memanggil Ali bin Abi Thalib ra. W. 40 H untuk menulis isi perjanjian itu. Beliau mendiktekan pada Ali: “Bismillahir rahmanir rahim.” Suhail menyela:
“Tentang Ar-Rahman, demi Allah aku tidak tahu siapa Dia?” Tapi tulislah: “Bismika Allahuma.” Nabi pun memerintahkan Ali untuk menulis seperti itu.
Kemudian beliau berkata lagi: “Ini adalah perjanjian yang ditetapkan Muhammad Rasul Allah.” Suhail kembali menyela: “Andaikan kami tahu engkau adalah Rasul
Allah tentu kami tidak akan menghalangimu untuk memasuki Masjidil Haram, tidak pula memerangimu. Tapi tulislah: “Muhammad bin Abdillah.” Beliau pun
berkata: “Bagaimanapun juga aku adalah Rasul Allah sekalianpun kalian mendustakanku.” Lalu beliau memerintahkan Ali bin Abi Thalib menulis seperti
usulan Suhail dan menghapus kata-kata Rasul Allah yang tertulis. Namun Ali menolak untuk menghapusnya. Akhirnya beliau yang menghapus tulisan itu
dengan tangannya sendiri.
42
C. Jenis-jenis Perdamaian
Jenis-jenis perdamaian dalam kajian hukum Islam disesuaikan pada dua tabiat hubungan, yakni hubungan yang bersifat permanen daaim dan temporer
muaqqat. Perjanjian yang sifatnya permanen al-Mu’ahadah al-Daimah adalah perjanjian yang tidak boleh dibatalkan oleh imam pemerintah secara sepihak
kendati dalam pembatalan tersebut terdapat maslahat bagi kaum muslimin, selama
42
Ibid , Hlm. 363-364
pihak kedua tidak menyelisihi poin-poin perjanjian. Ini dinamakan sebagai akad dzimmah
.
43
1 Jenis yang jumlahnya terbatas, yakni jumlah orang yang mengikat
perjanjian dengan kaum muslimin terbatas. Perjanjian jenis ini boleh diselenggarakan oleh setiap kaum muslimin dengan kaum nonmuslim, dan
ia disebut juga dengan akad al-aman. Sementara itu, perjanjian yang sifatnya temporer al-Mu’ahadah al-
Muaqqat terbagi menjadi dua jenis:
2 Jenis yang jumlah tidak terbatas, dan ia dinamakan sebagai al-hudnah;
dinamakan pula al-muwada’ah, al-mu’ahadah, al-musalamah, dan al- muhadanah
. Berikut ini adalah rincian jenis-jenis dari perdamaian menurut hukum
Islam: 1.
Akad Dzimmah Jizyah Secara etimologi dzimmah berarti al-ahdu perjanjian dan al-aman
jaminan keamanan, al-dhaman jaminan, al-kafalah tanggungan, al-haq keberhakan. Adapun dzimmah menurut terminologi berarti akad perjanjian
damai yang sifatnya permanen dengan golongan selain kaum muslimin sebagai jaminan bagi mereka untuk tinggal di negara Islam, dalam keadaan terjamin
keselamatan diri, harta, dan kehormatan mereka. Muhammad bin Al-Hasan Al- Syaibani w. 189 H menyatakan: “Akad dzimmah adalah perjanjian penghentian
perang, dan keharusan bagi ahlu dzimmah tunduk kepada segala ketentuan aturan
43
Wabah Az-Zuhaili, Op.Cit, Hlm. 358, dikutip dalam Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.Cit, Hlm. 364
Islam dalam hal-hal yang berkaitan dengan hubungan perjanjian, serta rela tinggal di negeri Islam.”
44
1 Firman Allah Ta’ala dalam Surat At-Taubah ayat 29: “Perangilah orang-
orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar agama Allah, yaitu orang-orang yang diberikan al-Kitab kepada
mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
” Berikut merupakan dasar pemberlakuan akad dzimmah, yaitu:
Surat At-Taubah ini turun setelah penaklukan kota Mekkah tahun 9 H. Khusus ayat di atas diturunkan tatkala Rasulullah SAW memerintahkan
para sahabat beranjak menuju Tabuk untuk menghadapi pasukan Romawi dan sekutu-sekutunya dari kabilah Kristen bangsa Arab. Penetapan akad
dzimmah dalam syariat serta pemungutan jizyah mulai berlaku setelah turunnya surat At-Taubah ini.
