Metode Penyelesaian Sengketa Perbandingan Mengenai Peneyelesaian Sengketa dan Perdamaian Antara Hukum Islam dengan Hukum Internasional

terjadi perdamaian dunia adalah kesadaran dari diri sendiri dan pemikiran, perbuatan yang tidak semena-mena agar tidak terjadi kesalahpahaman dan konflik atau keributan di tengah masyarakat.Manusia harus memiliki suatu tujuan yang sama dengan orang lain untuk bersatu dan berjuang demi mewujudkan perdamaian dunia. 63 a. Sadar dibentuknya peraturan, patut dan wajib mematuhi peraturan. Selain itu harus saling mengalah, tidak egois dan selalu menghargai orang lain. Jika hanya berpikir untuk kepentingan sendiri tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain, kebersamaan pun tentu tidak akan terbentuk dengan baik. Dari kebersamaan tersebut, akan menjadi awal mula bisa terbentuknya perdamaian. Setelah terbentuknya kebersamaan juga diiperlukan kesadaran. Maksud dari kesadaran itu adalah dituntut untuk sadar terhadap situasi. Contohnya dengan: b. Sadar terhadap kekurangan dan kelebihan orang lain. c. Sadar bahwa memiliki perbedaan dengan orang lain seperti suku, adat istiadat, agama, ras, dan status sosial. d. Sadar untuk mengendalikan diri dan menempatkan diri

