BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Zona Risiko Bencana Tsunami Desa Pasir
Secara geografis, Desa Pasir merupakan wilayah pesisir pantai dimana dari 3 dusun yang terdapat di Desa Pasir, posisinya memanjang pada pantai yang
menghadap langsung ke Samudera Hindia. Sesuai dengan konsep Penataan Ruang dan Rencana Strategis Wilayah Pesisir
2007, menyebutkan indikator zona bahaya pada wilayah pantai dikategorikan atas: a
zona I 7 m diatas permukaan laut. Wilayah Desa Pasir yang termasuk zona I adalah sebagian besar wilayah Dusun Zakaria dan sebagian kecil wilayah
Dusun Bilal Gaek dan Nek Puteh. b
zona II 7-12 m diatas permukaan laut. Yang termasuk zona II pada wilayah Desa Pasir adalah sebagian besar wilayah Dusun Bilal Gaek, serta sebagian
kecil wilayah Dusun Zakaria dan Nek Puteh c
zona III 12-25 m diatas permukaan laut. Wilayah Desa Pasir yang termasuk zona III adalah sebagian besar wilayah Dusun Nek Puteh, serta sebagian kecil
wilayah Dusun Bilal Gaek dan Zakaria. d
zona aman 25 m diatas permukaan laut. Tidak ada wilayah Desa Pasir yang termasuk zona aman, karena seluruh wilayah desa tersebut berada pada
posisi 25 meter dari permukaan laut. Dengan demikian dapat diktakan bahwa seluruh wilayah Desa Pasir merupakan zona bahaya bencana tsunami.
Universitas Sumatera Utara
Konsep zonasi risiko bencana tsunami wilayah pesisir seperti pada wilayah Desa Pasir mengacu kepada Penataan Ruang dan Rencana Strategis Wilayah Pesisir
2007 serta UU No. 27 tahun 2007 adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan
struktur dan pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan
setelah memperoleh izin. Penyusunan zonasi memiliki beberapa tahapan yaitu : a pembentukan
kelompok kerja, b pengumpulan data dan survei lapangan, c identifikasi potensi wilayah, d penyusunan dokumen awal, e konsultasi publik, f penyempurnaan
draft rencana zonasi, dan g finalisasi. Agar tercapai dokumen perencanaan zonasi yang baik maka terdapat prinsip-
prinsip yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Kenali kawasan pesisir rawan bencanasebagai ancaman.
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang dinamis dan memiliki potensi bencana akibat ulah manusia maupun alam seperti tsunami, gempa, banjir, abrasi, badai,
gelombang pasang. Dengan mengenali potensi bencana tersebut kita dapat menyusun rencana dalam mengantisipasinyamengurangi dampaknya.
2. Kenali bentuk dan tipe wilayah pesisir Setiap wilayah pesisir memiliki karakter yang berbeda ada yang landai terjal,
berbatu, berpasir dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Identifikasi kebutuhan kawasan konservasi dan perlindungan bencana Perlu diidentifikasikan yang dibutuhkan wilayah pesisir tesebut dalam hal ini
kawasan konservasi dan untuk perlindungan bencana contoh : mangrove, karang, hutan pantai, pulau penghalang,dan lain-lain
4. Kenali karakterfungsi sarana dan prasarana wilayah yang ditempatkan. Dalam penyusunan dokumen perlu diperhatikan sarana dan prasarana yang ada
dalam wilayah tersebut seperti break water, pelabuhan, bangunan tinggi, dan lain- lain
5. Kenali karakter sosio-budaya, sosio-ekonomi wilayah pesisir menentukan kerentanan dan resiko
6. Kembangkan konsep penataan ruang dgn keindahan, keselamatan, keberaturan. Prinsip ini menekankan perlunya mitigasi bencana didalam penyusunan dokumen
zona pesisir dan laut agar mengurangi dampak yang akan terjadi dengan tetap memperhatikan keindahan dan keberaturan.
Berdasarkan Kajian Pantai Aceh dan Nias 2009 disebutkan bahwa dalam upaya proteksi tsunami dapat dilakukan dengan pengembangan zona penyangga
mangrove. Indonesia patut merasa bangga dan beruntung karena memiliki keanekaragaman mangrove yang tinggi. Luasan hutan mangrove Indonesia mencapai
30 dari total luas mangrove seluruh dunia. Namun luas mangrove terus berkurang tahun demi tahun. Kini, luas mangrove di Indonesia diduga hanya 2,3 juta hektare.
