pH Derajat Keasaman Salinitas

h. pH Derajat Keasaman

Hasil pengukuran tentang pH berkisar antara 5,20-6.00, paling rendah pada stasiun 1 magrove sebesar 5,20 dan tertinggi pada stasiun 3 muara. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang berasal dari mangrove, limbah pemukiman dan juga limbah dari pergudangan- pergudangan ikan maupun aktivitas lainnya yang langsung dibuang ke sungai. Menurut Poppo et al., 2008 rendahnya nilai pH disebabkan oleh proses penguraian bahan organik dalam limbah oleh bakteri anaerob yang menghasilkan asam organik. Kondisi anaerob dengan zat organik yang mengandung nitrogen dan belerang menyebabkan peningkatan asam sulfida dan amonia sehingga senyawa tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai pH. Timbulnya pengasaman atau penurunan nilai pH pada ekosistem air disebabkan oleh peningkatan emisi pencemar udara yaitu NO x dan SO 2 yang berasal dari aktivitas industri. Di atmosfir emisi pencemar tersebut akan membentuk asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrit dan akan menyebabkan penurunan pH air hujan sehingga berakibat pada penurunan pH ekosistem perairan Wardhana, 2004. Baku mutu air laut No 51 tahun 2004 dan Barus 2004 menyatakan nilai pH yang ideal bagi organisme air berkisar antara 7 – 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan gangguan metabolisme dan respirasi. Hasil pengukuran nilai pH pada ketiga stasiun berada di bawah ambang batas, namun keadaan ini masih mampu ditolelir oleh biota dalam perairan, Hal ini selaras Universitas Sumatera Utara dengan pendapat Edward 1995 menyatakan di alam umumnya pH berkisar antara 4 -9, kecuali di daerah bakau nilai pH dapat menjadi lebih rendah.

i. Salinitas

Hasil pengukuran terhadap salinitas berkisar antara 12,80 – 26,80 ‰, salinitas terendah terdapat pada stasiun 1 mangrove sebesar 12,80 ‰. Hal ini mungkin disebabkan debit air tawar yang berasal dari Sungai Asahan lebih besar dibanding dengan air pasang dari laut. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Dahuri 2003 sirkulasi air di daerah estuaria sangat dipengaruhi oleh aliran air tawar yang bersumber dari badan sungai di atasnya dan air pasang yang berasal dari laut. Besar atau kecilnya debit kedua aliran massa air tersebut akan mempengaruhi pola stratifikasi massa air berdasarkan salinitas. Salinitas paling tinggi pada stasiun 3 sebesar 26,80 ‰, stasiun 3 berada pada mulut muara yang berarti pencampuran air laut lebih banyak dibanding dengan air tawar. Namun hasil pengukuran salinitas pada setiap stasiun masih berada dalam batas yang normal. Menurut Barus 2004 salinitas air payau berkisar antara 0,5- 30 ‰, sedangkan Baku Mutu Air Laut no 51 Tahun 2004 menetapkan salinitas untuk biota laut sd 34 ‰. Selanjutnya KLH, 1984 dalam Romimohtarto dan Sri 1985 menetapkan nilai ambang salinitas antara 26 -35‰ untuk budidaya kerang hijau sedangkan untuk budidaya tiram 15 – 35 ‰. Hasil pengukuran terhadap salinitas pada ketiga stasiun berada dalam batas yang normal. Universitas Sumatera Utara

j. COD Chemical Oxygen Demand