B. Metode Penyelesaian Sengketa

1. Penyelesaian secara Damai Metode-metode penyelesaian sengketa-sengketa internasional secara damai atau bersahabat dapat dibagi dalam klasifikasi berikut ini: 63 Ibid 1 Negosiasi Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tua digunakan umat manusia. Ia merupakan perundingan yang diadakan secara langsung antara para pihak dengan tujuan mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. 64 Cara ini sangat praktis dan efektif. Hal ini disebabkan karena cara penyelesaian dengan negosiasi selain para pihak dapat berhubungan secara langsung, para pihak juga saling memberikan pengertian tentang apa yang dikehendaki, oleh karenanya kedua belah pihak dapat bertindak dengan bijaksana untuk menyelesaikan sengketa yang mereka hadapi. 65 Negosiasi antarnegara biasanya dilakukan melalui saluran diplomatik, artinya dilakukan oleh pejabat Departemen Luar Negeri, atau perwakilan diplomatik dimana ia ditempatkan. Dalam hal masalah yang dirundingkan sangat teknis maka anggota delegasi biasanya terdiri dari wakil-wakil departemen terkait. Namun ada kemungkinan telah ditentukan pihak yang berwenang untuk mengadakan negosiasi dalam kaitannya dengan masalah yang akan dirundingkan. Misalnya masalah perdagangan akan dirundingkan oleh pihak Departemen Perdagangan masing-masing pihak. 66 Negosiasi juga sering dipakai dalam rangka kerja organisasi internasional. Dalam rangka PBB maka Majelis Umum sering dipakai oleh anggota PBB untuk mengadakan negosiasi antara anggota PBB untuk membicarakan isu-isu internasional yang sedang dihadapi oleh masyarakat internasional. Negosiasi dalam rangka organisasi internasional dengan cara pendekatan diplomatik secara 64 J.G. Starke, Op.Cit, Hlm. 648-649 65 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 7 66 Ibid informal akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan perdebatan konfrontasi secara terbuka. Sekretaris Jenderal PBB dalam tugasnya sering menjalankan negosiasi dengan negara-negara anggota PBB. Sebagai contoh ketika PBB mengadakan negosiasi dengan Badan Tenaga Atom Internasional International Atomic Energy Agency- IAEA dengan Resolusi Majelis Umum No. 1115 XI memberi wewenang pada Komite Penasihat untuk Penggunaan Tenaga Atom untuk Kepentingan Damai The Adivisory Committee on the Peaceful Uses of Atomic Energy . 67 a. Manakala kedudukan para pihak tidak seimbang, di mana salah satu pihak kuat, sedangkan pihak lain lemah. Dalam keadaan ini, pihak yang kuat Agar negosiasi sebagai cara penyelesaian sengketa berhasil, maka antarpara pihak yang bersengketa harus ada kepercayaan akan penyelesaian dengan negosiasi. Adanya ketidakpercayaan antarpihak dapat menyebabkan tidak tercapainya penyelesaian sengketa mereka. Jika negosiasi untuk menyelesaikan sengketa mengalami jalan buntu, maka kemungkinan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan mengadakan perjanjian yang memberikan kompensasi pada salah satu untuk dapat mencairkan isu substansi. Negosiasi hanya terjadi bila para pihak masih mau berunding. Jika kedua blah pihak terlibat dalam sengketa yang serius, biasanya kedua belah tidak mau berunding, bahkan sering para pihak akan menarik perwakilan diplomatiknya. Adapun kelemahan utama penggunaan cara ini dalam penyelesaian sengketa adalah: 67 Ibid , Hlm. 11 berada dalam posisi untuk menekan pihak yang lain. Hal ini acap kali terjadi manakala dua pihak bernegosiasi untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka. b. Bahwa proses berlangsungnya negosiasi acapkali lamban dan memakan waktu lama. Alasannya, jarang sekali ada persyaratan penetapan batas waktu bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi. c. Manakala suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya. Keadaan ini dapat mengakibatkan proses negosiasi menjadi tidak produktif. 68 2 Mediasi Mediasi merupakan cara penyelesaian melalui pihak ketiga, yang kemudian disebut dengan mediator. Ia bisa berbentuk negara, organisasi internasional misalnya PBB, atau individu politikus, ahli hukum, atau ilmuwan, yang ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupaya mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa. 69 “Bahwa usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak bersahabat terhadap suatu pihak yang merasa Pasal 3 dan 4 The Hague Convention on the Peaceful Settlement of Disputes menyatakan: 68 Huala Adolf, Op.Cit, Hlm. 19-20 69 Ibid , Hlm. 21 dirugikan. Tugas utama mediator dalam upayanya menyelesaikan suatu sengketa adalah mencari suatu kompromi yang diterima para pihak.” Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa mediator bisa individu, negara atau organisasi internasional. Bagi organisasi internasional seperti PBB ataupun organisasi regional penyelesaian sengketa secara damai antaranggotanya merupakan tujuan dari organisasi. 