Bogor, 18-19 Februari 2013
ISSN 2337-4969 83
laporan Education for all Global Monitoring Report UNESCO, 2011 dinyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara dalam
Education Development Index dengan banyaknya jumlah siswa yang putus sekolah. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, banyaknya
siswa yang putus sekolah disebabkan tingginya biaya pendidikan yang membuat siswa tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Hal ini menjadi
ironis
mengingat seharusnya
pemerintah menyediakan
anggaran penyelenggaraan pendidikan dasar. Dunia pendidikan juga dihadapkan pada
tantangan untuk meningkatkan akses, pemerataan dan kualitas layanan pendidikan terutama untuk jenjang pendidikan dasar. Alasan masih adanya
anak-anak yang tidak sekolah terutama dikarenakan alasan ekonomi atau tinggal di daerah terpencil yang belum terjangkau oleh layanan pendidikan.
Program wajib belajar 9 tahun masih memiliki kendala dalam implementasi dengan ditemukannya beberapa sekolah yang masih menarik berbagai iuran
yang memberatkan orang tua terutama keluarga miskin. Sarana dan prasarana pendidikan juga sangat minim. Survey pada tahun 2012
membuktikan bahwa pada jenjang SD baru 3.29 atau 146904 unit sekolah yang dikategorikan pada sekolah standar nasional, 51.71.
Dari sisi pengajar, secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia juga masih belum sesuai dengan yang
diharapkan. Dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga saat ini, dari 2,92 juta guru, baru sekitar 51 persen yang berpendidikan S-1 atau lebih, sedangkan
sisanya belum berpendidikan S-1. Dari sisi kurikulum banyak guru mengeluhkan bahwa penerapan kurikulum saaat ini membuat para guru
sibuk menyelesaikan materi pelajaran selama semester berlangsung. Mayoritas guru juga masih menggunakan metoda ceramah sebagai cara
pembelajaran.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, apalagi dengan penerapan kurikulum 2013, guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam
melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah. Salah satu media yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar adalah media permainan.
Sebagai media pembelajaran, permainan memiliki beberapa kelebihan, antara lain melibatkan partisipasi aktif dari peserta didik untuk belajar,
memberikan umpan balik, menyelesaikan persoalan dengan memberikan pengalaman nyata serta dapat diulangi sebanyak yang dikehendaki.
Permainan juga bersifat luwes dan dapat dipakai untuk berbagai tujuan pendidikan, mudah dibuat dan diperbanyak.
RPG Role Play Game maker merupakan salah satu perangkat lunak yang daot digunakan dalam pembuatan permainan edukasi. Sesuai dengan
namanya, maka permainan yang dibuat dengan perangkat lunak ini menggunakan tokoh-tokoh khayalan yang harus membentuk suatu cerita
yang terintegrasi. Pembuat permainan perlu membuat rangkaian cerita yang dapat merepresentasikan tujuan yang ingin dicapai.
2. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk membuat prototype permainan edukasi berbasis RPG maker yang dapat digunakan sebagai alat pembelajaran
84 ISSN 2337-4969
mandiri dan inovatif. Dalam makalah ini prototype yang dihasilkan merupakan contoh permainan edukasi yang ditujukan untuk murid tingkat
sekolah dasar. 3. Metoda
Metoda yang digunakan adalah pendekatan sistem. Pendekatan sistem digunakan dalam perancangan model. Diagram pendekatan sistem dapat
ddilihat pada Gambar 1. Pendekatan sistem dimulai dengan analisis kebutuhan dari semua pemangku kepentingan. Berdasarkan hasil analisis
kebutuhan dapat diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang sinergis atau kontradiktif. Kebutuhan yang kontradikitif perlu ditindaklanjuti dengan
solusi alternatif. Diagram input output atau diagram alir dihasilkan dari tahap identifikasi sistem. Tahap selnjutnya adalah pemodelan sistem yang
dilajutkan dengan verifikasi dan validasi serta implementasi sistem.
mulai Analisis kebutuhan
Formulasi permasalahan
Identifikasi sistem
Pemodelan Sistem
Verifikasi dan validasi
implementasi selesai
Gambar 1. Tahapan pendekatan sistem Dalam penyusunan prototype permainan edukasi ini pemangku
kepentingan terdiri dari: guru, peserta didik, orang tua murid dan pemerintah. Mengingat bahwa pada kajian ini sebagian besar kebutuhan
pemangku kepentingan adalah sama yaitu terbentuknya media pembelajaran berbentuk permainan yang dapat digunakan dengan mudah namun
mengandung seluruh materi yang harus disampaikan dalam bentuk yang menarik, interaktif, relatif mudah dan dapat digandakan, maka kebutuhan
dapat dianggap sinergis untuk seluruh pemangku kepentingan. Oleh karena
Bogor, 18-19 Februari 2013
ISSN 2337-4969 85
iotu, maka tahap metodologi akan difokuskan pada penyusunan model, yaitu prototipe permainan edukasi menggunakan RPG maker.
