Gambar 4.1.9 Bentuk morfologi cangkang Paphia kerang batik
j. Perna kerang kemudi kapal
Cangkang memiliki lebar ± 5 cm dan panjang ± 11,4 cm, permukaan cangkang luar licin, terdapat garis-garis sirkuler yang halus, berwarna coklat
kehijauan sedangkan permukaan cangkang dalam berwarna putih kehijauan. Untuk lebih jelasnya seperti Gambar 4.1.10
Gambar 4.1.10 Bentuk morfologi cangkang Perna kerang kemudi kapal
Universitas Sumatera Utara
k. Pinctada Kerang mutiara
Cangkang memiliki lebar ± 5,3 cm dan panjangnya ± 5 cm, permukaan cangkang luar kasar seolah-olah berduri, bewarna coklat kehitaman, sedangkan
cangkang dalamnya berwarna putih. Untuk lebih jelasnya seperti pada Gambar 4.1.11
Gambar 4.1.11 Bentuk morfologi cangkang Pinctada kerang mutiara
l. Ruditapes kerang tausi
Cangkang memiliki lebar ± 2 cm dan panjang ± 2,5 cm, permukaan cangkang luar licin,berwarna coklat dilengkapi bangun warna hitam, sedangkan permukaan
cangkang dalamnya berwarna putih. Untuk lebih jelasnya seperti Gambar 4.1.12
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1.12 Bentuk morfologi cangkang Ruditapes kerang tausi
m. Placuna kerang simping
Cangkang sangat tipis dan transparan, pada cangkang luar terdapat garis-garis sirkuler sedangkan pada cangkang dalamnya licin, berwarna putih. Untuk lebih
jelasnya terlihat pada Gambar 4.1.13
Gambar 4.1.13 Bentuk morfologi cangkang Placuna kerang simping
Universitas Sumatera Utara
4.2 Nilai Kepadatan, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Bivalvia
Pada Masing-masing Stasiun Penelitian
Data dari hasil penelitian setelah dilakukan analisis diperoleh nilai kepadatan K, kepadatan relatif KR dan frekuensi kehadiran FK seperti pada Tabel 4.4
berikut ini :
Tabel 4.2. Nilai Kepadatan Populasi ind.m
2
, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Bivalvia pada setiap stasiun penelitian
ST 1 ST 2
ST 3 No
Genus K
KR FK
K KR
FK K
KR FK
1 Aequipecten
- - - - - - 3,092
9,225 60
2 Anadara sp1
0,766 4,515 36,66 7,177 32,004 100 8,582 25,603 100 3
Anadara sp2 - - - - - -
5,759 17,181
70 4
Ensis - - - - - -
3,348 9,987
63,33 5
Macoma 2,539 14,966 60 2,979 13,282 60
- -
- 6
Marcia - - - - - -
2,156 6,432
46,66 7
Meretrix 7,035 41,470 100
- -
- -
- -
8 Nutallia
3,035 17,892 63,33 4,170 18,595 70 -
- -
9 Paphia
- - - 3,418
15,243 60
3,121 9,310
60 10
Placuna - - - - - -
2,865 8,548
63,33 11
Pinctada - - - - - -
0,936 2,793
36,66 12
Perna - - -
1,504 6,704
53,33 3,660
10,918 70
13 Ruditapes
3,589 21,153 63,33 3,177 14,168 56,66 -
- -
Total 16,965 100 22,426 100
- 184.405 100 -
Berdasarkan analisis data terhadap nilai kepadatan, kepadatan relatif serta
frekuensi kehadiran Bivalvia yang diperoleh pada masing-masing stasiun pengamatan dapat diketahui bahwa pada stasiun 1 mangrove dijumpai 5 genus Bivalvia. Genus
yang memiliki nilai tertinggi sampai nilai terendah dengan urutan sebagai berikut : Meretrix dengan nilai kepadatan 7,035 individu, kepadatan relatif sebesar 41,470
serta frekuensi kehadiran 100. Kemudian diikuti Ruditapes dengan kepadatan 3,589 individu, kepadatan relatif 21,153 serta frekuensi kehadiran 63,33. Selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
Nutallia dengan kepadatan 3,035 individu, kepadatan relatif 17,892 serta frekuensi kehadiran sebesar 63,33. Berikutnya Macoma dengan nilai kepadatan 2,539
individu, kepadatan relatif 14,966 serta frekuensi kehadiran 60,00, sedangkan nilai paling rendah adalah Anadara 1 dengan kepadatan 0,766 individu, kepadatan
relatif sebesar 4,515 serta frekuensi kehadiran 7,177. Tingginya nilai kepadatan, kepadatan relatif dan frekuensi Meretrix pada
stasiun ini menunjukkan bahwa faktor fisik-kimianya sangat mendukung, atau merupakan habitat yang ideal untuk Bivalvia dalam hal ini Meretrix kepah.
