35
Karbohidrat merupakan komponen yang menyumbangkan energi terhadap tubuh. Asupan kalori masyarakat Indonesia juga paling tinggi diperoleh dari karbohidrat jenis padi-padian yaitu
lebih dari 900Kalharikapita BPS, 2011. Karbohidrat juga memiliki hubungan dengan indeks glikemik. Jenis karbohidrat yang dicerna secara cepat memiliki aktivitas glikemik yang lebih
tinggi dibandingkan karbohidrat yang lambat dicerna Widowati et al, 2006.
4.5.2 Analisis Kadar Serat Pangan
Kadar serat pangan pada suatu produk dapat menentukan tingkat kekenyangan yang dihasilkan oleh produk tersebut. Serat pangan juga berfungsi untuk melancarkan saluran
pencernaan dan membantu menghindari konstipasi pada usus. Kekurangan serat pangan dapat menyebabkan penyakit degeneratif seperti kanker usus besar, jantung dan pembuluh darah,
diabetes mellitus dan batu empedu Astawan et al. 2004. Tabel 11. Kadar Serat Pangan Beras Analog
Kadar Serat Pangan Beras B
Beras F Beras Sosoh
Serat Pangan Tak Larut 1.52
1.75 0.6
Serat Pangan Larut 2.48
2.46 0.5
Total Serat Pangan 4.00
4.21 0.6
Hasil analisis serat pangan pada beras analog pada Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar serat pangan tak larut beras B dan beras F lebih tinggi dibandingkan beras sosoh. Kadar serat
pangan larut beras B dan beras F lebih tinggi dibandingkan beras sosoh, sehingga total serat pangan pada beras B dan F lebih tinggi dibandingkan total serat pangan beras sosoh. Kandungan
serat beras analog B dan F sekitar 4g per 100 g, sehingga konsumsi beras analog sebanyak 100g dapat menyumbang 4 gram atau 16 kebutuhan serat sehari 25 g. Berdasarkan penelitian
Widowati et al. 2006, serat pangan larut lebih memiliki hubungan terhadap indeks glikemik beras. Serat diketahui dapat menunda proses pengosongan lambung sehingga mengurangi laju
percernaan pada usus. Serat pangan juga berguna untuk menurunkan kolesterol pada serum darah. Oleh karena itu, konsumsi pangan mengandung serat tinggi sangat berguna bagi penderita diabetes
maupun penderita kolesterol tinggi.
4.5.3 Analisis Kadar Pati dan Amilosa
Salah satu sifat kimia beras yang dapat menentukkan sifat fisik beras adalah kadar amilosa beras. Kadar amilosa beras biasanya ditentukan untuk mengetahui tingkat kepulenan beras.
Namun, kadar amilosa tidak dapat menentukkan tingkat kesukaan beras karena selera masyarakat akan kepulenan beras berbeda-beda. Salah satu contohnya adalah masyarakat Sumatera cenderung
menyukai beras yang pera sedangkan masyarakat Jawa Barat cenderung menyukai beras yang pulen.
Kadar pati beras analog juga dianalisis untuk mengetahui jumlah karbohidrat dalam bentuk pati. Hasil analisis pati dan amilosa beras analog dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil analisis
kandungan pati pada Tabel 12 menunjukkan bahwa total pati pada beras B dan F lebih rendah dibandingkan beras sosoh. Kadar amilosa beras B 21.72 lebih tinggi dibandingkan beras IR-64
sosoh, namun masih termasuk ke dalam beras dengan kadar amilosa sedang 20-24 yang memiliki karakteristik beras yang sedang agak pulen. Beras F mengandung kadar amilosa
sebesar 14.49 sehingga termasuk ke dalam beras amilosa rendah 10-20 sehingga termasuk
36
beras yang pulen. Hasil uji Independent T-test menunjukkan kadar pati dan amilosa beras B dan F berbeda nyata pada taraf 95.
Tabel 12. Kadar Pati, Amilosa dan Amilopektin Beras Analog Kandungan
Pati Beras
B Beras
F Beras
IR 64 Total Pati
64.48 65.10
68.18 Amilosa
21.72 14.49
20.65 Sumber : Wulan et al. 2007
Amilosa adalah senyawa polimer glukosa yang memiliki rantai lurus dan tidak bercabang. Analisis kadar amilosa pada beras biasanya bertujuan untuk mengetahui hubungannya dengan
kepulenan nasi beras tersebut. Oleh sebab itu, pengukuran kadar amilosa dijasikan salah satu parameter karakterisasi beras varietas baru Balai Penelitian Tanaman Padi 2004.
Berdasarkan penelitian Widowati et al. 2006, kadar amilosa memiliki korelasi yang cukup tinggi dengan indeks glikemik. Semakin tinggi kadar amilosa beras maka indeks glikemiknya
semakin rendah. hal tersebut disebabkan amilosa merupakan senyawa polimer yang tidak memiliki cabang sehingga ikatannya menjadi sangat kuat sehingga lebih sulit dicerna. Namun, kadar
amilosa tidak dapat menjadi satu-satunya parameter yang dapat menggambarkan indeks glikemik beras karena masih memunginkan faktor lain seperti serat pangan, pati resisten dan ikatan
kompleks amilosa dengan komponen lain yang dapat mempengaruhi indeks glikemik beras.
4.6 ANALISIS FISIK BERAS ANALOG FORMULA TERBAIK