2 Dari Sulaiman bin Buaraidah ra. w. 105 dari bapaknya w. 63 H, ia
berkata: “Rasulullah SAW jika hendak mengutus panglima perang beliau akan memberi wasiat akan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dan kebaikan
pada diri pribadinya serta kaum muslimin yang bersamanya.” Beliau bersabda: “Jika engkau berhadapan dengan musuh dari musyrikin, maka
ajaklah mereka pada salah satu dari tiga perkara: Ajaklah mereka pada
44
Al-Sarakhsi, al-Mabsuth, t.Cet, Beirut: Daar al-Fikr li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1421 H2000 M, Hlm. 238, dikutip dalam Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.Cit, Hlm. 366
Islam; bila mereka menyambutnya maka terimalah dan tahan diri kalian. Jika mereka menolak, maka ajaklah mereka untuk membayar jizyah; bila
mereka menyambutnya maka terimalah dan tahan diri kalian. Namun jika mereka menolak juga, maka mohonlah pertolongan pada Allah dan
perangilah mereka. ” HR. Muslim No. 1731
Melalui akad ini, maka ahlul dzimmah berhak untuk berdomisili dalam negara Islam dan hidup bersama kaum muslimin, dengan hak dan kewajiban
sebagai warga negara yang sama terhadap negara, berupa jaminan keamanan serta kebebasan dalam hal mencari penghidupan serta menjalankan kehidupan
beragama sesuai dengan keyakinan masing-masing. Hikmah pensyariatan jizyah yaitu membangun jalinan sosial antara muslim dan nonmuslim. Hidup
berdampingan secara damai tidak jarang menjadi daya tarik nonmuslim untuk memeluk agama Islam. Selain itu, interaksi dengan kaum muslimin dapat dapat
menambah wawasan mereka tentang Islam. Diharapkan dari hubungan ini akan muncul para muallaf baru yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir.
45
2. Akad Al-Aman
Al-Aman menurut bahasa adalah lawan dari ketakutan. Namun, yang
dikehendaki dalam pembahasan di sini adalah penghentian membunuh dan berperang dengan musuh. Akad ini merupakan bagian dari rekayasa perang dan
kebaikan dalam perang. Terdapat beberapa definisi yang dilontarkan para sajana hukum Islam mengenai makna al-aman, di antaranya:
45
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Cet. I, Jakarta: Almahira, 2010, Hlm. 459
1 Definisi golongan Hanafiyah terhadap akad al-aman, al-Kasaani w. 587
H menyatakan: “Kata ini bermakna suatu proses di mana pasukan Islam mengepung benteng musuh, lalu mereka meminta jaminan keamanan, dan
kaum muslimin menyanggupi untuk memberi jaminan tersebut. 2
Al-Dasuqi w. 1230 H dari kalangan Malikiyah memberi definisi bagi akad al-aman
sebagai: “Hilangnya kebolehan menumpahkan darah dan mengambil harta golongan harbi kaum nonmuslim yang diperangi dalam
satu kancah peperangan dan lainnya, bersama dengan keluasan mereka tinggal di bawah hukum Islam dalam jangka waktu tertentu.”
3 Al-Syarbini w. 977 H dari ulama kalangan Syafi’i menyatakan: “Akad
al-aman adalah perjanjian yang diarahkan untuk meninggalkan perang dan pembunuhan terhadap kaum nonmuslim.”
Dari definisi akad al-aman yang dilontarkan para ulama di atas, maka yang tampak sebagai definisi terbaik adalah definisi al-Dasuqi w. 1230 H dari
kalangan Malikiyah. Definisi tersebut lebih dekat dengan maksud sebenarnya dan lebih universal, mencakup gambaran bagi kandungan akad al-aman tersebut.
