50 3.4.2.5 Uji kekerasan Ranggana 1986
Kekerasan merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk yang diinginkan. Pengukuran
kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheoner RE 3350 dengan jarak 400 x 0,01 mm; sensitifitas 0,2 V; kecepatan 1 mms.
Sampel ditimbang beratnya dan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berbentuk empat persegi panjang plate yang berlubang dibagian bawahnya.
Sejumlah mata pisau dengan diberi beban 50 kg dimasukkan ke dalam sehingga terjadi penekanan, pemotongan terhadap sampel. Pisau naik ke atas dan wadah
yang berisi sampel dapat dibuka. Pembacaan nilai kekerasan dapat dilakukan dengan melihat grafik yang terbentuk yaitu dengan membagi peak yang terbentuk
dalam kertas grafik dengan milimeter penurunan awal pengujian dan berat sampel. Kekerasan berhubungan dengan kerenyahan makron kenari sejauh mana makron
kenari tersebut menjadi remuk.
3.4.3 Analisis kimia
3.4.3.1 Analisis kadar air AOAC, 1995 Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit
atau sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan
diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110 °C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah
dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air berat basah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
B
1
- B
2
Kadar air = x 100 B
Keterangan : B = berat sampel g
B
1
= berat sampel cawan + cawan sebelum dikeringkan g B
2
= Berat sampel cawan + cawan setelah dikeringkan g
51 3.4.3.2 Analisis kadar abu AOAC 1995
Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan
dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lalu diabukan dalam tanur suhu 600 °C sampai berwarna putih semua contoh menjadi abu. Setelah
didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut :
Berat abu g Kadar abu =
x 100 Berat sampel g
3.4.3.3 Analisis kadar protein AOAC 1995 Sampel ditimbang 1-2 gram lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.
Setelah itu ditambahkan 1,9 g K
2
SO
4
, 40 mg HgO dan 2,0 ± 0,1 ml H
2
SO
4
dan dididihkan sampai cairan berwarna jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke
dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air 1-2 ml kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan
NaOH-NaS
2
O
3
. Dibawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H
3
BO
3
dan 2-4 tetes indikator campuran 2 bagian metil merah 0,2 dan 1 bagian metil biru 0,2 dalam alkohol diletakkan di bawah kondensor hingga ujung kondensor
terendam dalam larutan H
3
BO
3
. Hasil dari destilasi ini dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N. Blanko juga dikerjakan seperti prosedur di atas. Kadar protein dapat
dihitung dengan rumus:
ml sampel-ml HCl blankox N HCl x 14,007 x 6,25 Kadar protein =
x100 Berat sampel mg
3.4.3.4 Analisis kadar lemak AOAC 1995 Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah ekstraksi soxhlet.
Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak
52 5 gram dibungkus dengan kertas saring, setelah itu kertas saring yang berisi
contah tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan abu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana
dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak
berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung
kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 °C selama 5 jam hingga mencapai berat tetap dan
setelah itu didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Kadar lemak sampel dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Berat lemak g Kadar lemak =
x 100 Berat sampel g
3.4.3.5 Analisis kadar karbohidrat by difference AOAC 1995 Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar karbohidrat = 100 - kadar air + protein + lemak + abu 3.4.3.6 Analisis kadar kalsium metode AAS dengan wet digestion
Raitz et al. 1987.
a Pembuatan larutan standar Larutan stok kalsium 1000 ppm dibuat deret standar 2, 4, 8 ppm dengan
cara memipet 0,2; 0,4; 0,8 larutan stok Ca 100 ppm, masing-masing kedalam labu ukur 100 ml. Larutan Cl
3
La.7H
2
O lantan sebanyak 1 ml ke dalam masing- masing labu takar dan ditambahkan akuades sampai volume 100 ml.
