Tekstur PENGEMASAN Pengemasan bahan pangan terdiri dari dua macam wadah, yaitu wadah utama

kecil, dimana mi basah matang dengan asam cuka 2 tingkat penurunan nilai o Huenya lebih kecil daripada mi basah matang dengan asam cuka 1 Gambar 12. Hasil analisis sidik ragam hari ke-1 menunjukkan bahwa nilai o Hue yang dihasilkan kontrol = F4 = F2 = F6, pencelupan pengawet F3 = F5 = F1, dan keduanya berbeda secara signifikan. Hasil analisis sidik ragam pada hari ke-2 menunjukkan bahwa nilai o Hue pada pencelupan F4 = F6 = F2, pencelupan F5 = F1, dan keduanya berbeda nyata dengan kontrol dan pencelupan pengawet F3. Hasil analisis sidik ragam pada hari ke-3 menunjukkan bahwa nilai o Hue pada pencelupan F4 = F6 = F3, F3 = F6 = F2, F5 = F1, dan ketiganya berbeda nyata dengan kontrol. Sedangkan hasil analisis sidik ragam pada hari ke-4 menunjukkan bahwa nilai o Hue kontrol = F4, dan berbeda nyata dengan pencelupan pengawet F1, F2, F3, F5, dan F6 Lampiran 64, 65, 66 dan Lampiran 67. Berdasarkan data yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa pencelupan asam organik mampu mempertahankan nilai o Hue pada mi basah matang jika dibandingkan dengan mi basah matang kontrol. Larutan asam organik yang paling efektif dalam mempertahankan nilai o Hue mi basah matang adalah asam asetat 2 , asam cuka 2 , asam laktat 2 , asam asetat 1 , asam cuka 1 , dan asam laktat 1 .

7. Tekstur

Tekstur merupakan salah satu atribut sensori yang penting bagi mi basah matang. Sehingga sangat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap mi basah matang tersebut. Tekstur mi basah matang yang diinginkan adalah tekstur yang halus, lembut dan tidak lengket. Pada penelitian ini mi basah matang akan diuji teksturnya dengan menggunakan Texture Analyzer. Parameter yang diuji adalah kekerasan hardness dan kelengketan adhesiveness. Pencelupan pengawet asam organik berpengaruh terhadap nilai kekerasan mi basah matang. Nilai kekerasan mi basah matang tanpa pencelupan nilainya lebih rendah dibandingkan dengan mi basah matang dengan pencelupan larutan pengawet asam organik. Mi basah matang dengan pencelupan larutan pengawet asam organik baik asam asetat 2 , asam laktat 2 , maupun asam cuka 2 memiliki nilai kekerasan yang secara umum hampir sama selama penyimpanan. Sedangkan mi basah matang dengan asam asetat 1 , asam laktat 1 , maupun asam cuka 1 memiliki nilai kekerasan yang secara umum hampir sama selama penyimpanan. 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 1 2 3 4 Lam a Penyim panan Hari N il a i K e k e ra s a n g ra m f o rc e Ko ntro l A setat 2 A setat 1 Laktat 2 Laktat 1 Cuka 2 Cuka 1 Gambar 13. Grafik nilai kekerasan mi basah matang dengan pencelupan beberapa jenis pengawet asam organik Mi kontrol mengalami penurunan nilai kekerasan selama penyimpanan, yaitu sebesar 3881.4 gf pada hari ke-0 menjadi sebesar 1708.9 gf pada hari ke-4 Lampiran 19. Mi dengan larutan asam asetat 2 juga mengalami penurunan selama penyimpanan, yaitu sebesar 3859.0 gf pada hari ke-0 menjadi sebesar 3449.8 gf pada hari ke-4. Sedangkan mi dengan pencelupan asam asetat 1 mengalami penurunan nilai kekerasan dari 3853.2 gf pada hari ke-1 menjadi 1873.4 gf pada hari ke-4 Gambar 13. Jika dibandingkan dengan kontrol maka mi basah matang dengan pencelupan asam asetat mengalami tingkat penurunan kekerasan yang lebih kecil, dimana mi basah matang dengan asam asetat 2 tingkat penurunan kekerasannya lebih kecil daripada mi basah matang dengan asam asetat 1 . Mi dengan larutan asam laktat 2 juga mengalami penurunan selama penyimpanan, yaitu sebesar 3862.6 gf pada hari ke-0 menjadi sebesar 1988.4 gf pada hari ke-4. Sedangkan mi dengan pencelupan asam laktat 1 mengalami penurunan