70 Atas prakarsa Sekjen PBB Boutros-Boutros Ghali 1993 dialog segitiga diaktifkan kembali. Setelah Boutros-Boutros Ghali diganti, peran Sekjen PBB diganti oleh Kofi Annan. Kofi Annan menunjuk Jamsheed Marker untuk menangani masalah Timor Timur atas nama PBB. Pada 5 Mei 1999 telah disetujui kesepakatan antarpihak yang dikenal sebagai persetujuan New York. Dalam persetujuan New York tersebut disetujui adanya jajak pendapat rakyat Timor Timur untuk berdiri sendiri atau terus bergabung dengan Indonesia. Jajak pendapat tersebut diselenggarakan pada 30 Agustus 1999. Peran Sekjen PBB atas kasus Timor Timur ini mula-mula dilakukan Sekjen Perez de Cuellar berperan Sebagai contoh bagaimana peran PBB pada masalah Timor Timur. Pada tahun 1985 atas permohonan para pihak maka diadakan dialog antara Indonesia, Portugal dan Sekjen PBB. Namun perundingan itu tidak berjalan mulus tersendat-sendat, di mana Indonesia mengatakan bahwa Timor Timur atas kehendak rakyat Timor Timur telah berintegrasi dengan Indonesia, sedangkan Portugal menghendaki adanya referendum. 70 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 18 sebagai pemberian jasa-jasa baik, kemudian dilanjutkan oleh Boutros-Boutros Ghali dan Kofi Annan sebagai mediator. 71 Mediator harus mempunyai “itikad baik” dan tidak memihak. Hal ini disebabkan bahwa para pihak dengan itikad baik menyerahkan sengketa pada mediator dengan harapan bahwa mediator dapat menyelesaikan sengketanya dengan baik. Jadi kepercayaan para pihak pada mediator tidak boleh disia-siakan oleh mediator untuk mendekatkan para pihak. Mediator dapat mengusulkan suatu proposal sehingga kedua belah pihak akan menerima. Mediator juga dapat mengatur di mana para pihak akan bertemu di tempat yang netral. Dalam hal para pihak tidak dapat menerima usulan yang disampaikan oleh mediator hal ini disebabkan bahwa para pihak tidak terikat oleh proposal mediator, atau karena para pihak tidak dapat menerima tindakan mediator maka mediasi tidak dapat dilakukan. 72 Seperti halnya dalam negosiasi, tidak ada prosedur khusus yang harus ditempuh dalam proses mediasi. Para pihak bebas menentukan prosedurnya. Yang penting adalah kesepakatan para pihak, mulai dari proses pemilihan mediator, cara mediasi, diterima atau tidaknya usulan-usulan yang diberikan oleh mediator, sampai pada berakhirnya tugas mediator. 73 1. Membangun komunikasi antar-disputing parties; Secara singkat dapat dikatakan bahwa fungsi mediasi adalah sebagai berikut: 71 Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Globalisasi , Bandung: Penerbit Alumni, 2000, Hlm. 198 72 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 19 73 Huala Adolf, Op.Cit, Hlm. 21 2. Melepaskan atau mengurangi ketegangan di antara disputing parties sehingga dapat diciptakan atmosfer yang kondusif untuk melakukan negosiasi; 3. Dapat menjadi saluran informasi yang efektif bagi disputing parties; 4. Mengajukan upaya penyelesaian yang memuaskan disputing parties. 3 Pencarian Fakta Enquiry Suatu sengketa kadangkala mempersoalkan konflik para pihak mengenai suatu fakta. Meskipun suatu sengketa berkaitan dengan hak dan kewajiban, namun acapkali permasalahannya bermula pada perbedaan pandangan para pihak pada fakta yang menentukan hak dan kewajiban tersebut. Pencarian fakta enquiry dapat dilaksanakan oleh suatu komisi yang permanen. Individu maupun organisasi terpilih untuk memberikan expert opinion-nya. 74 Pencarian Fakta enquiry mula-mula dilahirkan tahun 1980 dalam Konferensi Den Haag I atas inisiatif Kaisar Nicholas I. Dalam Konferensi Den Haag II tahun 1907 menegaskan dan menyempurnakan prosedur ketentuan- ketentuan dalam Konferensi Den Haag I. 75 1. Komisi Pencarian Fakta bertujuan menjernihkan fakta-fakta; Dalam Konferensi Den Haag II tahun 1907 tugas dan cara kerja Komisi Pencarian Fakta Enquiry dicantumkan dalam Bab II, Pasal 9-36. Pada garis besarnya menyatakan bahwa Komisi Pencarian Fakta adalah sebagai berikut: 2. Komisi dibentuk atas persetujuan kedua belah pihak; 74 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.Cit, Hlm. 263 75 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 22 3. Laporan komisi ini tidak mengikat para pihak. 76 Cara penggunaan pencarian fakta ini biasanya ditempuh manakala cara- cara konsiliasi dan negosiasi telah dilakukan dan tidak menghasilkan suatu penyelesaian. Tujuan dari suatu penyelidikan, tanpa membuat rekomendasi- rekomendasi yang spesifik, adalah untuk menetapkan fakta yang mungkin diselesaikan, dan dengan cara demikian memperlancar suatu perundingan. 77 1. Membentuk suatu dasar bagi penyelesaian sengketa di antara dua negara. Tujuan lain, sebagaimana diungkapkan oleh Huala Adolf, disebutkan sebagai berikut: 2. Mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional. 