Mengatasi kecemasan ketakutan pada anak

ruangan. Penkes yang diberikan tersebut adalah bagaimana hidup sehat, menjaga infus dan NGT, mobilitas dan hygienis pasien dan lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut: “Kita sambil edukasi bagaimana hidup sehat. Bagaimana hidup selanjutnya. Bagaimana kalo diinfus gaboleh tangannya digoyang- goyang” Partisipan 3 “Itu wajib kasih edukasi sama keluarga pasien. “Bu jaga infusnya ya. Payah mencari uratnya kan kecil-kecil. Posisi anaknya begini posisinya harus bagus ya bu.” Partisipan 4 “Iya semuanya sekalian mobilisasinya hygienisnya dikasih tau. Dan pergantianpun dikasih tau. Infus kalo udah tiga hari harus diganti. NGT juga tujuh hari harus diganti.” Partisipan 5

3.2. Mengatasi kecemasan ketakutan pada anak

Berdasarkan analisa data didapatkan ada 4 cara dalam mengatasi kecemasan ketakutan pada anak menurut partisipan yaitu 1 mengalihkan perhatian distraksi, 2 melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi, 3 memfasilitasi lingkungan yang aman dan nyaman, 4 memfasilitasi kunjungan sosial. 1. Mengalihkan perhatiandistraksi Partisipan dari penelitian ini mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi kecemasan ketakutan adalah dengan mengalihkan perhatian anak atau disebut distraksi. Mereka mengalihkan perhatian anak dengan cara memotivasi anak untuk menggambar dan mewarnai, mengajak anak bercerita, mengajak anak bercanda dan memberikan pujian pada anak. Universitas Sumatera Utara a. Memotivasi anak untuk menggambar dan mewarnai Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan salah satu cara mengalihkan perhatian distraksi dalam mengatasi kecemasan ketakutan pada anak adalah dengan memotivasi anak untuk menggambar dan mewarnai. Anak biasanya menggambar kupu-kupu, bebek atau lainnya sesuai dengan apa yang digemari mereka. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut : “Saya mendekatkan diri dengan ini saya menggambar di kakinya saya gambar itu gambar kupu-kupu di tangannya saya gambar itu” Partisipan 5 “Mewarnai itu. Kan dari orang sering ada buku-buku gambar ya kan pensil apa cat pensil itu. Nah kita kasih itu baru dia mewarnai.” Partisipan 6 “Kita mau gambar apa di plesternya?” Kan ada plester lebar- lebar kan. “Aku mau gambar kucinglah bu.” Senang dia. Jadi besok- besok mau diinfus, “Aku mau gambar bebek ya bu.” Kita janjikan terus dia mau.” Partisipan 8 b. Mengajak anak bercerita Beberapa partisipan pada penelitian ini mengatakan bahwa dengan mengajak anak bercerita sebelum tindakan adalah untuk mengalihkan perhatian agar anak tidak terfokus dengan tindakan yang sedang dilakukan perawat. Hal ini mereka sampaikan melalui pernyataan berikut : “Kita ajak ngomong-ngomong kalo anak-anak mungkin lebih banyak ke bujukannya” Partisipan 1 Universitas Sumatera Utara “Dengan cara kita ajak dulu cerita-cerita sebelum tindakan. Biar gak tertuju perhatiannya dengan memasukkan obat itu.” Partisipan 2 “Tapi kalo nyeri dipasang infus itu masih bisa dibilang “Oh tunggu hey itu ada apa itu?” Ntah hapa kita alihkan perhatiannya masih bisa.” Partisipan 3 “Kalo yang lima tahun gitukan kami bawa ceritalah kek gitu dialihkan perhatiannya” Partisipan 4 “Ditegur-tegur biar dia gak terfokus ada yang kerjain, ada nanti satu orang yang ajak- ajak bicara, dialihkan perhatiannya.” Partisipan 6 “Mau juga gini pas mau pasang kan . “Udah sekolah dek?” “Udah.” “1+1 berapa?” “2.” “2+2?” kita sambil kerjain. Gak terasa dia udah siap. Dialihkan perhatiannya gitu.” Partisipan 8 c. Mengajak anak bercanda Empat dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan bahwa mereka mengajak anak bercanda agar anak dapat terhibur sebelum melakukan tindakan atau di waktu lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut : “Kami kadang melawak sama pasien itu gimana untuk dia gitukan. Jadi langsung ketawalah pasien itu.” Partisipan 4 “Saya ajak bercanda ada pasien agak besar. “Sudah anak lajang. Udah kelas berapa?” umpamanya dia bilang kelas satu. “Kelas satu SMA atau SMP atau SD? Ada ceweknya?” Saya pancing tetap.” Partisipan 