nilai kekerasan dari 3847.5 gf pada hari ke-1 menjadi 1852.2 gf pada hari ke-4 Lampiran 20. Jika dibandingkan dengan kontrol maka mi basah matang dengan pencelupan asam asetat mengalami tingkat penurunan kekerasan yang lebih kecil, dimana mi basah matang dengan asam laktat 2 tingkat penurunan kekerasannya lebih kecil daripada mi basah matang dengan asam laktat 1 Gambar 13. Mi dengan larutan asam cuka 2 juga mengalami penurunan selama penyimpanan, yaitu sebesar 3771.9 gf pada hari ke-0 menjadi sebesar 3333.4 gf pada hari ke-4. Sedangkan mi dengan pencelupan asam cuka 1 mengalami penurunan nilai kekerasan dari 3850.9 gf pada hari ke-1 menjadi 1861.6 gf pada hari ke-4 Lampiran 21. Jika dibandingkan dengan kontrol maka mi basah matang dengan pencelupan asam asetat mengalami tingkat penurunan kekerasan yang lebih kecil, dimana mi basah matang dengan asam cuka 2 tingkat penurunan kekerasannya lebih kecil daripada mi basah matang dengan asam cuka 1 Gambar 13. Berdasarkan data yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa pencelupan asam organik mampu mempertahankan nilai kekerasan pada mi basah matang jika dibandingkan dengan mi basah matang kontrol. Larutan asam organik yang paling efektif dalam mempertahankan nilai kekerasan mi basah matang adalah asam asetat 2 , asam cuka 2 , asam laktat 2 , asam asetat 1 , asam cuka 1 , dan asam laktat 1 . Hasil analisis sidik ragam hari ke-1 menunjukkan bahwa nilai kekerasan yang dihasilkan F2 = F6, dan berbeda nyata dengan kontrol, pencelupan pengawet F1, F3, F4, dan F5. Hasil analisis sidik ragam pada hari ke-2 menunjukkan bahwa nilai kekerasan pada pencelupan F4 = F6 = F2 = F3 = Kontrol, pencelupan F4 = F6 = F3 = F2 = F5 = F1, dan keduanya berbeda nyata. Hasil analisis sidik ragam pada hari ke-3 menunjukkan bahwa nilai kekerasan pada pencelupan F4 = F6 dan berbeda nyata dengan kontrol, pencelupan pengawet F1, F2, F3, dan F5. Sedangkan hasil analisis sidik ragam pada hari ke- 4 menunjukkan bahwa nilai kekerasan kontrol, pencelupan pengawet F1, F2, F3, F4, F5, dan F6 berbeda secara signifikan Lampiran 68, 69, 70 dan Lampiran 71. Kenaikan nilai kekerasan mi kemungkinan disebabkan oleh air yang menguap selama penyimpanan. Sedangkan penurunan kekerasan mi disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroorganisme yang telah mendekomposisi nutrisi, terutama protein yang terdapat di dalam mi basah matang tersebut sehingga berpengaru terhadap kekerasan mi basah matang. Menurut Fardiaz 1989, semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya, bakteri heteotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Pembentukan tekstur mi dipengaruhi oleh protein yang ada dalam mi, yaitu gluten, sehingga apabila ada mikroba yang memecah protein maka kualitas tekstur mi akan menurun. Kelengketan adhesiveness menunjukkan kecenderungan suatu bahan untuk menempel pada bahan lain. Nilai kelengketan ini bernilai negatif karena berada di bawah absis. Pencelupan pengawet asam organik berpengaruh terhadap nilai kelengketan mi basah matang. Nilai kelengketan mi basah matang tanpa pencelupan nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan mi basah matang dengan pencelupan larutan pengawet asam organik. Mi basah matang dengan pencelupan larutan pengawet asam organik baik asam asetat 2 , asam laktat 2 , maupun asam cuka 2 memiliki nilai kelengketan yang secara umum hampir sama selama penyimpanan. Sedangkan mi basah matang dengan asam asetat 1 , asam laktat 21 , maupun asam cuka 1 memiliki nilai kelengketan yang secara umum hampir sama selama penyimpanan. -1000 -900 -800 -700 -600 -500 -400 -300 -200 -100 1 2 3 4 Lam a Penyim panan Hari N il a i K e le n g k e ta n g ra m f o rc e Ko ntro l A setat 2 A setat 1 Laktat 2 Laktat 1 Cuka 2 Cuka 1 Gambar 14. Grafik nilai kelengketan mi basah matang dengan pencelupan beberapa jenis pengawet asam organik Mi kontrol mengalami kenaikan nilai kelengketan selama penyimpanan, yaitu sebesar -908.5 gf pada hari ke-0 menjadi sebesar -358.2 gf pada hari ke-4 Lampiran 22. Mi dengan larutan asam asetat 2 juga mengalami kenaikan nilai kelengketan selama penyimpanan, yaitu sebesar -909.7 gf pada hari ke-0 menjadi sebesar -682.9 gf pada hari ke-4. Sedangkan mi dengan pencelupan asam asetat 1 mengalami kenaikan nilai kelengketan dari -901.4 gf pada hari ke-1 menjadi -444.3 gf pada hari ke-4 Gambar 14. Jika dibandingkan dengan kontrol maka mi basah matang dengan pencelupan asam asetat mengalami tingkat kenaikan nilai kelengketan yang lebih kecil, dimana mi basah matang dengan asam asetat 2 tingkat kenaikan nilai kelengketannya lebih kecil daripada mi basah matang dengan asam asetat 1 . Mi dengan larutan asam laktat 2 juga mengalami kenaikan nilai kelengketan selama penyimpanan, yaitu sebesar -906.9 gf pada hari ke-0 menjadi sebesar -448.9 gf pada hari ke-4. Sedangkan mi dengan pencelupan asam laktat 1 mengalami kenaikan nilai kelengketan dari -901.2 gf pada hari ke-1 menjadi -434.5 gf pada hari ke-4 Lampiran 23. Jika dibandingkan dengan kontrol maka mi basah matang dengan pencelupan asam asetat mengalami tingkat kenaikan nilai kelengketan yang lebih kecil, dimana mi basah matang dengan asam laktat 2 tingkat kenaikan nilai kelengketannya lebih kecil daripada mi basah matang dengan asam laktat 1 Gambar 14. Mi dengan larutan asam cuka 2 juga mengalami kenaikan nilai kelengketan selama penyimpanan, yaitu sebesar -906.7 gf pada hari ke-0 menjadi sebesar -669.7 gf pada hari ke-4. Sedangkan mi dengan pencelupan asam cuka 1 mengalami kenaikan nilai kelengketan dari -902.2 gf pada hari ke-1 menjadi -440.4 gf pada hari ke-4 Lampiran 24. Jika dibandingkan dengan kontrol maka mi basah matang dengan pencelupan asam asetat mengalami tingkat kenaikan nilai kelengketan yang lebih kecil, dimana mi basah matang dengan asam cuka 2 tingkat kenaikan nilai kelengketannya lebih kecil daripada mi basah matang dengan asam cuka 1 Gambar 14. Hasil analisis sidik ragam hari ke-1 menunjukkan bahwa nilai kelengketan yang dihasilkan F1 = F5, dan berbeda nyata dengan kontrol, pencelupan pengawet F2, F3, F4, dan F6. Hasil analisis sidik ragam pada hari ke- 2 menunjukkan bahwa nilai kelengketan pada pencelupan F6 = F2 dan berbeda nyata dengan kontrol, pencelupan pengawet F1, F3, F4, dan F5. Hasil analisis sidik ragam pada hari ke-3 menunjukkan bahwa nilai kelengketan pada pencelupan F2 = F6, kontrol = F4 dan berbeda nyata dengan pencelupan pengawet F1, F3, dan F5. Sedangkan hasil analisis sidik ragam pada hari ke-4 menunjukkan bahwa nilai kelengketan pencelupan pengawet F5 = F1, F3 = F2 = F6 = F4 dan keduanya berbeda nyata dengan kontrol Lampiran 72, 73, 74 dan Lampiran 75. Berdasarkan data yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa pencelupan asam organik mampu mempertahankan nilai kelengketan pada mi basah matang jika dibandingkan dengan mi basah matang kontrol. Larutan asam organik yang paling efektif dalam mempertahankan nilai kelengketan mi basah matang adalah asam asetat 2 , asam cuka 2 , asam laktat 2 , asam asetat 1 , asam cuka 1 , dan asam laktat 1 . Adanya peningkatan nilai kelengketan mi basah matang ini kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme seperti pembentukan lendir oleh bakteri yang menyebabkan mi menjadi berlendir dan lebih lengket. Menurut Fardiaz 1989, bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh pada makanan dapat menyebabkan makanan berlendir.

9. Uji Organoleptik