3. Memberikan informasi guna membuat putusan di tingkat internasional Pasal 34 Piagam PBB. 78 4 Konsiliasi Konsiliasi memiliki arti yang luas dan sempit. Dalam pengertian luas, konsiliasi mencakup berbagai ragam metode manakala suatu sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan negara-negara lain atau badan penyelidik dan komite-komite penasihat yang tidak berpihak. Sementara itu, dalam pengertian sempit, konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah komisi atau komite untuk membuat laporan beserta usul-usul kepada para pihak bagi penyelesaian sengketa tersebut. Sehingga dapat dikatakan, konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa di mana para pihak setuju untuk menyerahkan 76 Ibid 77 J.G. Starke, Op.Cit, Vol. II, Hlm. 674 78 Huala Adolf, Op.Cit, Hlm. 29 penyelesaian sengketanya pada komisi baik permanen ataupun ad hoc, di mana tugas konsiliasi adalah mempelajari sebab-sebab timbulnya sengketa dan mencoba untuk merumuskan penyelesaian secara tidak memihak sebagaimana yang diminta oleh para pihak. 79 Proses konsiliasi pada umumnya diberikan kepada sebuah komisi yang terdiri dari beberapa orang anggota, tapi terdapat juga yang hanya dilakukan oleh seorang konsiliator. Komisi-komisi Konsiliasi diatur dalam Konvensi-konvensi the Hague 1899 dan 1907 untuk Penyelesaian Damai Sengketa-Sengketa Internasional. Komisi tersebut dapat dibentuk melalui perjanjian khusus antara para pihak dan tugasnya harus menyelidiki serta melaporkan tentang situasi fakta dengan ketentuan bahwa isi laporan itu bagaimanapun tidak mengikat para pihak dalam sengketa. Ketentuan-ketentuan yang actual dalam konvensu-konvensi itu menghindari kata-kata yang dapat dapat dianggap mewajibkan para pihak untuk menerima suatu laporan Komisi. 80 Komisi konsiliasi boleh yang sudah terlembaga atau sementara, yang berfungsi untuk menetapkan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Akan tetapi putusannya tidak mengikat para pihak. 81 79 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 34 80 J.G. Starke, Op.Cit, Vol. II, Hlm. 673 81 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.Cit, Hlm. 262 Konsiliasi terkadang digambarkan sebagai kombinasi antara enquiry dan mediasi. Konsiliator yang telah dipilih berdasarkan perjanjian antara para pihak, menyelidiki fakta-fakta yang menjadi sengketa dan mengusulkan penyelesaiannya. Konsiliasi lebih formal dan kurang fleksibel jika dibandingkan dengan mediasi. Jika usul mediator tidak diterima, maka mediator dapat mengusulkan usul lain. Sedangkan konsiliator hanya dapat membuat satu laporan a single report.Pada umumnya konsiliator terdiri dari komisi yang terdiri dari beberapa anggota, yang biasanya diatur dalam perjanjian bilateral atau multilateral, namun tidak menutup kemungkinan untuk menunjuk satu konsiliator. Sebagai contoh tahun 1977 ketika Uganda, Kenya, dan Tanzania yang semula bergabung dalam Masyarakat Afrika Timur yang didorong oleh Bank Dunia untuk membagi asetnya telah menunjuk Dr. Victor Umbricht diplomat Swiss untuk bertindak sebagai konsiliator. 82 5 Jasa-Jasa Baik Peranan pihak ketiga dalam usaha mencari penyelesaian sengketa adalah pihak ketiga berusaha mendekatkan pihak-pihak yang bersengketa agar mereka langsung dapat berunding. Pihak ketiga hanya memberikan saran-saran secara garis besar bagaimana sengketa itu akan diselesaikan oleh kedua belah pihak, tanpa ikut langsung dalam perundingan. Peran ketiga di sini hanya menyarankan kepada kedua belah pihak untuk merundingkan dan mencari penyelesaian sengketa. Bila para pihak yang sedang bersengketa telah berhasil berunding, maka selesailah peran pihak ketiga. Pihak ketiga di sini dapat perorangan individu, negara ataupun organisasi internasional. 83 Keikutsertaan pihak ketiga dalam suatu penyelesaian sengketa ada dua macam, yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga itu sendiri 82 Ibid , Hlm. 37 83 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 16 yang menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaikan sengketa. Dalam dua cara tersebut, syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak. 84 6 Arbitrase Arbiterase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat binding. Secara modern arbitrase dikenal dalam Perjanjian Jay tahun 1974, perjanjian antara Amerika Serikat dengan Inggris, di mana ditentukan bahwa jika timbul selisih antara mereka maka akan diselesaikan oleh komisi nasional yang ditunjuk yang terdiri dari pihak ketiga yang tidak memihak. Ini adalah bentuk arbiterase pertama, komisi Amerika Serikat dan Inggris yang menyelesaikan sengketa tidak melalui pengadilan dalam arti modern tetapi penyelesaian sengketa dengan mempertimbangkan pertimbangan yuridis dan pertimbangan diplomatik untuk menghasilkan satu penyelesaian sengketa. 85 Penyelesaian sengketa antarnegara melalui arbitrase telah lama dikenal dalam hukum internasional. Pada tahun 1899 dibentuklah Mahkamah Arbitrase Tetap Permanent Court of Arbitration. Mahkamah ini berkedudukan di Den Haag di Peace Palace, tempat kedudukan ICJ, namun walaupun mahkamah ini merupakan permanent court, akan tetapi mahkamah ini bukan pengadilan dalam arti sebenarnya dan sifat permanen ini bukan menunjukkan sifat tetap, namun merupakan suatu panel arbitrator. Arbitrator ini terdiri dari daftar ahli hukum 84 Huala Adolf, Op.Cit, Hlm. 21 85 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 40 terkemuka yang berasal dari negara-negara peserta Konferensi Den Haag, nama- nama arbitrator diterbitkan setiap tahun. 