Tahapan yang harus dilalui dalam membuat permainan berbasis RPG maker adalah sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan Kebutuhan. Pada tahap ini perancang harus mengidentifikasi tentang fungsi apa saja yang dibutuhkan dalam
permainan termasuk fitur, karakter, peta lokasi, music, efek suara dan jalan cerita. Hasil dari tahap ini disebut story board.
2. Tahap Perancangan Penggunaan. Pada tahap ini dilakukan perancangan proses dan perancangan antarmuka dari permainan
yang dibuat menggunakan perangkat lunak RPG maker. 3. Tahap Konstruksi. Pada tahap ini dilakukan pengkodean terhadap
rancangan-rancangan yang telah dibuat dan didefinisikan untuk menjadikan sebuah permainan menjadi game yang terintegrasi dan
lengkap
4. Tahap Pelaksanaan. Pada tahap ini dilakukan pengujian dan analisis pengujian terhadap permainan yang telah dibuat.
4. Hasil Perancangan Prototipe Permainan Edukasi Savior of the Earth
Perancangan prototype permainan edukasi Savior of the Earth
Penyelamat bumi ditujukan untuk membuat permainan bagi siswa tingkat sekolah dasar dalam rangka pemahaman terhadap penyelamatan lingkungan.
Prototype permainan ini dirancang dalam rangka mengajarkan tentang kesadaran lingkungan sedini mungkin bagi anak-anak tingkat sekolah dasar.
Alur cerita dalam permainan ini adalah tentang petualangan seorang pemuda yang didaulat menjadi seorang ksatria warrior dalam rangka
menyelamatkan seorang putri raja yang diculik oleh seekor naga. Cerita petualangan dari warrior ini akan berlangsung di beberapa setting lokasi dan
berinteraksi dengan monster, nelayan dan beberapa tokoh lainnya. Pada setiap lokasi tokoh utama warrior akan diberi pertanyaan yang terkait
dengan mata pelajaran lingkungan.
Prototipe permainan ini dirancang dalam 5 setting lokasi, yaitu istana raja, hutan, pegunungan, pelabuhan dan pegunungan es. Di semua lokasi
kecuali pegunungan es, tokoh utama harus menjawab pertanyaan. Setiap jawaban yang benar akan diberi nilai, sedangkan jawaban yang salah akan
mengurangi nilai. Nilai akan diakumulasikan di akhir permainan untuk mengevaluasi pemahaman siswa. Apabila pemain mendapatkan nilai lebih
dari nilai standar misalkan 60, maka siswa dapat dianggap memahami mata ajaran tersebut.
Berdasarkan story board yang telah dibuat, dirancang tampilan antarmuka dengan pengguna, termasuk di mana harus memasukkan
pertanyaan-pertanyaan terkait materi mata pelajaran agar tidak mengganggu jalan cerita secara keseluruhan.
Hasil konstruksi dari permainan berupa permainan yang terintegrasi mulai dari awal hingga akhir sesuai dengan alur cerita yang telah dibuat.
Pemilihan musik juga perlu dilakukan pada tahap ini.
86 ISSN 2337-4969
Tampilan awal permainan edukasi Savior of the Earth dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tampilan awal permainan Savior of the Earth Pada tampilan awal ini pemain dapat memilih untuk memulai kembali
permainan, meneruskan permainan yang sebelumnya ataupun mematikan atau keluar dari permainan. Setelah pemain memilih permainan baru, maka
permainan akan dimulai. Dalam pelaksanaan permainan pertanyaan akan diajukan di setiap lokasi permainan. Contoh tampilan pertanyaan dapat
dilihat pada gambar 3.
Bogor, 18-19 Februari 2013
ISSN 2337-4969 87
Gambar 3. Contoh tampilan pertanyaan pada saat permainan berlangsung Permainan akan berakhir saat ksatria berperang melawan naga yang
menculik putri. Setting lokasi tempat pertempuran dengan naga dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Tampilan saat pertempuran dengan naga sebagai akhir permainan