36
beras yang pulen. Hasil uji Independent T-test menunjukkan kadar pati dan amilosa beras B dan F berbeda nyata pada taraf 95.
Tabel 12. Kadar Pati, Amilosa dan Amilopektin Beras Analog Kandungan
Pati Beras
B Beras
F Beras
IR 64 Total Pati
64.48 65.10
68.18 Amilosa
21.72 14.49
20.65 Sumber : Wulan et al. 2007
Amilosa adalah senyawa polimer glukosa yang memiliki rantai lurus dan tidak bercabang. Analisis kadar amilosa pada beras biasanya bertujuan untuk mengetahui hubungannya dengan
kepulenan nasi beras tersebut. Oleh sebab itu, pengukuran kadar amilosa dijasikan salah satu parameter karakterisasi beras varietas baru Balai Penelitian Tanaman Padi 2004.
Berdasarkan penelitian Widowati et al. 2006, kadar amilosa memiliki korelasi yang cukup tinggi dengan indeks glikemik. Semakin tinggi kadar amilosa beras maka indeks glikemiknya
semakin rendah. hal tersebut disebabkan amilosa merupakan senyawa polimer yang tidak memiliki cabang sehingga ikatannya menjadi sangat kuat sehingga lebih sulit dicerna. Namun, kadar
amilosa tidak dapat menjadi satu-satunya parameter yang dapat menggambarkan indeks glikemik beras karena masih memunginkan faktor lain seperti serat pangan, pati resisten dan ikatan
kompleks amilosa dengan komponen lain yang dapat mempengaruhi indeks glikemik beras.
4.6 ANALISIS FISIK BERAS ANALOG FORMULA TERBAIK
4.4.3 Analisis Warna Beras Analog
Tabel 13. Hasil Analisis Warna Beras Analog Beras
L +a
+b
o
Hue Warna
Beras B 60.86
+3.88 +23.67
80.69 Kuning-Merah
Beras F 60.82
+3.82 +25.93
81.63 Kuning-Merah
Beras IR 64 80.79 +5.05
+11.01 65.36
Kuning- Merah sumber: Setianingsih 2008
Warna merupakan salah satu atribut penting yang menentukan penerimaan konsumen pada produk. Analisis warna dilakukan menggunakan alat Chromameter Minota CR 300. Analisis
warna yang dilakukan untuk mengetahui derajat putih atau kecerahan beras berdasarkan nilai L dan skema warna beras berdasarkan nilai a dan b. Hasil analisis warna produk beras analog terpilih
dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil analisis warna beras analog menggunakan alat Chromameter menunjukkan bahwa
beras formula B memiliki warna beras yang berada pada kisaran kuning-merah. Beras formula F juga memiliki warna beras yang berada pada kisaran kuning-merah. Beras analog B dan F
memiliki nilai L lebih rendah dibandingkan dengan beras IR-64 sehingga beras analog memiliki nilai derajat putih atau derajat kecerahan yang lebih rendah dibandingkan dengan beras sosoh.
Namun, berdasarkan nilai
o
Hue berdasarkan nilai +a dan +b, baik beras analog maupun beras sosoh termasuk ke dalam skema warna yang sama yaitu kuning-merah. Warna beras yang kuning
kemerahan dapat disebabkan oleh adanya penambahan tepung jagung yang berwarna kuning dan penambahan tepung sorgum yang mengandung tanin, sehingga warnanya menjadi gelap.
37
4.5.3 Bobot Seribu Butir
Bobot seribu butir beras dapat menunjukkan bobot beras per butirnya. Bobot seribu butir dilakukan untuk mengetahui keseragaman ukuran beras. Hasil analisis bobot seribu butir dapat
dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Analisis Bobot 1000 butir
Beras Bobot 1000 Butir g Bobot per butir g
Beras B 18.84
0.01884 Beras F
15.94 0.01594
Beras IR-64 19.00 0.01900
sumber: Setianingsih 2008 Hasil analisis bobot seribu butir pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa bobot seribu butir
beras analog formula B dan F lebih rendah dibandingkan dengan beras sosoh Setianingsih 2008. Hal ini dapat disebabkan ukuran beras analog yang lebih kecil dibandingkan beras sosoh. Bobot
per butir beras analog dapat dipengaruhi oleh proses pencetakkan beras analog menggunakan ekstruder. Parameter proses yang paling berpengaruh adalah kecepatan screw dan kecepatan
cutter. Kombinasi kedua parameter tersebut dapat menentukan bentuk beras analog. Jika kecepatan dikurangi maka ukuran beras analog menjadi besar dan begitu pula sebaliknya. Analisis
bobot per butir beras analog berkaitan dengan analisis densitas kamba untuk mengetahui volume dan porositas beras.
4.6.3 Densitas Kamba