Induksi Enzim Outcomes Klinik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk hipertensi, akan menyebabkan peningkatan tekanan darah, dan jika diberikan kepada pasien yang menerima diuretik untuk gagal jantung kronis akan menyebabkan retensi garam dan air dan dekompensasi jantung. Antagonis reseptor H1, seperti mepiramin, sering menyebabkan rasa kantuk sebagai efek yang tidak diinginkan. Ini lebih parah jika obat tersebut diberi bersamaan dengan alkohol, dan dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja atau di jalan Hashem, 2005.

2.3.3 Tingkat Keparahan Interaksi Obat

Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan ke berdasarkantingkatan keparahanan : minor, moderate, atau major.

1. Keparahan minor

Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara klinis dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah interaksi hidralazin dan furosemid. Dimana efek farmakologis furosemid dapat meningkat jika diberikan bersamaan dengan hidralazin, tetapi secara klinis tidak signifikan. Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen pengobatan.

2. Keparahan

moderate Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan pemantauan. Contohnya, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat menyebabkan peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini masih sering digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim hati.

3. Keparahan

major Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan, karena dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Contohnya, ketokonazol yang dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat memperpanjang interval QT dan mengancam jiwa. Sehingga kombinasi ini tidak disarankan untuk digunakan Atkinson, dkk., 2007. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4 Outcomes Klinik

Outcomes klinik pada pasien DM yaitu tercapainya kontrol glukosa darah dipengaruhi oleh faktor lain seperti gaya hidup, edukasi tentang DM, dan durasi DM. Gaya hidup pasien seperti pola makan dan olahraga secara signifikan berhubungan dengan outcome klinik pasien DM Sanal et al., 2011. Berdasarkan Standards of Medical Care for Diabetes-2014 pada Diabetes Care Volume 37 parameter untuk target pengendalian glukosa pada pasien DM antara lain:

1. Kontrol Kadar Glukosa

HbA1c yang ditargetkan untuk pasien pada umumnya adalah 7. Kadar glukosa darah prepandialnya 70-130 mgdl 3,9 -7,2 mmoll dan kadar glukosa darah postprandialnya 180 mgdl 10,00 mmoll.

2. Tekanan Darah

Tekanan darah harus diukur setiap kali kunjungan dilakukan. Target tekanan darah untuk pasien DM adalah 14080 mmHg. Target tekanan darah 13080 mmHg dilakukan untuk pasien tertentu seperti pasien yang masih muda.

3. Kadar Lipid

Target LDL 100 mgdl, kadar trigliserid 150 mgdl, dan HDL 40 mgdl untuk laki-laki dan 50 mgdl untuk perempuan. Hasil terapi DM tipe 2 harus dimonitor terus-menerus dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan Perkeni tahun 2011 pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :

a. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Tujuan dari dilakukannya pemeriksaan glukosa darah adalah :  Untuk mengetahui pencapaian sasaran terapi  Untuk melakukan penyesuaian dosis obat jika sasaran terapi belum tercapai. Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, 2 jam postprandial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau kadar glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

b. Pemeriksaan HbA1c

Pemeriksaan HbA1c bertujuan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu pengobatan. Pemeriksaan HbA1c merupakan tes hemoglobin terglikosilasi atau disebut juga glikohemoglobin atau hemoglobin glikosilasi Perkeni, 2011. Frekuensi pemeriksaan nilai HbA1c tergantung pada kondisi klinis, regimen terapi yang digunakan, dan diagnosis dokter ADA, 2014.

4. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri PGDM

PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan bervariasi tergantung pada tujuan pemeriksaan yang terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan, menjelang waktu tidur, dan di antara siklus tidur. PDGM terutama dianjurkan pada : a. Pasien DM yang direncanakan mendapat terapi insulin b. Pasien DM dengan terapi insulin berikut yaitu pasien dengan HbA1c yang tidak mencapai target setelah terapi, wanita yang merencanakan hamil, wanita hamil dengan hiperglikemia, dan kejadian hipoglikemia berulang.

5. Pemeriksaan Glukosa Urin

Pemeriksaan ini hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mgdL. Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi.

6. Pemantauan Benda Keton

Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama pada pasien DM tipe 2 yang terkendali buruk kadar glukosa darah 300mgdL. Tes benda keton urin mengukur kadar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta asetoasetat, sedangkan benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah 0,6 mmoll normal, di atas 1,0 mmoll ketosis, dan melebihi 3,0 mmoll indikasi diabetik ketoasidosis.

2.5 Peran Apoteker di Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit menyebutkan bahwa peran Apoteker di Rumah Sakit salah satunya adalah melakukan Pelayanan Farmasi Klinik. Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien patient safety sehingga kualitas hidup pasien quality of life terjamin PMK Nomor 58, 2014. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

A. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat medication error. Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi meliputi:

Dokumen yang terkait

Pengaruh Drug Related Problem Terhadap Outcomes Klinik Pasien Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap RS X di Tangerang Selatan Periode Juli 2014 – Juni 2015

5 30 158

Evaluasi drug related problems obat antidiabetes pada pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat inap rumah sakit umum pelabuhan periode januari-juni 2014

4 24 164

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015

8 22 167

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015.

0 2 167

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RS “Y” Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

4 37 21

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

0 7 13

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP Idenifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS "X" Tahun 2015.

1 9 19

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Idenifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS "X" Tahun 2015.

0 3 13

PENDAHULUAN Idenifikasi Drug Related Problems (DRPs) Potensial pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS "X" Tahun 2015.

1 16 14

Analisis Drug Related Problems (DRP) Penderita Diabetes Melitus dengan Hipertensi Rawat Inap Di RSSI RAmsay se Juli 2008-Juni 2009 - Ubaya Repository

0 0 1