UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyebabkan disritmia parah akibat toksisitas digoxin Hashem, 2005.
3. Interaksi pada Level Metabolisme Obat
Interaksi pada Level Metabolisme terjadi karena metabolisme obat objek dirangsang atau dihambat oleh obat presipitasi. Terikat
dengan metabolisme ini ada dua hal penting. Pertama, diantara obat yang berinteraksi ada yang menginduksi enzim dan yang kedua ada
yang menghambat aktivitas enzim Hashem, 2005.
a. Induksi Enzim
Induksi enzim adalah perangsangan atau induksi enzim yang terjadi dalam retikulum endoplasik sel hati dan sitokrom P
450 CYP oleh obat tertentu, sehingga aktivitas metabolik bertambah. Akibatnya metabolisme obat menjadi lebih aktif dan
konsentrasi obat objek dalam plasma berkurang, sehingga efektivitasnya pun menurun Hashem, 2005.
b. Inhibisi Enzim
Inhibisi enzim adalah apabila suatu obat menghambat metabolisme
obat lain,
sehingga memperpanjang
atau meningkatkan aksi obat. Sebagai contoh, allopurinol mengurangi
produksi asam urat akibat hambatannya terhadap enzim santin oksidase, pada waktu yang sama metabolisme beberapa obat yang
berpotensial toksis seperti merkaptopurin dan azatioprin juga dihambat. Penghambatan santin oksidase secara bermakna
meningkatkan efek obat-obat tsb. Sehingga jika diberikan bersama allopurinol, dosis merkaptopurin atau azatioprin harus
diturunkan sampai 13 atau ¼ dosis biasanya Anonim, 2011.
4. Interaksi pada Level Ekskresi Obat
Kecuali obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi lewat empedu atau urin. Darah yang memasuki ginjal
disepanjang arteri renal, pertama kali akan dikirim ke glomeruli tubulusmo dan molekul-molekul kecil akan melewati membran
glomerulus air, garam dan beberapa obat tertentu disaring ke
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tubulus. Molekul-molekul yang besar seperti protein plasma dan sel darah akan ditahan. Aliran darah kemudian melewati bagian lain
tubulus ginjal sehingga terjadi transport aktif yang memindahkan obat dan metabolitnya dari darah ke filtrat tubulus. Sel tubulus kemudian
melakukan transport aktif maupun pasif melalui difusi untuk mereabsorpsi obat. Interaksi bisa terjadi karena perubahan ekskresi
aktif di tubulus ginjal, perubahan pH, dan perubahan aliran darah ginjal Anonim, 2011.
2.3.2.2 Interaksi Farmakodinamika
Interaksi farmakodinamik dapat terjadi dalam berbagai cara. Berikut ini beberapa interaksi yang perlu dipertimbangkan. Antagonis β-adrenoseptor
mengurangi efektivitas agonis β-reseptor, seperti salbutamol atau terbutaline.
Beberapa diuretik dapat menurunkan konsentrasi plasma kalium, sehingga meningkatkan efek digoksin dan menyebabkan risiko toksisitas glikosida tersebut.
Penghambat monoamin oksidase meningkatkan jumlah norepinefrin yang disimpan dalam terminal saraf noradrenergik dan interaksinya dengan obat lain
akan berbahaya, seperti efedrin atau tiramin yang bekerja melepaskan norepinefrin. Ini juga dapat terjadi dengan makanan kaya tiramin seperti keju hasil
fermentasi misalnya keju Camembert. Warfarin bersaing dengan vitamin K, mencegah sintesis hepatik berbagai faktor koagulasi. Jika produksi vitamin K
dalam usus dihambat misalnya dengan antibiotik, aksi antikoagulan warfarin meningkat. Obat yang menyebabkan perdarahan dengan mekanisme yang berbeda
misalnya aspirin, yang menghambat biosintesis tromboksan A2 trombosit dan dapat merusak lambung akan meningkatkan risiko perdarahan yang disebabkan
oleh warfarin. Sulfonamid mencegah sintesis asam folat oleh bakteri dan mikroorganisme
lainnya; trimetoprim
menghambat pengurangan
untuk tetrahydrofolate. Jika diberikan bersama dengan obat yang memiliki aksi sinergis
dalam mengobati Pneumocystis carinii. Non-steroid anti-inflammatory drugs NSAID, seperti ibuprofen atau indometasin, menghambat biosintesis
prostaglandin, yang bersifat sebagai vasodilator ginjal natriuretik prostaglandin PGE2, diikuti PGI2. Jika diberikan kepada pasien yang menerima pengobatan