Analisis Indeks Glikemik (IG) pada Nasi Campuran antara Beras (Oriza sp) dan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)

(1)

ANALISIS INDEKS GLIKEMIK (IG) PADA NASI CAMPURAN ANTARA BERAS (Oriza sp) DENGAN UBI JALAR

ORANGE (Ipomoea batatas L)

SKRIPSI

Oleh:

FANNISA IZZATI NIM. 111000268

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ANALISIS INDEKS GLIKEMIK (IG) PADA NASI CAMPURAN ANTARA BERAS (Oriza sp) DENGAN UBI JALAR

ORANGE (Ipomoea batatas L)

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

FANNISA IZZATI NIM. 111000268

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PERNYATAAN

ANALISIS INDEKS GLIKEMIK (IG) PADA NASI CAMPURAN ANTARA BERAS (Oriza sp) DENGAN UBI JALAR

ORANGE (Ipomoea batatas L)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2015

Fannisa Izzati 111000268


(4)

(5)

ABSTRAK

Nasi ubi jalar merupakan pangan alternatif yang mensubstitusi beras dengan ubi jalar. Ubi jalar orange kaya akan β-karoten sehingga menjadikan nasi beras ubi jalar sebagai nasi yang kaya antioksidan. ubi jalar orange dapat diolah menjadi beberapa produk olahan, salah satunya menjadi tepung. Melalui tepung ubi jalar orange juga dapat diolah menjadi nasi ubi jalar orange.

Indeks glikemik adalah respon glukosa darah terhadap makanan dibandingkan dengan respon glukosa darah terhadap glukosa murni. Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu pembuatan nasi dari beras dengan penambahan tepung ubi jalar orange yang menggunakan komposisi perbandingan 1:1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui indeks glikemik pangan uji berupa nasi ubi jalar lebih mendekati indeks glikemik beras atau indeks glikemik ubi jalar dan bagaimana kecepatan menaikkan kadar gula darah setelah mengonsumsi pangan uji tersebut. Komposisi zat gizi pada nasi ubi jalar orange yaitu air 52,6% b/b, Abu 0,29% b/b, Protein 4,74% b/b, lemak 0,57% b/b, karbohidrat 41,2% b/b dan serat kasar 0,44% b/b. Kandungan energi yang terdapat pada nasi ubi jalar orange yaitu sebesar 234,6 kkal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan pengukuran indeks glikemik nasi ubi jalar orange dengan menggunakan pangan acuan berupa roti tawar menunjukkan bahwa nasi ubi jalar orange memiliki nilai indeks glikemik 83% dan angka ini termasuk dalam katagori pangan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi (>70).

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai indeks glikemik nasi ubi jalar orange dengan komposisi perbandingan lain sebagai campuran dalam pembuatan nasi ubi jalar orange dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengukuran nilai indeks glikemik pangan olahan lain berbahan ubi jalar (Ipomoea batatas L).


(6)

ABSTRACT

Sweet potato rice is an alternative food are substituting rice with sweet potatoes. Orange sweet potatoes orange contents much β-carotene which is caused sweet potato rice as a kind of rice rich in antioxidants. Orange sweet potato can be processed into refined products, one of them into flour. Through the orange sweet potato flour can also be processed into orange sweet potato rice.

The glycemic index is a blood glucose response to food compared with blood glucose response to pure glucose. The glycemic index is purpose for determining the blood glucose response to the type and amount of food consumed.

The type of research used in this study is an experimental research, namely to produce rice from the rice with the addition of orange sweet potato flour with the ratio of one to one (1: 1). The purpose of this study was to determine the glycemic index food such as sweet potato rice test closer glycemic index rice or sweet potato glycemic index and how the velocity raise blood sugar levels after eating the test food. The composition of nutrients in orange sweet potato rice is water 52.6%, dust 0.29%, protein 4.74%, fat 0.57%, carbohydrate 41.2% and crude fiber 0.44%. The energy content contained on orange sweet potato rice amounting to 234.6 kcal.

The results of this study indicate that the glycemic index is based on the measurement of orange sweet potato rice by using a reference food such as white bread showed that orange sweet potato rice has a glycemic index value of 83% and this figure is included in the category of food that has a high glycemic index value (> 70 ).

Need to do further research on the glycemic index orange sweet potatoe rice with a composition ratio of the other as an ingredient in the produce of orange sweet potato rice and more further research on the measurement of glycemic index value of other processed foods made from sweet potato (Ipomoea batatas L).


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fannisa Izzati

Tempat/Tanggal Lahir : Pangkal Pinang, 22 Februari 1994

Agama : Islam

Suku Bangsa : Aceh

Status Perkawinan : Belum Menikah Nama Ayah : Riza Putra (Alm)

Nama Ibu : Fajriati Ramly

Anak ke : 1 (satu) dari 4 (empat) bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Pantai Tegal No. 18, Gatot Subroto KM 6.5 Medan 20123

Riwayat Pendidikan

Tahun 1999 – 2005 : SD Negeri 02 Sidoharjo Lampung

Tahun 2005 – 2008 : SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Tahun 2008 – 2011 : SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Tahun 2011 – 2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

Lama studi di FKM USU : 3 tahun 10 bulan

Riwayat Organisasi

1. Lembaga Kesenian Tari USU

2. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FKM USU 3. UKM Pengembangan pada Masyarakat (UKM PPM) FKM USU 4. Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI) Sumatera Utara 5. Brotherhood Organization of Social and Humanity (B.O.S.H)


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas skripsi dengan judul: “Analisis Indeks Glikemik (IG) pada Nasi Campuran antara Beras (Oriza sp) dan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi teladan utama bagi umat manusia.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini terkhusus untuk ayah dan ibu tercinta yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan penuh kasih sayang dan selalu mendoakan hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat dan Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, serta dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, serta dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ir. Etti Sudaryati, MKM, Ph.D dan Ernawati Nasution, SKM, M.Kes, selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukkan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Maya Fitria, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Para Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu dan bimbingan.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, Ibunda Fajriati Ramly dan

Ayahanda Riza Putra (Alm), serta adik-adik tercinta Talitha Nur Zhafirah, Aldha Rianza Putri dan Meuthia Azzahra Putri, untuk cinta, doa, kasih sayang dan dukungannya yang tak tergantikan yang diberikan kepada penulis.

8. Sahabat-sahabatku yang telah bersama sejak awal di FKM USU, Chelsea Andini Marpaung, Lady Diana, Tri Ramadhany, Vinka Zalina, Rifhandita Asokawati, Widia Gustiasari, M. Ali Angkat, Mutiara Nauli, yang telah banyak memberikan arti indahnya persahabatan kepada penulis dan juga memberikan dukungan serta semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat atas bantuan, dukungan, waktu serta masukan yang diberikan selama peminatan.


(10)

10. Teman-teman yang bersama berjuang di Praktek Belajar Lapangan (PBL) di Kabupaten Langkat Kecamatan Bahorok Bukit Lawang, Nuansa Putri Purba, Lamtiur Junita Bancin, Ervina Fedelia Manik, Gabriella G. Sembiring, M. Mansur, Kak Nur Eviantri, dan teman-teman yang bersama berjuang di Latihan Kerja Peminatan (LKP) di Puskesmas Padang Bulan,

Chintya Nurul Aidina, Elvira Dewinta Indria, yang telah mengajarkan banyak hal tentang diluar kampus.

11. Teman-teman di Pengurus Daerah PAMI SUMUT periode 2014-2015 yang telah bekerja sama selama kepengurusan 1 tahun dan memberikan dukungan kepada penulis.

12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 yang selalu mendukung dan mendoakan.

13. Abang dan kakak senior FKM USU, Abang Pendi, Abang Dika, Abang Ical, Abang Hamid, Abang Mamad, Abang Ojik, Abang Ziad, Abang Putra, Abang Isas, Abang Roni, Abang Dian, Abang Fandi, Abang Eko, Abang Darly, Kaki Iti, Kak Nia, Kak Putri Irsan, Kak Dini, Kak Wani, yang memberikan motivasi, pembelajaran, serta dukungan kepada penulis. 14. Kepada adik-adik FKM USU, Helmi, Kiky, Madan, Oby, Ojik, Fauzi,

Rathia, Rahmah, Diah, Dina, Dila, Irwansyah, Ichwan, Ica, Balqis, Sherli, Viona, Angel, Reza, Budi, Wina, Amel, Akbar, yang telah memberikan dukungan kepada penulis.


