Pengaruh Penambahan Ekstrak Temu Kunci (Boesenbergia Pandurata (Roxb.) Schlect.) dan Garam Dapur (NaCl) Terhadap Mutu Simpan Mi Basah Matang

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl)

TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

Oleh :

Arie Norman Riandi F24103091

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Jurnal Skripsi 2007

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl)

TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Betty Sri Laksmi Jenie1) dan Arie Norman Riandi2) 1) Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2) Sarjana Teknologi Pertanian IPB

Abstrak

Temu kunci merupakan tanaman rempah yang umumnya digunakan sebagai penyedap masakan dan banyak digunakan juga sebagai obat tradisional. Minyak atsiri dari rimpang temu kunci dilaporkan memiliki banyak komponen aktif yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungal, antioksidan dan antimutagen. Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah matang dengan mengunakan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) maupun kombinasinya sehingga diketahui konsentrasi optimum yang efektif menambah lama penyimpanan mi pada suhu ruang. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi tahap pembuatan ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl), dan pengaruh kombinasi ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl maupun kombinasi keduanya selama penyimpanan dianalisis lebih lanjut secara objektif meliputi analisis mikroba (TPC dan total kapang), kimia (aw dan pH), serta fisik (warna dan tekstur). Secara subyektif, dengan parameter bau asam, mi kontrol rusak setelah lama penyimpanan 42 jam. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 %, mi dengan garam dapur (NaCl) 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % secara subyektif telah rusak setelah lama penyimpanan 54 jam. Namun jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap (105 log CFU/g) pada jam ke-24. Sedangkan jumlah total mikroba mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36. Selama penyimpanan mi basah matang mengalami penurunan nilai pH, kekerasan dan kelengketan serta kecerahan warna. Penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Secara organoleptik, mi basah dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % berbeda dengan mi kontrol.


(3)

SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl)

TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Arie Norman Riandi F24103091

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl)

TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Arie Norman Riandi F24103091

Dilahirkan pada tanggal 28 November 1984 di Jakarta

Tanggal lulus : 19 September 2007 Menyetujui,

Bogor, September2007

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP


(5)

Arie Norman Riandi. F24103091. Pengaruh Penambahan Ekstrak Temu Kunci (Boesenbergia Pandurata (Roxb.) Schlect.) dan Garam Dapur (NaCl) terhadap Umur Simpan Mi Basah Matang. Di bawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS (2007)

RINGKASAN

Sifat antimikroba dari rempah-rempah secara tidak langsung telah dimanfaatkan dalam mengawetkan makanan. Pada umumnya masyarakat menggunakan rempah-rempah terutama sebagai bumbu dan untuk mengawetkan makanan karena komponen-komponen aktif dari rempah-rempah tersebut juga mampu menghambat pertumbuhan mikroba sehingga dapat menambah umur simpan pangan. Penggunaan rempah-rempah sebagai bahan antimikroba yang digunakan untuk mengawetkan pangan ini memiliki keunggulan karena relatif aman bagi kesehatan.

Temu kunci merupakan tanaman rempah yang umumnya digunakan sebagai penyedap masakan dan banyak digunakan juga sebagai obat tradisional yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit seperti sariawan, masuk angin dan panas dalam. Minyak atsiri dari rimpang temu kunci memiliki banyak komponen aktif yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungal, antioksidan dan antimutagen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah matang dengan mengunakan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) maupun kombinasinya sehingga diketahui konsentrasi optimum yang efektif menambah lama penyimpanan mi pada suhu ruang.

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi tahap pembuatan ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl), dan pengaruh kombinasi ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang. Penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci dilakukan dengan menambahkan ekstrak temu kunci sebesar 1, 3, 5, dan 7 % (b/v) dari total air yang digunakan ke dalam adonan mi dan melakukan pengamatan secara subjektif terhadap mutu organoleptik selama penyimpanan mi basah matang, yang meliputi aroma, kelengketan/lendir dan munculnya kapang. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa mi dengan penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1, 3, 5, dan 7 % memiliki lama penyimpanan masing-masing selama 54, 54, 66 dan 66 jam. Sedangkan mi kontrol rusak pada jam ke-42.

Penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl) dilakukan dengan menggunakan beberapa konsentrasi, yaitu sebesar 3, 4, dan 5 % (b/b) dari berat tepung ke dalam adonan mi serta melakukan pengamatan secara subjektif terhadap mutu organoleptik selama penyimpanan mi basah matang, yang meliputi aroma, kelengketan/lendir dan munculnya kapang. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa umur simpan mi dengan penambahan NaCl sebesar 3, 4, dan 5 % masing-masing selama 48, 54, dan 60 jam.

Tahap berikutnya adalah mengamati pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl maupun kombinasi keduanya lebih lanjut secara objektif selama penyimpanan terhadap mi basah matang dengan penambahan ekstrak temu kunci terpilih, yaitu sebesar 1 % dan NaCl terpilih, sebesar 4 %, yang meliputi analisis


(6)

mikroba (TPC dan total kapang), kimia (aw dan pH), serta fisik (warna dan

tekstur).

Penurunan pH mi kontrol dan mi dengan ekstrak temu kunci 1 % lebih besar daripada mi NaCl 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 %. Penambahan NaCl sebesar 4 % maupun penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1 % tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

aw mi keempat sampel yang tidak berbeda nyata (p>0.05).

Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi warna (nilai oHue) mi basah matang. Sedangkan penambahan NaCl pada mi tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap nilai oHue. Selama penyimpanan, terjadi penurunan nilai L pada mi kontrol dan mi NaCl 4 %. Sedangkan mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % mengalami kenaikan nilai L selama penyimpanan dan mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % cenderung tidak mengalami perubahan nilai L selama penyimpanan.

Penambahan NaCl sebesar 4 % pada adonan mi tidak menunjukkan perbedaan terhadap nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Sedangkan penambahan ekstrak temu kunci 1 % menunjukkan perbedaan nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Selama penyimpanan terjadi penurunan nilai kekerasan mi dan kenaikkan nilai kelengketan mi.

Secara subyektif, dengan parameter bau asam, mi kontrol rusak setelah lama penyimpanan 42 jam. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 %, mi dengan garam dapur (NaCl) 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % secara subyektif telah rusak setelah lama penyimpanan 54 jam. Namun jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap (105 log CFU/g) pada jam ke-24. Sedangkan jumlah total mikroba mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36.

Ekstrak temu kunci 1 % dan garam dapur (NaCl) 4 % pada mi mampu menghambat pertumbuhan kapang selama penyimpanan. Hal ini terlihat dari tidak adanya pertumbuhan kapang sampai jam ke-24 dan pertumbuhan kapang yang masih kurang dari 1 x 102 sampai dengan jam ke-60 pada mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %

Penambahan ekstrak temu kunci tidak berpengaruh terhadap kesukaan panelis akan warna mi. Aroma dan tekstur mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci lebihdisukai daripada mi dngan ekstrak temu kunci 1 %. Rasa mi NaCl 4 % lebih disukai daripada mi lainnya. Mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci secara overall lebih disukai daripada mi dengan ekstrak temu kunci 1 %.

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa mi yang direkomendasikan untuk diaplikasikan selanjutnya adalah mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl sebesar 4 %. Hal ini dikarenakan mi dengan dengan formula tersebut memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba yang lebih baik daripada mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci. Selain itu, mi ini memiliki rasa yang dapat lebih diterima daripada mi dengan hanya penambahan ekstrak temu kunci.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 November 1984. Penulis adalah anak ke-2 dari pasangan Djuned (Alm.) dan Inde Rochmah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1997 di SDN Gedong 10 Jakarta kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 102 Jakarta hingga tahun 2000. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 39 Jakarta pada tahun 2003. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2003.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Forum Bina Islami Fateta dan Himitepa pada tahun 2005 dan berbagai kepanitiaan lainnya seperti masa perkenalan kampus mahasiswa baru (MPKMB) 2004, kepanitiaan lepas landas sarjana tahun 2005, BAUR 2005 dan lomba cepat tepat ilmu pangan (LCTIP) XIII 2005. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah pendidikan agama Islam TPB, asisten praktikum kimia TPB dan asisten praktikum mikrobiologi pangan. Sebagai tugas akhir, penulis mengambil penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Ekstrak Temu Kunci (Boesenbergia Pandurata (Roxb.) Schlect.) dan Garam Dapur (NaCl) terhadap Mutu Simpan Mi Basah Matang di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG ... 1

B TUJUAN ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA A TEMU KUNCI ... 4

1. Botani ... 4

2. Komposisi Temu Kunci ... 5

3. Kegunaan Temu kunci ... 5

4. Sifat Antimikroba Temu Kunci... 5

B GARAM DAPUR (NaCl)... 7

C MI BASAH DAN PROSES PENGOLAHANNYA ... 8

1. Jenis Mi ... 8

2. Proses Pengolahan Mi Basah... 9

3. Kerusakan Mi Basah... 12

III BAHAN DAN METODE A BAHAN DAN ALAT ... 14

B METODE PENELITIAN ... 14

1. Ekstraksi Rimpang Temu Kunci... 16

2. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Temu Kunci... 16

3. Penentuan Konsentrasi Garam Dapur (NaCl)... 17 4. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Temu Kunci dan Garam Dapur (NaCl)


(9)

Terhadap Mutu Mi Selama Penyimpanan... 17

5. Prosedur Analisis... 18

a. Analisis Total Mikroba... 18

b. Analisis Total Kapang... 18

c. Analisis Fisik... 19

1. Tekstur ... 19

2. Warna ... 20

d. Analisis Kimia... 20

1. Aktivitas Air (aw) ... 20

2. pH ... 21

e. Uji Organoleptik... 21

IV HASIL DAN PEMBAHASAN A EKSTRAK TEMU KUNCI ... 22

B PENENTUAN KONSENTRASI EKSTRAK TEMU KUNCI ... 23

C PENENTUAN KONSENTRASI NaCl ... 25

D PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK TEMU KUNCI DAN NaCl TERHADAP MUTU MI SELAMA PENYIMPANAN ... 27

1 Derajat Keasaman (pH) ... 27

2 Aktivitas Air (aw) ... 29

3 Warna ... 30

4 Tekstur ... 33

5 Total Mikroba ... 35

6 Total Kapang... 39

7 Organoleptik... 40

V KESIMPULAN DAN SARAN A Kesimpulan ... 48

B Saran ... 49


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Syarat mutu mi basah (SNI-01-2987-1992) ... 9 Tabel 2. Rendemen ekstrak temu kunci ... 22 Tabel 3. Hasil pengamatan organoleptik mi dengan penambahan

ekstrak... 23 Tabel 4. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci terhadap umur

simpan mi ... 25 Tabel 5. Pengaruh penambahan garam dapur (NaCl) terhadap rasa mi basah

matang ... 27 Tabel 6. Pengaruh penambahan konsentrasi garam dapur (NaCl) terhadap

mutu organoleptik selama penyimpanan ... 28 Tabel 7. Pengaruh penambahan ekstrak dan NaCl terhadap nilai aw mi... 31

