2.3.2 Norma
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan- harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok
orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar- standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan
berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama Putnam, 1993; Fukuyama, 1995. Norma-norma dapat
merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial. Fukuyama menunjuk pada serangkaian nilai atau norma informal yang
dimiliki bersama di anatara para anggota suatu kelompok memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Lawang, 2004:180. Norma-norma akan berperan dalam
mengontrol bentuk-bentuk hubungan antar individu. Norma yang tercipta diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh individu pada suatu entitas sosial tertentu. Aturan-aturan
tersebut biasanya tidak tertulis, namun demikian dipahami oleh setiap individu dalam konteks hubungan sosial-ekonomi. Aturan-aturan tersebut misalnya, bagaimana cara
menghormati dan menghargai orang lain, norma untuk tidak mencurangi orang lain, norma untuk selalu bekerjasama dengan orang lain, merupakan contoh norma yang
ada. Norma dan aturan yang terjaga dengan baik akan berdampak positif bagi kualitas hubungan yang terjalin serta merangsang keberlangsungan kohesifitas sosial hidup
yang kuat Hasbullah, 2006:13.
2.3.3 Jaringan Sosial
Menurut Robert M. Z. Lawang jaringan merupakan terjemahan dari network, yang berasal dari dua suku kata yaitu net dan work. Net diterjemahkan dalam bahasa
Universitas Sumatera Utara
sebagai jaring yaitu tenunan sebagai jala, terdiri dari banyak ikatan antar simpul yang saling terhubung antara satu sama lain. Sedangkan kata work bermakna sebagai kerja,
dengan demikian jaringan menurut Lawang dimengerti sebagai: 1. Ada ikatan antar simpul orang atau kelompok yang dihubungkan dengan
media hubungan sosial. Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak.
2. Ada kerja antar simpul orang atau kelompok yang melalui media hubungan sosial menjadi satu kerja sama, bukan kerja bersama-sama.
3. Seperti halnya sebuah jaringan yang tidak putus kerja yang terjalin antar
simpul itu pasti kuat menahan beban bersama, dan malah dapat “menangkap ikan” lebih banyak.
4. Dalam kerja jaring itu ada ikatan simpul yang tidak dapat berdiri sendiri. Malah kalau satu simpul saja putus, maka keseluruhan jarring itu tidak akan
berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul menjadi satu kesatuan dan ikatan yang kuat. Dalam hal ini analogi tidak seluruhnya tepat terutama kalau
orang yang membentuk jarring itu hanya dua saja. 5. Media benang atau kawat
dan simpul tidak dapat dipisahkan, atau antara orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan.
6. Ikatan atau pengikat simpul adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan.
Studi tentang jaringan sosial social network telah dilakukan sosiolog sejak 1960-an, biasanya dikaitkan dengan bagaimana pribadi-pribadi berhubungan antara
satu sama lain dan bagaimana ikatan afiliasi melayani baik sebagai pelican dalam
Universitas Sumatera Utara
meamperoleh sesuatu yang dikerjakan sebagai jembatan untuk memudahkan hubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya, maupun sebagai perekat yang
memberikan tatanan dan makna pada kehidupan sosial powell dan Smith-doer, 1994: 365
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN