kuning khas, flavor basa, pH tinggi, dan tekstur yang baik (Hou dan Kruk, 1998).

Kerusakan Mi Basah

Kerusakan mi basah pada umumnya disebabkan oleh mikroba pada bahan baku yang menyusunnya, yaitu tepung. Mikroba yang dapat tumbuh pada tepung adalah bakteri, kapang dan khamir. Bakteri yang tumbuh pada tepung adalah Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus, dan beberapa jenis Achromo bacterium, sedangkan kapang yang tumbuh pada tepung adalah Asphergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium, dan Penicillium (Christensen, 1974).

Kerusakan yang terjadi pada mi basah mentah dan mi basah matang berbeda, hal ini dipengaruhi oleh proses pembuatan dan kadar air produk akhir. Kadar air yang tinggi memudahkan mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembangbiak. Kadar air yang terkandung dalam mi basah matang lebih besar dibandingkan dengan kadar air yang terdapat dalam mi basah mentah, sehingga tingkat kerusakan yang terjadi pada mi basah relatif lebih tinggi.

Menurut Hoseney (1998), mi basah mentah tidak mengalami proses pemasakan sebelum dijual dan mengandung kadar air sebesar 35%. Oleh sebab itu, mi basah mentah cepat mengalami kerusakan apabila disimpan dalam suhu ruang dan hanya mampu bertahan maksimal 48 jam. Namun, jika disimpan dalam refrigerator yang suhunya berkisar 4 oC dapat memperpanjang umur simpan maksimal hingga 50-60 jam. Mi basah matang mengalami proses perebusan terlebih dahulu sebelum dijual ke pasar hingga mengandung kadar air sebesar 52% dan memiliki umur simpan yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan mi basah mentah. Mi basah matang yang disimpan dalam suhu ruang hanya mampu bertahan maksimal 40 jam. Syarat mutu mi basah matang diatur dalam SNI 01-2987-1992 dapat dilihat pada Tabel 6.

Kerusakan yang terjadi pada mi basah mentah biasanya ditandai dengan munculnya miselium kapang pada mi yang berwarna putih atau hitam, timbul bau asam, patah-patah pada mi, dan terjadi perubahan warna menjadi kecoklatan selama penyimpanan. Sedangkan tingkat kerusakan yang tejadi pada mi basah matang relatif lebih tinggi yang ditandai dengan tumbuhnya bakteri yang menyebabkan bau asam,


(44)

bau tengik (degradasi minyak), timbulya lendir, tekstur mi menjadi lunak, namun selama penyimpanan tidak terjadi perubahan warna menjadi kecoklatan karena proses perebusan dapat menginaktivasi enzim polifenol oksidase (Hoseney, 1998).

Tabel 6. Syarat Mutu Mi basah Menurut SNI 01-2987-1992

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan : Bau Rasa Warna - - - Normal Normal Normal

2. Kadar Air % b/b 20-35

3. Kadar Abu (bk) % b/b Maks. 3

4. Kadar Protein (bk) % b/b Min. 3

5. Bahan Tambahan Pangan 5.1. Boraks dan Asam Borat 5.2. Pewarna

5.3. Formalin

- - - 6. Cemaran Logam

6.1. Timbal (Pb) 6.2. Tembaga (Cu) 6.3. Seng (Zn) 6.4. Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05

7. Arsen mg/kg Maks. 0.05

8. Cemaran Mikroba 8.1. Angka Lempeng Total 8.2. E.coli

8.3. Kapang

koloni/g APM/g Koloni/g

Maks. 1.0 x 106 Maks. 10 Maks. 1.0 x 104 *Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1992)


(45)

