Pencemaran Pesisir Faktor Fisik Kimia Perairan

pantai pasir yaitu berbagai cacing polikaeta, moluska Bivalvia dan krustacea besar dan kecil tetapi dengan jenis yang berbeda tipe cara makan yang dominan di dataran lumpur adalah pemakan deposit dan pemakan bahan yang melayang suspensi sama halnya dengan pantai pasir, contohnya tiram telinidae yang kecil dari genus macoma atau Scrobicularia.

2.4 Pencemaran Pesisir

Pencemaran laut perairan pesisir didefinisikan sebagai dampak negatif pengaruh yang membahayakan terhadap biota, sumber daya dan kekayaan amenities ekosistem laut serta kesehatan manusia Nontji, 1987. Dampak negatif pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia bahkan penyebab kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan dan merugikan secara sosial ekonomi. Bentuk dampak pencemaran berupa sedimen, eutrofikasi, anoksia kekurangan oksigen masalah kesehatan umum, pengaruh terhadap perikanan, kontaminasi trace elemen dalam rantai makanan, keberadaan spesies asing dan kerusakan fisik habitat. Limbah rumah tangga banyak mengandung mikroorganisme diantaranya virus, bakter, fungi dan protozoa yang dapat bertahan hidup sampai ke lingkungan laut. Meskipun limbah rumah tangga mendapatkan perlakuan untuk mengurangi kandungan mikroorganisme hingga mencapai 10.000ml atau lebih, tetap saja mikroorganisme bersifat patogen ini menimbulkan masalah kesehatan manusia. Universitas Sumatera Utara Kegiatan tambak seperti aplikasi pupuk dan obat pemberantas hama dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan pesisir sekitarnya. Aplikasi bahan tersebut tidak tepat, baik dosis maupun sifat persistensinya serta rembesan-rembesan leeching dapat mencemari lingkungan perairan pesisir sekitarnya Dahuri, 2004.

2.5 Faktor Fisik Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia merupakan dua faktor pembatas distribusi populasi selain faktor tingkah laku dan interaksi antara organisme. Setiap organisme mempunyai kisaran toleransi faktor fisik dan kimia tertentu dalam menunjang kehidupannya tergantung spesies dan lingkungannya serta keterkaitan antara keduanya. Beberapa faktor fisik dan kimia antara lain: a. Suhu Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar dari pada di laut terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang masuk pada saat pasang naik ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang subtratnya terekspos Supriharyono 2006. Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam pertumbuhan dan perkembangan Bivalvia. Kerang Anodonta woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur 24 – 29 o C. Thana, 1976 dalam Suwignyo, 1981. Universitas Sumatera Utara

b. Penetrasi Cahaya

Kejernihan air sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme pemakan suspensi Levinton, 1982. Selanjutnya menurut Romimohtarto 1985 kekeruhan tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa. c. Intensitas Cahaya Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat- sifat optis air. Sebagian cahaya tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar permukaan air. Bagi organisme air intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme dalam habitatnya Barus, 2004. Menurut Michael 1994 intensitas matahari mempengaruhi produktifitas primer. Hasil perubahan energi matahari menjadi energi kimia dapat diperoleh melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesis sangat tergantung pada intensitas matahari, konsentrasi CO 2 , oksigen terlarut dan temperatur perairan. Universitas Sumatera Utara

d. TDS Total Dissolved Solid

Nilai total dissolved solid mencerminkan banyaknya zat-zat padat yang terlarut dalam suatu perairan. Nilai TDS mempengaruhi kecerahan dan warna air, semakin tinggi jumlah zat padat yang terlarut dalam air maka sifat transparansi air akan berkurang sehingga menurunkan produktivitas air Levinton, 1982. e. TSS Total Suspension Solid TSS merupakan zat-zat tersuspensi yang ada di dalam air. Secara teoritis muatan padatan tersuspensi adalah semua bahan yang masih tetap tertinggal sebagai sisa penguapan dan pemanasan pada suhu 103 – 105 C. Semakin besar kandungan muatan tersuspensi di dalam air akan mengakibatkan terhalangnya berbagai proses fisika kimia di dalam perairan Dahuri dan Damar, 1994 dalam Arthana, 2006.

f. Kandungan Organik Substrat

Kandungan bahan organik terlarut maupun dalam sedimen mempengaruhi pertumbuhan, kehadiran dan kepadatan organisme Levinton, 1982.

g. Tipe Substrat

Hewan Bivalvia sebagai makrozobentos umumnya hidup pada dasar perairan. Substrat yang disukai, berpasir dan berlumpur. Pennak 1989 dalam Prihatini 1999 menyatakan bahwa lingkungan yang disukai kerang famili Anodontidae adalah substrat pasir atau campuran dengan material lain, namun beberapa jenis Anodonta menyukai lumpur. Universitas Sumatera Utara h. Salinitas Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar 0,5 ‰, air payau 0,5 – 30 ‰ laut 30 – 40 ‰ dan hiperhalin 40 ‰ Barus, 2004. Selanjutnya komponen fauna di estuaria berdasarkan salinitasnya di kelompokkan menjadi 3 tiga yakni fauna air tawar, payau dan laut Dahuri, 2003. Menurut Romimohtarto, 1985 pada salinitas 18‰ keberhasilan menempel kerang darah Anadara granosa lebih tinggi. Tiram dapat hidup dalam perairan dengan salinitas yang lebih rendah dari pada salinitas untuk kerang hijau dan kerang darah. i. pH Nilai pH menyatakan konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. pH sangat penting sabagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi di dalam air. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme pada umumnya antara 7 – 8,5. Kodisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi Barus, 2004. Menurut Romimohtarto 1985 pH permukaan laut Indonesia pada umumnya antara 6,0 – 8,5. Perubahan nilai pH mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut. Universitas Sumatera Utara j. Oksigen Terlarut Dissolved Oxygen Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air Barus, 2004. k. Biological Oxygen Demand BOD 5 Nilai BOD 5 menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada temperatur 20°C. Pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari atau BOD 5 Forstner, 1990 dalam Barus, 2004. Angka BOD 5 tinggi menunjukan terjadinya pencemaran organik di perairan. Brower et al., 1990 menyatakan nilai konsentrasi BOD 5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O 2 selama 5 hari berkisar sampai 5 mgl. l. COD Chemical Oxygen Demand COD Chemical Oxygen Demand yaitu kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air, atau jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia Wardhana, 2001. Universitas Sumatera Utara m. Nitrat NO 3 Menurut Barus 2004 nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nitrit. Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan termasuk algae dan fitiplankton untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air. n. Fosfat Fosfat di perairan merupakan unsur yang sangat penting untuk pertumbuhan alga. Semakin besar fosfat yang tersedia maka pertumbuhan alga semakin baik. Berdasarkan nilai kadar fosfatnya kawasan hutan mangrove Teluk Kalisusu termasuk kategori perairan yang subur Hari, 1999. Universitas Sumatera Utara

BAB III BAHAN DAN METODE