5 “Oo.. itu biasanya kami bilang apa namanya, “Sebentar ya biar jantungnya kita rekam biar nanti kita dengar suara-suaranya ntah Universitas Sumatera Utara nyanyi jantungnya di dalam atau jerit- jerit.”Baru nanti dia ketawa- ketawa.” Partisipan 6 “Sebagai sahabat kita harus bisa becanda dengan mereka. Kalo memberikan tindakan itu gak mesti kita tunjukkan apa yang mau kita ker jakan. Jadi kita bercandai dulu.” Partisipan 7 d. Memberikan pujian pada anak Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan bahwa mereka memberikan pujian pada anak agar anak tidak takut saat mereka akan melakukan tindakan pada anak. Hal ini mereka sampaikan melalui pernyataan berikut : “Paling kita bilang “Jangan takut ya ibu gak ngapa-ngapain ibu cuma liat aja. Eh ini siapalah namanya cantik kali.” Gitu-gitulah yang kita kerjakan.” Partisipan 1 “Bagaimanalah perasan ibu dekat ama anak. Kalo aku itulah. pendekatan, bujuk-bujuk. Angkat- angkat dia. dipuji puji. “Pintar ya. Aduh cantik kali. Siapa namanya?” Partisipan 5 “Terus kadang kita puji-puji dia. “Oh ini anak pande ini anak cantik ini. Dia paling pande disini.” Jadi pikirnya dia paling pandelah. Diam dia. Kalo dia udah ngerti ya .” Partisipan 8 2. Melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi Beberapa partisipan dari penelitian ini menjelaskan cara yang lain untuk mengatasi kecemasan ketakutan adalah dengan melakukan pendekatan pada anak lewat komunikasi. Komunikasi dengan anak yang dilakukan adalah untuk Universitas Sumatera Utara menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur, meyakinkan anak bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan, menyapa anak saat bertemu dan berdiskusi dengan anak tentang masalahnya. a. Menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur Tiga dari delapan partisipan dari penelitian ini mengatakan mereka menjelaskan tindakan kepada anak sebelum melakukan prosedur. Hal ini dilakukan agar anak tidak terkejut saat diberikan tindakan oleh partisipan. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut : “Kitakan dalam merawat pasien itu kita harus kenalkan apa yang mau dikerjakan biar dia gak terkejut.” Partisipan 2 “Lebih banyak kita komunikasikan ke anak-anaknya gak langsung main kasih tindakan.” Partisipan 4 “Jadi dari awal pas dia masuk ke kamar ini kita ajarin dulu. “Kita mau masukin obat ya nak. Coba bilang namanya nak.” Partisipan 7 b. Meyakinkan anak bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan mereka juga meyakinkan anak bahwa tindakan perawat tidak menyakitkan agar anak tidak merasakan ketakutan saat akan diberikan tindakan oleh partisipan. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut : “Kita bilang “Betul janji. Satu kali. Pokoknya kalo gak dapat ini ibu langsung keluar ya.” Gitu-gitulah biar mau.” Partisipan 1 Universitas Sumatera Utara “Kita cerita-cerita dulu sama pasiennya, “Halo dek kita pasang infus dulu ya. Ini tidak sakit Cuma sekali ibu bikin kaya digigit semut. Jangan nangis ya.” Partisipan 4 “Ya kita bilanglah supaya dia gak takut, “Sikit ya nak jarumnya kecil kok.” Kita tunjukkanlah jarumnya kecil. “Adek diujung gak nangis” Partisipan 8 c. Menyapa anak saat bertemu Beberapa partisipan mengatakan mereka menyapa anak dengan lembut saat bertemu. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut : “Kalo memang dia anak kecil ajak dulu berbicara dengan lembut hanya tegur sapa. “Halo udah makan? Enak?” Partisipan 3 “Kalo hanya bertegur sapa itu gampang kali sebetulnya. Hanya dengan “Halo selamat pagi siapa namanya nak?” Pancing terus biar dia mau.” Partisipan 5 “Caranya kalo ketemu pagi atau operan pagi, kita sapa mereka pa nggil namanya” Partisipan 7 d. Berdiskusi dengan anak tentang masalahnya Salah satu dari delapan partisipan mengatakan bahwa anak juga dapat berdikusi tentang masalahnya dengan perawat agar anak dapat memahami penyakitnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut : “Dan kalo kita ketemu kasih salam kasih tanya jawab sama dia apa masalahnya. Baru dia paham.” Partisipan 3 Universitas Sumatera