53 b Penetapan sampel
Pengabuan basah wet digestion menggunakan HNO
3
65, H
2
SO
4
96- 98, HClO
4
60, dan HCl 37. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml dan diberi HNO
3
5 ml, kemudian didiamkan selama 1 jam. Ditambahkan H
2
SO
4
pa = pro analisis sebanyak 0,4 ml dan dipanaskan kembali selama 30 menit. Sampel diangkat dari hot plate dan diberi larutan HClO
4
:HNO
3
2:1 sebanyak 3 ml, kembali dipanaskan selama 15 menit hingga sampel menjadi bening. Sampel ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pa, setelah sampel
bening dipanaskan hingga larut dan didinginkan. Sampel diencerkan sampai volume tertentu aliquot 100 ml, kemudian disaring dengan kertas saring
Whatman 42. Aliquot diambil sebanyak 1 ml, dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades 4 ml serta lantan 0,05 ml selanjutnya divortex,
disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Filtrat dibaca dengan AAS
pada panjang gelombang ג 422,7 nm. Hasil absorbansi dibandingkan
dengan kurva standar Ca yang telah diketahui. Perhitungannya:
ml aliquot 1000 x Fp x ppm sampel – ppm blanko Ca =
x 100 mg sampel
Ca mg100g = Ca x 1000; FP = Faktor pengenceran
3.4.3.7 Analisis kadar fosfor, metode Taussky Anggraeni 2003
a Preparasi Larutan: Sebanyak 10 g ammonium molibdat diencerkan dengan 60 ml akuades
dalam labu takar, kemudian ditambahkan 28 ml H
2
SO
4
pekat secara bertahap dan diencerkan dalam akuades hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan ammonium
molibdat NH
4 6
MnO
24.
4H
2
O 10 Larutan A. Sebelum dianalisis, larutan A diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan dengan 60 ml akuades dan 5 g
FeSO
4.
7H
2
O dalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan B.
54 b Pembuatan Larutan Standar
Sebanyak 4,394 g KH
2
PO
4
dilarutkan dalam akuades sampai 1000 ml agar didapatkan konsentrasi P sebesar 1000 ppm. Sebanyak 10 ml larutan tersebut
kemudian diencerkan dengan penambahan akuades 400 ml sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 25 ppm. Kemudian dibuat konsentrasi larutan standar P = 2,
3, 4 dan 5 ppm masing-masing sebanyak 5 ml dengan mengambil larutan standar 25 ppm berturut-turut sebanyak 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 ml. Masing-masing volume
tersebut ditambahkan 2 ml larutan C dan akuades hingga 5 ml, kemudian dibaca dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.
c Penetapan Sampel Larutan sampel ditambahkan 2 ml larutan B, lalu dipipet ke dalam kuvet
sebanyak 3 ml dan dibaca pada panjang gelombang 660 nm. Nilai absorbansi larutan standar 2, 3, 4 dan 5 ppm diukur dan diregresikan sehingga didapat
persamaan y = a + bx. Kemudian nilai absorbansi sampel y dimasukkan untuk mendapatkan nilai konsentrasi sampel x.
3.4.3.8 Mineral terlarut modifikasi Santoso et al. 2006 Sampel sebanyak 5 g ditambahkan ke larutan dengan berbagai tingkatan
nilai pH 2, 4, 6 sebanyak 20 ml sampel dan dihomogenkan dengan berbagai tingkatan nilai pH 2, 4, 6 sebanyak 20 ml dan dihomogenkan dengan
menggunakan homogenizer pada kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya sampel diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 37
C selama 4 jam. Kemudian sampel disentrifuse pada kecepatan 10.000 rpm, 2
C selama 10 menit untuk memperoleh fraksi terlarut. Selanjutnya disaring dengan
menggunakan kertas saring Whatman no.42. Hasil saringan tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk
mengetahui berapa banyak kalsium yang terlarut dan 660 nm untuk fosfor yang terlarut menggunakan spektrofotometer. Pereakasi kalsium dan fosfor terlarut
dihitung dengan membandingkan total kalsium dan fosfor terlarut.
55
3.5. Rancangan Percobaan dan Analisis Data