Tabel 8. Perbandingan Umur Simpan Mi Basah Matang Hasil


(11)

SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl)

TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

Oleh :

Arie Norman Riandi F24103091

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Jurnal Skripsi 2007

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl)

TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Betty Sri Laksmi Jenie1) dan Arie Norman Riandi2) 1) Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2) Sarjana Teknologi Pertanian IPB

Abstrak

Temu kunci merupakan tanaman rempah yang umumnya digunakan sebagai penyedap masakan dan banyak digunakan juga sebagai obat tradisional. Minyak atsiri dari rimpang temu kunci dilaporkan memiliki banyak komponen aktif yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungal, antioksidan dan antimutagen. Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah matang dengan mengunakan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) maupun kombinasinya sehingga diketahui konsentrasi optimum yang efektif menambah lama penyimpanan mi pada suhu ruang. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi tahap pembuatan ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl), dan pengaruh kombinasi ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl maupun kombinasi keduanya selama penyimpanan dianalisis lebih lanjut secara objektif meliputi analisis mikroba (TPC dan total kapang), kimia (aw dan pH), serta fisik (warna dan tekstur). Secara subyektif, dengan parameter bau asam, mi kontrol rusak setelah lama penyimpanan 42 jam. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 %, mi dengan garam dapur (NaCl) 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % secara subyektif telah rusak setelah lama penyimpanan 54 jam. Namun jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap (105 log CFU/g) pada jam ke-24. Sedangkan jumlah total mikroba mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36. Selama penyimpanan mi basah matang mengalami penurunan nilai pH, kekerasan dan kelengketan serta kecerahan warna. Penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Secara organoleptik, mi basah dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % berbeda dengan mi kontrol.


(13)

SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl)

TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Arie Norman Riandi F24103091

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl)

TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Arie Norman Riandi F24103091

Dilahirkan pada tanggal 28 November 1984 di Jakarta

Tanggal lulus : 19 September 2007 Menyetujui,

Bogor, September2007

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP


(15)

Arie Norman Riandi. F24103091. Pengaruh Penambahan Ekstrak Temu Kunci (Boesenbergia Pandurata (Roxb.) Schlect.) dan Garam Dapur (NaCl) terhadap Umur Simpan Mi Basah Matang. Di bawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS (2007)

RINGKASAN

Sifat antimikroba dari rempah-rempah secara tidak langsung telah dimanfaatkan dalam mengawetkan makanan. Pada umumnya masyarakat menggunakan rempah-rempah terutama sebagai bumbu dan untuk mengawetkan makanan karena komponen-komponen aktif dari rempah-rempah tersebut juga mampu menghambat pertumbuhan mikroba sehingga dapat menambah umur simpan pangan. Penggunaan rempah-rempah sebagai bahan antimikroba yang digunakan untuk mengawetkan pangan ini memiliki keunggulan karena relatif aman bagi kesehatan.

Temu kunci merupakan tanaman rempah yang umumnya digunakan sebagai penyedap masakan dan banyak digunakan juga sebagai obat tradisional yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit seperti sariawan, masuk angin dan panas dalam. Minyak atsiri dari rimpang temu kunci memiliki banyak komponen aktif yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungal, antioksidan dan antimutagen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah matang dengan mengunakan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) maupun kombinasinya sehingga diketahui konsentrasi optimum yang efektif menambah lama penyimpanan mi pada suhu ruang.

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi tahap pembuatan ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl), dan pengaruh kombinasi ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang. Penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci dilakukan dengan menambahkan ekstrak temu kunci sebesar 1, 3, 5, dan 7 % (b/v) dari total air yang digunakan ke dalam adonan mi dan melakukan pengamatan secara subjektif terhadap mutu organoleptik selama penyimpanan mi basah matang, yang meliputi aroma, kelengketan/lendir dan munculnya kapang. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa mi dengan penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1, 3, 5, dan 7 % memiliki lama penyimpanan masing-masing selama 54, 54, 66 dan 66 jam. Sedangkan mi kontrol rusak pada jam ke-42.

Penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl) dilakukan dengan menggunakan beberapa konsentrasi, yaitu sebesar 3, 4, dan 5 % (b/b) dari berat tepung ke dalam adonan mi serta melakukan pengamatan secara subjektif terhadap mutu organoleptik selama penyimpanan mi basah matang, yang meliputi aroma, kelengketan/lendir dan munculnya kapang. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa umur simpan mi dengan penambahan NaCl sebesar 3, 4, dan 5 % masing-masing selama 48, 54, dan 60 jam.

Tahap berikutnya adalah mengamati pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl maupun kombinasi keduanya lebih lanjut secara objektif selama penyimpanan terhadap mi basah matang dengan penambahan ekstrak temu kunci terpilih, yaitu sebesar 1 % dan NaCl terpilih, sebesar 4 %, yang meliputi analisis


(16)

mikroba (TPC dan total kapang), kimia (aw dan pH), serta fisik (warna dan

tekstur).

Penurunan pH mi kontrol dan mi dengan ekstrak temu kunci 1 % lebih besar daripada mi NaCl 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 %. Penambahan NaCl sebesar 4 % maupun penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1 % tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

aw mi keempat sampel yang tidak berbeda nyata (p>0.05).

Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi warna (nilai oHue) mi basah matang. Sedangkan penambahan NaCl pada mi tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap nilai oHue. Selama penyimpanan, terjadi penurunan nilai L pada mi kontrol dan mi NaCl 4 %. Sedangkan mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % mengalami kenaikan nilai L selama penyimpanan dan mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % cenderung tidak mengalami perubahan nilai L selama penyimpanan.

Penambahan NaCl sebesar 4 % pada adonan mi tidak menunjukkan perbedaan terhadap nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Sedangkan penambahan ekstrak temu kunci 1 % menunjukkan perbedaan nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Selama penyimpanan terjadi penurunan nilai kekerasan mi dan kenaikkan nilai kelengketan mi.

Secara subyektif, dengan parameter bau asam, mi kontrol rusak setelah lama penyimpanan 42 jam. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 %, mi dengan garam dapur (NaCl) 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % secara subyektif telah rusak setelah lama penyimpanan 54 jam. Namun jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap (105 log CFU/g) pada jam ke-24. Sedangkan jumlah total mikroba mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36.

Ekstrak temu kunci 1 % dan garam dapur (NaCl) 4 % pada mi mampu menghambat pertumbuhan kapang selama penyimpanan. Hal ini terlihat dari tidak adanya pertumbuhan kapang sampai jam ke-24 dan pertumbuhan kapang yang masih kurang dari 1 x 102 sampai dengan jam ke-60 pada mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %

Penambahan ekstrak temu kunci tidak berpengaruh terhadap kesukaan panelis akan warna mi. Aroma dan tekstur mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci lebihdisukai daripada mi dngan ekstrak temu kunci 1 %. Rasa mi NaCl 4 % lebih disukai daripada mi lainnya. Mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci secara overall lebih disukai daripada mi dengan ekstrak temu kunci 1 %.

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa mi yang direkomendasikan untuk diaplikasikan selanjutnya adalah mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl sebesar 4 %. Hal ini dikarenakan mi dengan dengan formula tersebut memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba yang lebih baik daripada mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci. Selain itu, mi ini memiliki rasa yang dapat lebih diterima daripada mi dengan hanya penambahan ekstrak temu kunci.


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 November 1984. Penulis adalah anak ke-2 dari pasangan Djuned (Alm.) dan Inde Rochmah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1997 di SDN Gedong 10 Jakarta kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 102 Jakarta hingga tahun 2000. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 39 Jakarta pada tahun 2003. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2003.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Forum Bina Islami Fateta dan Himitepa pada tahun 2005 dan berbagai kepanitiaan lainnya seperti masa perkenalan kampus mahasiswa baru (MPKMB) 2004, kepanitiaan lepas landas sarjana tahun 2005, BAUR 2005 dan lomba cepat tepat ilmu pangan (LCTIP) XIII 2005. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah pendidikan agama Islam TPB, asisten praktikum kimia TPB dan asisten praktikum mikrobiologi pangan. Sebagai tugas akhir, penulis mengambil penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Ekstrak Temu Kunci (Boesenbergia Pandurata (Roxb.) Schlect.) dan Garam Dapur (NaCl) terhadap Mutu Simpan Mi Basah Matang di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS.


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG ... 1

B TUJUAN ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA A TEMU KUNCI ... 4

1. Botani ... 4

2. Komposisi Temu Kunci ... 5

3. Kegunaan Temu kunci ... 5

4. Sifat Antimikroba Temu Kunci... 5

B GARAM DAPUR (NaCl)... 7

C MI BASAH DAN PROSES PENGOLAHANNYA ... 8

1. Jenis Mi ... 8

2. Proses Pengolahan Mi Basah... 9

3. Kerusakan Mi Basah... 12

III BAHAN DAN METODE A BAHAN DAN ALAT ... 14

B METODE PENELITIAN ... 14

1. Ekstraksi Rimpang Temu Kunci... 16

2. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Temu Kunci... 16

3. Penentuan Konsentrasi Garam Dapur (NaCl)... 17 4. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Temu Kunci dan Garam Dapur (NaCl)


(19)

Terhadap Mutu Mi Selama Penyimpanan... 17

5. Prosedur Analisis... 18

a. Analisis Total Mikroba... 18

b. Analisis Total Kapang... 18

c. Analisis Fisik... 19

1. Tekstur ... 19

2. Warna ... 20

d. Analisis Kimia... 20

1. Aktivitas Air (aw) ... 20

2. pH ... 21

e. Uji Organoleptik... 21

IV HASIL DAN PEMBAHASAN A EKSTRAK TEMU KUNCI ... 22

B PENENTUAN KONSENTRASI EKSTRAK TEMU KUNCI ... 23

C PENENTUAN KONSENTRASI NaCl ... 25

D PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK TEMU KUNCI DAN NaCl TERHADAP MUTU MI SELAMA PENYIMPANAN ... 27

1 Derajat Keasaman (pH) ... 27

2 Aktivitas Air (aw) ... 29

3 Warna ... 30

4 Tekstur ... 33

5 Total Mikroba ... 35

6 Total Kapang... 39

7 Organoleptik... 40

V KESIMPULAN DAN SARAN A Kesimpulan ... 48

B Saran ... 49


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Syarat mutu mi basah (SNI-01-2987-1992) ... 9 Tabel 2. Rendemen ekstrak temu kunci ... 22 Tabel 3. Hasil pengamatan organoleptik mi dengan penambahan

ekstrak... 23 Tabel 4. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci terhadap umur

simpan mi ... 25 Tabel 5. Pengaruh penambahan garam dapur (NaCl) terhadap rasa mi basah

matang ... 27 Tabel 6. Pengaruh penambahan konsentrasi garam dapur (NaCl) terhadap

mutu organoleptik selama penyimpanan ... 28 Tabel 7. Pengaruh penambahan ekstrak dan NaCl terhadap nilai aw mi... 31

Tabel 8. Perbandingan Umur Simpan Mi Basah Matang Hasil


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman.

Gambar 1. Temu kunci (Bosenbergia pandurata)... 4

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan mi basah ... 10

Gambar 3. Tahapan penelitian ... 15

Gambar 4. Diagram Alir Ekstraksi Temu Kunci ... 16

Gambar 5. Cara memperoleh nilai kekerasan dan kelengketan mi basah 19 Gambar 6. Ekstrak temu kunci ... 22

Gambar 7. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci terhadap warna mi basah matang ... 24

Gambar 8. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap pH selama penyimpanan... 30

Gambar 9. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap perubahan nilai L selama penyimpanan ... 32

Gambar 10. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap perubahan oHue mi selama penyimpanan... 33

Gambar 11. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap perubahan kekerasan mi selama penyimpanan ... 34

Gambar 12. Pengaruh penambahan ekstrak dan NaCl terhadap perubahan kelengketan mi selama penyimpanan ... 37

Gambar 13. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap pertumbuhan total mikroba pada mi basah matang selama penyimpanan di suhu ruang ... 38

Gambar 14. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap pertumbuhan Kapang Selama Penyimpanan Mi Basah ... 40

Gambar 15. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna mi basah matang 42 Gambar 16. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mi basah matang 43 Gambar 17. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mi basah matang .. 44 Gambar 18. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur mi basah matang 45 Gambar 19. Tingkat kesukaan panelis terhadap overall mi basah matang 46


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal. Lampiran 1. Perhitungan Rendemen Ekstrak Temu Kunci ... 53 Lampiran 2a. Analisis pH Mi dengan Konsentrasi Ekstrak 1 %

dan NaCl 1 % ... 54 Lampiran 2b. Analisis pH Mi dengan Konsentrasi Ekstrak 1 %

dan NaCl 4 % ... 54 Lampiran 2c. Analisis pH Mi dengan Konsentrasi Ekstrak 0 %

dan NaCl 1 % ... 54 Lampiran 2d. Analisis pH Mi dengan Konsentrasi Ekstrak 0 %

dan NaCl 4 % ... 54 Lampiran 3. Hasil Uji Statistik Perbedaan Nilai pH ... 55 Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Beda Nilai aw... 56

Lampiran 5. Pengamatan Analisis Warna Mi dengan Konsentrasi

Ekstrak Temu Kunci 0 % dan NaCl 1 % ... 57 Lampiran 6. Pengamatan Analisis Warna Mi dengan Konsentrasi

Ekstrak Temu Kunci 0 % dan NaCl 4 % ... 59 Lampiran 7. Pengamatan Analisis Warna Mi dengan Konsentrasi

Ekstrak Temu Kunci 1 % dan NaCl 1 % ... 61 Lampiran 8. Pengamatan Analisis Warna Mi dengan Konsentrasi

Ekstrak Temu Kunci 1 % dan NaCl 4 % ... 63 Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Beda Nilai Kecerahan (L) Warna

Mi Basah Matang ... 65 Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Nilai Beda oHue Mi basah Matang ... 66 Lampiran 11. Hasil Analisis Tekstur Mi Kontrol NaCl 1 % ... 67 Lampiran 12. Hasil Analisis Tekstur Mi Kontrol NaCl 4 % ... 68 Lampiran 13. Hasil Analisis Mi Ekstrak 1 % + NaCl 1 %. ... 69 Lampiran 14. Hasil Analisis Tekstur Mi Ekstrak 1 % + NaCl 4 %. ... 70 Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Beda Nilai Kekerasan

Mi basah Matang ... 71 Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Beda Nilai Kelengketan


(23)

Lampiran 17. Jumlah Total Mikroba Mi Basah Matang tanpa Penambahan Ekstrak Temu Kunci

dan NaCl 1% (Kontrol) ... 73 Lampiran 18. Jumlah Total Mikroba Mi Basah Matang tanpa

Penambahan Ekstrak Temu Kunci

dan NaCl 4%... 74 Lampiran 19. Pengamatan Analisis Total Mikroba (PCA) Mi

dengan Konsentrasi Ekstrak 1 % dan NaCl 1 %... 75 Lampiran 20. Pengamatan Analisis Total Mikroba Mi

dengan Konsentrasi Ekstrak 1 % + NaCl 4 % ... 76 Lampiran 21. Jumlah Total Kapang Mi Basah Matang Tanpa

Penambahan Ekstrak Temu Kunci dan NaCl 1%

(Kontrol) ... 77 Lampiran 22. Jumlah Total Kapang Mi Basah Matang Tanpa

Penambahan Ekstrak Temu Kunci dan NaCl 4 % ... 78 Lampiran 23. Jumlah total kapang mi basah matang dengan

penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 1% ... 79 Lampiran 24. Jumlah Total Kapang Mi Basah Matang dengan

Penambahan Ekstrak Temu Kunci 1 % dan NaCl 4 % ... 80 Lampiran 25. Hasil Uji Hedonik terhadap Mi Kontrol NaCl 1% ... 81 Lampiran 26. Hasil Uji Hedonik terhadap Mi Kontrol NaCl 4% ... 82 Lampiran 27. Hasil Uji Hedonik terhadap Mi Ekstrak 1 % + NaCl 1% .... 83 Lampiran 28. Hasil Uji Hedonik terhadap Mi Ekstrak 1 % + NaCl 4% .... 84 Lampiran 29. Hasil Uji Statistik Hedonik terhadap Warna ... 85 Lampiran 30. Hasil Uji Statistik Hedonik terhadap Aroma ... 86 Lampiran 31. Hasil Uji Statistik Hedonik terhadap Rasa ... 87 Lampiran 32. Hasil Uji Statistik Hedonik terhadap Tekstur ... 88 Lampiran 33. Hasil Uji Statistik Hedonik terhadap Overall ... 89


(24)

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Di era globalisasi ini, pangan lokal dituntut untuk dapat memenuhi standar mutu dan keamanan pangan yang baik agar mampu bersaing dengan pangan impor. Selain itu umur simpan yang cukup juga dibutuhkan agar pangan tersebut tidak mengalami banyak perubahan selama didistribusikan, meski harus melewati berbagai daerah selama beberapa hari.

Mi basah merupakan salah satu makanan yang cukup populer dan umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), data produksi mi basah di Indonesia tahun 2002 sebesar 92.492.696 kg, sedangkan data konsumsi mi basah rata-rata dalam seminggu penduduk Indonesia pada tahun 2004 adalah 0.003 kg atau sebesar 3 g (Gracecia, 2005). Kadar air yang tinggi pada mi basah menyebabkan mi basah mudah rusak. Astawan (1999), menyebutkan bahwa mi basah yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu bertahan selama 40 jam.

Umur simpan mi basah yang cukup singkat menyebabkan banyak usaha untuk memperpanjang umur simpannya seperti dengan menambahkan bahan pengawet. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), teknik pembuatan mi basah yang berhasil dan cukup awet adalah menggunakan CMC atau bahan pengembang mi seperti natrium alginat, natrium kaseinat, gum guar, dan gum cayana serta zat pengawet kalsium propionat sebanyak 0.38 %. Namun fakta di lapangan memperlihatkan masih ada saja para produsen maupun pedagang yang menambahkan bahan pengawet yang dilarang seperti formalin untuk mengawetkan mi basah.

Menurut Priyatna (2005), mi mentah yang beredar di pasar tradisional rata-rata mengandung formalin sebesar 106.00 mg/kg bahan, di pedagang produk olahan mi sebesar 72.93 mg/kg bahan, dan mi mentah yang beredar di supermarket sebesar 113.45 mg/kg bahan. Survei yang dilakukan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (2005) menginformasikan bahwa kandungan formalin yang terdapat pada mi basah matang sebesar 2914.36 mg/kg untuk pasar tradisional, 3423.51 mg/kg untuk produk olahan mi basah, dan 29141.82 mg/kg untuk mi basah yang terdapat di supermarket.


(25)

Formalin merupakan bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam bahan pangan. Penggunaan formalin maupun bahan berbahaya lainnya telah diatur dalam berbagai peraturan seperti undang-undang no.7 tahun 1996 tentang pangan, PP no.28 tahun 2004 tentang gizi, mutu, dan keamanan pangan, dan juga SNI karena sifatnya yang toksik terhadap tubuh manusia. Formalin dapat mengakibatkan iritasi lambung, alergi, dan juga kanker jika terakumulasi dalam tubuh manusia.

Bahan alami seperti rempah-rempah berpotensi untuk dijadikan sebagai alternatif bahan pengawet karena memiliki keunggulan dibandingkan dengan bahan pengawet sintetik, yaitu relatif tidak bersifat toksik dan aman bagi kesehatan. Sifat antimikroba dari rempah-rempah secara tidak langsung telah dimanfaatkan dalam mengawetkan makanan. Pada umumnya masyarakat menggunakan rempah-rempah hanya sebagai bumbu, namun tanpa disadari komponen-komponen aktif dari rempah-rempah tersebut telah menghambat pertumbuhan mikroba sehingga dapat menambah umur simpan pangan.

Temu kunci merupakan tanaman rempah yang umum digunakan sebagai penyedap masakan dan banyak digunakan juga sebagai obat yang berkhasiat menyembuhkan sariawan, masuk angin, batuk, gangguan pencernaan, sakit perut pada bayi, rematik, sakit pada otot, sebagai campuran obat penguat sebelum proses kelahiran dan juga memperbanyak air susu ibu serta penyegar tubuh ibu setelah melahirkan (Munir, 2001).