(11)

15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas dukungan, kerja sama dan doanya.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan menuju yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2015 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Umum ... 9

1.3.2 Tujuan Khusus ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Beras (Oriza sp) ... 10

2.2 Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.) ... 11

2.3 Kandungan Gizi dan Manfaat Ubi Jalar ... 14

2.3.1 Kandungan Gizi dan Manfaat Ubi Jalar Orange .. 17

2.4 Tepung Ubi Jalar ... 18

2.5 Campuran antara Beras dan Ubi ... 19

2.5.1 Campuran Beras dan Ubi Orange ... 19

2.6 Indeks Glikemik (IG) ... 20

2.6.1 Faktor yang Memengaruhi Indeks Glikemik Pangan ... 23

2.6.2 Pengukuran Indeks Glikemik Pangan ... 28

2.7 Kerangka Konsep Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 34

3.2.2 Waktu Penelitian ... 35

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian ... 35

3.3.1 Subyek Penelitian ... 35

3.3.2 Obyek Penelitian ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37


(13)

3.4.2 Data Sekunder ... 37

3.5 Definisi Operasional ... 37

3.6 Alat dan Bahan ... 38

3.6.1 Alat ... 38

3.6.2 Bahan ... 38

3.7 Tahap Penelitian ... 39

3.7.1 Proses Pembuatan Nasi Ubi Jalar Orange ... 39

3.7.2 Analisis Kandungan Gizi Nasi Ubi Jalar ... 41

3.7.3 Pengukuran Indeks Glikemik Nasi Ubi Jalar ... 45

3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 46

3.8.1 Metode Pengolahan Data ... 46

3.8.2 Metode Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 48

4.2 Karakteristik Subyek ... 48

4.3 Karakteristik Tepung Ubi Jalar yang Dihasilkan ... 49

4.3.1 Karakteristik Tepung Ubi Jalar Orange ... 49

4.4 Karakteristik Nasi Ubi Jalar ... 50

4.4.1 Karakteristik Nasi Ubi Jalar Orange ... 50

4.5 Analisis Kandungan Zat Gizi pada Nasi Ubi Jalar... 51

4.5.1 Analisis Kandungan Zat Gizi pada Nasi Ubi Jalar Orange ... 51

4.6 Pengukuran Indeks Glikemik Nasi Ubi Jalar ... 51

4.6.1 Penentuan Jumlah Porsi Pangan Uji ... 52

4.6.2 Pengukuran Indeks Glikemik ... 52

BAB V PEMBAHASAN ... 61

5.1 Kandungan Zat Gizi pada Nasi Ubi Jalar dengan 50% Tepung Ubi Jalar ... 61

5.1.1 Kandungan Gizi pada Nasi Ubi Jalar Orange dengan 50% Tepung Ubi Jalar Orange ... 61

5.2 Indeks Glikemik ... 64

5.2.1 Indeks Glikemik Nasi Ubi Jalar Orange ... 64

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 69

6.1 Kesimpulan ... 69

6.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Umbi Ubi Jalar per 100g Bahan ... 16 .

Tabel 2.2 Kandungan Gizi dari Umbi Ubi Jalar Putih dan Kuning ... 16

Tabel 2.3 Kandungan Gizi dari Tepung Umbi Ubi Jalar Putih dan Kuning ... 19

Tabel 4.1 Karakteristik Subyek ... 49

Tabel 4.2 Kandungan Air, Abu, Protein, Lemak, Karbohidrat dan Serat pada Nasi Ubi Jalar Orange ... 51

Tabel 4.3 Jumlah Pangan Uji Setara dengan 50g Karbohidrat ... 52

Tabel 4.4 Respons Glukosa Darah terhadap Roti Tawar ... 53

Tabel 4.5 Respon Glukosa Darah terhadap Nasi Ubi Jalar Orange ... 54

Tabel 4.6 Perhitungan Interval Roti Tawar ... 57

Tabel 4.7 Perhitungan Interval Nasi Ubi Jalar Orange ... 58

Tabel 4.8 Indeks Glikemik Pangan Uji ... 59


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Kuning ... 13

Gambar 2.2 Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Putih ... 14

Gambar 2.3 Kerangka Konsep ... 31

Gambar 3.1 Proses Alur Penelitian Eksperimen ... 34

Gambar 3.2 Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar ... 39

Gambar 3.3 Proses Pembuatan Nasi Ubi Jalar ... 40

Gambar 4.1 Tepung Ubi Jalar Orange ... 50

Gambar 4.2 Nasi Ubi Jalar Orange ... 50

Gambar 4.3 Kurva Roti Tawar dan Nasi Ubi Jalar Orange ... 55

Gambar 4.4 Kurva Perhitungan Interval Roti Tawar ... 56


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 76

Lampiran 2. Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan ... 77

Lampiran 3. Hasil Uji Kandungan Gizi Nasi Ubi Jalar Orange ... 79

Lampiran 4. Formulir Informed Consent ... 80


(17)

ABSTRAK

Nasi ubi jalar merupakan pangan alternatif yang mensubstitusi beras dengan ubi jalar. Ubi jalar orange kaya akan β-karoten sehingga menjadikan nasi beras ubi jalar sebagai nasi yang kaya antioksidan. ubi jalar orange dapat diolah menjadi beberapa produk olahan, salah satunya menjadi tepung. Melalui tepung ubi jalar orange juga dapat diolah menjadi nasi ubi jalar orange.

Indeks glikemik adalah respon glukosa darah terhadap makanan dibandingkan dengan respon glukosa darah terhadap glukosa murni. Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu pembuatan nasi dari beras dengan penambahan tepung ubi jalar orange yang menggunakan komposisi perbandingan 1:1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui indeks glikemik pangan uji berupa nasi ubi jalar lebih mendekati indeks glikemik beras atau indeks glikemik ubi jalar dan bagaimana kecepatan menaikkan kadar gula darah setelah mengonsumsi pangan uji tersebut. Komposisi zat gizi pada nasi ubi jalar orange yaitu air 52,6% b/b, Abu 0,29% b/b, Protein 4,74% b/b, lemak 0,57% b/b, karbohidrat 41,2% b/b dan serat kasar 0,44% b/b. Kandungan energi yang terdapat pada nasi ubi jalar orange yaitu sebesar 234,6 kkal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan pengukuran indeks glikemik nasi ubi jalar orange dengan menggunakan pangan acuan berupa roti tawar menunjukkan bahwa nasi ubi jalar orange memiliki nilai indeks glikemik 83% dan angka ini termasuk dalam katagori pangan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi (>70).

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai indeks glikemik nasi ubi jalar orange dengan komposisi perbandingan lain sebagai campuran dalam pembuatan nasi ubi jalar orange dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengukuran nilai indeks glikemik pangan olahan lain berbahan ubi jalar (Ipomoea batatas L).


(18)

ABSTRACT

Sweet potato rice is an alternative food are substituting rice with sweet potatoes. Orange sweet potatoes orange contents much β-carotene which is caused sweet potato rice as a kind of rice rich in antioxidants. Orange sweet potato can be processed into refined products, one of them into flour. Through the orange sweet potato flour can also be processed into orange sweet potato rice.

The glycemic index is a blood glucose response to food compared with blood glucose response to pure glucose. The glycemic index is purpose for determining the blood glucose response to the type and amount of food consumed.

The type of research used in this study is an experimental research, namely to produce rice from the rice with the addition of orange sweet potato flour with the ratio of one to one (1: 1). The purpose of this study was to determine the glycemic index food such as sweet potato rice test closer glycemic index rice or sweet potato glycemic index and how the velocity raise blood sugar levels after eating the test food. The composition of nutrients in orange sweet potato rice is water 52.6%, dust 0.29%, protein 4.74%, fat 0.57%, carbohydrate 41.2% and crude fiber 0.44%. The energy content contained on orange sweet potato rice amounting to 234.6 kcal.

The results of this study indicate that the glycemic index is based on the measurement of orange sweet potato rice by using a reference food such as white bread showed that orange sweet potato rice has a glycemic index value of 83% and this figure is included in the category of food that has a high glycemic index value (> 70 ).

Need to do further research on the glycemic index orange sweet potatoe rice with a composition ratio of the other as an ingredient in the produce of orange sweet potato rice and more further research on the measurement of glycemic index value of other processed foods made from sweet potato (Ipomoea batatas L).


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusianya. Menurut Kusharto dan Muljono (2010) dalam Maulana (2012), kualitas sumber daya manusia ditandai dengan kondisi fisik dan mental yang kuat, kesehatan yang prima dan pendidikan yang baik, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. Mengingat hal tersebut, dalam rangka mendukung pembangunan nasional, perlu dilakukan upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan gizi dan kesehatan.

Masalah gizi adalah gangguan kesehatan dan kesejahteraan seseorang, kelompok orang atau masyarakat sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara asupan (intake) dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Ketidakseimbangan ini dapat mengakibatkan gizi kurang maupun gizi lebih (Cakrawati & Mustika 2012). Masalah gizi merupakan masalah global yang terjadi di sebagian besar belahan dunia termasuk Indonesia. Pada saat ini, Indonesia masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurangnya higiene sanitasi lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Sebaliknya, masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan (Almatsier, 2009).


(20)

Meningkatnya penyakit degeneratif antara lain akibat adanya perubahan perilaku, gaya hidup, pola makan dan aktivitas yang tidak seimbang. Disebut juga sebagai penyakit degeneratif karena kejadian bersangkutan dengan proses degenerasi atau ketuaan sehingga penyakit degeneratif banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 2007). Oleh karena itu, asupan makanan perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko penyakit degeneratif, terutama pada penderita atau orang dengan risiko penyakit diabetes militus (DM), hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan lain-lain. Menurut Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa untuk prevalensi angka gizi lebih diperoleh sebesar 13,5% dan obesitas sebesar 15,4%, prevalensi diabetes militus yang terdiagnosa dokter dengan gejala adalah 2,1 % dari jumlah penduduk usia > 15 tahun. Dan diperkirakan bahwa pada tahun 2030 mendatang prevalensi diabetes militus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes care, 2004 dalam Depkes, 2009).

Usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, salah satu kebutuhan primer tersebut adalah makanan. Dalam sejarah kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang diikuti pula oleh perubahan kebutuhan makanan pokok. Hal ini dapat terlihat pada beberapa daerah di Indonesia yang semula mengonsumsi ketela, sagu ataupun jagung, akhirnya beralih mengonsumsi beras.

Pada penatalaksanaan permasalahan gizi, baik gizi lebih maupun gizi kurang salah satu caranya adalah dengan cara pengaturan makan atau diet. Cara ini dapat dilakukan melalui pemilihan jumlah dan jenis karbohidrat yang tepat dengan menggunakan konsep indeks glikemik. Indeks Glikemik (IG) ialah


(21)

tingkatan pangan yang berpengaruh terhadap kadar gula darah dengan kisaran 0 – 100. Indeks ini merupakan ukuran seberapa banyak kenaikan kadar gula darah seseorang dalam dua atau tiga jam sesudah makan (Rusilanti, 2008).

