Penggunaan Citra LANDSAT ETM

gangguan pada tumbuhan dan mengakibatkan penurunan produksi klorofil, maka serapan klorofil pada spektrum merah dan biru akan berkurang, hal ini akan mengakibatkan warna untuk tumbuhan tersebut menjadi kuning gabungan antara hijau dan merah karena pantulan pada spektrum merah bertambah . Setelah panjang gelombang 1,3 μm, tenaga yang datang pada vegetasi pada dasarnya akan diserap atau dipantulkan, dan tidak ada atau sedikit yang ditransmisikan. Penurunan pantulan pada daun akan terjadi pada panjang gelombang 1,4 μm, 1,9 μm dan 2,7 μm karena air yang terdapat pada daun pada panjang gelombang ini kuat sekali serapannya sehingga pada panjang gelombang ini sering disebut spektrum penyerap air Lillesand dan Kiefer 1990.

2.5 Penggunaan Citra LANDSAT ETM

+ Untuk Identifikasi Penutupan Lahan Penelitian mengenai identifikasi tutupan lahan dengan menggunakan citra LANDSAT ETM+ telah banyak dilakukan karena citra ini memiliki sensor ETM+ Enhanced Thematic Mapper yang memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi tutupan lahan. Klasifikasi penutupan lahan di Indonesia dilakukan oleh berbagai instansi, dengan pendekatan dan ketelitian yang berbeda-beda sehingga menghasilkan tipe penutupan lahan atau penggunaan lahan yang berbeda-beda. Penelitian tersebut diantaranya yang dibuat oleh Badan Pertanahan Nasional BPN, Departemen Dalam Negeri. Penutupan lahan dibagi menjadi 15 tipe penggunaan lahan. Pada tahun 2003 dan 2008 Direktorat Planologi mempublikasikan data penutupan lahan untuk seluruh Indonesia. Data dibuat berdasarkan interpretasi visual citra LANDSAT di peroleh 29 tutupan lahan dengan mempertimbangkan tingkat gangguan hutan primer atau sekunder dan kondisi lahan rawa atau lahan kering. Lembaga lain yang melakukan klasifikasi penutupan lahan adalah Kementrian Lingkungan Hidup yang dibuat pada tahun 2005 berdasarkan citra LANDSAT Tabel 2 JICA 2011. Tabel 2. Klasifikasi penutupan lahan menurut beberapa sumber Klasifikasi Badan Planologi Departemen Kehutanan 2001 Klasifikasi Badan Pertanahan Nasional 1969 Klasifikasi Kementrian Lingkungan Hidup 2005 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Hutan lahan kering primer dataran rendah Hutan lahan kering primer pegunungan rendah Hutan lahan kering primer pegunungan tinggi Hutan lahan kering primer sub- alpine Hutan lahan kering sekunder dataran rendah Hutan lahan kering sekunder pegunungan rendah Hutan lahan kering pegunungan sub-alpine Hutan lahan kering sekunder sub-alpine Hutan rawa primer Hutan rawa sekunder Hutan mangrove primer Hutan mangrove sekunder Semak atau belukar Semak atau belukar rawa Savana HTI Perkebunan Pertanian lahan kering Bercampur dengan semak Transmigrasi Sawah Tambak Tanah terbuka Pertambangan Salju Permukiman Tubuh air Rawa Awan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Hutan Lahan kering Tadah hujan Ladang berpindah Padang penggembalaan Rawa Semak belukar Padi Perkebunan Perumahan, ladang dan padi Permukiman desa Permukiman perkotaan Kolam atau tambak Lapangan udara Badan air 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Hutan mangrove Hutan lahan kering Hutan rawa Hutan tanaman Pertanian lahan kering Padang rumput Semak belukar Sawah Perkebunan teh, kelapa sawit, karet, dan lain- lain Kebun campuran Permukiman Lahan kosong Tubuh air Sumber : Japan International Coorperation Agency 2011

BAB III METODOLOGI PENELITIAN