suatu masyarakat yang tahan bencana atau tangguh terhadap bencana sebagai ‘sebuah masyarakat dengan tingkat keamanan tertinggi yang kita ketahui memiliki
kemampuan merancang dan membangun dalam lingkungan yang mengandung risiko bahaya alam’, yang meminimalkan kerentanannya dengan memaksimalkan penerapan
langkah-langkah Komunitas Siaga Tsunami. 2005.
2.4. Risiko Bencana di Wilayah Pesisir
Menurut UU 24 2007, bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam danatau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Berdasarkan sumber dan penyebabnya, bencana dapat dibagi dua, yaitu bencana alam dan bencana non alam.
Yang termasuk dalam bencana alam adalah segala jenis bencana yang sumber, perilaku, dan faktor penyebabpengaruhnya berasal dari alam, seperti gempa bumi
dan tsunami Winaryo, 2007. Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan
potensi bahaya hazard potency yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut
antara lain adalah gempa bumi dan tsunami. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama main
hazard dan potensi bahaya ikutan collateral hazard. Potensi bahaya utama main
Universitas Sumatera Utara
hazard potency ini dapat dilihat antara lain pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona
gempa yang rawan, peta potensi bencana tsunami dan lain-lain Winaryo, 2007.
2.5. Tsunami
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau kehancuran bangunan serta kemungkinan menimbulkan tsunami. Terkait dengan
potensi bencana di wilayah pesisir, maka kajian difokuskan kepada bencana tsunami. Tsunami tsu nah mee merupakan kosa kata Jepang yang sangat populer
untuk menamakan gelombang laut sangat besar yang ditimbulkan gempa laut, berhubungan dengan gempa bumi, longsor dasar laut, sesar fault dasar laut atau
letusan gunung api bawah laut. Sering juga tsunami disebut gelombang pasang. Namun istilah ini kurang tepat, karena tsunami tidak ada hubungannya dengan
peristiwa pasang surut sehari-hari Puspito, 2006. Istilah teknisnya adalah seismic sea waves, gelombang laut akibat getaran
mendadak. Getaran ini bisa dipicu kejadian yang bermacam-macam seperti yang disebutkan di atas. Namun yang terhebat dan paling dahsyat dipicu oleh pergeseran
mendadak di dasar laut, yang umumnya terjadi di sepanjang zona penunjaman subduksi yang juga selalu berasosiasi dengan gempa tektonik Puspito, 2006.
Di Indonesia, zona penunjaman ini merupakan tunjaman lempeng samudera yang dinamakan Lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng benua bernama
Lempeng Asia. Zona tunjaman letaknya kira-kira di laut lepas yang jika dirunut dari
Universitas Sumatera Utara
barat Indonesia dimulai dari sebelah selatan Aceh, selatan Sumatera, selatan Jawa, Bali, Lombok, Timor dan membelok ke utara di timur Maluku menerus ke Filipina.
Zona yang panjang ini meliuk dan melingkar seperi sabuk dan merupakan pusat sebaran gempa dunia, sehingga dikenal sebagai Sabuk Gempa Bumi Dunia. Karena
salah satu penyebab tsunami yang paling dahsyat adalah gempa, maka otomatis daerah yang dekat dengan zona di atas merupakan kawasan rawan terhadap bahaya
tsunami. Sementara dapat juga dikatakan daerah seperti pantai utara Jawa serta Kalimantan, cenderung aman dari terjangan tsunami Rahardjo, 2005.
Jepang, negara asal kata tsunami adalah yang paling sering menderita karena terjangan tsunami. Sejak 1596, Jepang menderita lebih dari 10 kali bencana tsunami
paling mematikan. Sebagai contoh, pada 1707 saat terjadi gempa bumi tektonik melahirkan gelombang raksasa di Osaka Bay melemparkan 1.000 kapal yang
berlabuh di pantai ke daratan. Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa bumi
di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami
adalah adanya deformasi perubahan bentuk yang berupa pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala yang luas di bawah
laut Wallace, 2000. Terdapat empat faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami
, yaitu: 1. pusat gempa bumi terjadi di laut, 2. Gempa bumi memiliki magnitude
besar, 3. kedalaman gempa bumi dangkal, dan 4. terjadi deformasi vertikal pada
Universitas Sumatera Utara
lantai dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km per jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m. Pada penjelasan penting
disebutkanditerangkan sejarah kejadian tsunami yang pernah terjadi di daerah ini, dan lokasi-lokasi pantai yang rawan tsunami Wallace, 2000.
