Belanda. Karena Republik Indonesia merupakan suksesor Belanda, maka pulau tersebut adalah wilayah Indonesia.
173
C. Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Perjanjian Damai dalam Hukum
Islam dan Hukum Internasional
Usaha untuk penyelesaian sengketa dengan damai lebih banyak diharapkan oleh masyarakat internasional daripada penyelesaian sengketa dengan kekerasan.
Dalam sejarah masyarakat internasional telah sepakat bahwa prinsip penyelesaian dengan cara damai. Prinsip tersebut telah dituangkan dalam Konvensi Den Haag
1907 yang kemudian dituangkan pula dalam Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB. Ketentuan Pasal 2 ayat 3 ini kemudian dijabarkan pada Pasal 33 Piagam PBB.
174
A. Sanksi Terhadap Pelanggaran Perjanjian Perdamaian dalam Hukum Islam
Namun perlu diketahui, bahwa dengan sejalannya perdamaian yang telah diupayakan oleh masyarakat internasional, disisi yang lain tidak menutup
kemungkinan terdapat pelanggaran yang ditimbulkan dan berasal dari masyarakat internasional itu sendiri. Pelanggaran tersebut tentunya bisa terjadi atas
kesengajaan ataupun kealpaan dari masyarakat internasional tersebut. Sehingga dengan demikian perlu ditetapkan sanksi yang diharapkan dapat meminimalisir
pelanggaran-pelanggaran sebelumnya pernah terjadi.
173
Sri Setianingsih Suwardi, Op.Cit, Hlm. 58
174
Ibid , Hlm. 231
Menghormati perjanjian adalah anjuran illahi yang adil demi menjaga tujuan syariat yang diemban oleh dakwah Islamiyah, menegakkan perdamaian dan
tidak dirusak oleh permusuhan dan makar tipu daya. Tidak boleh membatalkan perjanjian setelah disepakati, atau mengingkari poin-poin yang ada di dalamnya
sebagaimana perintah Allah Ta’ala dalam banyak ayat Al-Qur’an diantaranya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu...” QS. Al-Maidah: 1.
Demikian pula segala kesepakatan berupa perjanjian seorang manusia kepada orang lain, bakal menjadi pertanyaan atas dirinya pada hari kiamat kelak, sepperti
firman Allah Ta’ala: “Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabnya.
” QS. Al-Isra’: 34. Dan juga, perjanjian dikatakan sebagai hukum yang harus dihormati dan tidak boleh diselisihi. Sehingga, setia
dan hormat padanya sejalan dengan sifat keimanan yang kokoh, seperti firman Allah Ta’ala: “Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu
berlaku lurus pula terhadap mereka. ” QS. At-Taubah: 7.
Sementara itu, dalil-dalil yang melarang keras sikap khianat pada perjanjian, sangat banyak dalam literatur Islam, di antaranya:
1 Menyelisihi janji dan kesepakatan termasuk di antara sifat kaum munafik.
Allah Ta’ala berfirman tatkala menyifati orang-orang yang beriman dalam firman-Nya: “Yaitu orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak
melanggar perjanjian. ” QS. Ar-Ra’d: 20
Ibnu Katsir w. 774 H dalam tafsirnya menyatakan, maknanya adalah mereka tidak seperti kaum munafik yang jika berjanji ia ingkari, jika
berdebat curang, jika berbicara ia dusta, dan jika diberi amanah ia khianati.
175
B. Sikap khianat merupakan indikasi ketidaksempurnaan iman seseorang
hamba. Dalam sebuah hadits, dari Anas bin Malik ra. w. 93 H, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sempurna iman bagi seorang yang
tidak amanah, dan tidak sempurna agama seorang yang tidak menepati perjanjiannya.
” HR. Al-Baihaqi No. 13065HR. At-Thabarani No. 10553 Abdullah bin Umar ra. w. 73 H berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Ada empat sifat yang terdapat pada diri seseorang yang menunjukkan bahwa ia benar-benar munafik. Jika ada padanya salah satu dari sifat-
sifat ini, maka pada dirinya terdapat sifat munafik hingga ia meninggalkannya: 1 Jika berbicara ia berbohong, 2 Jika berjanji ia
mengingkari, 3 Jika membuat perjanjian ia khianat, 4 Jika berselisih ia berlaku curang.
” HR. Bukhari No. 34HR. Muslim No. 58
Umar bin Khatthab berkata: “Janganlah engkau terpedaya dengan salat dan puasa seseorang, sebab siapapun bisa salat dan puasa. Akan tetapi
yang perlu diperhatikan tidak sempurna agama seseorang yang tidak menepati janji.
”
176
C. Sikap khianat akan merugikan pelakunya di hari kiamat kelak. Dari Ibnu
Umar ra. ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Akan dipancangkan bagi pengkhianat, termasuk mengkhianati perjanjian itu
panji-panji sendiri pada hari kiamat kelak, lalu diserukan: Ini adalah
175
Ibnu Katsir, Op.Cit, Hlm. 450
176
Al-Baghawi, Syarh al-Sunnah, Cet. III, Beirut: al-Maktabah al-Islami, 1403 H1983 M, Hlm. 75, dikutip dalam Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.Cit, Hlm. 396
pengkhianatan fulan bin fulan. ” HR. Bukhari No. 6178HR. Muslim No.