Berikut merupakan dasar pemberlakuan akad al-Aman: 1
Fiman Allah Ta’ala berkenaan dengan permohonan Nabi Ibrahim AS dalam Surat Al-Baqarah ayat 126, yakni:
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di
antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. ”
2 Firman Allah Ta’ala kala menyebutkan nikmat-nikmat yang diberikan
kepada bangsa Quraisy dalam Surat Quraisy ayat 4, yakni: “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dari ketakutan. ”
3 Firman Allah Ta’ala tentang buah dari keyakinan yang benar dalam Surat
Al-An’am ayat 82, yakni: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman syirik, maka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
” 4
Dari Amru bin Syu’aib w. 118 H dari bapaknya dari kakeknya menyebutkan, Rasulullah SAW bersabda: “Seluruh kaum muslimin setaraf
dalam hak tuntutan atas darah, dan berlaku jaminan keamanan yang ia berikan hingga oleh seorang yang paling rendah kedudukannya di
antara mereka. ” HR. Abu Daud No. 2753
Dalam referensi para sarjana hukum Islam, akad al-aman terbagi menjadi dua jenis, yakni:
1 Akad al-Aman umum, artinya akad yang diadakan untuk kepentingan
sekelompok orang yang tak terhitung jumlahnya seperti penduduk di sebuah kawasan tertentu, dan yang boleh mengadakan akad aman
semacam ini hanya imam atau yang mewakilinya pemimpin.
46
46
Wahbah Zuhaili, Op.Cit, Hlm. 435
2 Akad al-Aman khusus, artinya akad yang diadakan untuk kepentingan
perorangan atau sekelompok orang yang terhitung jumlahnya seperti sepuluh orang atau hitungan di bawahnya.
47
3. Akad Hudnah
Hudnah , muwad’ah, mu’ahadah, musalamah dan muhadanah mempunyai
arti yang sama. Menurut bahasa adalah mushalahah berdamai. Sedangkan menurut syara’ adalah berdamai dengan orang-orang kafir musuh dengan
menghentikan peperangan hingga masa yang telah ditentukan disertai sejumlah uang pengganti atau tanpa pengganti, baik di lingkungan mereka ada seseorang
yang tetap memilih agamanya dan seseorang yang tidak tetap memilih agamanya. Akad hudnah diberlakukan dengan para musuh yang berdomisili di berbagai
negara yang mereka kuasai, bukan saat mereka mengambil alih negara kita secara paksa, seperti tindakan yang dilakukan bangsa Yahudi di Palestina. Pada saat
terjadi pengambilalihan secara paksa, maka menurut syara’ wajib mengusir mereka dari negara tersebut.
48
1 Firman Allah Ta’ala dalam Surat At-Taubah ayat 9, yakni:
Berikut merupakan dasar pemberlakuan akad hudnah:
“Inilah pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrikin yang kalian telah mengadakan perjanjian
dengan mereka. Maka berjalanlah kalian di bumi selama empat bulan
47
Ibid , Hlm 436
48
Ibid , Hlm. 447
dan ketahuilah bahwa kalian tidak dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir.
” 2
Firman Allah Ta’ala dalam Surat Al-Anfal ayat 61, yakni: “Tetap, jika mereka condong kepada perdamaian, maka terimalah dan
bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
” Ketika akad hudnah dihukumi sah, maka diwajibkan atas pihak yang
mengadakan akad hudnah dan orang-orang setelahnya yang berstatus sebagai iman pemimpin menjaga diri mereka dan melindungi dari sesuatu yang
menyakitkan sampai habisnya masa hudnah. Atau mereka membatalkan akad hudnah dengan ungkapan yang tegas dari mereka, atau mereka menyerang kaum
kaum muslim tanpa alasan yang jelas, atau mengirimkan surat tertulis kepada orang-orang kafir musuh dengan mengungkapkan kekurangan kaum muslimin,
atau dengan membunuh seorang muslim. Kita tidak harus melindungi dan memediasi kafir musuh. Karena hudnah bertujuan memberikan perlindungan,
bukan menjaga, berbeda dengan akad dzimmah.
49
D. Kewajiban Menghormati Perdamaian