Makanan yang memiliki IG tinggi menyebabkan peningkatan besar glukosa darah dengan cepat, sedangkan makanan yang memiliki IG rendah membantu menjaga kadar glukosa darah tetap stabil (Shreeve, 2005). Menurut Rimbawan & Siagian (2004) konsep IG menekankan pada pentingnya mengenal karbohidrat berdasarkan kecepatannya menaikkan kadar glukosa darah setelah mengonsumsi pangan. Memilih makanan dengan IG rendah secara tidak langsung berarti mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam. Oleh karena itu, pengaturan diet dan pemilihan makanan dengan konsep IG juga mendukung upaya penganekaragaman makanan.

Konsep IG berguna untuk membina kesehatan, mencegah obesitas, mengurangi resiko penyakit degeneratif dan memilih pangan untuk berolahraga. Pangan yang memiliki indeks glikemik rendah bermanfaat bagi orang yang sedang menurunkan berat badan dan bagi penyandang diabetes mellitus agar dapat mengontrol kadar glukosa darah sehingga tidak meningkat secara drastis. Pangan yang memiliki IG tinggi bermanfaat untuk menunjang penampilan dan daya tahan atlet (Rimbawan & Siagian, 2004).

Menurut Miller, dkk. (1991) dalam Rimbawan dan Siagiaan (2004), studi pemberian jangka menengah pangan dengan IG rendah pada penderita diabetes menunjukkan bahwa pangan dengan IG rendah berhubungan dengan peningkatan pengendalian gula darah. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, konsumsi


(22)

karbohidrat yang tinggi diduga sebagai penyebabnya. Konsep IG memperkuat sebagian dugaan tersebut. Peningkatan kadar gula darah yang cepat akan menaikkan kebutuhan insulin. Selama insulin masih bisa mengimbangi, peningkatan kadar gula darah jangka pendek tidak masalah. Namun, apabila peningkatan ini berlangsung lama, insulin tidak mampu lagi menjaga kadar gula darah pada taraf normal maka akan timbul diabetes tipe 2 (Rimbawan, 2004 dalam Maulana, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian yang difokuskan untuk meneliti indeks glikemik yang dilakukan oleh Siagian (2006), pendertita obesitas cenderung lebih cepat lapar dibandingkan dengan orang normal. Penderita obesitas disarankan untuk mengonsumsi pangan yang memiliki IG rendah, karena pangan yang memiliki IG rendah dapat menekan rasa lapar sehingga dapat mengontrol kadar glukosa darah pada penderita obesitas dan juga menurunkan nafsu makan. Konsumsi pangan tinggi karbohidrat-rendah lemak dan rendah karbohidrat-tinggi lemak pada pagi hari juga dapat menurunkan nafsu makan pada siang hari (komposisi berbeda tetapi IG sama).

Jarvi, dkk (1999) dalam Listiati (2011) mengatakan bahwa, pada penderita diabetes, fakta dari penelitian jangka menengah menunjukkan bahwa penggantian karbohidrat yang memiliki IG tinggi dengan pangan yang memiliki IG rendah akan memperbaiki pengendalian gula darah.

Beraneka pangan lokal seperti umbi-umbian dapat dimanfaatkan sebagai pangan alternatif yang relatif aman dalam penyediaan energi dan berpotensi memiliki indeks glikemik rendah. Salah satu jenis umbi-umbian yang berpotensi


(23)

dalam penyediaan energi dari karbohidrat adalah ubi jalar. Selain sebagai bahan pangan sumber karbohidrat, ubi jalar juga mengandung sejumlah vitamin dan mineral sehingga semakin menempatkan ubi jalar pada posisi unggul dibandingkan beras atau olahan terigu (Maulana, 2012). Menurut Ratnawati, dkk (2012) sebagian penderita DM dan kelebihan berat badan sering berusaha menghindari konsumsi nasi dan menggantinya dengan sumber karbohidrat lain seperti umbi-umbian.

Beberapa hasil penelitian yang difokuskan untuk meneliti indeks glikemik umbi-umbian, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2012) yang menyatakan bahwa umbi cilembu kukus memiliki nilai indeks glikemik sebesar 58,22, lebih rendah dari umbi sukun kukus hasil penelitian Rakhmawati (2011) yang memiliki nilai indeks glikemik sebesar 89. Menurut Lukitaningsih (2012) dalam Sundari (2014), umbi walur memiliki nilai indeks glikemik sangat rendah yaitu 16,9 kemudian diikuti umbi porang dengan nilai indeks glikemik sebesar 20,6 dan umbi gayong sebesar 20,8 sedangkan nilai indeks glikemik umbi uwi dan suweg masing-masing yaitu sebesar 23,1 dan 68,8. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, bahan pangan yang sama memiliki indeks glikemik berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan oleh varietas tanaman sumber pangan, pengolahan (misalnya penggilingan dan pemanasan), dan pemilihan pangan acuan (roti atau glukosa) (Rimbawan dan Siagian, 2004). Perbedaan nilai indeks glikemik pada satu bahan pangan juga dapat terjadi karena perbedaan metode pengujian yang dilakukan.


(24)

Beberapa jenis umbi-umbian yang ada di Indonesia, ubi jalar (Ipomoea batatas L) adalah jenis umbi yang pemanfaatannya masih terbatas. Pemanfaatan ubi jalar di Indonesia pada umumnya masih relatif sedikit dan baru dikonsumsi dalam bentuk olahan primer yaitu dibuat menjadi makanan kecil seperti ubi rebus, ubi kukus, ubi panggang, keripik ubi dan kolak ubi. Hanya di beberapa daerah seperti Irian Jaya dan Maluku ubi jalar dikonsumsi sebagai makanan pokok (Lisnan, 2008).

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang berasa manis dan indeks glikemik lebih rendah dibanding beras, sehingga baik dikonsumsi sebagai pengganti beras bagi penderita diabetes. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) dapat dikonsumsi sebagai makanan utama maupun kudapan. Sebagai makanan utama ubi ini dapat diolah menajdi nasi, yaitu nasi yang dicampur dengan ubi jalar. Ubi jalarnya dapat dicampurkan dalam bentuk pasta (Murdiati & Amaliah, 2013). Menurut Sentra Informasi Iptek (2005) dalam Ginting (2010), kandungan energi pada 100g ubi jalar yaitu 71,1 kal, protein 1,4g, lemak 0,17g, pati 22,4g, gula 2,4g dan seratnya 1,6g. Ubi jalar juga mengandung vitamin A 0,01mg, vitamin B 0,09mg, vitamin C sebesar 24mg, fosfor 51g, besi 0,49g, dan kalsium 29mg.

Ubi jalar (Ipomoea batatas L) memiliki ukuran bentuk, warna kulit dan warna daging bermacam-macam tergantung pada varietasnya. Ukuran umbi tanaman ubi jalar bervariasi, ada yang besar dan ada pula yang kecil. Bentuk umbi tanaman ubi jalar ada yang bulat, bulat lonjong (oval) dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang berwarna putih, kuning, ungu, orange dan merah. Demikian juga daging umbi tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) ada yang berwarna kuning,


(25)

orange dan ungu. Struktur kulit tanaman ubi jalar juga bervariasi antara tipis sampai tebal dan bergetah.

Menurut Murtiningsih dan Suyanti (2011) nilai indeks glikemik ubi jalar orange tergolong tinggi yaitu sebesar 64. Ubi jalar orange boleh dikonsumsi oleh masyarakat atau orang yang tidak menderita obesitas maupun diabetes mellitus), namun porsi makanan ubi jalar orange tersebut harus tetap diperhatikan karena ubi jalar orange termasuk pangan yang memiliki IG tinggi.

Beras (Oriza sp) merupakan makanan sumber energi yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi namun proteinnya rendah. Kandungan gizi beras per 100 gram bahan adalah 360 kkal energi, 6,6gr protein, 0,58gr lemak, dan 79,34gr karbohidrat. Beras putih merupakan bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi beras putih berkaitan dengan peningkatan resiko diabetes tipe 2 (Larasati, 2013).

Beras merupakan kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan konsumsi beras masyarakat Indonesia. Jenis beras di Indonesia ada banyak. Jenis beras orisinil Indonesia yang dapat dinikmati oleh masyarakat yaitu beras pandan wangi, IR 64 atau beras setra ramos, rojolele, IR 42, IR 36, ciherang, taj mahal, martapura, cisokan, margasari, logawa, beras merah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwani, dkk (2007), nilai indeks glikemik IR 36 yaitu 45 dan tergolong rendah. Beras ciherang, taj mahal, martapura, IR 64 masing-masing memiliki nilai indeks glikemik 54, 60, 50, 70. Dari hasil penelitian tersebut, nasi


(26)

IR 36 baik dikonsumsi karena memiliki nilai indeks glikemik yang rendah, dan baik juga dikonsumsi oleh penderita diabetes.

Pada artikel penelitian Isa (2014), penelitian yang dilakukan oleh Annisa Sekar Latih yaitu indeks glikemik nasi beras putih sebesar 64, nasi beras hitam 42,3, nasi beras coklat 55 dan nasi beras merah 59. Hasil penelitian yang dilakukan Setyo Harini yaitu nasi beras putih memiliki nilai indeks glikemik 97,58, nasi beras hitam 19,04, nasi beras merah 43,30. Proses pemasakan dapat memengaruhi indeks glikemik suatu pangan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwani, dkk (2007) mengenai IG beras, maka dalam penelitian ini menggunakan beras dengan jenis IR 64 yang memiliki IG tinggi yaitu sebesar 70, kemudian dicampurkan dengan ubi jalar orange yang memiliki IG sebesar 64. Pada penelitian eksperimen ini digukanan perbandingan 1:1 yaitu, beras (oriza sp) 50% dan tepung ubi jalar 50%. Penelitian ini menggunakan perbandingan 1:1 untuk mengetahui indeks glikemik pangan uji berupa nasi ubi jalar lebih mendekati indeks glikemik beras atau indeks glikemik ubi jalar dan bagaimana kecepatan menaikkan kadar gula darah setelah mengonsumsi pangan uji tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana nilai indeks glikemik nasi ubi jalar orange dengan penambahan 50% tepung ubi jalar orange (50gr).