Saat ini, temu kunci telah diteliti dan dilaporkan memiliki daya antibakteri. Wong (1996) melaporkan bahwa ekstrak etanol dari temu kunci menunjukkan daya antibakteri terhadap S. aureus pada konsentrasi 10%, 20% dan 30% b/v. Thongson et.al (2005) juga melaporkan bahwa konsentrasi 5 % minyak esensial temu kunci menunjukkan efek bakterisidal paling baik terhadap S. enteridis selama 4 jam, dan memiliki sedikit efek antibakteri terhadap L. monocytogenes.

Tanaman temu kunci merupakan tanaman yang cukup banyak dan mudah ditemui di Indonesia. Kemudahan memperoleh dan banyaknya komponen aktif yang terkandung di dalamnya, terutama komponen antimikroba, diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan pangan dan


(26)

memberikan alternatif sebagai pengganti bahan pengawet sintetik, terutama bahan pengawet yang dilarang seperti formalin.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah matang dengan mengunakan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) maupun kombinasinya sehingga diketahui konsentrasi optimum yang efektif menambah lama penyimpanan mi pada suhu ruang.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEMU KUNCI

1. Botani

Tanaman temu kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) memiliki sinonim Gastrochilus panduratum (Roxb.) Rild dan Kaempferia pandurata Roxb. Tanaman ini termasuk ke dalam divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, bangsa zingiberales, dan suku zingiberaceae (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Tanaman temu kunci termasuk jenis tanaman menahun, memiliki tinggi 30-80 cm, daun pada pucuk tiga-lima berdiri tegak dan tiga tidak berhelai daun, tersebar, bergerigi danda, sangat harum jika dimemarkan, jorong-lanset melebar 12-50 cm x 5-17 cm, hijau tua, tidak berambut. Pertulangan daun sejajar dan ada bintik-bintik putih padat di bagian bawah. Pelepah kemerah-merahan, tidak berdiri tegak, panjang 9-19 cm yang bersama-sama membentuk batang semu pendek. Batang semu membentuk rimpang, kuning keputih-putihan. akar serabut, putih kekuning-kuningan, berumbi dan berdaging 5-30 cm x 0.5-2 cm, warna dan aromanya sama dengan rimpang (Munir, 2001).

Gambar 1. Temu kunci (Bosenbergia pandurata)

Temu kunci adalah tanaman asli Jawa dan Sumatera, tumbuh liar pada hutan jati di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tanaman ini banyak dibudidayakan di India, Sri Lanka, Asia Tenggara (khususnya Indonesia,


(28)

Malaysia, dan Thailand) dan Cina bagian Selatan. Tanaman ini banyak juga ditemukan pada hutan campuran antara hutan yang hijau sepanjang tahun, di sepanjang bukit kapur, pada ketinggian 1200 mdpl. Pertumbuhannya sangat baik pada daerah panas, beriklim tropik basah, serta pada tanah yang relatif subur dengan drainase dan aerasi yang baik (Munir, 2001).

2. Komposisi Temu Kunci

Setiap 100 g rimpang yang dapat dimakan kira-kira mengandung air 12 g, protein 20 g, nitrogen 3.2 gram, gula 12 g, zat larut 80% etanol 52 g, zat larut air 21 gram, abu 6 g. Unsur pokok rimpang dan akar temu kunci mengandung flavon dan flavonon (pinostrobin, alpinetin dan pinosembrin), monoterpenoid (geranedial dan neral) dan calkone (kardamonin). Kandungan minyak atsiri rimpang dan akarnya berkisar dari 1-3 % bobot kering, 0.2-0.5% bobot segar. Kandungan minyak atsiri terdiri atas senyawa utama 1,8-sineol (18-41%), kamfor (13%), d-borneol (9.2%), d-pinena (4.1%), zingiberena (2.7%), kurkumin (0.9%) dan zeodarina (0.7%) (Munir, 2001).

3. Kegunaan Temu Kunci

Tanaman temu kunci biasa digunakan sebagai bumbu dapur/rempah dan obat. Di Indonesia, Malaysia, Indo-Cina dan India akar dan rimpangnya digunakan sebagai pengharum makanan dan dibuat asinan. Sebagai obat tradisional, temu kunci berkhasiat menyembuhkan sariawan, masuk angin, batuk, gangguan pencernaan, sakit perut pada bayi, rematik, sakit pada otot, sebagai campuran obat penguat sebelum proses kelahiran dan juga memperbanyak air susu ibu serta penyegar tubuh ibu setelah melahirkan (Munir, 2001).

4. Sifat Antimikroba Temu Kunci

Efek penghambatan ataupun perangsangan pertumbuhan mikroba oleh suatu jenis rempah-rempah bersifat khas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kandungan dan jenis senyawa antimikroba pada setiap


(29)

jenis rempah-rempah. Menurut Fardiaz et. al.(1988), aktivitas antimikroba suatu senyawa kimia tidak dapat ditentukan secara absolut, karena tidak saja dipengaruhi oleh sifat-sifat dan mekanismenya, tetapi juga ditentukan oleh konsentrasinya. Mekanisme kerja suatu antimikroba terhadap sel dapat dibedakan atas berbagai kelompok seperti : 1) Merusak dinding sel, 2) Mengganggu permeabilitas sel, 3) Merusak molekul protein dan asam nukleat, 4) Menghambat aktivitas enzim, 5) Sebagai antimetabolit, dan 6) Menghambat sintesa asam nukleat (Fardiaz et. al. 1988).

Temu Kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect) memiliki komponen bioaktif yang berasal dari minyak atsiri ataupun ekstraknya, yang kini sudah mulai banyak diteliti dan terbukti cukup efektif sebagai antibakteri, antifungal, antioksidan, maupun antimutagenik. Anonim (2005) menyebutkan bahwa minyak atsiri temu kunci memiliki efek terhadap pertumbuhan Entamoeba coli, Staphyllococus aureus dan Candida albicans.

Wong (1996) melakukan penelitian perbedaan daya antibakteri ekstrak air dan etanol temu kunci terhadap Staphylococcus aureus. Berdasarkan penelitiannya tersebut diketahui adanya perbedaan daya antibakteri, dimana ekstrak etanol dari temu kunci menunjukkan daya antibakteri terhadap S. aureus pada konsentrasi 10%, 20% dan 30% b/v sedangkan ekstrak air temu kunci tidak menunjukkan daya anti bakteri terhadap S. aureus pada konsentrasi yang sama.

Thongson et.al (2005) telah meneliti efek antimikroba rempah-rempah khas Thailand, khususnya yang berasal dari rimpang dan minyak esensial dari jahe (Zingiber officinale), temu kunci (Boesenbergia pandurata), dan kunyit (Curcuma longa) terhadap Listeria monocytogenes strain 101 dan Salmonella. enteritidis strain DMST 8536 dalam daging dada ayam. Berdasarkan minyak esensial yang diuji, dilaporkan bahwa konsentrasi 5 % temu kunci menunjukkan efek bakterisidal paling baik terhadap S. enteritidis selama 4 jam, dan memiliki sedikit efek antibakteri terhadap L. monocytogenes.


(30)

Temu kunci juga diketahui memiliki daya antifungi. Jantan et.al (2003) melaporkan bahwa minyak esensial temu kunci efektif menghambat Mucor sp, Aspergillus niger dan A. fumigatus. Mothana dan Lindequist (2005) juga melaporkan bahwa ekstrak kloroform dari Alpinia galanga (L.) Willd. (Zingiberaceae) dan temu kunci (Boesenbergia pandurata (Robx.) Schltr.) memiliki aktivitas antifungi terhadap

Cryptococcus neoformans dan Microsporum gypseum, tetapi

menunjukkan aktivitas yang lemah terhadap Candida albicans). B. GARAM DAPUR (NaCl)

Pengawetan menggunakan garam dapur (NaCl) merupakan cara pengawetan tradisional dan sudah dikenal sejak jaman prasejarah. Cara pengawetan ini biasa juga digabungkan dengan proses pengeringan seperti pada pembuatan ikan asin.

NaCl memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan aktifitasnya dalam konsentrasi 10% atau lebih dan konsentrasi yang lebih rendah untuk menghambat mikroba secara selektif, misalnya pada waktu pembuatan produk-produk hasil fermentasi asam laktat (Rani, 1989). Menurut Purnomo dan Adiono (1987), penambahan NaCl sebesar 6 % pada makanan mampu menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan mikroba pembentuk spora, sedangkan mikroba patogen (Clostridium botulinum ) dapat dihambat pertumbuhannya oleh penambahan kadar NaCl 10-12 %.

Kemampuan NaCl untuk menghambat pertumbuhan mikroba ini disebabkan karena NaCl mampu mengikat air sehingga menyebabkan dehidrasi makanan (penurunan aw) dan dehidrasi sel mikroorganisme. NaCl

juga mampu meningkatan tekanan osmotik sehingga sel mengalami plasmolisa dan dehidrasi dimana air dan komponen-komponen sel lainnya akan keluar dari sel. Selain itu, NaCl juga mampu mengurangi kelarutan oksigen di dalam larutan, sehingga mikroorganisme yang ada di dalamnya menjadi kekurangan oksigen dan tidak dapat hidup secara normal. Mekanisme penghambatan lainnya adalah NaCl dapat terionisasi menghasilkan ion Cl- yang bersifat racun bagi mikroba, NaCl menyebabkan sel menjadi sensitif terhadap karbondioksida, dan NaCl mampu menggangu stabilitas protein,


(31)

terutama enzim, sehingga aktifitas enzim-enzim mikroorganisme terganggu (Fardiaz et. al., 1988).

C. MI BASAH DAN PROSES PENGOLAHANNYA 1. Jenis Mi

Mi pertama kali dibuat dan berkembang di negara Cina yang sampai saat ini masih dikenal sebagai oriental noodle. Mi pada umumnya dibuat dari tepung gandum durum (keras). Sedangkan di Jepang mi dibuat dari gandum medium hard, yaitu campuran hard dan soft wheat atau dari softwheat saja (Winarno dan Rahayu, 1994). Mi banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai makanan pokok karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi.

Berdasarkan ukuran diameter produk, mi dibedakan menjadi tiga yaitu spagheti (0.11-0.27 inci), mi (0.07-0.125 inci), dan vermicelli (<0.04 inci) (Pagani,1985). Berdasarkan bahan bakunya, mi dapat dibedakan menjadi mi yang berbahan baku tepung terigu dan mi transparan yang bahan bakunya berasal dari pati seperti soun dan bihun.

Astawan (1999) membagi mi menjadi 4 jenis, yaitu mi mentah atau mi segar, mi basah, mi kering dan mi instan. Mi mentah atau mi segar merupakan mi yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan. Mi mentah atau mi segar ini memiliki kandungan air sebesar 35 % dan biasa digunakan untuk mi ayam.

Mi basah adalah mi mentah yang telah mengalami proses pemasakan, baik melalui perebusan ataupun pengukusan, serta penambahan minyak sawit sebelum dipasarkan sehingga kadar airnya meningkat sampai dengan 52% (Astawan, 1999).

Mi kering adalah mi mentah yang langsung dikeringkan sehingga memiliki kadar air 8-10 %. Sedangkan mi instan adalah mi mentah yang telah mengalami pengukusan dan dikeringkan (mi instan kering) atau digoreng (mi instan goreng) serta diberi tambahan bahan makanan lainnya sehingga siap dihidangkan dengan cepat (± 4 menit).


(32)

Badan Standarisasi Nasional (1992) mendefinisikan mi basah sebagai produk pangan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan. Kualitas mi basah menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu mi basah (SNI-01-2987-1992)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan :

1.1Bau 1.2 Rasa 1.3Warna

- Normal

2. Kadar air % b/b 20-35

3. Kadar abu (dihitung atas dasar bahan kering)

% b/b Maks. 3 4. Kadar protein (N x 6.25)

dihitung atas dasar bahan kering

% b/b Min. 3

5. Bahan tambahan pangan 5.1 Boraks dan asam borat 5.2 Pewarna

5.3 Formalin

- Tidak boleh ada

Sesuai SNI-0222-M dan peraturan MenKes. No. 722/Men.Kes/Per/IX/88 Tidak boleh ada 6. Cemaran logam :

6.1 Timbal (pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Raksa (Hg)

mg/kg Maks.1.0 Maks.10.0 Maks.40.0 Maks.0.05

7. Arsen (As) mg/kg Maks.0.05

8. Cemaran Mikroba ; 8.1 Angka Lempeng total 8.2 E.coli

8.3 Kapang

Koloni/g APM/g Koloni/g

Maks. 1.0 x 106 Maks. 10 Maks.1.0 x104 2. Proses Pengolahan Mi Basah

Bahan-bahan yang digunakan pada proses pembuatan mi basah matang antara lain adalah tepung terigu, garam dapur (NaCl), air dan garam alkali. Terigu merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan mi. NaCl berfungsi memberikan rasa, memperkuat tekstur, membantu reaksi gluten dengan karbohidrat, sebagai pengikat air, serta meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi (Astawan, 1999). Garam alkali yang dapat


(33)

berupa kalium karbonat (K2CO3), natrium karbonat (Na2CO3) atau kalium

polifosfat (KH2PO4) yang berfungsi untuk meningkatkan pH, memberikan

warna sedikit kuning dengan flavor yang lebih baik. Natrium karbonat secara lebih spesifik berperan untuk kehalusan tekstur mi sedangkan kalium karbonat berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan. Air berfungsi untuk melarutkan garam dapur dan garam karbonat serta membantu pada pembentukan gluten (Winarno dan Rahayu, 1994).

Proses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan lembaran, pengistirahatan, penipisan, pemotongan, perebusan/pengukusan, pendinginan, dan pemberian minyak sawit (Gambar 2).

Pencampuran bahan Pengadukan Pembentukan lembaran

Penipisan lembaran Pemotongan Perebusan (2 menit)

Pendinginan Pemberian minyak sawit

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan mi basah

Tahap pencampuran bertujuan menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan gluten, sehingga adonan menjadi elastis dan halus. Beberapa hal

Terigu, NaCl, air, dan Na2CO3


(34)

yang perlu diperhatikan dalam proses pencampuran diantaranya adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan, dan waktu pengadukan. Air yang ditambahkan sekitar 34-40 % dari bobot tepung. Jika air yang ditambahkan kurang dari 34%, adonan menjadi keras, rapuh, dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Sedangkan jika air yang ditambahkan lebih dari 40%, maka adonan menjadi basah dan lengket (Badrudin, 1994). Suhu adonan yang terbaik adalah 25o-40oC. Apabila suhu adonan kurang dari 25oC, adonan menjadi keras dan rapuh, sedangkan bila suhunya lebih dari 40oC adonan menjadi lengket dan kurang elastis (Badrudin, 1994).

Pengadukan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengadukan dengan kecepatan lambat selama satu menit. Sedangkan pengadukan kedua dilakukan dengan kecepatan sedang selama empat menit. Pengadukan ini berfungsi untuk mendistribusikan air secara merata pada tepung (Bogasari, 2005).

Setelah pengadukan, dilakukan pembentukan lembaran (sheeting). Proses pembentukan lembaran ini bertujuan menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran (Badrudin, 1994). Pembentukan lembaran ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pembentukkan lembaran dari adonan dengan jarak roll 3 mm. Tahap kedua, lembaran yang telah terbentuk dilipat menjadi tiga bagian dan dilewatkan kembali pada roll yang berjarak 3 mm sebanyak dua kali. Sedangkan tahap selanjutnya, tahap ketiga, lembaran tersebut dilipat menjadi dua bagian dan dilewatkan kembali di antara dua roll yang berjarak 3 mm. Selanjutnya lembaran digulung dan diistirahatkan selama 15 menit untuk menyempurnakan pembentukan gluten (Bogasari, 2005).

Setelah diistirahatkan, lembaran ditipiskan sampai terbentuk lembaran dengan 1.5 mm. Lembaran inilah yang siap untuk dipotong menjadi untaian benang-benang mi. Setelah tahap pemotongan lebaran didapatkan produk berupa mi basah mentah. Mi basah mentah ini selanjutnya direbus ataupun dikukus untuk memperoleh mi basah matang. Proses perebusan dilakukan selama dua menit. Sedangkan proses pengukusan memakan waktu yang lebih lama, yaitu selama 13 menit.


(35)

Tahap terakhir dalam pembuatan mi basah matang ini adalah pemberian minyak sawit. Pelumuran minyak sawit ini dilakukan agar mi tidak lengket satu sama lain serta untuk memberikan citarasa agar mi tampak mengkilap (Bogasari, 2005).

3. Kerusakan Mi Basah

Mi basah merupakan jenis pangan yang mudah rusak dan tidak tahan lama. Hal ini dikarenakan kandungan airnya yang besar (52%) sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroba. Kerusakan mi basah matang terjadi setelah 40 jam, dengan parameter bau asam, pada penyimpanan suhu kamar (Astawan, 1999). Hasil penelitian Yohana (2007), Sihombing (2007), dan Puspasari (2007) melaporkan bahwa mi basah matang dengan lama penyimpanan 44 jam telah dinyatakan rusak, yang ditandai oleh munculnya bau asam dan berlendir.

Kerusakan pada mi basah mentah ditandai oleh perubahan warna yang menjadi lebih gelap. Selain itu juga adalah tumbuhnya kapang, aroma asam disertai pembentukan lendir. Pembentukan lendir menandakan adanya pertumbuhan bakteri sedangkan pertumbuhan kapang ditandai dengan adanya miselium kapang yang berwarna putih atau hitam (Hoseney, 1998).

Mikroba yang terdapat pada mi yang menyebabkan kerusakan mi ini kemungkinan berasal dari bahan baku tepung terigu. Mikroba yang terdapat pada tepung antara lain adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa terdapat pada tepung antara lain adalah Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus, dan Achromobacterium. Sedangkan kapang yang biasa tumbuh berasal dari genus Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium, dan Penicillium (Christensen, 1974).

Meskipun mi basah ini hanya mampu bertahan kurang dari dua hari (40 jam), tetapi fakta di lapangan berdasarkan survei yang dilakukan Gracecia (2005) dan Priyatna (2005) terhadap pedagang pasar tradisional dan pedagang produk olahan mi di daerah Jabotabek, menunjukkan bahwa umur simpan mi basah mentah bisa mencapai 4 hari, sementara umur mi basah matang bisa mencapai 14 hari. Hal ini mengindikasikan bahwa mi


(36)

basah tersebut telah ditambah bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpannya. Seringkali bahan pengawet yang ditambahkan tersebut bukan bahan pengawet yang ditujukan untuk makanan, melainkan bahan-bahan terlarang seperti formalin.

Sebenarnya banyak bahan pengawet yang dapat digunakan dan masih diperbolehkan untuk menambah umur simpan mi basah. Bahan pengawet seperti monolaurin, metil paraben, natrium asetat dan kalsium propionat dapat digunakan untuk menambah umur simpan mi basah. Pahrudin (2006) melakukan kombinasi kelima bahan pengawet tersebut dengan komposisi monolaurin 0.25 % + metil paraben 0.025 % + kalsium propionat 0.075 % + natrium asetat 2.5 % pada mi basah matang. Hasilnya mi basah mampu tahan sampai dengan 56 jam, dengan parameter bau asam.

Chamdani (2005) menggunakan kombinasi kalsium propionat 0.075 % + paraben 0.025 % + natrium asetat 2.5 % pada mi basah mentah. Dengan menggunakan parameter bau asam, mi basah tersebut dinyatakan rusak setelah 76 jam penyimpanan. Penerapan sanitasi di usaha kecil dan menengah (UKM) mi basah menunjukkan bahwa mi basah mentah yang diproduksi masih memenuhi standar SNI dan belum dinyatakan rusak setelah 48 jam.


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bahan dan alat untuk ekstraksi temu kunci, pembuatan mi basah matang, dan analisis. Bahan untuk ekstraksi temu kunci adalah temu kunci kering yang berasal dari BALITRO dan pelarut etil asetat. Bahan untuk pembuatan mi adalah tepung terigu merk Cakra Kembar, air, garam dapur (NaCl), soda abu (Na2CO3), minyak sawit, dan plastik LDPE

sebagai bahan pengemas mi. Bahan untuk analisis antara lain adalah buffer pH 7 dan 10, NaCl jenuh, aquades, alkohol 70%, spirtus, larutan pengencer steril NaCl 0.85%, media Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA), danasam tartarat.

Peralatan yang digunakan dalam ekstraksi temu kunci adalah blender, erlenmeyer, shaker, kertas saring Whatmann no.1, pompa vakum, vaccum rotavapor, dan sudip. Untuk pembuatan mi, alat-alat yang digunakan antara lain adalah timbangan, gelas ukur, gelas piala, baskom plastik, mesin pencetak mi, kompor dan panci. Untuk analisis fisik, kimia dan mikrobiologi digunakan alat-alat seperti texture analyzer, aw-meter, chromameter,

pH-meter, stomacher, cawan petri steril, tabung reaksi, mikropipet, tip, gelas pengaduk, sudip, inkubator, bunsen, erlenmeyer, gelas ukur, otoklaf, hot plate, dan labu takar.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi tahap pembuatan ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl), dan pengaruh kombinasi ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang (Gambar 3).