Keadaan ini sesuai dengan pendapat Morton 1983 dalam Dodi 1998 yang menyatakan kerang kepah termasuk kerang yang hidup di dalam substrat berlumpur
pada daerah estuaria, hutan mangrov dan sungai-sungai besar dengan kisaran pH 5,00 – 6,40.
Selanjutnya Boominathan
et al., 2008 Bivalvia Meretrix meretrix, M.lycra banyak ditemukan pada dataran lumpur di daerah mangrove pada ekosistem estuaria.
Pernyataan ini jika dikaitkan dengan tipe substrat pada stasiun 1 substrat berlumpur sangatlah sesuai.
Genus yang memiliki nilai terendah adalah Anadara 1 keadaan ini menunjukkan bahwa habitat ini kurang cocok untuk pertumbuhan dan kelangsungan
hidup Anadara. Menurut Nurdin et al.,2006 menyatakan rendahnya kepadatan populasi Anadara granosa kerang darah disebabkan oleh toleransi kerang tersebut
kurang terhadap salinitas dan substrat dasar. Anadara kurang cocok pada salinitas yang rendah pada daerah estuaria dan mangrov.
Universitas Sumatera Utara
Pada stasiun 2 pemukiman diperoleh 6 genus Bvalvia dengan nilai tertinggi adalah Anadara 1 dengan kepadatan 7,177 individu, kepadatan relatif 32,004 serta
frekuensi kehadiran 100. Selanjutnya Nutallia dengan nilai kepadatan 4,170 individu, kepadatan relatif 18,595 serta frekuensi kehadiran sebesar 70.
Kemudian Paphia dengan nilai kepadatan 3,418 individu, kepadatan relatif sebesar 15,245 serta frekuensi kehadiran 60. Berikutnya Ruditapes dengan kepadatan
3,177 individu, kepadatan relatif 14,168 serta frekuensi kehadiran 56,66. Selanjutnya Macoma dengan kepadatan 2,979 individu, kepadata relatif 13,282
serta frekuensi kehadiran 60. Sedangkan nilai paling rendah adalah genus Perna dengan kepadatan 1,504 individu, kepadatan relatif 6,704 serta frekuensi kehadiran
53,33. Tingginya nilai kepadatan, kepadatan relatif serta frekuensi kehadiran
Anadara 1 pada stasiun ini dapat dijadikan indikasi bahwa habitat tersebut merupakan habitat yang cocok bagi kelangsungan hidup Anadara. Menurut Dodi et al., 2000
kepadatan Anadara granosa meningkat pada lokasi yang terlindung dari hempasan ombak maupun arus serta memiliki bahan organik total yang relatif tinggi pada
substrat lumpur berpasir. Selanjutnya tipe substrat dasar yang disukai kerang darah adalah pasir berlumpur Nurdin et al., 2006. Seperti parameter fisik kimia pada
Tabel 4.2 tipe substrat pada stasiun 2 adalah lumpur berpasir yang berarti sangat cocok untuk habitat Anadara.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya keberhasilan benih kerang darah untuk menepel pada kolektor tergantung pada salinitas. Salinitas 18‰ keberhasilan jauh lebih tinggi
Romimohtarto dan Sri, 1985. Sedangkan genus yang memiliki nilai terendah pada stasiun 2 adalah genus
Perna. Rendahnya nilai kepadatan relatif serta frekuensi kehadiran genus Perna pada stasiun ini mengindikasikan bahwa stasiun ini tidak cocok sebagai habitatnya.
Menurut Boominathan et al., 2008 Perna viridis banyak terdapat di pantai berpasir dan pasir berbatu di daerah muara sungai. Selanjutnya KLH 1984 dalam Edward
1995 menetapkan nilai salinitas untuk budidaya kerang hijau Perna viridis 26 ‰ – 35 ‰.
Jika dilihat dari tipe substrat lumpur berpasir dan salinitas 24‰ yang terdapat pada stasiun 2 setelah dikaitkan dengan pernyataan di atas kedua parameter
tersebut tidaklah mendukung untuk habitat Perna. Hal ini terlihat dari nilai kepadatan, kepadatan relati maupun frekuensi kehadiran yang sangat rendah.
Pada stasiun 3 mulut muara diperoleh 9 genus Bivalvia nilai tertinggi adalah genus Anadara 1 dengan nilai kepadatan 8,585 individu, kepadatan relatif
25,063 frekuensi kehadiran 100. Lalu diikuti dengan Anadara 2 dengan nilai kepadatan 5,759, kepadatan relatif 17,181 serta frekuensi kehadiran 70.
Kemudian Perna dengan nilai kepadatan 3,660 individu, kepadatan relatif 10,918 serta frekuensi kehadiran 70. Selanjutnya Ensis dengan nilai kepadatan 3,348
individu, kepadatan relatif 9,987 serta frekuensi kehadiran 63,33. Berikutnya diikuti dengan Paphia dengan nilai kepadatan 3,121 individu, kepadatan relatif
Universitas Sumatera Utara
9,310 dengan frekuensi kehadiran 60. Kemudian Aequipecten dengan nilai kepadatan 3,092 individu, kepadatan relatif 9,225 serta frekuensi kehadiran 60.
Selanjutnya Placuna dengan nilai kepadatan 2,865 individu, kepadatan reltif 8,548 serta frekuensi kehadiran 63,33. Kemudian Marcia dengan nilai kepadatan 2,156,
kepadatan relatif 6,342 serta frekuensi kehadiran 46,66. Sedangkan genus dengan nilai paling rendah adalah Pinctada dengan nilai kepadatan 0,936 individu, kepadatan
relatif 2,793 serta frekuensi kehadiran sebesar 36,66. Kepadatan dan kepadatan relatif Anadara 1 pada stasiun 3 ini lebih tinggi
nilainya dibandingkan dengan stasiun 2 dalam arti stasiun 3 masih lebih cocok sebagai habitat Anadara 1 dilihat dari nilai kepadatan dan kepadatan relatifnya lebih
tinggi. Menurut Dodi 1998 semakin tinggi kelimpahan biota pada suatu area maka habitat tersebut semakin cocok. Seperti halnya stasiun 2, stasiun 3 pun memiliki tipe
substrat lumpur berpasir yang merupakan substrat yang disukai Anadara. Selanjutnya KLH 1984 dalam Edward 1995 menetapkan nilai beberapa
parameter fisik kimia untuk budidaya kerang darah atau kerang bulu sebagai berikut : salinitas sebesar 18 ‰ – 30 ‰, DO 3 mgl – 8 mgl, suhu 15°C - 32°C. Dari
beberapa parameter ini setelah dikaitkan dengan sifat fisik-kimia pada stasiun 3 antara lain : salinitas 26,8 ‰, DO 6,0 mgl dan suhu 29,83°C. Keadaan ini sangatlah
relevan yang berarti stasiun 3 mulut muara adalah habitat yang ideal untuk kehidupan Anadara.
Universitas Sumatera Utara
Genus yang memiliki nilai terendah pada stasiun ini adalah Pinctada yang berarti habitat ini kurang cocok dengan kehidupan Pinctada, keadaan ini nampak dari
kepadatan yang sangat rendah. Salah satu indikasi yang menunjukkan tidak cocoknya suatu habitat bagi biota adalah rendahnya kelimpahan biota tersebut pada suatu area
ataupun ketidakmampuannya untuk berdistribusi mencapai areal tersebut Dodi, 1998. Selanjutnya Hamzah, 2009 menyatakan semakin tinggi kadar kekeruhan air,
maka semakin tinggi tingkat kematian anakan kerang mutiara keadaan ini diduga disebabkan suspensi lumpur ikut terserap kedalam lambungnya sehingga
mengganggu sistem metabolisme pencernaan. Selanjutnya menurut TTG Budidaya Perikanan 2000 menetapkan lokasi
budidaya kerang mutiara Pintada maxima sebagai berikut salinitas 30 ‰ – 34 ‰, dasar perairan pasir karang, dan keserahan cukup tinggi. Menurut Hamzah 2009
presentase ketahanan hidup kerang mutiara cenderung lebih berhasil pada tingkat kecerahan air laut sebesar 6 m. Setelah dibandingkan dengan beberapa parameter
fisik-kimia pada stasiun 3 antara lain kecerahan 120 cm, salinitas 26,8 ‰ dan substrat dasar lumpur berpasir beberapa nilai paramaeter tersebut menunjukkan
bahwa stasiun ini kurang cocok untuk habitat Pinctada.
4.3 Indeks Keanekaragaman H’ dan Keseragaman E