(27)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui nilai indeks glikemik bahan pangan olahan nasi ubi jalar orange dengan penambahan 50% tepung ubi jalar orange.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kandungan karbohidrat-amilosa, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar protein nasi ubi jalar orange dengan penambahan 50% tepung ubi jalar orange.

2. Mengetahui kecepatan pangan olahan nasi ubi jalar orange dalam meningkatkan kadar glukosa darah setelah mengonsumsinya.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai salah satu cara mengoptimalkan pemanfaatan bahan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok.

2. Memberikan alternatif pengolahan ubi jalar sebagai bahan makanan pokok. 3. Memberikan informasi mengenai nilai indeks glikemik yang terkandung

dalam bahan pangan olahan nasi ubi jalar yang berasal dari produk olahan ubi jalar orange.

4. Bahan pangan olahan berupa nasi ubi jalar orange jika memiliki indeks glikemik rendah dapat dikonsumsi oleh penderita, obesitas, diabetes mellitus (DM) sebagai upaya untuk mengontrol kadar glukosa darahnya dan juga sebagai upaya untuk menurunkan berat badan bagi orang normal.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras (Oriza sp)

Beras adalah tanaman sereal yang paling penting dan makanan pokok lebih dari setengah populasi dunia. Ini menyediakan 20% dari pasokan energi makanan didunia. Sebagai sumber utama makanan berkarbohidrat, beras memainkan peran penting dalam penyediaan energi dan nutrisi (FAO, 2004 dalam Yusof, 2005).

Beras merupakan makanan sumber energi yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi namun proteinnya rendah. Kandungan gizi beras per 100 gram bahan adalah 360 kkal energi, 6,6gr protein, 0,58gr lemak, dan 79,34gr karbohidrat. Beras putih merupakan bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi beras putih berkaitan dengan peningkatan resiko diabetes tipe 2 (Larasati, 2013).

Beras merupakan kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Jenis beras di Indonesia ada banyak. Jenis beras orisinil Indonesia yang dapat dinikmati oleh masyarakat yaitu beras pandan wangi, IR 64 atau beras setra ramos, rojolele, IR 42, IR 36, ciherang, taj mahal, martapura, cisokan, margasari, logawa, beras merah.

Beras terdiri dari beberapa komponen yang meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan komponen lainnya. Besar masing-masing komponen dipengaruhi oleh varietas, lingkungan budidaya dan metode analisa yang dilakukan. (Riwan Kusmiadi, 2004 dalam Susilowati, 2010).


(29)

2.2 Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.)

Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika bagian tengah. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) mulai menyebar keseluruh dunia, terutama negara-negara berklim tropika, diperkirakan pada abad ke 16. Penyebaran ubi jalar pertama kali terjadi ke Spanyol melalui Tahiti, Kepulauan Guam, Fiji dan Selandia Baru. Orang-orang Spanyol dianggap berjasa menyebarkan ubi jalar (Ipomoea batatas L) ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia (Rukmana, 1997).

Ubi jalar (Ipomoea batatas L) memiliki ukuran bentuk, warna kulit dan warna daging bermacam-macam tergantung pada varietasnya. Ukuran umbi tanaman ubi jalar bervariasi, ada yang besar dan ada pula yang kecil. Bentuk umbi tanaman ubi jalar ada yang bulat, bulat lonjong (oval) dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang berwarna putih, kuning, ungu, orange dan merah. Demikian juga daging umbi tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) ada yang berwarna kuning, orange dan ungu. Struktur kulit tanaman ubi jalar juga bervariasi antara tipis sampai tebal dan bergetah. Umbi tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) memiliki terkstur daging yang juga bervariasi, ada yang masir (mempur) dan ada pula yang benyek berair. Rasa umbi tanaman ubi jalar pun bervariasi, ada yang manis, kurang manis, dan ada pula yang gurih.


(30)

Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan sumber karbohidrat yang berasa manis dan indeks glikemik lebih rendah dibanding beras, sehingga baik dikonsumsi sebagai pengganti beras bagi penderita diabetes. Jika dilihat dari warna kulitnya, ubi jalar ini ada dua jenis, yaitu ubi jalar merah dan ubi jalar putih. Adapun jika dilihat dari warna dagingnya ada ubi jalar kuning, ubi jalar ungu, dan ubi jalar putih. Ubi jalar kuning kaya antioksidan betakaroten(provitamin A) dan vitamin C. (Murdiati & Amaliah, 2013). Daging umbi yang berwarna orange memiliki rasa yang lebih manis daripada daging umbi yang berwarna lain (Dede & Bambang, 2009). Sementara itu ubi jalar berdaging putih sangat sedikit mengandung vitamin itu, namun ubi jalar putih dapat dijadikan tepung karena berkadar bahan kering tinggi (Purwono & Purnamawati, 2007).

Ubi jalar (Ipomoea batatas L) dapat dikonsumsi sebagai makanan utama maupun kudapan. Sebagai makanan utama ubi ini dapat diolah menjadi nasi, yaitu nasi yang dicampur dengan ubi jalar. Ubi jalarnya dapat dicampurkan dalam bentuk pasta. Jika dibandingkan dengan nasi biasa, nasi ubi jalar orange ini lebih bergizi karena mengandung antioksidan. Adapun kudapan ubi diolah menjadi donat, ubi bakar, ubi rebus dan ubi goreng maupun timus. Selain itu, ubi jalar (Ipomoea batatas L) juga dapat diambil pati dan tepungnya serta digunakan sebagai campuran dalam pembuatan saos tomat (Murdiati & Amaliah, 2013).

Ubi jalar mempunyai nama botani Ipomoea batatas (L.) Lam, tergolong family Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan). Menurut Dede Juanda dan


(31)

Bambang Cahyono (2009) taksonomi klasifikasi ubi jalar (Ipomoea batatas L)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbunga) Sub divisio : Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup) Kelas : Dicotylae (tumbuhan berkeping dua) Ordo : Convolvulales

Familia : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas L. Sin batatas edulis choisy

Tujuan pokok bertanam ubi jalar (Ipomoea batatas L) adalah untuk menghasilkan umbi sebagai sumber karbohidrat non-beras, disamping fungsi lainnya sebagai bahan sayuran.


(32)

Gambar 2.2 Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Putih

Budidaya ubi jalar cocok dilakukan didaerah tropis yang panas dan lembab. Suhu ideal bagi tanaman ini adalah 21-27oC dengan curah hujan 750– 1500 mm pertahun. Budidaya ubi jalar memerlukan penyinaran matahari sekitar 11-12 jam sehari (Priyowidodo, 2014).

2.3 Kandungan Gizi dan Manfaat Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi) yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat ubi jalar menduduki peringkat keempat setelah padi, jagung dan ubi kayu. Ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral sehingga cukup baik untuk memenuhi gizi dan kesehatan masyarakat. Vitamin yang terkandung dalam ubi jalar adalah vitamin A (betakaroten), vitamin C, thiamin (vitamin B1) dan rebovlavi (vitamin B2). Sedangkan mineral yang terkandung dalam ubi jalar adalah zat besi (Fe), fosfor (P), kalsium (Ca) dan natrium (Na). Kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam ubi jalar adalah protein, lemak, serat kasar, kalori dan abu (Dede & Bambang, 2009).


(33)

Menurut Hasyim dkk (2008) dalam Jairani (2010) karbohidrat yang dikandung ubi jalar (Ipomoea batatas L) masuk dalam klasifikasi low glycemic index artinya komoditi ini sangat cocok untuk penderita diabetes. Mengonsumsi ubi jalar tidak secara drastis menaikkan gula darah, berbeda halnya dengan sifat karbohidrat dengan glycemic index tinggi, seperti beras dan jagung. Sebagian besar serat ubi jalar merah merupakan serat larut yang menyerap kelebihan lemak/kolesterol darah, sehingga kadar lemak/kolesterol dalam darah tetap aman terkendali.

Dilihat dari kandungan gizinya yang cukup lengkap, ubi jalar dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi kesehatan tubuh. Zat-zat yang terkandung didalamnya dapat mencegah berbagai penyakit, membangun sel-sel tubuh, menghasilkan energi dan meningkatkan proses metabolisme tubuh. Selain mengandung zat gizi, ubi jalar juga mengandung zat antigizi yang dapat menurunkan cita rasa sehingga masyarakat banyak yang tidak menyukainya. Zat antigizi tersebut adalah trypsin inhibitor. Zat ini dapat menghambat kerja tripsin dalam mengurai protein sehingga menyebabkan terganggunya pencernaan protein dalam usus. Akibatnya, tingkat penyerapan protein dalam tubuh menurun yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala mencret. Selain itu, ubi jalar juga mengandung senyawa-senyawa seperti ipomaemarone, furanoterpen, koumarin dan polifenol yang menimbulkan rasa pahit. Senyawa-senyawa tersebut terbentuk dalam jaringan karena adanya luka serangan hama (tsou, et.al., 1989 dikutip Djoko Said Damardjati, 1994). Selain menimbulkan rasa pahit, senyawa polifenol khususnya juga dapat menyebabkan warna umbi menjadi gelap/coklat yang dapat


(34)

terikut pada produk akhirnya. Gambaran diatas menunjukkan, bahwa sifat fisik dan kimia umbi merupakan informasi yang penting pada pengembangan teknologi pengolahan ubi jalar sebagai dasar ataupun penentu kriteria kualitas produk yang dihasilkan dan teknik atau proses yang akan dilakukan.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Umbi Ubi Jalar per 100 gram Bahan