(38)

Bubuk temu kunci

Ekstrak temu kunci

1). Konsentrasi ekstrak temu kunci terpilih 2). Konsentrasi NaCl terpilih

Gambar 3. Tahapan penelitian

Ekstraksi

Penambahan garam dapur (NaCl)

pada formula mi basah matang

Penambahan pada formula mi basah matang (1%, 3%, 5% dan 7 %)

Penyimpanan suhu kamar

Analisis setiap 6 jam (warna, aroma, dan tekstur)

Aplikasi pada pembuatan mi basah

Penyimpanan suhu kamar


(39)

1. Ekstraksi Temu kunci a. Persiapan Ekstraksi

Temu kunci yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor, yaitu dalam bentuk temu kunci kering (simplisia), digiling menggunakan blender hingga menjadi bubuk untuk memudahkan proses ekstraksi.

b. Ekstraksi

Bubuk temu kunci kemudian diekstraksi dengan metode maserasi (ekstraksi dingin), menggunakan pelarut etil asetat dengan perbandingan 100 gram bubuk temu kunci dan 400 ml etil asetat selama 24 jam. Selanjutnya disaring dan diuapkan menggunakan rotovapor.

Bubuk Temu kunci

Ekstrak temu kunci

Gambar 4. Diagram Alir Ekstraksi Temu Kunci 2. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Temu Kunci

Penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci dilakukan dengan menggunakan beberapa konsentrasi ekstrak temu kunci, yaitu sebesar 1, 3, 5 dan 7 % (b/v) total air yang ditambahkan ke dalam adonan mi. Mi yang telah jadi kemudian dimasak dalam air mendidih selama dua menit, setelah itu mi ditiriskan dan diaduk menggunakan minyak goreng. Jumlah minyak

Ekstrak dengan etil asetat (1:4)

Shaker (24 jam)

Saring


(40)

goreng yang digunakan sebanyak 10% (b/b) mi mentah. Mi didinginkan dan dikemas dalam kantung plastik LDPE dan disimpan di suhu kamar. Kemudian sampel diamati parameter organoleptiknya seperti aroma, bau asam, ada/tidaknya lendir setiap 6 jam selama 3 hari atau sampai mi dinyatakan rusak. Sampel dari konsentrasi ekstrak temu kunci yang memiliki umur keawetannya lebih lama digunakan untuk penelitian selanjutnya.

3. Penentuan Konsentrasi Garam Dapur (NaCl)

Penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl) dilakukan dengan menambahkan garam dapur (NaCl) pada konsentrasi 3 %, 4 %, dan 5 % (b/b) dari total bobot tepung terigu yang digunakan ke dalam adonan mi. Mi kemudian dimasak dalam air mendidih selama dua menit, setelah itu mi ditiriskan dan diaduk menggunakan minyak goreng. Jumlah minyak goreng yang digunakan sebanyak 10% (b/b) mi mentah. Mi didinginkan dan dikemas dalam kantung plastik dan disimpan di suhu kamar. Selanjutnya sampel diamati secara organoleptik terhadap aroma, bau asam, ada/tidaknya lendir setiap 6 jam selama 3 hari atau sampai mi dinyatakan rusak. Sampel mi dari konsentrasi NaCl yang memiliki lama penyimpanan lebih lama digunakan untuk penelitian selanjutnya.

4. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Temu Kunci dan Garam Dapur (NaCl) Terhadap Mutu Mi Selama Penyimpanan

Percobaan dilakukan dengan mengkombinasikan konsentrasi ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) terpilih dari penelitian sebelumnya pada adonan mi. Selanjutnya mi dikemas dalam plastik dan disimpan pada suhu kamar. Analisis fisik, kimia, dan mikrobiologi dilakukan setiap 12 jam, yaitu pada jam ke-0, 12, 24, 36, 48, dan 60 atau hingga rusak. Khusus untuk uji penerimaan secara organoleptik hanya dilakukan pada sampel sebelum disimpan.


(41)

5. Prosedur Analisis

a. Analisis Total Mikroba (Maturin dan Peeler, 2001)

Metode yang digunakan adalah metode TPC (Total Plate Count). Sebanyak 10 g sampel dimasukkan ke dalam plastik tahan panas steril yang berisi 90 ml larutan pengencer steril. Sampel tersebut kemudian dihancurkan dengan alat stomacher selama 120 detik sehingga dihasilkan sampel mi basah mentah dengan pengenceran 1:10. Campuran dikocok, diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer steril dan diperoleh pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama, dilakukan pengenceran 10

-3

, 10-4, dan seterusnya.

Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi sampel secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan PCA (Plate Count Agar) steril (duplo). Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada inkubator dengan suhu 37oC selama 2 hari. Penghitungan total mikroba dilakukan menggunakan metode Standard Plate Count (SPC). Penghitungan jumlah koloni/g sampel dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

∑N cawan cfu/g =

[(n1 x 1)+(n2 x 0.1)] x D

Keterangan:

N = jumlah koloni yang berada dalam kisaran hitung (25-250) n = jumlah cawan yang koloninya dapat dihitung

D = tingkat pengenceran terendah b. Analisis Total Kapang (Fardiaz, 1989)

Metode pengambilan sampel untuk analisis total kapang sama seperti analisis total mikroba. Media yang digunakan adalah APDA (Acidified Potato Dextrose Agar), yaitu PDA (Potato Dextrose Agar) yang telah ditambahkan asam tartarat 10 % (16 ml asam tartarat untuk 1 liter PDA).


(42)

Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi sampel secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan APDA steril (duplo). Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu kamar (25oC) selama 5 hari. Penghitungan total mikroba dilakukan menggunakan metode

Standard Plate Count (SPC), dengan jumlah kapang yang masuk dalam perhitungan adalah kapang dengan jumlah koloni 10-150. Koloni kapang biasanya buram dan berbulu.

c. Analisis Fisik

(1). Tekstur (Texture Analyzer)

Pengukuran tekstur dilakukan terhadap kekerasan (firmness) dan kelengketan (adhesiveness) dengan menggunakan alat texture analyzer dengan probe P/35. Sampel diletakkan pada tempat yang telah disediakan, kemudian diukur kekerasan dan kelengketannya. Satuan kekerasan dan kelengketan adalah gram force. Nilai kekerasan mi diperoleh dari titik puncak grafik (a) dan nilai kelengketan mi dihitung dari luas di bawah kurva grafik (b) (Gambar 5).

Gambar 5. Cara memperoleh nilai kekerasan dan kelengketan mi basah

a


(43)

a

(2). Warna (chromameter Minolta tipe CR 200)

Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari sampel dengan kisaran nilai 0 sampai 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -100 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi nilai L, maka semakin tinggi tingkat kecerahan warnanya. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus :

o

Hue = tan-1b

Tabel 2. Perhitungan nilai oHue Hasil

Perhitungan

Warna

18o-54o Merah

54o-90o Merah - Kuning

90o-126o Kuning

126o-162o Kuning- Hijau 162o-198o Hijau

198o-234o Hijau - Biru 234o-270o Biru 270o-306o Biru - Ungu 306o-342o Ungu 342o-18o Ungu - Merah

d. Analisis Kimia

(1). Pengukuran Aktivitas Air (aw) Menggunakan aw meter Shibaura WA-360

Sampel diletakkan di dalam cawan sensor. Kemudian cawan sensor dimasukkan ke dalam sensor aw-meter dan ditekan

tombol start untuk memulai pengukuran. Nilai aw dapat dibaca


(44)

untuk mengukur sampel, alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan NaCl jenuh.

(2). Pengukuran pH (Apriyantono et. al., 1989)

Sebelum digunakan pH-meter dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda kemudian dibilas dengan air destilata dan dikeringkan dengan kertas tissue. Setelah itu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan buffer pH 7 dan pH 4. Elektroda dicelupkan ke dalam buffer pH 7 sampai diperoleh angka yang sesuai dengan pH buffer. Setelah itu dilakukan langkah yang sama dengan mengunakan buffer pH 4.

Sampel yang akan diukur pH-nya ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam 45 ml aquades kemudian dihancurkan dengan stomacher sampai larut merata. Selanjutnya elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue lalu dicelupkan ke dalam sampel yang akan diukur nilai pH-nya. e. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

(1). Uji Penerimaan Hedonik

Penilaian penerimaan mi basah yang menggunakan ekstrak temu kunci dilakukan dengan metode penerimaan hedonik terhadap 30 panelis. Atribut sensori yang dianalisa adalah warna, rasa, aroma, dan tekstur. Uji dilakukan terhadap sampel yang masih segar. Tingkat persepsi panelis digambarkan berdasarkan skor sebagai berikut : (5) sangat suka, (4) suka, (3) netral, (2) tidak suka dan (1) sangat tidak suka

Atribut sensori yang diuji adalah aroma, warna, tekstur, rasa, dan keseluruhan (overall). Data hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan ANOVA dengan uji lanjut Duncan memakai program SPSS.


(1)

Penambahan ekstrak temu kunci pada mi dengan ekstrak temu kunci 1 % maupun mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % memiliki nilai kekerasan mi yang berbeda nyata dengan mi kontrol (p<0.05). Akan tetapi, kekerasan mi ekstrak temu kunci 1 % ternyata tidak berbeda nyata dengan mi NaCl 4 % (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan NaCl 4 % memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kekerasan mi ekstrak temu kunci 1 %.

Hasil pengukuran kekerasan dengan menggunakan texture analyzer selama penyimpanan menunjukkan nilai kekerasan mi basah matang yang cenderung naik sampai jam ke-36 dan kemudian semakin menurun sampai jam ke-60. Mi NaCl 4 % mengalami penurunan nilai kekerasan dari sebesar 2795.1 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 1902.5 gf pada jam ke-60. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 % mengalami penurunan nilai kekerasan dari sebesar 2851.5 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 2481.1 pada jam ke-60. Mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % mengalami penurunan nilai kekerasan dari sebesar 3020.5 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 2082.1 pada jam ke-60. Sedangkan mi kontrol cenderung tidak mengalami penurunan nilai kekerasan, yaitu dari sebesar 2621.8 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 2689.9 pada jam ke-60. Data perubahan tekstur (kekerasan dan kelengketan) mi selama penyimpanan dapat dilihat pada lampiran 11-14.

Kenaikan nilai kekerasan mi kemungkinan disebabkan oleh air yang menguap selama penyimpanan. Sedangkan penurunan kekerasan mi disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroorganisme yang telah mendekomposisi nutrisi, terutama protein yang terdapat di dalam mi basah matang tersebut sehingga berpengaruh terhadap kekerasan mi basah matang. Menurut Fardiaz (1989), semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya, bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Pembentukan tekstur mi dipengaruhi oleh protein yang ada dalam mi, yaitu gluten, sehingga apabila ada mikroba yang memecah protein maka kualitas tekstur mi akan menurun.

Kelengketan (adhesiveness) menunjukkan kecenderungan suatu bahan untuk menempel pada bahan lain. Nilai kelengketan ini bernilai negatif karena berada di bawah absis. Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi nilai kelengkatan awal mi basah matang. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa kelengketan awal mi dengan penambahan ekstrak temu kunci berbeda nyata dengan mi kontrol (p<0.05), dimana mi dengan ekstrak temu kunci memiliki nilai kelengketan yang lebih tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ekstrak temu kunci yang ditambahkan berupa ekstrak cair yang kental dan lengket. Akan tetapi penambahan NaCl ternyata tidak berpengaruh terhadap nilai kelengketan mi. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji statistik yang tidak berbeda nyata (p>0.05) antara penambahan NaCl 4 % baik pada mi dengan penambahan ekstrak temu kunci maupun mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci.

Hasil analisis kelengketan terhadap mi basah matang selama penyimpanan menunjukkan mi basah matang semakin lengket hingga jam ke-36, namun kelengketannya semakin menurun pada jam selanjutnya.

Adanya peningkatan nilai kelengketan mi basah ini kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme seperti pembentukan lendir oleh bakteri yang menyebabkan mi menjadi berlendir dan lebih lengket. Menurut Fardiaz (1989), bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh pada makanan dapat menyebabkan makanan berlendir.

5. Total Mikroba

Mi basah matang merupakan mi basah mentah yang telah mengalami proses pemasakan, baik melalui perebusan maupun pengukusan (Astawan, 1999). Karena itulah, syarat mutu mikrobiologi untuk total mikroba mi basah matang mengikuti standar SNI untuk makanan siap santap yang juga telah melalui proses pemasakan, seperti ikan pindang, bandeng presto dan kripik tempe goreng, dimana jumlah total mikroba yang disyaratkan tidak boleh lebih dari 105 CFU/g atau 5 log CFU/g.

Berdasarkan hasil penelitian, seperti terlihat pada Gambar 13, diketahui bahwa jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % hampir mencapai 5 log CFU/g pada jam ke-12, dengan jumlah total


(2)

mikroba masing-masing untuk mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % sebesar 3.7 log CFU/g dan 4.3 log CFU/g.

Mi basah matang dengan penambahan ekstrak temu kunci memiliki waktu yang lebih lama untuk mencapai jumlah total mikroba sebesar 5 log CFU/g dibandingkan mi kontrol. Jumlah total mikroba mi basah dengan ekstrak temu kunci 1 % dan mi dengan NaCl 4 % hampir mencapai 5 log CFU/g pada jam ke-24, dengan jumlah total mikroba masing-masing sebesar 4.72 dan 4.91 log CFU/g.

Terdapat perbedaaan antara hasil pengamatan secara subyektif dan mikrobiologi pada kerusakan mi basah matang. Berdasarkan hasil pengamatan secara subyektif, yaitu dengan parameter bau asam, mi kontrol baru dinyatakan rusak dan tidak dapat diterima lagi pada jam ke-42, padahal secara mikrobiologi mi tersebut telah dinyatakan rusak pada jam ke-24 karena telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap dengan jumlah total mikroba sebesar 2.2 x 106 CFU/g (Tabel 1).

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00

0 12 24 36 48 60

jam

lo

g

cf

u

/g

kontrol NaCl 4%

ekstrak 1% ekstrak 1% + NaCl 4%

Gambar 2. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi terhadap pertumbuhan total mikroba selama penyimpanan

Tabel 1. Perbandingan umur simpan mi basah matang hasil pengamatan secara subyektif dan mikrobiologi

Sampel mi

Lama penyimpanan sampai dinyatakan rusak Subyektif (bau

asam)

Mikrobiologi (jumlah total mikroba > 105)

Kontrol 42 jam 24 jam

NaCl 4 % 54 jam 24 jam

Ekstrak temu kunci 1 % 54 jam 36 jam Ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % 54 jam 36 jam Kecenderungan yang sama terjadi juga

pada mi dengan penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl. Mi dengan NaCl 4 % secara subyektif baru dinyatakan rusak pada jam ke 54. Namun, secara mikrobiologi mi tersebut telah dinyatakan rusak pada jam ke-24 karena jumlah total mikrobanya telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap, yaitu sebesar 2.1 x 106 CFU/g.

Mi dengan ekstrak temu kunci 1 % dan mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % baru dinyatakan rusak secara subyektif pada jam ke-54. Namun jumlah total mikrobanya telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36, yaitu

masing-masing sebesar 1.05 x 106 CFU/g dan 2.09 x 106 CFU/g.

Adanya perbedaan antara hasil analisis secara subyektif dan mikrobiologi ini disebabkan karena pada saat jumlah total mikroba telah tidak dapat diterima sesuai SNI untuk makanan siap santap (1 x 105 CFU/g), hasil analisis secara subyektif belum menunjukkan tanda-tanda kerusakan seperti munculnya bau asam atau pun berlendir sehingga lama penyimpanan mi dinyatakan lebih lama.

Menurut Ray (2001), untuk dapat menghasilkan perubahan yang terdeteksi secara subyektif seperti munculnya bau asam dan lendir, mikroorganisme (terutama


(3)

bakteri dan khamir) harus tumbuh sampai mencapai level tertentu yang disebut dengan level deteksi kerusakan. Umumnya level deteksi kerusakan ini bervariasi dari 106 sampai 108 CFU/g, CFU/ml, dan CFU/cm2 tergantung dari jenis bahan pangan, tipe kerusakan dan jenis mikrobanya (Ray, 2001).

6. Total Kapang

Menurut SNI, jumlah total kapang maksimum yang boleh ada pada mi basah

mentah adalah sebesar 1 x 104 CFU/g. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan kapang selama penyimpanan mi pada suhu kamar menunjukkan bahwa jumlah total kapang mi basah matang kontrol telah melebihi batas SNI pada jam ke-60, yaitu sebesar 1.1 x 104

CFU/g (Gambar 14). Sedangkan jumlah total kapang pada mi dengan NaCl 4 % belum mencapai 1 x 104 CFU/g (masih berjumlah 1.8 x 103 CFU/g) sampai jam ke-60.

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

0.00 12.00 24.00 36.00 48.00 60.00

jam

lo

g

c

fu

/g

kontrol NaCl 4%

ekstrak 1% ekstrak 1% + NaCl 4%

Gambar 2. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi terhadap pertumbuhan kapang selama penyimpanan

Pertumbuhan kapang pada mi basah matang dapat dihambat oleh penambahan ekstrak temu kunci. Hal ini terlihat dari tidak adanya pertumbuhan kapang sampai jam ke-24 dan pertumbuhan kapang yang masih kurang dari 1 x 102 sampai dengan jam ke-60 pada mi ekstrak temu kunci 1 % (Gambar 2). Hal serupa juga terjadi pada mi dengan penambahan kombinasi 1 % ekstrak temu kunci dan NaCl 4 %.

7. Organoleptik a. Warna

Penambahan ekstrak temu kunci pada mi basah matang tidak menyebabkan kesukaan panelis terhadap warna mi berbeda terlalu jauh. Berdasarkan hasil skor rata-rata penilaian oleh panelis, warna mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi dengan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, mi kontrol, dan mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 %, dengan skor masing-masing sebesar 3.90, 3.88, 3.80, dan 3.79.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa keempat sampel tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05). Hal ini berarti penambahan ekstrak temu kunci tidak berpengaruh terhadap kesukaan akan warna mi.

b. Aroma

Hasil uji hedonik terhadap rasa mi basah matang pada, menunjukkan bahwa aroma mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 %, dengan skor masing-masing sebesar 3.37, 3.13, 2.27, dan.2.00.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa penambahan ekstrak temu kunci menyebabkan aroma mi berbeda nyata dengan mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci (p<0.05), dimana mi tanpa penambahn eksrak temu kunci lebih disukai. Sedangkan penambahan NaCl tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan. Hal ini terlihat dari hasil yang menunjukkan mi kontrol tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan mi NaCl 4 %, begitu pula dengan mi ekstrak temu kunci 1 % yang juga tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %.

Adanya perbedaan ini disebabkan karena terdapat aroma temu kunci yang khas pada mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci. Aroma khas temu kunci ini kemungkinan berasal dari komponen terpenoid seperti monoterpenoid (geranedial


(4)

dan neral) yang berasal dari minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak temu kunci.

Aroma khas temu kunci pada mi ini membuat mi kurang dapat diterima. Hal ini ditunjukkan oleh kecilnya skor (± 2.00) yang diberikan oleh panelis karena aroma mi menjadi seperti aroma jamu yang umumnya kurang disukai.

c. Rasa

Hasil uji hedonik terhadap rasa mi basah matang pada Gambar 17, menunjukkan bahwa rasa mi basah matang yang disukai berturut-turut oleh panelis adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 % dengan skor masing-masing sebesar 3.77, 3.00, 2.31, dan 2.00.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa penambahan ekstrak menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap rasa mi basah matang. Hal ini terlihat dari hasil yang menunjukkan bahwa mi tanpa penambahan ekstrak yang berbeda nyata dengan mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci (p<0.05). Cukup rendahnya rata-rata skor untuk rasa terhadap mi dengan penambahan ekstrak temu kunci (± 2.00) menunjukkan bahwa mi basah dengan penambahan ekstrak temu kunci memiliki rasa yang kurang disukai oleh para panelis. Hal ini disebabkan karena mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci memiliki rasa yang sedikit pahit.

Penambahan NaCl pada mi dengan ekstrak temu kunci ternyata tidak berbeda nyata antara mi ekstrak temu kunci 1 % dengan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % (p>0.05). Sedangkan penambahan NaCl pada mi tanpa penambahan ekstrak berbeda nyata antara mi kontrol dengan mi NaCl 4 %, dimana mi NaCl 4 % lebih disukai oleh panelis karena lebih gurih.

d. Tekstur

Hasil uji hedonik terhadap tekstur mi basah matang pada Gambar 18, menunjukkan bahwa tekstur mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 % dengan skor masing-masing sebesar 4.03, 3.53, 3.42, dan 3.04.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa penambahan NaCl sebesar 4 % pada mi menunjukkan hasil kesukaan terhadap tekstur yang berbeda nyata

(p<0.05) baik pada mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci maupun mi tanpa ekstrak temu kunci. Penambahan ekstrak temu kunci sendiri juga memberikan hasil kesukaan terhadap tekstur yang berbeda nyata dengan mi tanpa ekstrak temu kunci (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan NaCl sebesar 4 % dan ekstrak temu kunci sebesar 1 % memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap tekstur mi. Namun, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan mi NaCl 1 %. e. Overall

Hasil uji hedonik terhadap overall mi basah matang pada, menunjukkan bahwa secara overall mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 % dengan skor masing-masing sebesar 3.63, 3.33, 2.62, dan 2.29.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa mi dengan penambahan ekstrak temu kunci berbeda nyata dengan mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci (p<0.05). Namun, penambahan NaCl baik pada mi dengan ekstrak temu kunci maupun mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini berarti bahwa penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1 % pada mi menunjukkan hasil kesukaan secara overall yang berbeda dari mi tanpa penambahan ekstrak. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan ekstrak temu kunci menyebabkan perubahan aroma dan rasa pada mi basah matang. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Semakin tinggi konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan ke dalam adonan mi menyebabkan warna mi menjadi semakin kuning. Aroma mi memiliki aroma khas temu kunci dan rasa yang menjadi agak sedikit pahit, yang intensitasnya semakin meningkat seiring penambahan konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi garam dapur (NaCl) yang ditambahkan ke


(5)

dalam adonan mi menyebabkan rasa mi menjadi semakin asin.

Penurunan pH mi kontrol dan mi dengan ekstrak temu kunci 1 % lebih besar daripada mi NaCl 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 %. Penambahan NaCl sebesar 4 % maupun penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1 % tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Hal ini ditunjukkan oleh nilai aw mi

keempat sampel yang tidak berbeda nyata.

Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi warna (nilai oHue) mi basah matang. Sedangkan penambahan NaCl pada mi tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap nilai oHue. Selama

penyimpanan, terjadi penurunan nilai L pada mi kontrol dan mi NaCl 4 %. Sedangkan mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % mengalami kenaikan nilai L selama penyimpanan dan mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % cenderung tidak mengalami perubahan nilai L selama penyimpanan.

Penambahan NaCl sebesar 4 % pada adonan mi tidak menunjukkan perbedaan terhadap nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Sedangkan penambahan ekstrak temu kunci 1 % menunjukkan perbedaan nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Selama penyimpanan terjadi penurunan nilai kekerasan mi dan kenaikkan nilai kelengketan mi.

Secara subyektif, dengan parameter bau asam, mi kontrol rusak setelah lama penyimpanan 42 jam. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 %, mi dengan garam dapur (NaCl) 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % secara subyektif telah rusak setelah lama penyimpanan 54 jam. Namun jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap (105 log CFU/g) pada jam ke-24. Sedangkan jumlah total mikroba mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36.

Ekstrak temu kunci 1 % dan garam dapur (NaCl) 4 % pada mi mampu menghambat pertumbuhan kapang selama penyimpanan. Hal ini terlihat dari tidak adanya pertumbuhan kapang sampai jam ke-24 dan pertumbuhan kapang yang masih kurang dari 1 x 102 sampai dengan jam ke-60 pada mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 %

Penambahan ekstrak temu kunci tidak berpengaruh terhadap kesukaan panelis akan warna mi. Aroma dan tekstur mi tanpa

penambahan ekstrak temu kunci lebihdisukai daripada mi dngan ekstrak temu kunci 1 %. Rasa mi NaCl 4 % lebih disukai daripada mi lainnya. Mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci secara overall lebih disukai daripada mi dengan ekstrak temu kunci 1 %.

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa mi yang direkomendasikan untuk diaplikasikan selanjutnya adalah mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl sebesar 4 %. Hal ini dikarenakan mi dengan dengan formula tersebut memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba yang lebih baik daripada mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci. Selain itu, mi ini memiliki rasa yang dapat lebih diterima daripada mi dengan hanya penambahan ekstrak temu kunci 1 %.

B. Saran

Rasa yang sedikit pahit pada mi basah dan aroma yang cukup tajam akibat penambahan ekstrak temu kunci perlu dikurangi atau dihilangkan dengan mencoba cara penambahan ekstrak temu kunci yang lain agar mi dapat lebih disukai oleh konsumen. Cara lain yang dapat dicoba antara lain seperti penambahan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) pada air untuk merebus mi atau dapat juga dicoba diaplikasikan pada pembuatan edible coating mi.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, dan Budiyanto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Astawan, M. 1999. Membuat Mie dan

Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Bogasari, 2005. Manual Produksi Mie.

Departemen Research and Development Bogasari, Jakarta.

Chamdani. 2005. Pemilihan Bahan Pengawet yang Sesuai pada Produk Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan.

Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.

. Analisis Mikrobiologi Pangan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.


(6)

Fardiaz, D., Apriyantono, A., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S., Suliantari, dan Dewanti, R. 1988.

Senyawa Antimikroba. Laboratorium Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Frazier, W.C. dan Westhofft, D.C., 1978. Food Microbiology. Mc. Graw-Hill Co, New York.

Gracecia, D. 2005. Profil Mie Basah yang Diperdagangkan di Bogor dan Jakarta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Haraguchi, H., Kuwata, Y., Inada, K., Miyahara, M., Nagao, dan Yagi, A. 1998. Antifungal Activity from A. galanga and the Competition for Incorporation of Unscihirated Fatty Acid in Cell Growth. Plant Med. 62 (4) : 308.

Harbone, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Patmawinata, K. dan Sudiro, I. (penerjemah). Penerbit ITB, Bandung Hoseney, R.C. 1998. Principles Cereal Science

and Technology second edition. American Associate of Cereal Chemist. St Paul Minnesota, USA.

Kidmose, U., Edenleboss, M., Norbeek, R. dan Christensen, L.P. 2002. Colour Stability of Vegetables. Di dalam: Colour in Food : Improving Quality. Mac. Dougall, D.B. (ed.). CRC Press, Washington.

Kruger, J. E., Matsuo, R. B., dan Dick, J. W. 1996. Pasta and Noodle Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc, St. Paul, Minnesota.

Maga, J.A. 1990. Compound Structure Versus Bitter Taste. Di dalam : Biterness in Foods and Beverages. Rouseff, R.L. (ed.). Elsevier, New York.

Maturin, L., dan Peeler, J. T. 2001. Bacteriological Analytical Manual.

http://usfda_cfsan.com/bacteriolocical_an alytical_manual/apl.htm. [13 November 2006]

Miskelly, D.M. 1996. The Use of Alkali for Noodle Processing. Di dalam : Pasta and Noodle Technology. Kruger, Et.Al.(Eds.). American Association of Cereal Chemist. Minnesota, USA.

Munir, A. 2001. Fakta Jenis Tanaman Rempah : Temu Kunci. Di dalam: Sutarno, H. Dan S. Atmowidjojo (eds.). Tantangan Pengembangan dan Fakta Jenis Tanaman Rempah. Yayasan Prosea, Bogor.

Mothana, R.A. dan Lindequist, V. 2005. Antifungal Activity of Thailand Spices. Di dalam : Abad, M. J. Ansuategui, M., dan Bermejo, P. (eds.) Active antifungal substances from natural sources. Journal ARKIVOC 2007 (vii) 116-145.

Priyatna, N. 2005. Profil Mie Basah yang diperdagangkan di Tanggerang dan Bekasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Pursgelove, S.W., Brown, E.G., Green, C.L.

dan Robbins, S.R.L. 1981. Spices 2. Longman Inc. New york.

Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology Second Edition. CRC Press, USA.

Shallenberger. 1993. Taste Chemistry. Chapman and Hill, USA.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik, Bharata Karya Aksara, Jakarta

Thongson, C., Mahakarnchanakul, W., dan Wanchaitanawong, P. (2005) Antimicrobial Activity of Thai Rhizomatous Spices against Listeria monocytogenes and Salmonella Enteritidis Associated with Chicken Breast Meat. Journal of Food Protection, Vol. 68, Sup. A – pp. 66–192.

http://www.foodprotection.org/me etingsEducation/documents/IAFP %202005%20Poster%20Abstracts. pdf [13 November 2006]

Wong, S. 1996. Pembedaan daya antibakteri ekstrak temu kunci air dan ekstrak temu kunci etanol rimpang

temukunci terhadap Staphylococcus aureus. Ringkasan

Skripsi. Fakultas Farmasi UNIKA Widman. Di dalam : Penelitian Tanaman Obat di Berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia X. 2000. Balitbang Kesehatan, Pusat Penelitian Farmasi, DEPKES RI. Jakarta.

http://ftp.ui.edu/bebas/v12/artikel/t tg_tanaman_obat/depkes_2/buku1 0.pdf [13 November 2006]

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan. Gramedia Pustaka. Jakarta

Winarno, F.G. dan Rahayu, T.S. 1994. Bahan Tambahan untuk Pangan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan NaCl dan Garam Dapur terhadap Perubahan Dimensi Gips Tipe III pada Pembuatan Model Kerja Gigitiruan

1 57 70

Pengaruh Penambahan Larutan Garam Dapur dan NaCl 2% terhadap Setting Time dan Kekuatan Kompresi Gips Tipe III sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

2 72 81

Pengaruh Penambahan Larutan Garam Dapur Dan Nacl 2%Terhadap Setting Time Dan Kekuatan Kompresi Gips Tipe Iii Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

10 57 81

Pengaruh Konsentrasi Bubuk Bawang Putih dan Garam Dapur (NaCl) Terhadap Mutu Tahu Selama Penyimpanan Pada Suhu Kamar

1 45 114

PENGARUH EKSTRAK TEMU KUNCI ( BOESENBERGIA PANDURATA ROXB) TERHADAP AKTIVITAS FASCIOLA HEPATICA SECARA IN-VITRO

0 7 57

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL EKSTRAK ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) PADA BERBAGAI VARIASI KOMPOSISI KITOSAN.

22 56 95

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata ROXB.) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS PADA AYAM BROILER - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 13

DAYA TABIR SURYA DAN ANTIOKSIDAN FORMULA KRIM EKSTRAK RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L) DAN RIMPANG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht)

0 0 15

Pengaruh ekstrak rimpang temu kunci (Boesenbergia Pandurata(ROXB) Schlecht) terhadap nyeri yang diinduksi oleh fenil benzokuinon - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 13

Pengaruh ekstrak rimpang temu kunci (Boesenbergia Pandurata(ROXB) Schlecht) terhadap nyeri yang diinduksi oleh fenil benzokuinon - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 11