86 Oleh karena dalam arbitrase melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa maka arbitrase ini mempunyai kebaikan sama dengan mediasi. Arbitrase yang berpengaruh sama dengan mediasi yang berpengaruh, karena pada tekanan dari luar pada para pihak diperlukan untuk mendorong para pihak menerima penyelesaian sengketanya. Arbitrase lebih fleksibel dibandingkan dengan penyelesaian melalui pengadilan, di mana didalam arbitrase para pihak dapat menentukan di mana perwasitan itu akan berlangsung dan dapat menentukan dan memilih arbiter sesuai dengan kemampuannya, prosedur yang akan diterapkan, kekuatan dari keputusannya melalui perumusan terms of referencenya yang disebut juga hasil kompromi para pihak. Kelebihan selanjutnya bahwa proceding arbitrase tetap konfidensial sifatnya. 87 7 Penyelesaian di Bawah Naungan PBB Penyelesaian melalui jalur politik yang menggunakan jasa PBB dapat dilakukan oleh Sekretaris Jenderal Sekjen PBB, Majelis Umum, maupun Dewan Keamanan. Sekjen PBB seringkali diminta untuk menjadi mediator atau memberikan jasa baik oleh pihak-pihak yang bersengketa. Hal ini karena pada umumnya seorang Sekjen PBB dianggap netral dan mamiliki kompetensi untuk membantu menyelesaikan sengketa oleh kedua belah pihak yang bersengketa. 88 86 Ibid 87 Ibid , Hlm. 41 88 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.Cit, Hlm. 264 Sebagai pengganti Liga Bangsa-Bangsa, organisasi PBB yang dibentuk tahun 1945, telah mengambil alih sebagian besar tanggung jawab untuk menyelesaikan sengketa-sengketa internasional. Dalam upayanya menciptakan perdamaian dan keamanan internasional, PBB memiliki empat kelompok tindakan, sebagai berikut: 89 1. Preventive Diplomacy, yaitu suatu tindakan untuk mencegah timbulnya suatu sengketa di antara para pihak, mencegah meluasnya suatu sengketa, atau membatasi perluasan suatu sengketa.Cara ini dapat dilakukan oleh Sekjen PBB, Dewan Keamanan, Majelis Umum atau oleh organisasi- organisasi regional dengan bekerja sama dengan PBB. Misalnya adalah upaya yang dilakukan Sekjen PBB Kofi Anan dalam upayanya mencegah konflik Amerika Serikat – Irak menjadi sengketa terbuka mengenai keengganan Irak untuk mengijinkan UNSCOM memeriksa dugaan adanya senjata biologi atau pemusnah massal yang disembunyikan di wilayah Irak. 2. Peace Making, yakni tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa untuk saling sepakat, khususnya melalui cara-cara damai, seperti termaktub dalam Bab VI Piagam PBB. Tujuan PBB dalam hal ini berada di antara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian.Diantara dua tugas ini terdapat kewajiban untuk mencoba membawa para pihak yang bersengketa agar tercapai kesepakatan dengan cara-cara damai. 89 https:klinikhukum.wordpress.com20070725penyelesaian-sengketa-internasional-dalam- kerangka-pbb. Diakses pada tanggal 27 Maret 2015, pukul 20.00 WIB 3. Peace Keeping, yakni tindakan untuk mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan perdamaian dengan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Biasanya PBB mengirimkan personel militer, polisi PBB, dan juga personel sipil. Kendati sifatnya militer, namun mereka bukan pasukan perang atau angkatan bersenjata angkatan perang.Cara ini adalah suatu teknik yang ditempuh untuk mencegah konflik maupun untuk menciptakan perdamaian.Peace Keeping merupakan “penemuan” PBB. Sejak pertama kali dibentuk, peace keeping telah menciptakan stabilitas yang berarti di berbagai wilayah konflik.Sejak 1945 hingga 1992, PBB telah membentuk 26 kali operasi Peace Keeping. Sampai Januari 1992 tersebut, PBB telah menggelar 528.000 personil militer, polisi dan sipil. Mereka telah mengabdikan hidupnya di bawah bendera PBB. Sekitar 800 dari jumlah tersebut yang berasal dari 43 negara telah tewas dalam tugasnya. 4. Peace Building, yakni tindakan untuk mengindentifikasi dan mendukung struktur-struktur yang ada guna memperkuat perdamaian untuk mencegah suatu konflik yang telah didamaikan berubah kembali menjadi konflik. Tindakan ini lahir setelah berlangsungnya konflik.Cara ini bisa berupa proyek-proyek kerja sama yang konkrit yang menghubungkan dua atau lebih negara yang menguntungkan di antara mereka. Hal demikian tidak saja menyumbang pembangunan, ekonomi dan sosial, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan yang merupakan syarat fundamental bagi perdamaian. 5. Peace Enforcement, yakni wewenang Dewan Keamanan berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu tindakan agresi. Dalam menghadapi situasi ini, dengan mendasarkan pada pasal 41 Piagam Bab VII, Dewan berwenang untuk memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik atau militer. Bab VII yang membawahi pasal 41 Piagam ini dikenal pula sebagai gigi-nya PBB the teeth of the United Nations. Contoh penerapan sanksi ini misalnya saja putusan Dewan Keamanan tanggal 4 November 1977. Putusan ini mengenakan embargo senjata terhadap Afrika Selatan berdasarkan Bab VII Piagam sehubungan dengan kebijakan negara tersebut yang menduduki Namibia. 8 Penyelesaian melalui Organisasi Regional Penyelesaian melalui Organisasi Regional seharusnya dilakukan lebih dahulu oleh para pihak yang bersengketa sebelum membawa sengketa tersebut ke forum yang lebih luas internasional atau dalam hal ini Dewan Keamanan PBB. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 52 Piagam PBB: a. Tidak adanya ketentuan dalam Piagam ini yang menghalang-halangi adanya pengaturan-pengaturan ataupun badan-badan regional untuk menangani masalah-masalah yang bertalian dengan pemeliharan perdamaian dan keamanan ditangani menurut cara sesuai bagi kawasan bersangkutan, asalkan pengaturan-pengaturan ataupun badan-badan beserta tindakan-tindakan mereka demikian itu sesuai dengan prinsip- prinsip dan tujuan PBB. b. Anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ikut serta dalam pengaturan-pengaturan semacam itu ataupun badan-badan yang dimaksud itu harus melakukan segala usaha untuk mencapai penyelesaian secara damai atas penikaian-pertikaian setempat melalui pengaturan-pengaiuran atau badan-badan regional itu, sebelum mengajukan kepada Dewan Keamanan. c. Dewan Keamanan akan memberikan dorongan untuk pengembangan penyelesaian secara damai atas pertikaian setempat melalui pengaturan- pengaturan atau badan-badan regional itu baik atas usaha negara-negara yang bersangkutan maupun atas anjuran Dewan Keamanan. Selanjutnya Pasal 53 Piagam PBB menetapkan bahwa Dewan Keamanan PBB secara tepat dapat memanfaatkan penyelesaian regional atau badan-badan hukum di bawah otoritasnya. Namun demikian, tidak ada tindakan penegakan dapat diambil di bawah mekanisme regional tanpa otoritas Dewan Keamanan PBB. 90 2. Penyelesaian Secara Paksa atau Kekerasan Apabila negara-negara tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa mereka secara bersahabat, maka cara pemecahan yang 90 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.Cit, Hlm. 266 mungkin adalah dengan melalui cara-cara kekerasan. Prinsip-prinsip dari cara penyelesaian melalui kekerasan adalah: 1 Perang dan tindakan bersenjata nonperang Perang adalah cara terakhir yang ditempuh pihak yang bersengketa di mana salah satu pihak memaksakan pihak lain untuk menerima penyelesaian sengketa yang dikehendakinya. Dimana perang adalah suatu sengketa bersenjata antara dua negara atau lebih yang mempergunakan kekuatan masing-masing untuk dapat mencapai perdamaian setelah mendapat kemenangan. 91 “Apabila perselisihan antara negara-negara mencapai suatu titik ketika kedua belah pihak berusaha untuk memaksa, atau salah satu dari mereka melakukan tindakan kekerasan yang dipandang oleh pihak lain sebagai suatu pelanggaran perdamaian, maka terjadi hubungan perang. Dalam kondisi ini, pihak-pihak yang bertempur satu sama lain dapat menggunakan kekerasan sesuai dengan peraturan sampai salah satu dari mereka menerima syarat-syarat sebagaimana yang dikehendaki oleh musuhnya.” Dalam kasus driefoentein Consolidated Dold mines v Jonson , dikatakan perang itu: 92 a. Untuk merespons serangan bersenjata terhadap teritorial negara, contohnya hal yang dilakukan Kuwait terhadap Irak pada tahun 1990. Secara umum, ada empat kondisi diizinkannya penggunaan kekerasan menurut Hukum Kebiasaan Internasional, yakni: 91 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 206 92 J.G. Starke, Op.Cit, Vol. II, Hlm. 699 b. Mengantisipasi serangan militer armed attack atau ancaman terhadap keamanan negara, sehingga negara dapat menyerang lebih dulu untuk menetralisasi sesegera mungkin, misalnya pembenaran serangan terhadap reaktor nuklir Irak oleh Israel pada tahun 1981. c. Dalam merespons suatu serangan atau ancaman terhadap kepentingan negara seperti wilayah, warga negara, properti, dan hak-hak yang dijamin oleh hukum internasional. Sebagai contoh, serangan terhadap Uganda oleh Israel tahun 1977 dan AS terhadap Irak tahun 1993. d. “Attack” tidak harus dalam bentuk serangan bersenjata, tetapi dapat merupakan economic aggression dan propaganda. 93 2 Retorasi Retorasi adalah istilah tekhnis untuk pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan yang tidak pantas atau tidak patut dari negara lain. Balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat dalam konferensi negara yang kehormatannya dihina; misalnya, merenggangnya hubungan-hubungan diplomatik, pencabutan privilage-privilage diplomatik, atau penarikan diri dari konsesi-konsesi fiskal dan bea. 94 Jika kita perhatikan maka retorasi tidak melanggar hukum internasional. Sebaliknya bila dilihat dari kepentingan negara lawan, maka retorasi ini melanggar haknya. Ciri khas dari retorasi ini adalah bahwa tindakan pembalasan tidak bertentanganmelanggar hukum internasional. Hukum internasional sebagai 93 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.Cit, Hlm. 267 94 J.G. Starke, Op.Cit, Vol. II, Hlm. 699 tertib hukum ditinjau dari segi retorasi ini menunjukkan kelemahannya, karena pembelaan hak diserahkan pada pihak yang berkepentingan. Retorasi ini dalam praktiknya sangat bervariasi bentuknya maka sukar untuk memberikan kriteria yang dapat dijadikan pembenaran tindakannya. 