No. Komposisi Kimia (%) Komposisi

1. Energi (kl/100gram) 71,1

2. Protein (%) 1,43

3. Lemak (%) 0,17

4. Pati (%) 22,4

5. Gula (%) 2,4

6. Serat makanan (%) 1,6

7. Kalsium (mg/100gram) 29,0

8. Fosfor (mg/100gram) 51,0

9. Besi (mg/100gram) 0,49

10. Vitamin A (mg/100gram) 0,01

11. Vitamin B1 (mg/100gram) 0,09

12. Vitamin C (mg/100gram) 24,0

13. Air 83,3

Sumber: Sentra Informasi Iptek, (2005) dalam Putri, dkk (2015)

Tabel 2.2 Kandungan Gizi dari Umbi Ubi Jalar Putih, Kuning

No. Komposisi Kimia

(%)

Jenis Warna Daging Umbi

Putih Kuning

1. Zat pati (%) 28,79 24,47

2. Gula reduksi (%) 0,32 0,11

3. Lemak (%) 0,77 0,68

4. Protein (%) 0,89 0,49

5. Air (%) 62,24 68,78

6. Abu (g) 0,93 0,99

7. Serat (%) 25 2,79

8. Vitamin (C) (mg) 28,68 29,22

9. Antosianin (mg/100gr) 0,06 0,456


(35)

Komposisi kimia. Ubi jalar yang digoreng akan meningkat bioavailabilitas betakarotennya karena minyak berperan sebagai pelarut senyawa tersebut. Didalam tubuh, betakaroten menjadi lebih mudah diserap dan akan mengalami metabolisme lanjutan. Satu hal yang menggembirakan, perebusan hanya merusak 10% kadar betakaroten, sedangkan penggorengan atau pemanggangan betakaroten dalam oven 20%. Namun penjemuran menghilangkan 40% kandungan betakaroten.

2.3.1 Kandungan Gizi dan Manfaat Ubi Jalar Orange

Ubi jalar orange memiliki daging buah berwarna kekuningan hingga jingga atau orange. Dibanding ubi jalar putih, tekstur ubi jalar orange memang lebih berair dan kurang masir tetapi lebih lembut. Semakin pekat warna jingganya, maka semakin tinggi kadar β-karoten yang merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh.

Zat gizi lain dalam ubi jalar orange adalah kalium, fosfor, mangan dan vitamin B6. Jika dimakan mentah, ubi jalar orange menyumbang cukup vitamin C. Disamping itu, ubi jalar orange lebih kaya serat, khususnya oligosakarida. Konsumsi ubi jalar orange 2-3 kali seminggu membantu kecukupan serat. Apabila dimakan bersama kulitnya menyumbang serat lebih banyak. Ubi jalar orange merupakan umbi-umbian yang mengandung senyawa antioksidan paling lengkap. Selain vitamin A, C dan E, ubi jalar orange juga mengandung vitamin B6 (pirodoksin) yang berperan penting dalam mendukung kekebalan tubuh. Hampir semua zat gizi yang terkandung dalam ubi jalar orange mendukung kemampuannya memerangi serangan jantung coroner. Kesimpulan sebuah hasil


(36)

penelitian menyebutkan bahwa kalium pada ubi jalar orange memangkas 40% resiko penderita hipertensi terserang stroke fatal dan menurunkan tekanan darah yang berlebihan hingga 25% (Anonimc, 2009).

2.4 Tepung Ubi Jalar

Ubi jalar dapat diproses menjadi tepung yang biasa diolah menjadi aneka produk makanan yang mempunyai nilai tambah tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli pangan bahwa pemanfaatan bahan pangan berkarbohidrat tinggi dalam bentuk tepung lebih menguntungkan, karena lebih fleksibel, mudah di campur, dapat diperkaya zat gizinya (fortifikasi), ruang tempat lebih efisien, daya tahan simpan lebih lama dan sesuai dengan tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno, 2000).

Tepung ubi jalar dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar yang dihancurkan dan kemudian dikeringkan, tetapi dapat pula dibuat dari gaplek ubi jalar yang dihaluskan (digiling) dan kemudian diayak (disaring). Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan cara pengeringan/penjemuran irisan tipis daging ubi jalar yang telah dikupas dan dicuci bersih. Pengeringan tepung ubi jalar dengan pengering oven adalah pada suhu 60°C selama 10 jam, sedangkan dengan pengering kabinet adalah pada suhu 60ºC selama 5 jam, dan dengan pengering tipe drum (drum dryer) adalah pada suhu 110°C dengan tekanan 80 psia dan kecepatan putar 17 rpm. Setelah kering, irisan ini dihancurkan dan diayak sampai menjadi tepung dengan tingkat kehalusan tertentu (80-100 mesh).


(37)

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pembuatan tepung ubi jalar adalah pembersihan dan pengupasan umbi, pensawutan ataupun pengirisan umbi, pengeringan, dan pengayakan hingga diperoleh produk dalam bentuk tepung halus (Ambarsari, dkk, 2009).

Menurut Susilawati dan Medikasari (2008) dalam Ginting (2010) komposisi kimia tepung ubi jalar tergantung pada varietas ubi jalar dan lingkungan. Hasil pengamatan warna dan analisis proksimat tepung dari ketigas varietas ubi jalar yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Kandungan Gizi dari Tepung Umbi Ubi Jalar Putih dan Kuning

No. Parameter ( % )

Tepung Ubi Jalar Putih

Tepung Ubi Jalar Orange

1. Kadar air 10,99 6,77

2. Kadar abu 3,14 4,71

3. Protein 4,46 4,42

4. Lemak 1,02 0,91

5. Karbohidrat 84,83 83,19

6. Serat 4,44 5,54

Sumber: Susilawati dan Medikasari, (2008)

2.5 Campuran antara Beras dan Ubi 2.5.1 Campuran Beras dan Ubi Orange

Bebilar merupakan singkatan dari nasi beras ubi jalar. Istilah ini digunakan untuk memperkenalkan pangan alternatif yang mensubstitusi beras dengan ubi jalar. Ubi jalar orange kaya akan β-karoten sehingga menjadikan nasi beras ubi jalar sebagai nasi yang kaya antioksidan. Ubi jalar mampu mensubstitusi beras (nasi) sebanyak 30%-40%, sehingga secara signifikan dapat mengurangi konsumsi beras. Teknik pembuatan relatif mudah, sama halnya seperti memasak nasi yang


(38)

dilakukan para ibu rumah tangga setiap harinya (Susilowati, 2010). Keunggulan nasi bebilar adalah kandungan β-karoten dan serat makanan yang tinggi, sehingga cocok sebagai pangan fungsional yang dapat mencegah kanker dan diabetes mellitus (Anonimb, 2008).

Wijaya & Widya (2015) mengatakan bahwa ubi jalar orange dapat diolah menjadi beberapa produk olahan, salah satunya menjadi tepung. Melalui tepung ubi jalar orange juga dapat diolah menjadi nasi ubi jalar orange. Tahap–tahap pembuatan nasi ubi orange dimulai dari pembuatan tepung ubi jalar orange. Ubi jalar orange yang digunakan adalah dengan kriteria ubi yang masih segar, tidak bercak hitam, tidak berlubang. Ubi jalar orange yang telah didapat segera dikupas dan dicuci. Lalu dilakukan blanching (pengukusan) selama 10 menit, dan dilakukan proses fermentasi alami dengan air selama 12 jam. Proses fermentasi tersebut berfungsi untuk memodifikasi sel ubi, sehingga menyebabkan perubahan karakteristik yang lebih baik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan larut. Setelah proses fermentasi, dilakukan proses pengeringan. Pengeringan terbaik dengan menggunakan sinar matahari. Oleh karena itu, dapat dilakukan pemotongan berbentuk chips pada ubi jalar untuk mempercepat proses pengeringan. Proses berikutnya adalah pengayakan untuk mendapatkan tepung ubi jalar yang halus (Wartadiani, 2014). Pada prinsipnya penanakan beras dilakukan dengan cara memanaskannya dalam air sampai tingkat yang enak dimakan (Susilowati, 2010).


(39)

Konsep Indeks Glikemik (IG) ini awalnya dikembangkan oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Ilmu Gizi di University of Toronto tahun 1981(Ide, 2007). Konsep indeks glikemik dikembangkan untuk memberikan klasifikasi numerik dari makanan sumber karbohidrat yang diasumsikan bahwa data tersebut akan berguna dalam situasi dimana toleransi glukosa terganggu (Jenkins, dkk., 1981). Konsep indeks glikemik adalah perpanjangan dari hipotesis serat dari Burkitt dan Trowell yang menyatakan bahwa makanan yang mengandung serat akan lebih lambat diserap oleh usus, sehingga makanan tersebut memiliki manfaat metabolik dalam kaitannya dengan diabetes dan pengurangan resiko penyakit jantung koroner (Burkitt dan Trowell, 1977 dalam Jenkins, dkk., 2002).

Menurut FAO (1998), Indeks Glikemik didefinisikan sebagai luas area dibawah kurva respon glukosa darah dari 50g karbohidrat dari makanan uji yang dinyatakan sebagai persen terhadap 50g karbohidrat dari makanan standar yang diambil dari bunjek yang sama. Pada awalnya, pangan karbohidrat yang digunakan sebagai pangan standar untuk mengukur IG adalah glukosa murni dengan IG sebesar 100, tetapi saat ini pangan standar yang sering digunakan adalah roti putih (Jenkins, dkk. 2002).

Menurut Sarwono W (2002) dalam Adya (2011) Indeks Glikemik adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Dengan kata lain indeks glikemik adalah respon glukosa darah terhadap makanan dibandingkan dengan respon glukosa darah terhadap glukosa murni. Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang


(40)

dikonsumsi. Indeks glikemik bahan makanan berbeda-beda tergantung pada fisiologi, bukan pada kandungan bahan makanan.

Konsep indeks glikemik disusun untuk semua orang yaitu orang yang sehat, penderita obesitas, penderita diabetes dan atlet. Indeks glikemik membantu penderita diabetes dalam menentukan jenis pangan karbohidrat yang dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Dengan mengetahui indeks glikemik pangan, penderita diabetes dapat memilih makanan yang tidak menaikkan kadar glukosa darah secara drastis sehingga kadar glukosa darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman. Indeks glikemik juga membantu atlet dalam memilih makanan untuk menunjang penampilan dan daya tahan tubuhnya. Makanan dengan indeks glikemik rendah akan dicerna dengan lambat dan akan menyimpan glikogen otot secara perlahan sehingga glukosa ekstra akan tersedia sampai akhir pertandingan. Dengan cara ini, pangan ber-IG rendah akan meningkatkan daya tahan olahragawan (Rimbawan & Siagian, 2004).

Indeks glikemik menunjukkan jenis karbohidrat yang terkandung dalam makanan, bukan jumlah karbohidrat. Peningkatan kadar gula darah dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan jenis karbohidrat yang dikonsumsi. Pada sebagian besar orang, kadar glukosa darah lebih dipengaruhi oleh jumlah karbohidrat yang dikonsumsi. Namun jenis karbohidrat juga berpengaruh terhadap gula darah. Jadi strategi yang optimal adalah mengontrol kedua aspek tersebut yaitu jumlah dan jenis karbohidrat yang dikonsumsi.

Pada kenyataannya, banyak pangan berkarbohidrat (roti, kentang, dan beras) dicerna dan diserap sangat cepat sehingga dengan cepat meningkatkan


(41)

kadar glukosa darah. Selain itu, pangan bergula tinggi (permen dan es krim) dalam jumlah sedang tidak meningkatkan kadar glukosa darah secara drastis. Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama proses pencernaan memiliki indeks glikemik tinggi, sebaliknya pangan yang indeks glikemiknya rendah, karbohidrat yang terkandung dalam pangan tersebut akan dipecah dengan lambat sehingga pelepasan glukosa ke dalam darah berjalan lambat (Rimbawan & Siagian, 2004).

Efek metabolisme berhubungan dengan tingkat penyerapan glukosa di usus kecil. Tingkat penurunan penyerapan glukosa setelah mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat yang ber-IG rendah akan mengurangi kenaikan postprandial hormon di usus (misalnya, incretins) dan insulin. Penyerapan karbohidrat secara berkepanjangan akan mempertahankan penekanan asam lemak bebas (FFA) dan respon counterregulatory, sehingga pada saat yang sama konsentrasi glukosa darah rendah, begitu sebaliknya (Jenkins, dkk., 2002).

Menurut Wirakusumah (2007) dalam Maulana (2012) indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Sebagai perbandingannya indeks glikemik glukosa murni adalah 100. Berdasarkan respon IG-nya, pangan dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu pangan ber IG rendah dengan rentang nilai IG <55, pangan IG sedang (intermediate) dengan rentang nilai IG 55-70, dan pangan IG tinggi dengan rentang nilai IG >70 (IG<55), IG sedang (IG:55-70) dan IG tinggi (IG>70). Indeks glikemik (IG) ini merupakan cara ilmiah untuk menentukan makanan bagi penderita diabetes, orang


(42)

yang sedang berusaha menurunkan berat badan tubuh dan olaragawan (Rimbawan & Siagian, 2004).

2.6.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Indeks Glikemik Pangan

Menurut Foster-Powell, dkk., (2002) dalam Sundari (2014) jenis pangan yang sama dapat memiliki IG yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan metode pengujian yang dilakukan dan juga karakter fisik dan kimia dari makanan. Dua makanan yang sama mungkin memiliki bahan yang berbeda atau mungkin telah diproses dengan metode yang berbeda, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan dalam jumlah karbohidrat dan nilai IG-nya. Dua merek yang berbeda dari jenis yang sama dari makanan, seperti kue polos, mungkin rasanya terlihat hampir sama, tapi perbedaan jenis tepung yang digunakan, kadar air, dan waktu memasak dapat mengakibatkan perbedaan derajat pati gelatinisasi dan akibatnya nilai IG-nya berbeda. Perbedaan dalam metode pengujian meliputi penggunaan berbagai jenis sampel darah (kapiler atau vena), periode waktu percobaan yang berbeda, dan bagian-bagian yang berbeda dari makanan (50g dari total bukan dari karbohidrat yang tersedia).

Berbagai faktor dapat menyebabkan perbedaan indeks glikemik pangan yang satu dengan pangan yang lain. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), beberapa faktor yang memengaruhi IG pangan adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti-gizi pangan.


(43)

Dewasa ini teknik pengolahan pangan menjadikan pangan tersedia dalam bentuk, ukuran, dan rasa yang lebih enak. Menurut Waspadji, dkk (2003) perbedaan cara memasak dan mengolah bahan makanan akan menyebabkan respon glukosa yang berbeda. Proses pengilingan menyebabkan struktur pangan menjadi lebih halus sehingga pangan tersebut mudah dicerna dan diserap. Penyerapan yang cepat mengakibatkan timbulnya rasa lapar. Pangan yang mudah dicerna dan diserap menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat. Peningkatan kadar glukosa darah yang cepat ini memaksa pankreas untuk mensekresikan insulin lebih banyak. Oleh Karena itu, kadar glukosa darah yang tinggi juga meningkatkan respon insulin (Osman, dkk., 2001 dalam Rimbawan & Siagian, 2004).

Proses pemasakan atau pemanasan akan menyebabakan terjadinya proses gelatinisasi pada pati sehingga pati akan lebih mudah dicerna karena enzim pencernaan pada usus mendapatkan tempat bekerja yang lebih luas. Berdasarkan hal inilah, proses pemasakan atau pemanasan dapat menyebabkan terjadinya kenaikan indeks glikemik pangan. Ukuran partikel juga mempangaruhi indeks glikemik. Semakin kecil ukuran partikel menyebabkan struktur pangan menjadi halus sehingga pangan tersebut mudah dicerna dan diserap di dalam tubuh dan mengakibatkan kadar gula darah naik dengan cepat (Rimbawan & Siagian 2004).

b. Kadar Amilosa dan Amilopektin

Terdapat dua bentuk pati di dalam pangan yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer gula sederhana yang tidak bercabang yang terdiri atas


(44)

250-350 unit glukosa dengan ikatan alfa-1,4 glukosa (Meyer, 1976 dalam Gardjito, dkk, 2013).

Penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan pengaruh insulin lebih rendah setelah mengkonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan berkadar amilopektin tinggi. Makanan yang tinggi kandungan amilopektin dan rendah amilosa pada zat tepungnya memiliki IG tinggi, karena molekul amilopektin lebih besar, mudah terbuka, mudah tergelatinisasi, dan mudah dicerna. Makanan dengan rasio perbandingan amilosa lebih tinggi dari amilopektin memiliki indeks glikemik rendah karena lebih sulit tergelatinisasi dan dicerna (Rusilanti, 2008).

c. Kadar Gula dan Daya Osmotik Pangan

Jenis gula yang terdapat dalam pangan memengaruhi indeks glikmik pangan tersebut. Menurut Rimbawan & Siagian (2004), pengaruh gula yang secara alami terdapat dalam pangan (laktosa, sukrosa, glukosa dan fruktosa) dalam berbagai proporsi, terhadap respon glukosa darah sangat sulit diprediksi. Hal ini dikarenakan pengosongan lambung diperlambat oleh peningkatan konsentrasi gula, apapun strukturnya.

Sukrosa memiliki IG 65, hal ini dikarenakan disakarida terdiri dari satu glukosa dan satu molekul fruktosa. Fruktosa diserap dan masuk ke dalam hati. Di dalam hati, kebanyakan fruktosa diubah secara perlahan menjadi glukosa. Oleh karena itu, respon glukosa darah terhadap fruktosa murni sangat kecil (IG=23).


(45)

Artinya, dengan mengkonsumsi sukrosa, kita hanya mengkonsumsi setengah glukosa (Rusilanti, 2008).

d. Kadar Serat Pangan

Keberadaan serat pangan memberikan pengaruh pada kadar gula darah. Serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan secara nyata, sedangkan serat kasar mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan. Hal ini memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim. Dengan demikian, proses pencernaan menjadi lambat, sehingga respon glukosa darah lebih rendah (Rimbawan & Siagian, 2004).

Menurut Chandalia et al. (2000), peningkatan konsumsi serat pangan, terutama serat pangan larut dapat menurunkan kolesterol plasma, dan meningkatkan kontrol glikemik. Serat pangan dapat meningkatkan control glikemik dengan menurunkan atau menunda penyerapan karbohidrat. Lamanya proses penyerapan mengakibatkan respon glukosa darah menjadi rendah.

e. Kadar Lemak dan Protein Pangan

Pangan yang mengandung lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga pencernaan makanan di usus halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak tinggi mempunyai IG lebih rendah daripada pangan sejenis yang berlemak rendah. Walaupun demikian, kita tetap memerlukan makanan berkadar lemak rendah. Pangan berkadar lemak tinggi, apapun jenisnya dan ber-IG rendah atau tinggi harus dikonsumsi secara bijaksana (Rimbawan & Siagian, 2004).


