Arah Technopreneur Indonesia Kesimpulan

72 ISSN 2337-4969 Community Development Comdev Materi : Community development Teknologi Informasi Materi: 1. e-commerce 2. Sistem informasi Minimal, mengikuti perkembangan IT Expert Level Technology and Operation Management Materi : 1. Manajemen operasi dan teknologi lanjutan 2. Supply chain management Politik dan Kebijakan Materi : Politik dan kebijakan International Business Management Materi: International Business Management Business Growth Management Materi: Business growth management Rekayasa Sosial Kemasyarakatan Materi: Rekayasa sosial kemasyarakatan Research Application TTG Materi : Research and applied by need Produk- produk yang dihasilkan RnB dalam membangun technopreneur muda diantaranya adalah membentuk unit usaha baru. Dengan prinsip 80 praktik dan 20 teori inilah yang mampu menjawab tantangan zaman ini. Berikut adalah contoh perusahaan yang lahir dari RnB: Bogor, 18-19 Februari 2013 ISSN 2337-4969 73 Gambar 5. Contoh perusahaan yang lahir dari RnB

6. Kesimpulan

 Technopreneur merupakan salah satu cara untuk membuat bangsa Indonesia dapat sejajar dengan bangsa yang lainnya.  Peningkatan peran dan sinergisitas 3 lembaga untuk membentuk technopreneur muda.  RnB merupakan salah satu perkumpulan yang dirancang dengan konsep 80 praktik dan 20 teori sehingga dapat membentuk technopreneur muda. Daftar Pustaka Dana LP. 2007. Asian Models of Entrepreneurship from Indian Union and the Kingdom of Nepal to the Japanese Archipelago: Context, Policy, and Practice. New Jersey: World Scientific Publishing Co www.mitimahasiswa.com Zaques, Edy. 2009. Bob Sadiono: Mereka Bilang Saya Gila. Kintamani Publishing. Zuhal. 2008. Kekuatan Daya Saing Bangsa; Mempersiapkan Masyarakat Berbasis Pengetahuan, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. 74 ISSN 2337-4969 FAKTOR DETERMINAN PROSES BELAJAR MENGAJAR KEWIRAUSAHAAN DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR Burhanuddin 6 dan Nia Rosiana 7 Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor Abstrak Institut Pertanian Bogor IPB sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka berupaya menghasilkan SDM pertanian yang berkualitas dan terbesar di Indonesia. Dalam sepuluh tahun terakhir, IPB telah memasukkan Mata Kuliah Kewirausahaan dalam kurikulum pendidikan mahasiswa program sarjana. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku kewirausahaan mahasiswa di IPB dan menganalisis faktor-faktor determinan proses belajar mengajar kewirausahaan di IPB. Kajian dilakukan pada tahun ajaran 20112012. Jenis data adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis faktor. Hasil kajian menunjukkan bahwa perilaku wirausaha Mahasiswa IPB tergolong tinggi dengan karakter yang kuat pada kemauan mengambil risiko. Faktor determinan proses belajar mengajar kewirausahaan di IPB adalah Practical Learning Centre dan Practical Based Learning. Kata kunci: perilaku wirausaha, proses belajar mengajar kewirausahaan 1. Pendahuluan Pelaksanaan pendidikan yang menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas memerlukan perbaikan yang komprehensif di berbagai sektor. Proses belajar mengajar di perguruan tinggi merupakan upaya untuk menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam Undang-Undang sebagai salah satu lembaga penyedia utama human capital di Indonesia. Oleh karena itu, Institut Pertanian Bogor sebagai perguruan tinggi pencetak sarjana bidang pertanian merupakan pensuplai utama wirausaha pertanian. Peluang ini telah diantisipasi oleh Institut Pertanian Bogor yang dijabarkan dalam deklarasi lima pilar pendidikan sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pembinaan mahasiswa, yaitu 1 Profesionalisme Academic Profesionalism, 2 Kepekaan Sosial Social Awareness, 3 Kepedulian terhadap Lingkungan Environmental Concern, 4 Jiwa Kewirausahaan Entrepreneurship, dan 5 Moral dan Etika Moral and Ethics. Melalui lima pilarnya ini, Institut Pertanian Bogor berperan aktif dalam menciptakan sarjana pertanian yang mampu menciptakan pekerjaan job creator bukan pencari kerja job seeker. Selain untuk mengurangi jumlah pengangguran, juga untuk mengembangkan kualitas petani, sekaligus 6 Email: burhanipb.ac.id 7 Email: nia_rosianafwkyahoo.com Bogor, 18-19 Februari 2013 ISSN 2337-4969 75 ikut menyelesaikan masalah ketenagakerjaan. Hal ini karena salah satu strategi pemulihan dan rekonstruksi ekonomi bertumpu pada penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu, Institut Pertanian Bogor sudah berada pada jalur yang tepat sebagian penyuplai wirausaha pertanian. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku danatau yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, dan menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru untuk meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik danatau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dengan kata lain, kewirausahaan juga merupakan pengetahuan tentang nilai, jiwa, sikap dan tindakan yang dilandasi oleh semangat added value, sehingga tercermin dalam berpikir, bersikap dan bertindak yang mengutamakan inovasi, kreativitas, dan kemandirian. Jika peningkatan jumlah mahasiswa Institut Pertanian Bogor berkontribusi positif bagi pengurangan jumlah pengangguran dan sinyal bagi penumbuhan pertanian, maka kajian proses belajar mengajar kewirausahaan sangat mendesak untuk dilakukan. Apalagi, Institut Pertanian Bogor setiap tahun mencetak lebih dari 2000 sarjana bidang pertanian baru. Pertanyaan kemudian adalah bagaimana Institut Pertanian Bogor menciptakan iklim yang kondusif mempercepat tumbuhnya wirausaha mahasiswa? Untuk itu, dapat dimulai dengan mengidentifikasi dan menganalisis aktivitas kewirausahaan yang selama ini berkembang di Institut Pertanian Bogor. Faktanya, proses belajar mengajar yang diterapkan di berbagai perguruan tinggi saat ini lebih terfokus pada bagaimana menyiapkan para mahasiswa yang cepat lulus dan mendapatkan pekerjaan. Lalu bagaimana melakukan perubahan supaya Mata kuliah Kewirausahaan dapat menjadi spirit dan mengembangkan skill serta knowledge mahasiswa? Hal ini terkait erat dengan proses belajar mengajar Kewirausahaan, sehingga kajian dibidang ini akan mendorong pada peningkatan entrepreneurial skill mahasiswa. Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas maka kajian ini bertujuan untuk menganalisis proses belajar mengajar kewirausahaan di Institut Pertanian Bogor. Adapun Tujuan khusus dari kajian ini adalah: 1. Mengidentifikasi perilaku kewirausahaan mahasiswa di Institut Pertanian Bogor; 2. Menganalisis faktor-faktor determinan proses belajar mengajar kewirausahaan di Institut Pertanian Bogor. 2. Kerangka Pemikiran Wirausaha adalah individu yang memiliki pengendalian tertentu terhadap alat-alat produksi dan menghasilkan lebih banyak daripada yang dapat dikonsumsinya atau dijual atau ditukarkan agar memperoleh pendapatan McClelland 1961. Wirausaha adalah pencipta kekayaan melalui inovasi, pusat pertumbuhan pekerjaan dan ekonomi, dan pembagian kekayaan yang bergantung pada kerja keras dan pengambilan risiko Bygrave 2004. Davidsson 2003 dan Kirzner 1973 berpendapat bahwa wirausaha merupakan perilaku kompetitif yang mendorong pasar, bukan hanya 76 ISSN 2337-4969 menciptakan pasar baru, tetapi menciptakan inovasi baru ke dalam pasar, sekaligus sebagai kontribusi nyata dari wirausaha sebagai penentu pertumbuhan ekonomi. Lebih tegas Wennekers dan Thurik 1999 dan Carree dan Thurik 2003 menyatakan bahwa pada dasarnya, wirausaha memberikan kontribusi pada kinerja ekonomi dengan memperkenalkan inovasi, menciptakan perubahan, menciptakan persaingan dan meningkatkan persaingan. Yang 2007 mengungkapkan bahwa setelah hampir dua dekade hilang dari lansekap ekonomi Cina, kewirausahaan dihidupkan kembali pada akhir 1970-an. Awalnya dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan, ternyata energi kewirausahaan masyarakat secara serius menjadi kebijakan ekonomi Cina. Cina menyadari bahwa jauh lebih efisien untuk meningkatkan perekonomian dengan