Subjek Dakwah Da’i
dibandingkan mad‟unya.
19
Dari segi
wawasan intelektual,
pengalaman spiritual, sikap mental dan kewibawaannya. Adapun yang dimaksud dengan da‟i adalah orang yang
melakukan dakwah, baik lisan, tulisan ataupun perbuatan, baik secara individu maupun kelompok lembaga. Da‟i disebut kebanyakan orang
dengan sebutan mubaligh orang yang menyampaikan ajaran islam. Disamping profesional, kesiapan subjek baik penguasaan
terhadap materi, maupun penguasaan terhadap metode, media dan psikologi sangat menentukan gerakan dakwah untuk mencapai
keberhasilan.
20
Da‟i artinya orang yang mengajak atau mubaligh. Orang yang berusaha merubah situasi kepada situasi yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Allah SWT baik secara individual maupun terbentuk organisasi sekaligus sebagai pemberi informasi dan
pembawa misi. Mubaligh sebagai komunikator, berperan menyampaikan ide-
ide tertentu untuk menuju kepada sasaran pokok yaitu diterimanya ide tersebut sehingga ada perubahan sikap atau adanya pengukuhan
terhadap sikap tertentu. Dengan demikian, mubaligh juga merupakan seorang pelaku utama untuk mempengaruhi perubahan sikap dari
komunikatornya. Yang dikenal dengan Agent of social change
19
Asep Muhyidin, Metode Pengembangan Dakwah, Bandung: Pustaka Setia, 2002, h.137
20
Drs. Samsul Munir Amin, MA., Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, cet. ke-1, h. 13.
Berkaitan dengaan subjek dakwah da’i, maka dapat
dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu : Pertama : da‟i dalam kriteria
umum dan yang ke dua da‟i dalam kriteria khusus.
1 Da‟i dalam kriteria umum, artinya setiap muslim atau muslimat
yang berdakwah sebagaikewajiban yang melekat tak terpisahkan dari muslimat yang berdakwah sebagai penganut Islam, sesuai
dengan perintah “Ballighu „anni walau ayat”.
21
Hal ini juga dapat dilihat kesesuaiannya dengan surat At-Taubah ayat 71.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian
yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma´ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan
zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”. At-Taubah:71. Ayat di atas telah menggariskan dengan amat jelas bahwa
sasaran utama dakwah meliputi 2 hal, yaitu: pertama menyuruh ma‟ruf yang mempunyai konotasi yang luas sekali namun dalam
ayat ini ada stressing mengenai iman, shalat, dan zakat. Kedua,
21
Siti Muriah, “Metodologi Dakwah Kontemporer”, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000, cet. ke-1, h. 23.
melarang kemunkaran. Dengan demikian, semua orang boleh dinamakan da‟i.
2 Da‟i dalam kriteria khusus, yakni mereka yang mengambil
keahlian khusus mutakhassis dalam bidang dakwah Islam, dengan kesungguhan luar biasa dan dengan qudrah hasanah.
22
Agar suatu tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan tercapai dengan efektif dan efisien maka juru dakwah harus
mempunyai kemampuan di bidang yang berkaitan dengan tugasnya. Karena semakin memiliki kemampuan yang profesional
maka semakin maningkat pula keberhasilan tugas dakwahnya. Da‟i akan berhasil dalam tugas melaksanakan dakwah jika
dibekali kemampuan kemampuan yang berkaitan dengannnya. Kompetensi-
kompetensi yang harus dimiliki oleh da‟i antara lain: 1.
Kemampuan Berkomunikasi 2.
Kemampuan Penguasaaan Diri 3.
Kemampuan Pengetahuan Psikologi 4.
Kemampuan Pengetahuan Kependidikan 5.
Kemampuan Pengetahuan di Bidang Pengetahuan Umum 6.
Kemampuan di Bidang Al-Qur‟an 7.
Kemampuan Pengetahuan di Bidang Ilmu Hadits 8.
Kemampuan di Bidang Ilmu Agama secara Integral
23
.
22
Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000, cet. ke-1, h. 27.
23
Drs. Samsul Munir Amin, MA., Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, cet. ke-1, h. 78- 86.
Kunci keberhasilah juru dakwah atau da‟i sebenarnya terletak pada juru dakwahnya atau da‟i sebagai subjek dakwah itu
sendiri. Dalam hal ini Rasulullah telah mencontohkan keberhasilan dakwahnya dalam mengembangkan ajaran Islam
yang seharusnya menjadi teladan bagi para da‟i. Suatu keyakinan, sikap dan perilaku sehingga Rasulullah mendapat pertolongan
Allah dalam mengemban fungsi kerisalahannya. Sikap-sikap yang perlu diteladani antara lain:
24
1. Rasulullah percara dengan yakin, bahwa agama yang
disiarkan adalah agama Allah QS. Al- Isra 17:80 2.
Rasulullah sangat yakin bahwa Allah pasti menolong umat yang membela agama Allah QS. Muhammad 47:7
3. Rasulullah beserta para sahabat benar-benar jihad dengan
mengorbankan harta, tenaga, dan jiwa untuk kepentingan tersiarnya agama Islam QS. Al-Ankabut29:69
4. Rasulullah berkemauan keras dalam memikirkan umat agar
mau beragama secara benar, walaupun beliau tahu mengenai orang-orang yang berpura-pura QS. Al-Furqan 25:30
5. Rasulullah sangat merasakan penderitaan umat yang tidak
tahu kebenaran, keras kemauanya untuk kesejahteraan umat dan sangat kasih sayank QS. At Taubah 9:128
24
Drs. Samsul Munir Amin, M A., Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, cet. ke-1, h. 86.
6. Rasulullah sangat tinggi akhlaqnya dan mulia budi pekertinya
QS. Al-Qalam 68:4 7.
Rasulullah tidak pernah patah hati, dan selalu memberi maaf kepada orang lain yang berbuat tidak senonoh QS. Ali Imran
3:159 8.
Rasulullah senantiasa berendah hati, tetap tenang, tabah, tidak gentar menghadapi lawan QS. Al Anfal 8: 45.
25
Adapun sikap para da‟i haruslah ilmiah dan amaliyah dalam berbagai permasalahan. Ilmiah berarti harus berdasarkan ilmu Al-
quran dan Sunnah hadits dengan pemahaman komprehensif dan sama sekali tidak berdasarkan hawa nafsu kemarahan atau
kecintaan. Sedangkan amaliyah berarti sikap pengamalan ilmu Al- Quran dan sunnah dengan diikhlaskan sematamata karena Allah
bukan untuk kepentingan materi dan pribadi serta pelampiasan hawa nafsu.
Pada dasarnya seorang juru dakwah atau da‟i hendaklah memiliki kemampuan komperehensif di dalam masalah-masalah
agama Islam, di samping sekaligus mengamalkannya. Sehingga dengan demikian, kunci sukses seorang juru dakwah atau dai
terletak pada kesungguhan dan keikhlasan dalam menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam.
25
Ahmad W. Praktiknya Editor, Islam dan Dakwah Pergumulan Antara Nilai dan Realitas, Yogyakarta: Majlis Tabigh PP Muhammadiyah, 1988, hal. 161.