(46)

f. Kadar Anti-Gizi Pangan

Beberapa pangan secara alamiah mengandung zat yang dapat menyebabkan keracunan bila jumlahnya besar. Zat yang berpotensi menyebabkan efek merugikan terhadap status gizi disebut zat anti-gizi. Beberapa zat anti-gizi tetap aktif walaupun sudah melalui proses pemasakan. Zat anti-gizi pada biji-bijian dapat menghambat pencernaan karbohidrat di dalam usus halus. Akibatnya, IG pangan menurun (Rimbawan & Siagian, 2004).

g. Suhu Pangan saat Dikonsumsi

Penelitian oleh Bahado Singh, Riley, Wheatley & Lowe (2011) dalam Maulana (2012) menyatakan bahwa pemberian produk olahan ubi jalar dalam keadaan dingin dapat memengaruhi struktur pati ubi jalar, yaitu proses retrogradasi pati yang menyebabkan ikatan hydrogen pada pati mengalami kristalisasi, sehingga terjadi proses melambatnya penyerapan dan daya cerna pati pada tubuh yang mengakibatkan IG produk olahan cenderung lebih rendah.

2.6.2 Pengukuran Indeks Glikemik Pangan

Beberapa pilihan metodelogi harus dilakukan dalam pengukuran IG, seperti metode pengambilan sampel darah, pemilihan dan pengulangan makanan acuan, verifikasi kandungan karbohidrat yang tersedia dari makanan, jumlah dan jenis subjek, dan perhitungan IAUC (Simila, 2012 dalam Sundari, 2014).

Pangan acuan yang digunakan untuk mengukur indeks glikemik pangan adalah roti putih atau glukosa murni. Pemberian pangan acuan dan pangan uji dalam pengukuran IG dilakukan dalam waktu yang berbeda dengan subjek yang


(47)

sama untuk mengurangi efek keragaman respon glukosa darah dari hari ke hari. Untuk mendapatkan respon rata-rata yang representatif untuk pangan acuan, dianjurkan untuk melakukan pengukuran IG pangan acuan secara berulang untuk setiap subjek. Dalam pengukuran indeks glikemik, porsi makanan yang diuji harus mengandung 50g karbohidrat (FAO, 1998). Untuk mendapatkan nilai yang setara dengan 50g karbohidrat dalam pangan acuan ataupun pangan uji perlu dilakukan pengujian karbohidrat untuk memverifikasi kandungan karbohidrat yang terdapat dalam pangan tersebut (FAO, 1998).

Perhitungan IAUC merupakan salah satu hal yang paling penting dalam pengukuran nilai indeks glikemik pangan. Sejumlah metode yang berbeda telah digunakan untuk menghitung daerah di bawah kurva. Untuk sebagian besar data indeks glikemik, area di bawah kurva telah dihitung sebagai daerah tambahan di bawah kurva respon glukosa darah (IAUC), dengan mengabaikan daerah di bawah konsentrasi puasa. Hal ini dapat dihitung secara geometris dengan menerapkan aturan trapesium (FAO, 1998). Menurut Rimbawan & Siagian (2004), luas daerah dibawah kurva dianggap menggambarkan jumlah total respon glikemik, tidak hanya satu titik yang diberikan oleh puncak respon glukosa darah. Para ahli statistik menganjurkan penggunaan luas area dibawah kurva sebagai angka yang menggambarkan respon glukosa darah secara benar.

Monro dan Shaw (2008) dalam Sundari (2014) mengatakan bahwa pengukuran nilai indeks glikemik pangan dapat menggunakan rumus sebagai berikut:


(48)

Dimana ⁄ ⁄ dengan demikian,

Keterangan:

IG : Indeks Glikemik

IAUC food : Luas area dibawah kurva respon glukosa darah setelah 2 jam terhadap pangan uji

IAUC glucose : Luas area dibawah kurva respon glukosa darah setelah 2 jam terhadap glukosa murni (pangan acuan)

Wt : Berat (gr)

Menurut Miller, dkk (1996) dalam Rimabawan & Siagian (2004), prosedur penentuan indeks glikemik pangan adalah sebagai berikut:

a. Pangan tunggal yang akan ditentukan indeks glikemiknya (mengandung 50 gram karbohidrat) diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama ± 10 jam (sekitar pukul 22.00 sampai pukul 08.00 pagi besoknya).

b. Selama dua jam pasca-pemberian (atau tiga jam bila relawan menderita diabetes), sampel darah sebanyak 50 µL – finger-prick capillary blood samples method – diambil setiap 15 menit pada jam pertama, kemudian 30 menit pada jam kedua yaitu berturut-turut pada menit ke 0 (sebelum pemberian), 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 untuk diukur kadar glukosanya. Kadar glukosa dapat diukur dengan metode glucose oxidase peroxidase reagent.

c. Pada waktu yang berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan pangan acuan (50gr glukosa murni atau white bread) diberikan kepada relawan. Hal ini dilakukan sebanyak dua kali (dilakukan pada hari lain,


(49)

minimal tiga hari setelah perlakuan pertama) untuk mengurangi efek keragaman respon gula darah dari hari ke hari.

d. Kadar gula darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebar pada dua sumbu waktu (x) dan kadar glukosa darah (y).

e. Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan.

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Pada umumnya masyarakat Indonesia menggunakan beras untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Beras memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, tetapi rendah akan serat pangan dan antioksidan. Serat pangan dan antioksidan merupakan komponen yang penting bagi tubuh. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat menghambat timbulnya penyakit degeneratif. Serat pangan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri probiotik dalam usus sehingga membantu kesehatan pencernaan. Dengan demikian perlu dicari alternatif makanan pokok lain sebagai sumber karbohidrat yang juga mengandung serat pangan dan antioksidan.

Ubi jalar merupakan salah satu komoditi lokal yang ketersediaannya melimpah dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Pada ubi jalar terdapat

antosianin dan β-karoten sebagai antioksidan serta serat pangan. Pencampuran beras/nasi dengan ubi jalar merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut sehingga kita tidak harus sepenuhnya meninggalkan nasi (Susilowati, 2010).


(50)

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep diatas, tepung ubi jalar akan diolah menjadi nasi ubi jalar dengan penambahan 50% tepung ubi jalar (Ipomoea batatas L). yang akan diukur IG-nya terlebih dahulu dianalisis profil gizinya yaitu kadar air, kadar abu, protein, lemak, serat kasar dan kandungan karbohidrat serta kadar amilosanya. Setelah diketahui kandungan karbohidratnya, relawan yang bersedia menjadi subyek penelitian diberikan nasi ubi jalarnya yang mengandung 50 gram karbohidrat kemudian diukur nilai indeks glikemiknya dengan melihat rata-rata kenaikan kadar glukosa darah pada menit ke 0 (sebelum diberi pangan uji), 15, 30, 45, 60, 90, 120 yang dibandingkan dengan pangan acuan berupa roti putih atau

white bread.

Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L))

Nasi ubi jalar dengan penambahan 50% tepung ubi jalar orange (Ipomoea batatas L)

- Kandungan Gizi (Air, Abu, Lemak, Protein, Serat kasar dan Karbohidrat)


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2011). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini yaitu desain variable tunggal, one shot case study

(studi kasus satu tembakan). Pada desain penelitian eksperimen ini terdapat suatu kelompok diberi perlakuan (treatment) dan selanjutnya observasi hasilnya. Dalam eksperimen ini subyek disajikan dengan beberapa jenis perlakuan lalu diukur hasilnya (Ullfah, 2013). Pertama-tama dilakukan pencarian relawan, dan dipertanyakan kesediaannya untuk berperan serta dalam penelitian ini. Kemudian dilakukan pembuatan tepung ubi jalar orange, pangan uji berupa nasi ubi jalar (Ipomoea batatas L) orange. Setelah itu dilakukan analisis kandungan gizi pada tepung ubi jalar orange, pangan uji nasi ubi jalar orangeberupa analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar


(52)

serta kadar amilosa. Kemudian relawan diberikan pangan acuan berupa roti putih, pangan uji berupa nasi ubi jalar orange. Setelah itu dilakukan pengukuran indeks glikemik dengan cara mengambil sampel darah relawan setelah diberikan pangan acuan (roti putih) dan pangan uji (nasi ubi jalar orange). Kemudian pengukuran nilai indeks glikemik dilakukan dengan cara menggunakan rumus, setelah itu didapatkan nilai indeks glikemik nasi ubi jalar orange. Proses lengkap untuk alur penelitian eksperimen ini dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Gambar 3.1 Proses Alur Penelitian Eksperimen

Pembuatan nasi ubi jalar orange

Didapatkan nilai IG nasi ubi jalar orange

Pemberian pangan acuan berupa roti putih kepada relawan dan diambil sampel darahnya

Pencarian relawan dan ditanyakan kesediaannya untuk berperan serta dalam penelitian ini

Analisis kandungan gizi tepung ubi jalar orange dan nasi ubi jalar orange

Selang waktu 1 minggu berikutnya, dilakukan kembali pemberian pangan uji berupa nasi ubi jalar orange kepada

relawan dan diambil sampel darahnya

Pengukuran nilai indeks glikemik dilakukan menggunakan rumus


(53)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi pembuatan tepung ubi jalar (tepung ubi jalar orange), nasi ubi jalar (nasi ubi jalar orange), pemberian pangan acuan dan pangan uji serta pengambilan darah relawan untuk dilihat kenaikan kadar glukosa darahnya dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pengujian zat gizi dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian eksperimen ini dilakukan dengan 2 perlakuan kepada relawan. Perlakuan pertama yaitu pemberian pangan acuan berupa roti putih kepada relawan, perlakuan kedua yaitu pemberian pangan uji berupa nasi ubi jalar orange kepada relawan. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2014 – Juni 2015. Pada tanggal 18 dan 19 Mei 2015 dilakukan pemberian pangan acuan kepada 6 relawan berupa roti putih dan diambil sampel darahnya. Kemudian pada tanggal 1 dan 2 Juni 2015 dilakukan pemberian pangan uji kepada relawan berupa nasi ubi orange dan diambil sampel darahnya.