memberikan ruang gerak lebih bebas pada wirausaha daripada kontrol negara yang ketat. Hasilnya sangat luar biasa, bahkan saat ini Cina menjadi kekuatan ekonomi baru di dunia. Selain pertumbuhan ekonominya berkembang pesat, wirausaha juga telah membuat standar kehidupan Cina lebih tinggi. Kewirausahaan pertanian merupakan fenomena yang relatif baru. Era ekonomi pasar bebas mengharuskan petani menjadi lebih mandiri dan kewirausahaan pertanian mengembangkan keterampilan baru petani dan kemampuan fungsional agar petani kompetitif. Oleh karena itu, menurut Duczkowska- Małysz kewirausahaan pertanian diartikan sebagai semua kegiatan yang membantu para petani untuk menyesuaikan diri dengan ekonomi pasar bebas. Dengan kata lain, pengembangan kewirausahaan pertanian merubah kualitas manajemen produksi pertanian, yakni mengurangi risiko kegagalan. Pengembangan kewirausahaan pertanian terkait erat dengan modernisasi pertanian di pedesaan. Modernisasi pertanian yang tetap merekonstruksi pembangunan lingkungan pertanian yang lestari dan menciptakan lapangan kerja baru di daerah pedesaan. Menurut Dollinger 2003 kewirausahaan pertanian adalah pembentukan organisasi ekonomi petani yang inovatif untuk tujuan mendapatkan laba atau pertumbuhan ekonomi pedesaan dalam kondisi risiko dan ketidakpastian. Namun demikian, harus dipahami bahwa di pedesaan ada banyak tipe petani. Menurut Lauwere et al. 2002 ada lima kelompok petani, yakni adalah petani yang membuat perubahan ekonomi, petani yang mengakui bahwa keberhasilan finansial perlu diimbangi dengan peran sosial dan lingkungan, petani yang sukses dengan fokus pada kegiatan pertaniannya, petani yang melakukan diversifikasi usahatani, dan petani yang enggan untuk merangkul perubahan. Hasil penelitian Dabson 2005 menyimpulkan bahwa lebih dari dua per tiga dari semua pekerjaan baru yang diciptakan di Amerika Serikat dikembangkan melalui semangat kewirausahaan yang melilibatkan usaha kecil. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi pedesaan dan kewirausahaan pedesaan sangat jelas berhubungan. Fakta ini memberi keyakinan bahwa perekonomian pedesaan di Indonesia pun juga dapat digerakkan oleh kewirausahan, yakni kewirausahaan pertanian. Hal ini karena wirausaha Bogor, 18-19 Februari 2013 ISSN 2337-4969 77 petani mampu mendiversifkasi produknya, menciptakan pasar baru, dan memanfaatkan teknologi baru di lingkungan pedesaan. 3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kampus Institut Pertanian Bogor IPB, Dramaga Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja purposive berdasarkan pertimbangan bahwa IPB merupakan lembaga pencetak sarjana bidang pertanian terbesar di Indonesia yang menerapkan Mata kuliah Kewirausahaan pada mahasiswa program sarjana. Waktu pelaksanaan kajian yaitu pada tahun ajaran 20112012. Populasi dalam kajian ini yaitu mahasiswa IPB program sarjana yang telah dan sedang mengambil Mata kuliah Kewirausahaan pada semester yang berlaku pada saat kajian. Sampel yang diambil yaitu sebanyak 100 orang yang diambil dengan teknik convenient sampling. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Alat yang digunakan dalam kajian ini adalah kuesioner. Upaya untuk memastikan bahwa kuesioner yang digunakan dapat dipercaya dan valid, maka dilakukan uji reliabilitas dan uji validitas. Pengolahan menggunakan perangkat lunak SPSS dan Excel. Ada dua jenis analisis yang digunakan dalam kajian ini, yaitu Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Faktor. Analisis deskriptif untuk menjelaskan perilaku wirausaha mahasiswa, sedangkan analisis faktor untuk menjelaskan faktor determinan proses belajar mengajar kewirausahaan. Analisis faktor digunakan untuk melihat dua jenis proses belajar mengajar, yaitu metode kuliah ideal dan metode praktikum ideal. Proses inti dari analisis faktor, yakni mengekstraksi sekumpulan variabel, sehingga terbentuk satu atau lebih faktor. Metode yang digunakan dalam proses ekstraksi ini adalah Analisis Komponen Utama Principal Component Analysis.

4. Hasil dan Pembahasan Perilaku Wirausaha Mahasiswa

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan skor perilaku wirausaha mahasiswa sebesar 217.39 yang berada pada kategori tinggi, sedangkan komponen perilaku wirausaha yang berkategori sangat tinggi yaitu pengetahuan berwirausaha. Hal ini berarti bahwa pengetahuan mahasiswa mengenai kewirausahaan lebih tinggi dibandingkan dengan sikap dan tindakan dalam berwirausaha. Tingginya Pengetahuan wirausaha mahasiswa ini juga mengindikasikan proses belajar mengajar kewirausahaan yang masih fokus pada penajaman teori yang umumnya dosen masih sebagai pusatnya. Sikap wirausaha yang masuk katergori sedang mengindikasikan bahwa aspek persepsi, kesukaan, motivasi, dan pandangan mahasiswa terhadap kewirausahaan kurang mendapat perhatian dan porsi dalam proses belajar mengajar kewirausahaan. 78 ISSN 2337-4969 Tabel 1 Rataan Hitung Skor Perilaku Wirausaha Mahasiswa IPB No Keterangan Rataan Kategori 1 Pengetahuan Wirausaha 89.39 Sangat Tinggi 2 Sikap Wirausaha 62.94 Sedang 3 Tindakan Wirausaha 65.07 Tinggi PERILAKU WIRAUSAHA 217.39 Tinggi Selain itu, pengetahuan wirausaha dapat diperoleh mahasiswa tidak hanya melalui kuliah kewirausahaan, tetapi juga melalui seminar kewirausahaan, pelatihan kewirausahaan, maupun studi literatur yang dapat dilakukan secara mandiri ataupun berkelompok. Sebaliknya, Sikap dan Tindakan wirausaha kurang dapat dieksplorasi oleh mahasiswa secara mandiri. Padahal Sikap wirausaha mencerminkan komponen afektif mahasiswa dalam menanggapi peluang usaha yang menyangkut komitmen terhadap pelaksanaan usaha. Sedangkan Tindakan wirausaha mencerminkan hal yang dilakukan oleh wirausaha dalam mencapai tujuannya dalam berwirausaha. Selanjutnya, Tabel 2 menunjukkan karakter wirausaha mahasiswa IPB yang terdiri dari dua unsur utama yaitu kepribadian dan kepercayaan diri. Komponen kepribadian mencakup kebebasan, disiplin diri, dorongan dan keinginan, dan kemampuan menghadapi risiko. Berdasarkan hasil analisis skor kepribadian mahasiswa dalam penentuan karakter wirausaha yaitu sebesar 70.3. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa komponen yang memiliki skor paling tinggi pada unsur kepribadian adalah kemampuan dalam menghadapi risiko. Hal ini mengindikasikan bahwa proses belajar mengajar kewirausahaan di IPB sudah dalam jalur yang benar. Karakter keberanian mengambil risiko merupakan karakter utama dari wirausaha yang dinyatakan dengan tegas didalam mendiskripsikan seorang wirausaha, sekaligus sebagai pembeda dari yang bukan wirausaha. Tabel 2 Skor Karakter Wirausaha Mahasiswa IPB No Unsur-Unsur Karakter Skor 0-100 1 Kepribadian 70.3 a. Kebebasan 68.4 b. Disiplin Diri 71.7 c. Dorongan dan Keinginan 69.1 d. Kemampuan menghadapi risiko 71.9 2 Kepercayaan Diri 63.6 Rataan Karakter Wirausaha 63.6 Faktor Determinan Metode Kuliah Kewirausahaan Ideal Berdasarkan Tabel 3 faktor pertama yang tebentuk dari hasil analisis faktor, yaitu sinergi kuliah-praktikum dan metode berpusat ke mahasiswa dan praktek. Faktor pertama ini dicirikan oleh enam subfaktor yaitu dosen memberikan isi kuliah sesuai dengan slide yang ditampilkan, dosen memberikan pengalaman berwirausaha ketika di perkuliahan, dosen Bogor, 18-19 Februari 2013 ISSN 2337-4969 79 memberikan metode belajar bernuansa praktek, metode belajar kuliah yang diharapkan learning student centre, metode belajar kuliah yang diharapkan practical learning centre, keterkaitan materi kuliah dengan praktikum. Faktor determinan paling tinggi pada faktor pertama yaitu metode belajar kuliah yang diharapkan Practical learning centre. Tabel 3 Hasil Analisis Faktor pada Metode Belajar Kuliah Kewirausahaan Ideal Faktor Variabel Anggota Nilai Loading Factor 1 Sinergi kuliah- praktikum dan metode berpusat ke mahasiswa praktek P20 Dosen memberikan isi kuliah sesuai dengan slide yang ditampilkan 0.538 P21 Dosen memberikan pengalaman berwirausaha ketika di perkuliahan 0.746 P23 Dosen memberikan metode belajar bernuansa praktek 0.848 P25 Metode belajar kuliah yang diharapkan  Learning student centre 0.626 P26 Metode belajar kuliah yang diharapkan  Practical learning cntre 0.944 P27 Keterkaitan materi kuliah dengan praktikum 0.820 2 Penjelasan aturan perkuliahan P16 Dosen menjelaskan GBPP ketika di awal kuliah 0.875 P17 Dosen menjelaskan selang mutu nilai MK.Kewirausahaan 0.882 P18 Dosen menjelaskan peraturan yang disepakati mahasiswa dan dosen dalam melakukan perkuliahan 0.785 P19 Dosen menjelaskan isi kuliah sesuai dengan GBPP 0.746 3 Materi kuliah dan kecakapan dosen P20 Dosen memberikan isi kuliah sesuai dengan slide yang ditampilkan 0.585 P22 Dosen memberikan metode belajar bernuansa teori 0.891 P24 Metode belajar kuliah yang diharapkan  Learning teaching center berpusat ke dosendosen lebih aktif 0.697 Faktor kedua yang terbentuk yaitu penjelasan peraturan perkuliahan. Variabel yang mencirikan faktor ini yaitu dosen menjelaskan GBPP ketika di awal kuliah, dosen menjelaskan selang mutu nilai mata kuliah kewirausahaan, dosen menjelaskan peraturan yang disepakati mahasiswa dan dosen dalam melakukan perkuliahan, dan dosen menjelaskan isi kuliah sesuai dengan GBPP. Faktor determinan paling tinggi yaitu dosen menjelaskan selang mutu nilai Mata kuliah Kewirausahaan. Hal ini dapat meningkatkan motivasi mahasiswa jika mereka mengetahui dari awal selang nilai yang telah ditetapkan, sekaligus dapat meningkatkan Sikap Wirausaha Mahasiswa. 80 ISSN 2337-4969 Faktor ketiga yang terbentuk yaitu materi kuliah dan kecakapan dosen dalam mengajar. Faktor determinan tinggi dari faktor ketiga ini yaitu dosen memberikan metode belajar yang bernuansa teori. Hal ini akan menunjang dan memperkuat dasar pemikiran mahasiswa dalam melaksanakan praktikum kewirausahaan. Faktor Determinan Metode Belajar Praktikum Kewirausahaan Ideal Berdasarkan Tabel 4 faktor pertama yang tebentuk dari hasil analisis faktor, yaitu penjelasan peraturan praktikum. Faktor pertama ini dicirikan oleh lima subfaktor yaitu dosenAsisten praktikum menjelaskan GBPP ketika di awal praktikum, dosenAsisten praktikum menjelaskan proporsi nilai praktikum kewirausahaan terhadapa nilai mutu akhir, dosenAsisten praktikum menjelaskan peraturan yang disepakati mahasiswa dan asisten praktikum dalam melakukan praktikum, dosenAsisten praktikum menjelaskan isi praktikum sesuai dengan GBPP, metode belajar praktikum yang diharapkan learning teaching center. Faktor yang menjadi penciri paling kuat pada faktor ini adalah dosenAsisten praktikum menjelaskan proporsi nilai praktikum kewirausahaan terhadap nilai mutu akhir. Tabel 4 Hasil Analisis Faktor pada Metode Belajar Praktikum kewirausahaan Ideal Faktor Variabel Anggota Nilai Loading Factor 1 Penjelasan Peraturan Praktikum P42 DosenAsisten praktikum menjelaskan GBPP ketika di awal praktikum 0.894 P43 DosenAsisten praktikum menjelaskan proporsi nilai praktikum kewirausahaan terhadapa nilai mutu akhir 0.906 P44 DosenAsisten praktikum menjelaskan peraturan yang disepakati mahasiswa dan asprak dalam melakukan praktikum 0.821 P45 DosenAsisten praktikum menjelaskan isi praktikum sesuai dengan GBPP 0.700 P48 Metode belajar praktikum yang diharapkan learning teaching center 0.744 2 Kecakapan DosenAsisten Praktikum dan pusat pembelajaran P46 DosenAsisten praktikum memberikan pengalaman berwirausaha ketika di praktikum 0.832 P47 DosenAsisten praktikum komunikatifcakap dalam menyampaikan materi praktikum 0.801 P49 Metode belajar praktikum yang diharapkan  learning student center 0.632 P50 Metode belajar praktikum yang diharapkan  practical based learning 0.845 Faktor kedua yang terbentuk yaitu Kecakapan DosenAsisten Praktikum dan pusat pembelajaran. Faktor determinan yang tertinggi dengan faktor ini yaitu metode belajar praktikum yang diharapkan practical based Bogor, 18-19 Februari 2013 ISSN 2337-4969 81 learning. Jadi, metode belajar ideal yang diharapkan mahasiswa yaitu lebih banyak pada kegiatan praktikum.

5. Kesimpulan

Perilaku wirausaha Mahasiswa IPB tergolong tinggi, dengan tingkat pengetahuan wirausaha yang sangat tinggi, sikap wirausaha sedang, dan tindakan wirausaha yang tinggi. Karakter wirausaha Mahasiswa IPB di bentuk oleh kemampuannya menghadapi risiko, disiplin diri, dan motivasi atau keinginan diri yang kuat. Faktor determinan proses belajar mengajar kewirausahaan di IPB adalah Practical Learning Centre, dosen menjelaskan selang mutu nilai, dosen memberikan metode belajar yang bernuansa teori, dan dosenAsisten praktikum menjelaskan proporsi nilai praktikum kewirausahaan terhadap nilai mutu akhir serta Practical Based Learning. Daftar Pustaka Bygrave WD. 2004. The Portable MBA in Entrepreneurship: Third Editionedited by William D. Bygrave , Andrew Zacharakis. – Ed. 3 – New Jersey : John Willey Sons Inc. Carree MA, Thurik R. 2003. The Impact of Entrepreneurship on Economic Growth. in David B. Audretsch and Zoltan J. Acs eds., Handbook of Entrepreneurship Research, BostonDordrecht:Kluwer-Academic Publishers: 437 –471. Dabson B. 2005. Entrepreneurship as a Core Economic Development Strategy for Rural America. Truman School of Public Affairs, University of Missouri-Columbia. Davidsson P. 2003, The Domain of Entrepreneurship Research: Some Suggestions. in Jerome A. Katz and Dean Shepherd eds.. Cognitive Approaches to Entrepreneurship Research, Advances in Entrepreneurship, Firm Emergence and Growth 6: 315 –372. Dollinger MJ. 2003. Entrepreneurship –Strategies and Resources. Pearson International Edition, New Jersey. Duczkowska- Małysz K. . Entrepreneurialism of rural areas; multifunctional villages. Warszawa. Kirzner IM. 1973. Competition and Entrepreneurship. Chicago: University of Chicago Press. Lauwere C, de Verhaar K, Drost H. 2002. The Mystery of Entrepreneurship; Farmers looking for new pathways in a dynamic society, In Dutch with English summary. Wageningen University and Research Centre. McClelland DC. 1961. The Achieving Society. D. Van Nostrand. Place of Publication: Princeton, NJ. Publication. Wennekers S, Thurik R. 1999. Linking Entrepreneurship and Economic Growth. Small Business Economics 13 1: 27 –55. Yang K. 2007. Entrepreneurship in China. Published by Ashgate Publishing Limited Gower House Croft Road Aldershot Hampshire GU11 England. 82 ISSN 2337-4969 PROTOTIPE PERMAINAN EDUKASI BERBASIS RPG SEBAGAI ALAT PEMBELAJARAN MANDIRI DAN INOVATIF Hartrisari 8 dan Rafanoharana Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta, IPB SEAMEO BIOTROP CIFOR Abstrak Kondisi pendidikam di Indonesia saat ini masih dinilai tertinggal dibandingkan negara-negara Asean. Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi tersebut adalah faktor ekonomi, sarana prasarana, kurikulum dan kualifikasi pengajar. Saat ini, pengajar berfokus pada penyelesaian materi dan umumnya masih memanfaatkan media ajar dalam bentuk ceramahtatap muka. Dengan akan diberlakukannya kurikulum 2013, maka pengajar dituntut lebih kreatif dalam memberikan pengajaran agar peserta didik dapat belajar secara lebih mandiri. Dengan perkembangan teknologi informasi maka banyak media ajar yang dapat dikembangkan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu bentuk media ajar adalah permainan edukasi berbasis RPG maker. Sebagai contoh pada makalah ini, permainan edukasi berjudul Savior of the Earth berbasis RPG maker telah mampu menunjukkan kinerjanya sebagai media belajar mandiri dan inovatif untuk mata ajaran lingkungan bagi tingkat sekolah dasar. Permainan edukasi ini dapat memberikan motivasi belajar secara mandiri bagi peserta didik dalam rangka memahami materi ajar, dan pengajar baik guru maupun orang tua dapat mengevaluasi hasil belajar melalui akumulasi nilai pada permainan ini. Kata kunci : permainan edukasi, RPG