1360 Mengomentari lafadz hadits, “Ini adalah pengkhianatan fulan bin fulan,”
Ibnu Hajar Al-Asqalani w. 852 H menyatakan dalam bukunya Fath Al- Bari
bahwa hal itu adalah tanda dan ciri bagi pengkhianatan yang akan ditampakkan pada hari kiamat di hadapan seluruh khalayak. Dalam hal ini
terdapat keterangan akan besarnya dosa khianat baik yang berasal dari pemegang perintah pemimpin maupun yang menerima perintah
rakyat.
177
1 Sabda Rasulullah SAW kepada Abu Rafi’ w. 40 H tatkala diutus oleh
kaum Quraisy menemui Rasulullah SAW, Allah Ta’ala membuka hatinya menerima Islam. Lalu ia ingin menetap di Madinah bersama Rasulullah
SAW. Namun karena masih terikat dengan perjanjian Hudaibiyah bersama kaum Quraisy, maka beliau Nabi SAW berkata padanya:
Dari sini tampak anjuran dalam syariat untuk senantiasa berpegang pada perjanjian dan larangan mengkhianatinya. Di antara keterangan yang menguatkan
hal ini adalah:
“Sungguh aku tidak akan melanggar mengkhianati perjanjian dan tidak pula menahan menawan utusan, karenanya kembalilah kepada mereka.
Dan jika di hatimu masih ada sesuatu yang engkau dapati saat ini yakni iman maka kembali lah kemari.
” HR. Abu Daud No. 2760
177
Al-Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih Bukhari, Cet. I, Beirut: Daar al-Ma’riat, 1993, Hlm. 71, dikutip dalam Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.Cit, Hlm. 397
2 Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash w. 65 H dari Nabi SAW, beliau
bersabda: “Siapa yang membunuh jiwa seorang mu’ahad, maka ia tidak bakal mendapatkan bau surga. Padahal, bau surga itu tercium sejauh
perjalanan empat puluh tahun.” HR. Bukhari No. 3166 3
Kisah dua utusan Musailamah Al-Kaddzab w. 12 H kepada Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Salamah bin Nu’aim bin Mas’ud
Al-Asyja’i. Selepas membaca surat yang dibawa oleh keduanya, Nabi SAW lantas bertanya: “Apa yang kalian berdua lakukan?” Keduanya
menjawab: “Kami mengatakan sebagaimana yang ia Musailamah katakan.
” Lalu Nabi SAW bersabda: “Demi Allah, seandainya utusan itu boleh dibunuh, sungguh aku telah menghukum mati kalian berdua.
” HR. Abu Daud No. 2763
Perlu digaribawahi, pernyataan Nabi SAW untuk menghukum mati mereka dalam riwayat ini disebabkan mereka telah mutad keluar dari agama
karena meyakini ajaran Musailamah al-Kaddzab w. 12 H yang mengaku sebagai Nabi dan membawa risalah baru. Sebagian sarjana Islam kontemporer
menyatakan bahwa hukuman mati itu bukan karena kemurtadannya semata, akan tetapi penampakannya dalam bentuk yang dapat melahirkan fitnah pada agama
orang awam, mengancam stabilitas keamanan publik, moral masyarakat, atau eksistensi negara Islam itu sendiri. Argumen lain yang menguatkan pernyataan ini
bahwa pada prinsipnya negara Islam al-daulah al-islamiyah tegak atas agama. Kondisinya itu menyerupai orang yang melakukan pengkhianatan terhadap negara
menurut istilah saat ini, dan seluruh negara sejak dahulu hingga hari ini sepakat menjatuhkan hukuman mati bagi para pengkhianat terhadap negara.
2. Sanksi Terhadap Pelanggaran Perjanjian Perdamaian dalam Hukum
Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB adalah organisasi internasional yang
lahir pada 24 Oktober 1945. PBB dapat dikategorikan sebagai organisasi internasional terluas dan terlengkap, tetapi juga amat kompleks. Dikatakan
demikian, karena ruang lingkup PBB adalah meliputi semua negara di dunia, baik anggota maupun bukan. Hingga saat ini, sebagai organisasi besar atau organisasi
internasional par excellence yang dikenal dunia dan masyarakat internasional, PBB memiliki pengaruh dan peranan dalam mempertahankan kelangsungan hidup
umat manusia di dunia, khususnya di bidang perdamaian dan keamanan internasional international peace and security ataupun di bidang ekonomi sosial.
Salah satu lembaga yang berpengaruh dalam tata kehidupan hubungan internasional adalah Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan merupakan salah
satu dari 6 badan utama PBB. Negara-negara anggota PBB telah melimpahkan tanggungjawab utama kepada Dewan Keamanan DK untuk mengurusi masalah
pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB. Semua negara anggota telah menyetujui untuk
menerima dan melaksanakan keputusan-keputusanDewan Keamanan, termasuk keputusan Dewan Keamanan untuk menjatuhkan sanksi militer terhadap anggota-
anggota PBB yang dianggap menyalahi prinsipprinsip Piagam PBB dan mengancam pemeliharaan perdamaian.
178
178
Sumaryo Suryokusumo, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: Tatanusa, 2007, Hlm 17
Wewenang Dewan Keamanan dalam mencapai tujuan utama, khususnya dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional dilakukan dengan dua
cara, yaitu usaha penyelesaian sengketa secara damai Bab VI Piagam dan penyelesaian sengketa secara paksa berupa tindakan terhadap adanya ancaman
perdamaian, pelanggaran perdamaian dan tindakan agresi. Bab VII Piagam. Pada hakikatnya wewenang Dewan Keamanan tersebut merupakan konsekuensi logis
dari tanggung jawab utama Dewan Keamanan.Demi terciptanya perdamaian dan keamanan internasional, Dewan Keamanan PBB menempuh dua pendekatan,
yakni penyelesaian sengketa internasional secara damai dan penyelesaian sengketa secara paksa.
Cara-cara penyelesaian sengketa di atas, baik dilakukan secara damai maupun secara paksa merupakan upaya menghindari terjadinya konflik lebih luas
yang memungkinkan terganggunya perdamaian dan keamanan internasional. Namun, jika upaya-upaya penyelesaian sengketa secara damai gagal dan pihak
yang berkonflik tidak mematuhi Piagam PBB, khususnya Bab IV yakni mengadakan tindakan-tindakan yang mengancam perdamaian, melanggar
perdamaian, dan negara tersebut tetap melancarkan agresi terhadap negara lain, maka, Dewan Keamanan dapat menjatuhkan sanksi kepada negara tersebut
melalui sebuah resolusi.
Adapun sanksi yang dapat dikenakan kepada negara yang tidak mematuhi sesuai dengan Pasal 41 Piagam PBB berupa:
1 Pemutusan seluruhnya atau sebagian hubungan ekonomi;
2 Pemutusan hubungan kereta api;
3 Pemutusan hubungan laut;
4 Pemutusan hubungan udara;
5 Pemutusan hubungan pos;
6 Pemutusan hubungan radio;
7 Pemutusan hubungan telegrap;
8 Pemutusan hubungan alat-alat komunikasi lainnya, serta
9 Pemutusan hubungan diplomatik.
Dewan keamanan menjatuhkan sanksi yang bersifat memerintah mandatory sebagai alat untuk melaksanakan keputusan apabila perdamaian
terancam dan upaya diplomatik gagal. Penggunaan sanksi adalah upaya untuk melaksanakan upaya terhadap satu negara atau entitas supaya patuh terhadap
tujuan yang telah ditentukan oleh Dewan Keamanan tanpa menggunakan kekerasan. Sanksi merupakan alat penting bagi Dewan untuk melaksanakan secara
paksa keputusan-keputusannya. Namun begitu, keprihatinan juga dinyatakan mengenai kemungkinan dampak negatif sanksi terhadap perekonomian negara
dunia ketiga, dimana hubungan perdagangan dan ekonomi mereka dengan negara yang dikenai sanksi menjadi terganggu.Belum lagi kemungkinan dampak buruk
dari sanksi terhadap segmen penduduk yang rawan seperti wanita dan anak- anak.
179
Dewan keamanan tetap berkewajiban untuk menghormati persamaan kedaulatan, hak negara untuk mempertahankan kemerdekaan politik dan
kedaulatan wilayahnya.Selain itu tindakan Dewan Keamanan haruslah didasarkan atas prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional sesuai dengan ketentuan
Pasal 1 ayat 1. Juga ketika sanksi telah dilaksanakan dan masalah sudah reda, campur tangan PBB harus segera dihentikan, tidak perlu berkepanjangan.
Jika sanksi ekonomi tidak cukup untuk mengatasi masalah tersebut, Dewan Keamanan dapat mengambil tindakan dengan mempergunakan angkatan
laut, udara yang mungkin diperlukan. Dalam hal diambil tindakan ini, negara- negara anggota memberikan pernyataan kesanggupannya untuk menyediakan
angkatan bersenjata bagi Dewan Keamanan dan bantuan-bantuan serta fasilitas- fasilitas serta hak-hak lalu lintas apabila diminta persetujuannya.Apabila ada
negara anggota yang bukan merupakan anggota Dewan, memberikan persetujuannya dalam menyediakan angkatan bersenjata, Dewan mengundang
negara itu untuk ikut mengambil keputusan mengenai pemakaian angkatan bersenjata itu. Jadi tindakan-tindakan militer tersebut walaupun dengan
persetujuan Dewan Keamanan, tetap berada di bawah pengawasan negara- negarayang berpartisipasi.
180
179
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pengetahuan Dasar tentang Perserikatan Bangsa- Bangsa
, hlm. 80
180
Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, edisi II, Bandung: PT. Alumni, 1997, Hlm. 27
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan