Gejolak Politik pada Masa Bani Abbasiyyah

Bani Umayyah kesulitan dalam menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan Mawali non-Arab, seperti di Irak dan wilayah bagian Timur lainnya, merasa tidak puas karena menganggap diri dianaktirikan oleh Bani Umayyah. 4. Sikap hidup mewah di lingkungan istana yang menyebabkan anak-anak khalīfah tidak sanggup memikul beban berat tatkala dilimpahkan kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat minim. 5. Penyebab langsung tergulingnya Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh al- Abbas Ibn „Abd al-Muṭālib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan gol ongan Syiʻah, serta kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. 38 Berikut beberapa faktor yang menyebabkan hancurnya kekuasaan Bani Abbasiyyah: 1. Kemewahan hidup dikalangan penguasa bahkan cenderung mencolok. Setiap khalīfah yang berkuasa cenderung ingin hidup lebih mewah dari pendahulunya. Kondisi ini memberi peluang bagi tentara profesional Turki untuk mengambil alih pemerintahan. 2. Perebutan kekuasaan di antara keluarga Banni Abbasiyyah. Perebutan kekuasaan ini berlangsung sejak al- Ma’mun dan al-Amin. Setelah al- Matawakkil wafat, pergantian khalīfah terjadi secara tidak wajar. Dari dua belas khalīfah yang memimpin pada priode kedua Bani Abbasiyyah, hanya 38 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h 48-49. empat khalīfah yang meninggal secara wajar, selebihnya wafat karena dibunuh, diracun, dan diturunkan secara paksa. 39 3. Konflik keagamaan yang tak berkesudahan yang mulai terjadi sejak pecahnya Perang Siffin. Kelompok pengikut Muʻāwiyah, Syiʻah, dan Khawarij senantiasa berebut pengaruh dalam pemerintahan. 4. Banyaknya pemberontakan juga menjadi penyebab hancurnya Dinasti Bani Abbasiyyah. Wilayah-wilayah kekuasaan Islam yang sangat luas itu mulai memberontak untuk melepaskan diri dari pusat pemerintahan. Hal ini menjadikan keutuhan kekuasaan Bani Abbasiyyah goyah dan pecah. 5. Dominasi bangsa Turki yang terdiri dari pasukan elit dan profesional yang ada dalam pemerintahan. Mereka dijadikan tentara tatkala kekuatan militer Bani Abbasiyyah mengalami kemunduran. Dengan demikian, para pasukan elit ini turut andil dalam upaya menggulingkan kekuasaan Bani Abbasiyyah. 6. Dominasi bangsa Persia yang awalnya menjalin kerjasama dalam mengelola pemerintahan. Pada masa kerja sama itu terjalin, Bani Abbasiyyah mengalami kemajuan yang pesat. Namun di saat Bani Abbasiyyah mengalami kelemahan dan terlihat benih-benih kehancuran, Persia memanfaatkan keadaan untuk menguasai pemerintahan. Setelah mereka memiliki kedudukan kuat, para khalīfah Abbasiyyah berada di bawah telunjuk mereka. 40 Demikian beberapa faktor yang menyebabkan kehancuran kedua Dinasti yang berkuasa pada masa itu. Selain faktor-faktor di atas, faktor lain seperti lemahnya semangat jihad dan patriotisme, hilangnya sifat amanah, tidak percaya 39 Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, h. 137. 40 Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, h. 138-139. pada kekuatan sendiri, fanatik mazhab, kemorosotan ekonomi, dan lain-lain, menjadi sebab runtuhnya kekuasaan tersebut. 41 Gambaran singkat di atas hanya sebagai pengantar kepada ide khilāfah yang didambakan izb al-Ta ḥrīr Indonesia. Uraian tersebut di atas juga menunjukkan betapa mencekamnya perebutan kekuasaan dalam Islam setelah Nabi Muhammad meninggal dunia. E. Periode Khilāfah Manakah yang Ingin Dicontoh izb al-Ta rīr Indonesia? Perlu diketahui bahwa khilāfah pemerintahan yang muncul setelah wafatnya Nabi, tidak mengambil bentuk kerajaan, tetapi lebih dekat menyerupai sistem republik, dalam arti kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun- temurun. Sebagaimana diketahui bahwa khalīfah pertama, Abū Bakr, tidak mempunyai hubungan darah dengan Nabi, demikian juga „Umar tidak mempunyai hubungan darah dengan Abū Bakr, „Utsmān tidak mempunyai hubungan darah dengan„Umar, dan „Alī tidak mempunyai hubungan darah dengan „Utsmān ketika menerima kekuasaan. 42 Namun demikian, bagi izb al-Ta ḥrīr, sejak masa Nabi sampai Turki Usmani, merupakan periode khilāfah, sementara khilāfah sendiri adalah teori negara yang sesuai dengan Islam, dan penerapan Islam yang sempurna telah dimulai sejak masa Nabi hingga tahun 1918 M, sebelum penjajah menguasai negeri-negeri Muslim. 43 41 Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, h. 139-140. 42 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, h. 91. 43 Ainur Rafiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilāfah Ala izb al-Ta rīr di Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 2012, h. 138.