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian 3.3.1 Subyek Penelitian

Pemilihan subyek pada penelitian ini dengan metode purposive sampling. Penarikan subyek dengan metode purposive dilakukan dengan alasan kemudahan dalam penelitian. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Pengambilan sampel dengan metode ini harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik


(54)

tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi. Subyek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi. Subyek yang bersedia dalam penelitian ini yaitu enam orang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Subyek penelitian ini harus memenuhi beberapa kriteria antara lain: subyek merupakan angkatan 2011 dengan rentang usia 20-22 tahun, dalam keadaan sehat, memiliki indeks masa tubuh normal antara 18,5-24,9 kg/m2, tidak memiliki riwayat DM, tidak sedang mengalami gangguan pencernaan, tidak sedang menjalani pengobatan, tidak menggunakan obat-obatan terlarang dan tidak meminum minuman beralkohol serta bersedia menjadi relawan.

Subyek dalam penelitian ini mendapatkan penjelasan rinci mengenai penelitian, yaitu subyek diharuskan puasa ± 10 jam (kecuali air), sampel darah

finger-prick capillary blood diambil pada menit ke 0 (saat subyek masih puasa dan sebelum diberikan pangan uji/acuan), kemudian subyek mengonsumsi pangan uji/acuan dan sampel darah subyek diambil kembali pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120 setelah pemberian pangan uji/acuan. Selama penelitian, subyek mendapatkan pergantian biaya transportasi serta berhak untuk mengundurkan diri dari penelitian. Selain itu, subyek juga diminta untuk menandatangi formulir

informed consent (lampiran 5) sebagai bukti bersedia menjadi relawan.

3.3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah nasi ubi jalar dengan pemanfaatan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas L) sebesar 50%, hal ini berbeda dengan penelitian


(55)

Susilowati (2010) yang menggunakan pemanfaat tepung ubi jalar sebesar 30-40%. Ubi jalar yang digunakan adalah dengan kriteria ubi yang masih segar, tidak bercak hitam, tidak berlubang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data berupa jumlah mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat diperoleh melalui bagian pendidikan Fakultas Kesehatan Masyarakat tempat peneliti melakukan penelitian.

3.4.2 Data Sekunder

Data diri para relawan yang harus memenuhi persyaratan diperoleh dengan cara wawancara.

3.5 Defenisi Operasional

1. Indeks glikemik adalah persentase yang menunjukkan luas area dibawah kurva respons glukosa darah setelah 2 jam terhadap pangan uji nasi ubi jalar (Ipomoea batatas L), dibandingkan dengan luas area dibawah kurva respons glukosa darah setelah 2 jam terhadap pangan acuan (roti putih).

2. Tepung ubi jalar adalah umbi ubi jalar yang telah dikupas, dipotong tipis-tipis, dikeringkan, digiling kemudian diayak hingga menjadi tepung.

3. Kandungan gizi adalah kandungan karbohidrat-amilosa, kadar abu, kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar protein.


(56)

4. Nasi adalah makanan berat yang menjadi makanan pokok semua orang. Nasi ubi jalar orange terbuat dari 50% beras dan 50% tepung ubi jalar orange.

3.6 Alat dan Bahan 3.6.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Peralatan membuat nasi ubi jalar seperti pisau, talenan, baskom/wadah, sendok, ayakan tepung, rice cooker, blender, oven.

2. Peralatan analisis proksimat seperti desikator, alat destilasi, timbangan analit, tanur listrik, labu erlenmeyer, alat ekstraksi soxhlet, cawan porselin, Labu Kjedahl, dan pipet tetes.

3. Peralatan mengukur glukosa darah berupa SD Check Gold, strip analisis glukosa, lancet, jarum, kapas, alkohol 70%.

3.6.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Roti tawar/roti putih

Roti tawar/roti putih yang digunakan sebagai pangan acuan, mengandung 50g karbohidrat. Alasan menggunakan roti tawar sebagai pangan acuan didasari atas kelaziman mengkonsumsi roti tawar dibandingkan dengan glukosa murni. Selain itu juga karena roti tawar lebih mencerminkan mekanisme fisiologis dan


(57)

metabolik daripada glukosa murni (Miller et al., 1997 dalam Siagian, dkk., 2005 dalam Sundari 2014).

2. Nasi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) orange

Nasi ubi jalar (Ipomoea batatas L) orange merupakan pangan uji dalam penelitian ini. Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan nasi ubi jalar, yaitu: beras (50gr), air, tepung komposit (50gr tepung ubi jalar orange).

3. Reagen sebagai pereaksi dalam analisis proksimat. 4. Sampel darah

3.7 Tahap Penelitian

3.7.1 Proses Pembuatan Nasi Ubi Jalar Orange a. Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar

Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan berdasarkan metode yang dilakukan Ambasari, dkk (2009). Tahapan-tahapan pembuatannya meliputi pengupasan dan pengirisan umbi secara tipis-tipis, pencucian, pengeringan, serta penepungan. Prosedur pembuatan tepung ubi jalar secara lengkap dapat dilihat pada diagram berikut:

Umbi ubi jalar segar

Dikupas kulit dan Dicuci dengan air

Dihancurkan dengan menggunakan blender (chips)

Diiris tipis-tipis, Dicuci dengan air dan Ditiriskan

Irisan ubi jalar kering


(58)

Gambar 3.2 Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar (Ambarsari dkk, 2009)

b. Proses Pembuatan Nasi Ubi Jalar

Proses pembuatan nasi ubi jalar terlebih dahulu dilakukan dengan pembuatan tepung ubi jalar. Pada pembuatan tepung ubi jalar yang pertama dilakukan yaitu masing-masing ubi dicuci. Setelah itu ubi jalar dikupas dan iris-iris tipis lalu dikeringkan, kemudian di blender halus hingga menjadi tepung. Setelah tepung ubi jalar jadi, selanjutnya yaitu pembuatan nasi ubi jalar. Proses pembuatan nasi ubi jalar dilakukan dengan cara pertama-tama beras dicuci dan ditiriskan. Tepung ubi jalar dicampur dengan air. Campuran tepung ubi jalar dan air dicampur dengan beras yang sudah ditiriskan. Kemudian dimasak sampai matang dan terbentuk nasi ubi jalar orange yang segar

Diagram alur pembuatan nasi ubi jalar orange dapat dilihat pada gambar berikut:

50gr tepung ubi jalar

Dicampur dengan air dan diaduk hingga semua tepung larut dengan air

Larutan tepung disaring hingga didapatkan air tepung ubi jalar dan ampasnya tersaring


(59)

Gambar 3.3 Proses Pembuatan Nasi Ubi Jalar (Susilowati, 2010) 3.7.2 Analisis Kandungan Gizi Nasi Ubi Jalar

Analisis zat gizi yang dilakukan berupa analisa kadar air, abu, protein dan lemak serta analisa kadar karbohidrat. Analisa proksimat ini dilakukan untuk mengetahui berat nasi ubi jalar yang harus disajikan setara dengan kandungan 50 gram karbohidrat.

a. Uji Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)

Sejumlah kecil sampel (1-2 gram) ditimbang dan dimasukkan dalam labu

kjeldahl.Kemudian ditambahkan 1,9 gram K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4.

Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3.

Dibawah kondensator diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metal 0.2% dalam alkohol

dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dibawah larutan H3BO3. Isi erlenmeyer


(60)

diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus :

Kadar N (%) = Kadar protein (%bb) =

b. Uji Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-1100C, didinginkan, dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut (dietil eter atau heksana).

Refluks dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus :

Kadar Lemak (%bb) =

c. Uji Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995)

Sejumlah sampel (kurang lebih 5 gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 1000C hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus :

KadarAir (%bb) =


(61)

d. Uji Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 105-1100C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan diatas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-6000C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu menggunakan rumus :

Kadar abu (%bb) = e. Uji Karbohidrat (AOAC, 1995)

Uji karbohidrat dilakukan dengan dua metode yaitu metode by difference

dan metode Luff Schroll. Uji karbohidrat dengan metode by difference dihitung dengan membandingkan antara jumlah kandungan air, protein, lemak dan abu dengan 100.

Kadar Karbohidrat (%) =

Metode pengukuran karbohidrat dengan metode luff Schrooll yaitu timbang sampel sebanyak 3 gram dalam Erlenmeyer. Kemudian tambahkan HCl 3% sebanyak 200 ml. Hubungkan dengan kondensator selama 3 jam. Netralkan dengan NaOH 4 N. Kemudian tambahkan 1 ml asam asetat, encerkan dalam labu ukur 250 ml, saring. Lalu pipet 10 ml ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 25 ml larutan luff dan 15 ml air didihkan selama tepat 10 menit. Setelah itu tambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25 ml larutan H2SO4 4 N. Gunakan larutan kanji


(1)

LAMPIRAN


(2)

(3)

Lampiran 2


(4)

(5)

Formulir Informed Consent

ANALISA INDEKS GLIKEMIK PADA NASI CAMPURAN ANTARA BERAS (Oryza sp) DENGAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L)

Setelah memperoleh penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedur, dan kemungkinan risiko, serta jawaban atas pertanyaan saya yang diberikan oleh tim peneliti pada penelitian ANALISA INDEKS GLIKEMIK PADA NASI CAMPURAN ANTARA BERAS (Oryza sp) DENGAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L), maka saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : NIM : Stambuk :

dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut di atas dan bersedia untuk menjalani pemeriksaan darah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam penelitian ANALISA INDEKS GLIKEMIK PADA NASI CAMPURAN ANTARA BERAS (Oryza sp) DENGAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L), dengan catatan semua data mengenai diri saya dirahasiakan. Selanjutnya, bila suatu ketika, dalam masa penelitian, saya merasa dirugikan karena penelitian ini, saya berhak mengundurkan diri dari keterlibatan saya serta membatalkan persetujuan ini, tanpa sanksi apa pun dan dari pihak manapun.

Medan, Mei 2015 Mengetahui,

Yang membuat pernyataan Peneliti

(……….) (……….) Saksi,

(……….)

Lampiran 4


(6)