D. PENGAWETAN MI BASAH MATANG

Upaya pengawetan mi basah matang telah banyak dilakukan untuk dapat mempertahankan umur simpannya yang relatif cukup pendek yaitu 40 jam (Astawan, 2005). Penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan dengan cara menambahkan pengawet baik yang alami maupun sintetis ke dalam adonan mi basah. Namun, hasil penelitian-penelitian tersebut masih belum optimal dalam mempertahankan umur simpan mi basah matang. Data mengenai penelitian untuk mengawetkan mi basah matang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Data pengawetan mi basah matang

Peneliti Perlakuan Pengawetan Umur Simpan

Novelianti (2007)

Mi basah matang dengan ekstrak fuli pala 3 % dan

NaCl 4 % 36 jam

Riandi (2007)

Mi basah matang dengan ekstrak temu kunci 1 %

dan NaCl 4 % 36 jam

Agus (2007)

Mi basah matang dengan ekstrak kayu manis 0.5 %

kayu manis dan NaCl 4 % 36 Jam

Putra (2007)

Mi basah matang dengan bubuk fuli pala 1 % dan

NaCl 4 % 36 jam

Sukmawati (2007)

Mi basah matang dengan ekstrak lengkuas rebus

39 jam

Sukmawati (2007)

Mi basah matang dengan ekstrak salam rebus

35 jam

Sihombing (2007)

Mi basah matang dengan ekstrak kunyit rebus 50 %

36 jam

Yohana (2007)

Mi basah matang dengan 100 % ekstrak bawang

putih ( rebus: segar, 2:1) 42 jam Puspasari

(2007)

Mi basah matang dengan Na asetat 0.016 %


(46)

E. PENGEMASAN

Pengemasan bahan pangan terdiri dari dua macam wadah, yaitu wadah utama atau wadah yang langsung berhubungan dengan bahan pangan dan wadah kedua atau wadah yang tidak langsung berhubungan dengan bahan pangan. Wadah utama harus bersifat non toksik dan inert sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, flavour dan perubahan lainnya. Selain itu, untuk wadah utama biasanya diperlukan syarat-syarat tertentu bergantung pada jenis makanannya, misalnya melindungi makanan dari kontaminasi, melindungi kandungan air dan lemaknya, mencegah masuknya bau dan gas, melindungi makanan dari sinar matahari, tahan terhadap tekanan atau benturan dan transparan (Winarno, 1983).

Melindungi bahan pangan dari kontaminasi berarti melindunginya terhadap mikroorganisme dan kotoran serta terhadap gigitan serangga atau binatang pengerat lainnya. Melindungi kandungan airnya berarti bahwa makanan di dalamnya tidak boleh menyerap air dari atmosfer dan juga tidak boleh berkurang kadar airnya. Jadi wadahnya harus kedap air. Perlindungan terhadap bau dan gas dimaksudkan supaya bau atau gas yang tidak diinginkan tidak dapat masuk melalui wadah tersebut dan jangan sampai merembes keluar melalui wadah. Wadah yang rusak karena tekanan atau benturan dapat menyebabkan makanan di dalamnya juga rusak dalam arti berubah bentuknya (Winarno, 1983). Dengan pengemasan, bahan pangan dapat dilindungi dari kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologi selama pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran (Sacharow dan Griffin, 1980).

Menurut Winarno, (1983) makanan yang dikemas mempunyai tujuan untuk mengawetkan makanan, yaitu mempertahankan mutu kesegaran, warnanya yang tetap, untuk menarik konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta yang lebih penting lagi dapat menekan peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh mikroorganisme pembusuk, mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehaan manusia, maupun bahan kimia yang bersifat merusak atau racun. Beberapa faktor yang penting diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan lingkungan dan sifat bahan pengemas. Sifat bahan pangan antara lain adalah adanya


(47)

kecenderungan untuk mengeras dalam kadar air dan suhu yang berbeda-beda, daya tahan terhadap cahaya, oksigen dan mikroorganis.