95 Akan tetapi jika ternyata tindakan-tindakan retorasi yang sah dalam keadaan tertentu bisa menjadi sesuatu yang membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, serta keadilan, maka dalam keadaan ini ia tidak dibenarkan menurut Pasal 3 Ayat 2 Piagam PBB. Ketentuan ini yang menyatakan: “Negara-negara anggota harus menyelesaikan sengketa-sengketa mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan perdamaian dan keamanan internasional serta keadilan. ” 96 3 Tindakan-tindakan pembalasan Reprisals Pembalasan adalah metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untukmengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain denganmelakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan antaratindakan pembalasan dan retorsi adalah bahwa pembalasan mencakuptindakan yang pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan ilegalsedangkan retorsi meliputi tindakan yang sifatnya balas dendam yang dapatdibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat berupa berbagai macam 95 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 197 96 J.G. Starke, Op.Cit, Vol. II, Hlm. 699 bentuk,misalnya, suatu pemboikotan barang-barang terhadap suatu negara tertentu,suatu embargo, suatu demonstrasi angkatan laut, atau pemboman. 97 Pada umumnya, praktik internasional menetapkan, suatu pembalasan hanya dibenarkan apabila negara yang menjadi lawan yang dituju oleh pembalasan ini bersalah melakukan tindakan yang sifatnya merupakan suatu pelanggaran internasional. Lebih lanjut, suatu pembalasan tidak akan dibenarkan apabila negara pelanggar itu tanpa diminta memberi ganti rugi akibat kesalahannya, atau apabila pembalasan itu melebihi proporsinya dalam kaitan dengan kerugian yang diderita. 98 a. Bahwa telah diusahakan untuk menyelesaikan sengketa dengan damai. Suatu tindakan kekerasan agar dapat dianggap sebagai tindakan pembalasan, maka tindakan itu harus memenuhi syarat-syarat: b. Bahwa pihak lawan telah melakukan tindakan melawan hukum. c. Bahwa tindakan pembalasan tersebut tidak dapat dilakukan dengan berlebih-lebihan. Misalnya tuntutan yang diajukan tidak seimbang dengan kerugian yang diderita. d. Bahwa tindakan pembalasan tersebut tidak boleh merugikan kepentingan negara ketiga dan warga negaranya. e. Tindakan pembalasan tersebut harus dihentikan bila keadaan yang dituntut telah dipenuhi oleh pihak lawan. Yang dimaksudkan dengan keadaan 97 https:www.academia.edu8898061HPSI. Diakses pada tanggal 26 Maret 2015, pukul 16.00 WIB 98 Ibid tersebut adalah keadaan pemulihan hak atau penggantian kerugian yang menjadi sebab dilakukan tindakan pembalasan. 99 Tindakan pembalasan sendiri dapat dibedakan antara tindakan pembalasan yang positif dan yang negatif. Tindakan pembalasan yang positif adalah tindakan yang dalam keadaan normal merupakan tindakan yang melanggar hukum internasional. Sedangkan yang dimaksudkan dengan tindakan pembalasan negatif adalah suatu penolakan untuk melakukan kewajiban internasional, misalnya pemenuhan kewajiban untuk suatu perjanjian internasional. 100 4 Blokade secara damai Pacific Blockade Blokade damai adalah blokade yang dilakukan pada waktu damai untuk memaksa negara yang diblokade agar memenuhi permintaan ganti rugi yang diderita negara yang memblokade. Blokade damai sudah lebih dari reprisal, tetapi masih dibawah perang. Pada waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu negara yang terlibat perang lazim dilakukan oleh angkatan laut. Namun blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. 101 Blokade secara damai disebutkan dalam Pasal 42 Piagam PBB yaitu sebagai salah satu tindakan yang dapat diambil oleh Dewan Keamanan dalam menjalankan tugasnya untuk memulihkan dan mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional. 102 99 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 198 100 Ibid , Hlm. 199 101 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.Cit, Hlm. 269 102 Sri Setianingsih Suwardi, Opcit, Hlm. 200 Blokade secara damai diberlakukan untuk tujuan mengakhiri kerusuhan atau untuk menjamin pelaksanaan yang semestinya atas traktat-traktat, atau untuk mencegah perang, seperti dalam kasus blokade atas Yunani pada tahun 1886 untuk menjamin dilucutinya senjata pasukan-pasukan Yunani yang dihimpun di dekat perbatasan. Dengan cara demikian, menghilangkan kemungkinan konflik dengan Turki. Dari sudut pandang ini blokade secara damai boleh dipandang sebagai suatu prosedur kolektif yang diakui untuk memperlancar penyelesaian sengketa-sengketa antarnegara.