Sebagian malah dalam kondisi kritis, yang harus segera direhabilitasi www.ristek.go.id
.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pengamatan terhadap hutan mangrove diketahui bahwa dalam mengurangi resiko tsunami hutan mangrove dapat dibagi dalam dua zone.
a. Zone 1 bakau terluar terdapat Rhizophora mucronata bakau, Rhizophora
apiculata tancang, Rhizophora stylosa slindur, Soneratia alba Prapat, dan Avicenia alba, yang memiliki tinggi antara 6-25 m dan memiliki system
perakaran yang kokoh mencengkram tanah dan saling berpilin, dapat meredam tinggi gelombang tsunami hingga 50, tergantung pada komposisi
hutan mangrove dan tinggi gelombang tsunami. Berdasar simulasi model, mangrove dengan tebal sekitar 150 m dengan kerapatanspasi 4 m, dapat
mereduksi tinggi gelombang tsunami hingga 35. b.
Zone 2 Terdapat R. mucronata, kaboa Aegiceras corniculata, nipah Nypa fruticans, pidada Sonneratia caseolaris nirih Xylocarpus spp., teruntum
Lumnitzera racemosa, dungun Heritiera littoralis dan kayu buta-buta Excoecaria agallocha. yang tersusun rapat, sehingga dapat memperlambat
laju gelombang tsunami. Hal ini akan membantu masyarakat pesisir untuk menyelamatkan diri, karena gelombang yang sampai ke pemukiman penduduk
kecepatannya akan cenderung stabil. Jika gelombang tsunami stabil akan memudahkan masyarakat berenang dan mengambil alat bantu seperti perahu
atau sejenisnya untuk menyelamatkan diri dan menolong sesama. Kestabilan ini juga akan meminimalisasi kerusakan rumah-rumah penduduk dan
infrastruktur umum.
Universitas Sumatera Utara
Untuk itu diperlukan adanya pelestarian hutan mangrove untuk mereduksi gelombang tsunami, selain itu hutan mangrove juga memiliki nilai ekonomis yang
tinggi. Juga pendidikan kepada masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pantai yang rawan tsunami, mengenai Tsunami, khususnya berbagai tanda alami yang
mungkin mendahului kejadian Tsunami, metode evakuasi efektif, simulasi evakuasi massal, dan sebagainya.dan tak kalah penting Pemerintah daerah, khususnya yang
wilayahnya rawan tsunami, harus memasukkan kemungkinan serangan gelombang tsunami dalam perencanaan tata ruang dan penggunaan lahannya.
5.2. Pengaruh Risiko Bencana Tsunami terhadap Pemahaman tentang Bencana
di Kampung Pasir
Berdasarkan hasil uji statistik regresi linier, diketahui faktor risiko bencana tsunami wilayah pesisir berpengaruh terhadap pemahaman tentang bencana, rencana
tanggap darurat, peringatan dini bahaya tsunami dan mobilisasi sumber daya di Desa Pasir, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat.
Hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi linier menunjukkan variabel risiko bencana tsunami berpengaruh p0,05 terhadap pemahaman tentang
tentang bencana. Mengacu kepada hasil uji secara statistik dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat risiko bencana tsunami yang dihadapi kepala keluarga maka
pemahaman masyarakat tentang risiko bencana tsunami meningkat pada wilayah pesisir.
Pemahaman masyarakat di Desa Pasir tentang bencana tsunami terkait dengan pengetahuan dan sikap kepala keluarga tentang risiko bencana tsunami. Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
responden di Desa Pasir tentang risiko bencana tsunami berdasarkan wawancara sebagian besar responden menyatakan penyebab tsunami adalah patahan yang terjadi
di dasar laut, namun secara teoritis penyebab tsunami bukan hanya patahan atau pergeseran lempeng bumi semata di dasar laut.
Pengetahuan kepala keluarga Desa Pasir tentang akibat yang ditimbulkan tsunami antara lain : kerugian harta benda, rusaknya infrastruktur, hilangnya
pekerjaan, rusaknya sarana pendidikan, hilangnya kegiatan ekonomi, budaya dan mata pencaharian, serta hilangnya nyawa manusia.
Pengetahuan kepala keluarga Desa Pasir tentang besarnya peristiwa bencana tsunami adalah goncangan yang dahsyat, hancurnya seluruh bangunan, terjadinya air
surut ke laut, burung-burung berterbangan tidak menentu, serta seluruh binatang- binatang menjadi kucar-kacir.