Winarno dan Jennie (1982) mengemukakan bahan pengemas harus tahan serangan hama atau binatang pengerat dan bagian dalam yang berhubungan langsung dengan bahan pangan harus tidak berbau, tidak mempunyai rasa serta tidak beracun. Bahan pengemas tidak boleh bereaksi dengan komoditi.

Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1987). Ryall dan Lipton (1972) menambahkan bahwa plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat menarik selera konsumen.

Polyethilen (PE) merupakan jenis plastik yang banyak digunakan dalam industri karena sifat-sifatnya yang mudah dibentuk, serta cukup tahan terhadap berbagai bahan kimia. PE merupakan polimer etilen dan berdasarkan densitasnya (gram/cm3) dikenal 3 jenis PE yaitu LDPE, MDPE, dan HDPE. Pada polietilen jenis LDPE terdapat sedikit cabang pada rantai antara molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas yang rendah, sedangkan HDPE mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit dibanding jenis LDPE. Dengan demikian, HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik.


(48)

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mi basah matang, asam asetat glasial, cuka pasar, dan asam laktat. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji mikrobiologi yaitu PCA (Plate Count Agar), APDA (Acidified Potato Dextrose Agar), larutan pengencer, dan alkohol 70%. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis total asam tertitrasi adalah NaOH 0,1 ml, kalium pthalat, indikator phenoftalein. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah baskom, pisau, pengaduk, dan plastik HDPE. Alat-alat yag digunakan dalam analisis adalah pH meter, stomacher, bunsen, inkubator, buret, erlenmeyer, gelas piala, Chromameter, Texture Analyzer, cawan petri, mikro pipet, tabung pengencer, dan labu takar.

B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mencari dan mendapatkan jenis dan konsentrasi larutan pengawet asam organik (asam laktat, asam asetat, dan kombinasi asam asetat-laktat) yang efektif untuk mi basah matang sehingga memiliki umur simpan minimal 2 hari di suhu ruang. Perlakuan yang diberikan yaitu sebagai berikut.

a. Jenis pengawet

Jenis pengawet yang digunakan adalah asam laktat, asam asetat, dan kombinasi asam asetat-laktat

b. Konsentrasi larutan pengawet yang digunakan

Penentuan konsentrasi larutan pengawet didasarkan pada hasil penemuan konsentrasi larutan pengawet dari penelitian sebelumnya.

c. Perbandingan antara asam laktat dan asam asetat

Penentuan perbandingan antara asam laktat dan asam asetat didasarkan pada tingkat kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan mikroba.


(49)

Formulasi larutan pengawet asam organik yang dipakai pada penelitian pendahuluan ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Formulasi konsentrasi larutan pengawet asam organik pada tahap penelitian pendahuluan

Formula Konsentrasi

Formula 1 Asam Asetat 5 % Formula 2 Asam Laktat 10 %

Formula 3 2/3 Asam Asetat 5 % + 1/3 Asam Laktat 10 %

Pemilihan asam asetat dan asam laktat sebagai pengawet didasarkan pada kemampuan asam organik tersebut dalam menghambat pertumbuhan mikroba lebih baik dibandingkan jenis asam organik yang lain. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Carpenter (1973) yang menguji efek inhibitor terhadap S. Enteritidis. Dari semua komponen asam organik yang diujikan, asam asetat adalah asam yang paling tepat dipilih untuk mengurangi Salmonella.

Pertimbangan lain dalam penggunaan asam asetat dan asam laktat pada penelitian ini adalah nilai pKa dari kedua jenis asam organik tersebut paling tinggi di antara yag lain (Tabel 1). Pemilihan konsentrasi 5% pada asam asetat karena pada konsentrasi 4% saja asam asetat mampu menghambat pertumbuhan mikroba Salmonella dan Staphylococcus (Furia, 1972). Apabila konsentrasi ditingkatkan menjadi lebih dari 5 %, maka dikhawatirkan akan terjadi hidrolisis protein oleh asam sehingga menyebabkan tekstur mi basah matang menjadi lunak, begitu pula dengan pemilihan konsentrasi 10 % pada asam laktat.