Pemetaan ancaman tsunami mendasarkan pada bentuk lahan dan kedekatan dengan garis pantai. Asumsi yang digunakan adalah semua bentuk lahan yang
prosesnya dipengaruhi aktivitas gelombang laut marin dan kemiringan lerengnya datar-landai merupakan area yang rawan tsunami. Walaupun demikian, asumsi ini
tidak sepenuhnya langsung dapat diterima mengingat pada bentuk lahan yang sama dengan kemiringan lereng yang sama potensi ancaman tsunaminya dapat berbeda jika
jaraknya dengan garis pantai berbeda. Oleh karena itu kemudian digunakan kriteria tambahan, yaitu kedekatan dengan garis pantai. Untuk itu kemudian pada bentuk
lahan marin yang dianggap rawan tsunami dilakukan buffering untuk menentukan potensi ancamannya. Jarak buffer ditentukan sebesar 1,5 km dari garis pantai untuk
potensi ancaman tinggi, 1,5 hingga 3.5 km dari garis pantai untuk potensi sedang dan 3,5 hingga 7,5 untuk potensi rendah Surono, 2004.
Gempa bumi di Aceh menyebabkan timbulnya gelombang air laut dengan kecepatan tinggi dan mencapai kawasan pantai negara yang ada di dekatnya,
Maladewa, India, Somalia, Thailand, Bagladesh, Sri Lanka, Malaysia dan terberat Indonesia. Kira-kira gelombang ini berlari dari sumbernya di Aceh lebih kurang
4.500 km untuk mencapai kawasan pantai negara lain Surono, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Tsunami sangat berhubungan erat dengan gempa bumi tektonik di tengah laut. Jika gempa memiliki SR, maka Jepang mengajukan skala tingkat tsunami. Kekuatan
tsunami berbanding lurus dengan kekuatan gempa. Sebagai contoh, gempa dengan kekuatan 7 SR akan menyebabkan tsunami dengan kekuatan 0 dan maksimum run up
1 - 1,5 meter yang sama sekali tidak berbahaya. Namun gempa berkekuatan 8,25 SR memicu tsunami grade 3 dengan maksimum run up 8 - 12 meter. Jika 8,9 SR seperti
di NAD, tentu tinggi gelombangnya jauh lebih besar dan lebih dahsyat.
2.5.1. Mekanisme terjadinya Tsunami
Tsunami merupakan suatu rangkaian gelombang panjang yang disebabkan oleh perpindahan air dalam jumlah besar secara tiba-tiba. Tsunami dapat dipicu oleh
kejadian gempa, letusan volkanik, dan longsoran di dasar laut, atau tergelincirnya tanah dalam volume besar, dampak meteor, dan keruntuhan lereng tepi pantai yang
jatuh ke dalam lautan atau teluk. Mekanisme tsunami akibat gempa bumi dapat diuraikan dalam 4 kondisi
yaitu: kondisi awal, pemisahan gelombang, amplifikasi, dan rayapan. Mitigation Project of the National Tsunami Hazard Mitigation Program; httpwww.usgs.gov
a Kondisi awal Kondisi 1 Gempa bumi biasanya berhubungan dengan goncangan permukaan yang terjadi
sebagai akibat perambatan gelombang elastik elastic waves melewati batuan dasar ke permukaan tanah. Pada daerah yang berdekatan dengan sumber-sumber
gempa laut patahan, dasar lautan sebagian akan terangkat uplifted secara
Universitas Sumatera Utara
permanen dan sebagian lagi turun ke bawah down-dropped, sehingga mendorong kolom air naik dan turun. Energi potensial yang diakibatkan dorongan air ini,
kemudian berubah menjadi gelombang tsunami energi kinetik di atas elevasi muka air laut rata-rata mean sea level yang merambat secara horisontal. Kasus
yang diperlihatkan pada Gambar 2.1 adalah keruntuhan dasar lereng kontinental dengan lautan yang relatif dalam akibat gempa. Kasus ini dapat juga terjadi pada
keruntuhan lempeng kontinental dengan kedalaman air dangkal akibat gempa.
Gambar 2.1. Kondisi awal Kondisi 1
b Pemisahan gelombang Kondisi 2 Setelah beberapa menit kejadian gempa bumi, gelombang awal tsunami Kondisi
1 akan terpisah menjadi tsunami yang merambat ke samudera dalam Gambar 2.2 yang disebut sebagai tsunami berjarak distant tsunami, dan sebagian lagi
merambat ke pantai-pantai berdekatan yang disebut sebagai tsunami lokal local tsunami. Tinggi gelombang di atas muka air laut rata-rata dari ke dua gelombang
tsunami, yang merambat dengan arah berlawanan ini, besarnya kira-kira setengah tinggi gelombang tsunami awal Kondisi 1.
Universitas Sumatera Utara
Kecepatan rambat ke dua gelombang tsunami ini dapat diperkirakan sebesar akar dari kedalaman laut gd . Oleh karena itu, kecepatan rambat tsunami di samudera
dalam akan lebih cepat daripada tsunami lokal.
Gambar 2.2. Kondisi pemisahan gelombang Kondisi 2
c Amplifikasi Kondisi 3 Pada waktu tsunami lokal merambat melewati lereng kontinental, sering terjadi
hal-hal seperti peningkatan amplitudo gelombang dan penurunan panjang gelombang Gambar 2.3. Setelah mendekati daratan dengan lereng yang lebih
tegak, akan terjadi rayapan gelombang yang dijelaskan pada Kondisi 4.
Gambar 2.3. Kondisi amplifikasi gelombang Kondisi 3
d Rayapan Kondisi 4 Pada saat gelombang tsunami merambat dari perairan dalam, akan melewati
bagian lereng kontinental sampai mendekati bagian pantai dan terjadi rayapan
Universitas Sumatera Utara
tsunami Gambar 2.4. Rayapan tsunami adalah ukuran tinggi air di pantai terhadap muka air laut rata-rata yang digunakan sebagai acuan. Dari pengamatan
berbagai kejadian tsunami, pada umumnya tsunami tidak menyebabkan gelombang tinggi yang berputar setempat gelombang akibat angin yang
dimanfaatkan oleh peselancar air untuk meluncur di pantai. Namun, tsunami datang berupa gelombang kuat dengan kecepatan tinggi di daratan yang berlainan
seperti diuraikan pada Kondisi 3, sehingga rayapan gelombang pertama bukanlah rayapan tertinggi.
Gambar 2.4. Kondisi rayapan tsunami di daratan kondisi 4
Wilayah Desa Pasir berada pada garis pantai, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 335 KK yang tersebar di 3 dusun, yaitu 3 dusun yaitu: Dusun Nek Puteh:
125 KK, Dusun Zakaria : 95 KK dan Dusun Bilal Gaek : 115 KK, Peta Desa Pasir menunjukkan jumlah penduduk yang berada pada zona yang rawan bencana, secara
rinci dapat dilihat pada Peta berikut.
Universitas Sumatera Utara
U
Dusun Bilal Gaek 115 KK
Dusun Zakaria 95 KK
Samudera Hindia
Dusun Nek Puteh 125 KK
Gambar 2.5. Peta Desa Pasir Keterangan:
= Jalur evakusi = Sekolah
= Kantor Latihan Kerja KLK = Lapangan Sepakbola
= Zona bahaya I 7 m diatas permukaan laut a.
Dusun Nek Puteh = 19 KK
b. Dusun Zakaria
= 14 KK c.
Dusun Bilal Gaek = 17 KK
= Zona bahaya II 7-12 m diatas permukaan laut a.
Dusun Nek Puteh = 75 KK
b. Dusun Zakaria
= 57 KK c.
Dusun Bilal Gaek = 69 KK
= Zona bahaya III 12-25 m diatas permukaan laut a.
Dusun Nek Puteh = 31 KK
b. Dusun Zakaria
= 24 KK c.
Dusun Bilal Gaek = 29 KK
Universitas Sumatera Utara
2.6. Penataan Kawasan Pesisir Sebagai Antisipasi Bencana Tsunami
Pemerintah memegang peran yang sangat penting dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir. Kay dan Alder 1998 menyoroti mengenai tatanan
administratif pemerintah dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir. Dikemukakan bahwa suatu sistem pengelolaan tidak mungkin dapat bertahan dalam
jangka waktu yang lama apabila tidak ada administrasi yang bagus di dalamnya, hal ini juga berlaku untuk wilayah pesisir dimana lingkup dan kompleksitas issue
melibatkan banyak pelaku. Kepentingan semua pihak yang terlibat dengan wilayah pesisir stakeholder perlu diatur melalui peraturan yang bertanggung jawab sehingga
keberlanjutan wilayah pesisir untuk masa mendatang dapat dijaga. Sorensen dan McCreary 1990 menyebutkan faktor-faktor yang harus diperhatikan berkenaan
dengan program-program pengelolaan dan administrasi untuk wilayah pesisir yaitu : a. Pemerintah harus memiliki insiatif dalam menanggapi berbagai permasalahan
degradasi sumberdaya yang terjadi dan konflik yang melibatkan banyak kepentingan.
b. Penanganan wilayah pesisir berbeda dengan penanganan proyek harus dilakukan terus menerus dan biasanya bertanggung jawab kepada pihak legislatif.
c. Batas wilayah hukum secara geografis harus ditetapkan meliputi wilayah perairan dan wilayah daratan
d. Menetapkan tujuan khusus atau issue permasalahan yang harus dipecahkan melaui program-program
Universitas Sumatera Utara
e. Memiliki identitas institusional dapat diidentifikasi apakah sebagai organisasi independen atau jaringan koordinasi dari organisasi-organisasi yang memiliki
kaitan dalam fungsi dan strategi pengelolaan f. Dicirikan dengan integrasi dua atau lebih sektor, didasarkan pada pengakuan alam
dan sistem pelayanan umum yang saling berhubungan dalam penggunaan pesisir dan lingkungan. Untuk mendukung pernyataan mengenai faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam pengelolaan dan administrasi wilayah pesisir yang komplek,
2.7. Pengetahuan dan Sikap 2.7.1. Pengetahuan