Pengetahuan kepala keluarga Desa Pasir tentang tindakan yang harus dilakukan apabila terjadi tsunami antara lain memperhatikan atau mendengar
peringatan dini, segera menyelamatkan diri dan anggota keluarga, evakuasi ke tempat yang lebih aman dan mengikuti petunjuk dan arahan.
Pengetahuan kepala keluarga Desa Pasir tentang kebijakan pemerintah dalam menghadapi risiko bencana tsunami antara lain dengan penyediaan sarana peringatan
dini yaitu TOA, menetapkan jalur evakuasi masyarakat pada setiap dusun, melakukan pelatihan tentang penanganan bencana seperti mempersiapkan tenda dan lokasi
pengungsian, mempersiapkan dapur umum, alat penerangan genset, mempersiapkan
Universitas Sumatera Utara
kotak P3K, mempersiapkan alat transportasi, serta pembentukan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana KMPB.
Menurut Rahardjo 2005, penyebab tsunami adalah gempa bumi, letusan gunung api dan longsoran land slide yang terjadi di dasar laut. Dari ketiga penyebab
tsunami, gempa bumi merupakan penyebab utama. Besar kecilnya gelombang tsunami sangat ditentukan oleh karakteristik gempa bumi yang menyebabkannya.
Bagian terbesar sumber gangguan implusif yang menimbulkan tsunami dahsyat adalah gempa bumi yang terjadi di dasar laut. Walaupun erupsi vulkanik juga dapat
menimbulkan tsunami dahsyat, seperti letusan gunung Krakatau. Sikap responden di Desa pasir tentang syarat bangunan yang tahan tsunami
secara umum setuju dengan persyaratan bangunan perumahan, perkantoran maupun jalan dan jembatan, meskipun pada responden yang bertempat tinggal di zona risiko
rendah cukup besar persentasenya yang kurang setuju, hal ini kemungkinan terkait dengan kurangnya pemahaman tentang risiko bencana tsunami.
Pada waktu ditanyakan apa saja ciri-ciri bangunan yang tahan tsunami, para responden cukup kesulitan untuk menjawabnya sebab berdasar pengalaman setelah
terjadi tsunami. Di beberapa lokasi memang ada beberapa bangunan yang masih utuh, tidak hancur oleh tsunami tetapi sulit bagi mereka untuk mengidentifikasi mengapa
bangunan tersebut tidak hancur. Secara faktual ada salah satu guru yang mengatakan bahwa bangunan di desa ini masih utuh pada waktu ada tsunami. Gelombang pertama
meratakan sebagian bangunan yang dekat dengan laut dan pada waktu gelombang terakhir seluruh bangunan sudah tidak ada yang tersisa lagi. Setelah diajukan
Universitas Sumatera Utara
beberapa alternatif jawaban sebagian besar responden menjawab bahwa bangunan yang direncanakan sesuai dengan standard beban tsunami yang dapat tahan. Akan
tetapi pendapat inipun masih dalam taraf pemikiran karena selama ini mereka memang belum tahu standard bangunan seperti apa yang tahan terhadap tsunami.
Namun jika ada standard bangunan tahan tsunami, bangunan yang mengikuti standard tersebut pasti akan tahan.
Sesuai penelitian Daliyo et.al 2008, tentang kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana alam di Kabupaten Sikka menunjukkan bahwa kesiapsiagaan
rumah tangga dalam mengantisipasi bencana gempa bumi dan tsunami di daerah kajian masih termasuk belum siap. Dari 4 indikator pengetahuan tentang bencana,
rencana penyelamatan, sistem peringatan dan mobilisasi sumber daya yang digunakan untuk mengukur kesiapsiagaan rumah tangga hampir semuanya
menunjukkan indikasi kurang siap. Hanya pengetahuan rumah tangga terhadap bencana yang dapat diklasifikasikan hampir siap
Kejadian bencana tsunami juga memengaruhi pandangan masyarakat tentang makna rumah sebagai tempat tinggal, seperti hasil penelitian Zahrina 2005 tentang
makna rumah pada masyarakat korban tsunami, bahwa makna rumah tidak dilihat dari ukuran besar atau kecilnya, namun dipandang sebagai tempat mereka berkumpul
dengan keluarga yang selamat dari bencana tsunami, menjalankan ibadah, serta dapat melaksanakan upacara adat sebagai daur hidup walaupun dengan cara yang
sederhana.
Universitas Sumatera Utara
5.3. Pengaruh Risiko Bencana Tsunami terhadap Rencana Tanggap Darurat di Kampung Pasir