Utara 3. Memfasilitasi lingkungan yang aman dan nyaman Partisipan dari penelitian ini menjelaskan bahwa dalam mengatasi kecemasan ketakutan pada anak yang lain adalah memfasilitasi lingkungan yang aman dan nyaman dengan memberitahu keluarga yang menjaga anak maksimal dua orang, membatasi jumlah pengunjung di ruangan dan mematikan mengecilkan suara TV di ruangan. a. Memberitahu keluarga yang menjaga anak maksimal dua orang Empat dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan mereka memberitahu keluarga yang menjaga anak maksimal dua orang untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pasien. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut : “Jadi yang diperbolehkan menjaga hanya dua orang tidak boleh lebih dari dua orang..” Partisipan 1 “Boleh kalo dua pasiennya masih kecil kalo udah besar satu yang menunggu didalam.” Partisipan 2 “Kalo disini kan dua orang yang menjaga anak orangtua pada umumnya.” Partisipan 4 “Setiap hari kami bicarakan pengunjung pasien penunggu pasien diharapkan 1 didalam demi keamanan pasien.” Partisipan 5 “Kami bilang ya, “Bu udah bisa pulang. Dua-dua orang aja masuk ke dalam jangan sekaligus.” Partisipan 7 Universitas Sumatera Utara b. Membatasi jumlah pengunjung di ruangan Tiga dari delapan partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa dengan membatasi jumlah pengunjung di ruangan dapat menjaga keamanan dan kenyamanan pada anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut : “Kalo kita pagi hari kan kita operan ruangan pengunjung pasien tidak boleh lebih dari dua atau satu orang saja. Kita harapkan pengunjung pasien hanya satu.” Partisipan 5 “Tamunyapun harus betul-betul jangan berbondong-bondong. Boleh bertamu tapi dilihat situasinya. Dari kita sih pihak rumah sakit kita jaga kenyamanan pasien keamanan pasien biar pasien nyaman.” Partispan 7 “Kalo banyak kali tamunya kita suruh keluar. Jadi yang didalam terbatas paling banyak dua.” Partisipan 8 c. Mematikan mengecilkan suara TV dalam ruangan Salah satu partisipan mengatakan bahwa anak akan merasakan lingkungan aman dan nyaman jika perawat mematikan mengecilkan suara TV dalam ruangan. Hal ini sejalan dengan pernyataan partisipan berikut : “Kalo ada yang hidupkan TV kita usahakan matikan dulu kalo adapun yang minta hidupkan TV dikecilkan suaranya.” Partisipan 7 4. Memfasilitasi kunjungan sosial Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa cara lain dalam mengatasi cemas ketakutan pada anak adalah dengan memfasilitasi kunjungan sosial bagi anak. Universitas Sumatera Utara Kunjungan sosial tersebut berasal dari YOAM Yayasan Onkologi Anak Medan, gereja, dan perwiritan. a. Memfasilitasi kunjungan dari YOAM Yayasan Onkologi Anak Medan Beberapa partsipan mengatakan bahwa mereka memfasilitasi adanya kunjungan sosial dari YOAM. Kunjungan ini dilakukan untuk menyenangkan hati pasien anak dengan memberikan mereka kado, balon atau mengajak jalan-jalan keluar rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut : “Kemudian dari YOAM terapi bermain sering juga. Mereka sering kunjungan-kunjungan menyenangkan hati dan bawa kado bawa balon menyenangkan hati pasien” Partisipan 1 “Kunjungan dari YOAM juga ada. Mereka punya rutinitas untuk berkunjung bahkan anak-anak disini dibawa menonton ke bioskop iz in.” Partisipan 3 “Cuma kan disini ada yang ngajak anak-anak disini ntah ke Medan Plaza atau Millenium. Itukan dari YOAM gitu yang datang berkunjung.” Partisipan 6 b. Menyediakan waktu kunjungan dari gereja dan perwiritan Salah satu dari delapan partisipan juga mengatakan bahwa mereka menyediakan waktu kunjungan dari gereja dan perwiritan dalam mengatasi melalui bimbingan rohani dan permainan. Hal itu sesuai dengan pernyataan berikut : “Cuma dari rumah sakit ada jugak dari buat bimbingan rohani Kristen dan perwiritan datang kesini bikin kunjungan bikin permainan” Partisipan 3 Universitas Sumatera Utara Selain pengalaman tersebut, penelitian ini juga mengungkapkan manfaat dan kendala dalam menerapkan atraumatic care pada anak.

3.2. Mengurangi rasa nyeri pada anak