maker, inovatif, mandiri 1. Pendahuluan Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 sampai dengan 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya, pemerinyah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dan memprioritaskan anggaran untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah bertanggungjawab atas pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Salah satu kebijakan pemerintah terkait penyelenggraan pendidikan adalah program wajib belajar 9 tahun yang dimulai sejak tahun 1994 dan merupakan kelanjutan dari program wajib belajar 6 tahun. Sejak tahun 2012 mulai dicanangkan rencana program wajib belajar 12 tahun. Pada kenyataannya kondisi pendidikan di Indonesia masih sangat tertinggal dibandingkan negara-negara di kawasan ASEAN. Berdasarkan 8 Email: saribiotrop.net Bogor, 18-19 Februari 2013 ISSN 2337-4969 83 laporan Education for all Global Monitoring Report UNESCO, 2011 dinyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index dengan banyaknya jumlah siswa yang putus sekolah. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, banyaknya siswa yang putus sekolah disebabkan tingginya biaya pendidikan yang membuat siswa tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Hal ini menjadi ironis mengingat seharusnya pemerintah menyediakan anggaran penyelenggaraan pendidikan dasar. Dunia pendidikan juga dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan akses, pemerataan dan kualitas layanan pendidikan terutama untuk jenjang pendidikan dasar. Alasan masih adanya anak-anak yang tidak sekolah terutama dikarenakan alasan ekonomi atau tinggal di daerah terpencil yang belum terjangkau oleh layanan pendidikan. Program wajib belajar 9 tahun masih memiliki kendala dalam implementasi dengan ditemukannya beberapa sekolah yang masih menarik berbagai iuran yang memberatkan orang tua terutama keluarga miskin. Sarana dan prasarana pendidikan juga sangat minim. Survey pada tahun 2012 membuktikan bahwa pada jenjang SD baru 3.29 atau 146904 unit sekolah yang dikategorikan pada sekolah standar nasional, 51.71. Dari sisi pengajar, secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia juga masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga saat ini, dari 2,92 juta guru, baru sekitar 51 persen yang berpendidikan S-1 atau lebih, sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Dari sisi kurikulum banyak guru mengeluhkan bahwa penerapan kurikulum saaat ini membuat para guru sibuk menyelesaikan materi pelajaran selama semester berlangsung. Mayoritas guru juga masih menggunakan metoda ceramah sebagai cara pembelajaran. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, apalagi dengan penerapan kurikulum 2013, guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah. Salah satu media yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar adalah media permainan. Sebagai media pembelajaran, permainan memiliki beberapa kelebihan, antara lain melibatkan partisipasi aktif dari peserta didik untuk belajar, memberikan umpan balik, menyelesaikan persoalan dengan memberikan pengalaman nyata serta dapat diulangi sebanyak yang dikehendaki. Permainan juga bersifat luwes dan dapat dipakai untuk berbagai tujuan pendidikan, mudah dibuat dan diperbanyak. RPG Role Play Game maker merupakan salah satu perangkat lunak yang daot digunakan dalam pembuatan permainan edukasi. Sesuai dengan namanya, maka permainan yang dibuat dengan perangkat lunak ini menggunakan tokoh-tokoh khayalan yang harus membentuk suatu cerita yang terintegrasi. Pembuat permainan perlu membuat rangkaian cerita yang dapat merepresentasikan tujuan yang ingin dicapai.

2. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk membuat prototype permainan edukasi berbasis RPG maker yang dapat digunakan sebagai alat pembelajaran