C. Fungsi dan Peranan Perjanjian Damai

Dokumen yang terkait

Sengketa Pulau Kuril Antara Rusia Dan Jepang Ditinjau Dari Hukum Internasional

12 171 88

Tinjauan Hukum Internasional Mengenai Eksistensi Konsul Kehormatan (Honorary Consul) Dalam Hubungan Konsuler (Studi Kasus: Konsul Kehormatan Jerman Di Medan)

16 129 136

Penyelesaian Sengketa Hadhanah Menurut Perspektif Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam

3 143 147

KAJIAN MENGENAI PUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KUIL PREAH VIHEAR ANTARA THAILAND DAN KAMBOJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

17 121 90

SENGKETA AMBALAT ANTARA RI-MALAYSIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL

0 4 95

Lembaga Perdamaian Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Pandangan Peradilan Islam Dan Hukum Positif

0 0 12

BAB II PENGATURAN MENGENAI PENYELESAIAN SENGKETA DAN PERDAMAIAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengaturan Hukum tentang Penyelesaian Sengketa dan Perdamaian - Perbandingan Mengenai Peneyelesaian Sengketa dan Perdamaian Antara Hukum Islam dengan Hukum Internasiona

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbandingan Mengenai Peneyelesaian Sengketa dan Perdamaian Antara Hukum Islam dengan Hukum Internasional

0 0 17

Perbandingan Mengenai Peneyelesaian Sengketa dan Perdamaian Antara Hukum Islam dengan Hukum Internasional

0 0 9

BAB II PENGATURAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA PULAU KEPULAUAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Defenisi Sengketa, Konflik, Sejarah Dan Prinsip-Prinsip Hukum Internasional yang mengatur mengenai Hukum Laut Internasional - Penyelesaian Sengketa Spartly Islands

0 0 51