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian pendahuluan antara lain pengamatan pendugaan umur simpan secara visual, total mikroba, pH, dan total asam tertitrasi. Formulasi asam organik yang memiliki nilai total mikroba, pH, dan total asam tertitrasi terbaik kemudian digunakan pada penelitian utama.


(50)

Pada tahap penelitian utama ini, dilakukan pencelupan mi basah matang dalam larutan pengawet asam organik terbaik yang telah dihasilkan pada penelitian pendahuluan selama 1 menit. Mi basah matang yang sudah dicelup kemudian dikemas dalam plastik HDPE yang dirapatkan dengan menggunakan sealer. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk pendugaan umur simpan secara visual, total mikroba, total asam tertitrasi, pH, warna, dan tekstur.

2.1. Perlakuan

2.1.1. Jenis Pengawet Asam Organik

K : Sampel mi basah matang sebagai kontrol, tidak mendapat perlakuan pencelupan ke dalam pengawet asam organik.

A : Pencelupan (coating) sampel mi basah matang pada larutan asam asetat glasial.

B : Pencelupan (coating) sampel mi basah matang pada larutan asam laktat.

C : Pencelupan (coating) sampel mi basah matang pada larutan asam cuka pasar.

2.1.2. Konsentrasi Pengawet Asam Organik

A0 : Mi basah dengan asam asetat glasial 0 % (kontrol)

A1 : Pencelupan (coating) sampel mi basah matang pada larutan asam asam asetat glasial 1 %

A2 : Pencelupan (coating) sampel mi basah matang pada larutan asam asam asetat glasial 2 %

B0 : Mi basah dengan asam laktat 0 % (kontrol)

B1 : Pencelupan (coating) sampel mi basah matang pada larutan asam laktat 1 %

B2 : Pencelupan (coating) sampel mi basah matang pada larutan asam laktat 2 %


(51)

C0 : Mi basah dengan asam cuka 0 % (kontrol)

C1: Pencelupan (coating) sampel mi basah matang pada larutan asam cuka pasar 1 %

C2: Pencelupan (coating) sampel mi basah matang pada larutan asam cuka pasar 2 %

2.2. Penyimpanan

Penyimpanan mi basah matang dilakukan pada kondisi suhu ruang selama maksimal 15 hari dengan menggunakan kemasan plastik HDPE untuk melihat tingkat efektifitas dari masing-masing formula larutan pengawet..

2.3. Pengamatan

Selama waktu penyimpanan diakukan pengamatan dan analisis terhadap mi basah matang kontrol dan mi basah matang dengan pencelupan larutan pengawet asam organik. Anaisis yang dilakukan yaitu :

2.3.1. Pendugaan Umur Simpan Secara Visual

Istilah umur simpan secara umum mengandung pengertian tentang waktu antara saat produk mulai dikemas atau diproduksi sampai dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Pengamatan umur simpan dilakukan pada mi basah matang yang dikemas dengan kemasan yang tertutup rapat menggunakan sealer pada suhu ruang. Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau menambah daya simpan produk pangan maupun non pangan.

Pendugaan umur simpan mi basah matang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana mi basah matang yang telah mendapat perlakuan pengawetan dan pengemasan yang baik dapat bertahan minimal selama dua hari. Sampel mi basah matang diamati secara visual dan dilakukan penilaian setiap hari selama waktu pengamatan. Parameter mutu yang diamati meliputi, (1) warna, (2)


(52)

tekstur, (3) aroma, (4) rasa, dan (5) penampakan secara visual. Penilaian kriteria mutu sensori mi basah matang secara subyektif mrngacu pada Tabel 9.

Tabel 9. Penilaian mutu sensori mi basah matang secara subyektif Parameter

Nilai

Warna Tekstur Aroma Rasa Penampakan

1

Putih kekuningan cerah

Kompak, halus, dan kenyal

Normal mi basah matang

Normal mi basah matang Normal, permukaan halus 2 Putih kekuningan agak kusam

Mulai lunak dan lengket

Agak asam dan mulai tengik

Agak asam Permukaan Berlendir

3

Putih kekuningan kusam

Sangat lunak, patah-patah, dan hancur

Sangat asam dan tengik

Sangat asam Permukaan sangat

berlendir dan tumbuh kapang

Keterangan : (1) Mutu baik

(2) Mutu agak buruk, sudah mengalami kerusakan (3) Mutu sangat buruk, mengalami kerusakan total

2.3.2. Total Mikroba (Fardiaz, 1989)

Sebanyak 10 gram sampel yang ditimbang secara aseptik dimasukkan ke dalam plastik stomacher steril. Kemudian ditambahkan 90 ml larutan pengencer fisiologis (NaCl) lalu dihancurkan selama 1 menit. Sampel yang telah dihancurkan dengan stomacher kemudian dilakukan pengenceran hingga 10-4 dan dilakukan pemupukan duplo 10-4 dan 10-5.

Penambahan media PCA cair untuk menguji total mikroba dan biarkan hingga media membeku. Setelah membeku, inkubasikan pada suhu 30oC


(1)

Lampiran 78. Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap atribut aroma

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor

3155.942a 33 95.635 918.514 .000

3.375 29 .116 1.118 .337

.692 3 .231 2.214 .092

9.058 87 .104

3165.000 120 Source Model panelis sampel Error Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .996) a.

Multiple Comparisons Dependent Variable: skor

.20* .083 .019 .03 .37

.07 .083 .426 -.10 .23

.03 .083 .690 -.13 .20

-.20* .083 .019 -.37 -.03

-.13 .083 .113 -.30 .03

-.17* .083 .049 -.33 .00

-.07 .083 .426 -.23 .10

.13 .083 .113 -.03 .30

-.03 .083 .690 -.20 .13

-.03 .083 .690 -.20 .13

.17* .083 .049 .00 .33

.03 .083 .690 -.13 .20

(J) sampel F1 F2 F3 kontrol F2 F3 kontrol F1 F3 kontrol F1 F2 (I) sampel kontrol F1 F2 F3 LSD Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.

skor

30 5.00

30 5.13 5.13

30 5.17 5.17

30 5.20 .061 .456 sampel F1 F2 F3 kontrol Sig. Duncana,b

N 1 2

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .104. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. a.

Alpha = .05. b.


(2)

Lampiran 79. Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap atribut rasa

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor

3155.942a 33 95.635 918.514 .000

3.375 29 .116 1.118 .337

.692 3 .231 2.214 .092

9.058 87 .104

3165.000 120

Source Model panelis sampel Error Total

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .996) a.

Multiple Comparisons Dependent Variable: skor

.20* .083 .019 .03 .37

.07 .083 .426 -.10 .23

.03 .083 .690 -.13 .20

-.20* .083 .019 -.37 -.03

-.13 .083 .113 -.30 .03

-.17* .083 .049 -.33 .00

-.07 .083 .426 -.23 .10

.13 .083 .113 -.03 .30

-.03 .083 .690 -.20 .13

-.03 .083 .690 -.20 .13

.17* .083 .049 .00 .33

.03 .083 .690 -.13 .20

(J) sampel F1 F2 F3 kontrol F2 F3 kontrol F1 F3 kontrol F1 F2 (I) sampel kontrol

F1

F2

F3 LSD

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Based on observed means.

The mean difference is significant at the .05 level. *.


(3)

skor

30 5.00

30 5.13 5.13

30 5.17 5.17

30 5.20

.061 .456

sampel F1 F2 F3 kontrol Sig. Duncana,b

N 1 2

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .104. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. a.

Alpha = .05. b.

Lampiran 80. Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap atribut tekstur

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Model 3661.967(a) 33 110.969 401.704 .000

PANELIS 8.967 29 .309 1.119 .336

SAMPEL .967 3 .322 1.166 .327

Error 24.033 87 .276

Total 3686.000 120

a R Squared = .993 (Adjusted R Squared = .991)

Multiple Comparisons Dependent Variable: SKOR

95% Confidence Interval (I) SAMPEL (J) SAMPEL Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

F1 -.20 .136 .144 -.47 .07

F2 -.23 .136 .089 -.50 .04

Kontrol

F3 -.17 .136 .223 -.44 .10

F1 Kontrol .20 .136 .144 -.07 .47

F2 -.03 .136 .807 -.30 .24

F3 .03 .136 .807 -.24 .30

F2 Kontrol .23 .136 .089 -.04 .50

F1 .03 .136 .807 -.24 .30

F3 .07 .136 .624 -.20 .34

LSD


(4)

F1 -.03 .136 .807 -.30 .24

F2 -.07 .136 .624 -.34 .20

Based on observed means.

SKOR Subset

SAMPEL N 1

Kontrol 30 5.37

F3 30 5.53

F1 30 5.57

F2 30 5.60

Duncan(a ,b)

Sig. .121

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .276.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.

Lampiran 81. Analisis sidik ragam uji hedonik

overall

mi basah matang

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Model 3627.975(a) 33 109.939 454.918 .000

PANELIS 7.742 29 .267 1.105 .352

SAMPEL 1.225 3 .408 1.690 .175

Error 21.025 87 .242

Total 3649.000 120

a R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .992)

Multiple Comparisons Dependent Variable: SKOR

95% Confidence Interval (I) SAMPEL (J) SAMPEL Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

F1 .10 .127 .433 -.15 .35

F2 .27(*) .127 .039 .01 .52

Kontrol

F3 .20 .127 .119 -.05 .45

F1 Kontrol -.10 .127 .433 -.35 .15

F2 .17 .127 .193 -.09 .42

LSD


(5)

F2 Kontrol -.27(*) .127 .039 -.52 -.01

F1 -.17 .127 .193 -.42 .09

F3 -.07 .127 .601 -.32 .19

F3 Kontrol -.20 .127 .119 -.45 .05

F1 -.10 .127 .433 -.35 .15

F2 .07 .127 .601 -.19 .32

Based on observed means.

* The mean difference is significant at the .05 level.

SKOR Subset

SAMPEL N 1

F2 30 5.37

F3 30 5.43

F1 30 5.53

Kontrol 30 5.63

Duncan(a ,b)

Sig. .057

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .242.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.

Lampiran 82. Pengenceran asam organik

Untuk menghasilkan 200 ml asam asetat 2 % dari asam asetat glasial 98 % dibutuhkan

sebanyak 4.08 ml asam asetat glasial 98 % ditambahkan air sebanyak 195.92 ml. Nilai

tersebut dihasilkan dari perhitungan :

V1 x Mi

= V2 x M2

V1 x 98

= 200 x 2

V1

= 4.08 ml

Jumlah air yang ditambahkan adalah 200 – 4.08 = 195.92 ml

Untuk menghasilkan 200 ml asam laktat 2 % dari asam laktat 70 % dibutuhkan sebanyak

5.71 ml asam laktat 70 % ditambahkan air sebanyak 194.29 ml. Nilai tersebut dihasilkan

dari perhitungan :

V1 x Mi

= V2 x M2

V1 x 70

= 200 x 2

V1

= 5.71 ml


(6)

Untuk menghasilkan 200 ml asam cuka 2 % dari asam cuka 25 % dibutuhkan sebanyak

16 ml asam laktat 25 % ditambahkan air sebanyak 184 ml. Nilai tersebut dihasilkan dari

perhitungan :

V1 x Mi

= V2 x M2

V1 x 25

= 200 x 2

V1

= 16 ml