26 Penyebaran ikan tuna dimulai dari Laut Merah, Laut India, Malaysia,
Indonesia dan sekitarnya. Juga terdapat di laut daerah tropis dan daerah beriklim sedang. Beberapa spesies ikan tuna yang paling banyak ditemukan di Indonesia
adalah Thunnus albacares yang merupakan jenis ikan ekonomis penting. Jenis ikan ini dikenal dengan sebutan madidihang atau Yellowfin tuna. Jenis ikan ini
termasuk buas dan bersifat predator. Panjang tubuh dapat mencapai 195 cm, namun umumnya 50-150 cm. Albacares memiliki sirip belakang dengan warna
kuning gelap. Albacares merupakan ikan pemakan daging yang hidup dengan binatang berkulit keras yang planktonik, cumi-cumi dan ikan kecil. Ikan tuna
hidup bergerombol kecil. Ikan ini biasanya tertangkap bersama dengan cakalang. Ikan madidihang banyak dipasarkan dalam bentuk segar, beku dan olahan lainnya
Ditjen Perikanan 1990. Komposisi nilai gizi ikan madidihang terdiri dari energi 105,0 Kal,
protein 24,1 g; lemak 0,1 g; abu 1,2 g; kalsium 9,0 mg; fosfor 220,0 mg; besi 1,1 mg; sodium 78,0 mg; retinol 5,0 mg; thiamin 0,1 mg; riboflavin 0,1 mg dan niasin
12,0 mg Anonim 2000. Tulang ikan memiliki proporsi 10 dari total susunan tubuh ikan yang merupakan salah satu limbah yang memiliki kandungan kalsium
tinggi. Tulang ikan banyak mengandung kalsium fosfat sebanyak 14 dari total susunan tulang, sisanya merupakan unsur lain seperti magnesium, natrium dan
flourida Winarno 1997. Kalsium fosfat merupakan kompleks kalsium yang biasa digunakan sebagai suplemen untuk meningkatkan asupan kalsium tubuh
Adawyah 2007.
2.2. Limbah Hasil Perikanan
Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum mempunyai nilai
ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar
disamping dapat mencemari lingkungan. Penanganan limbah yang kurang baik merupakan masalah di dalam usaha industri termasuk industri perikanan yang
menghasilkan limbah pada proses penangkapan, penanganan, pengangkutan, distribusi, dan pemasaran. Limbah perikanan dapat berupa ikan yang terbuang,
27 tercecer, dan sisa olahan yang menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian,
dan pengolahan produk Jenie dan Rahayu 1993. Menurut Winarno 1985, limbah perikanan diartikan sebagai bahan-bahan
yang merupakan buangan suatu proses pengolahan, untuk memperoleh hasil utama dan hasil samping, baik melalui proses tertentu maupun tidak. Jenis limbah
hasil samping dapat dikelompokkan secara umum dikelompokkan menjadi 4 Winarno 1985 yaitu:
1 Hasil samping pada penangkapan suatu spesies atau sumberdaya misalnya ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna.
2 Sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut dan daging merah.
3 Surplus dari tangkapan. 4 Sisa distribusi.
Umumnya industri
fillet tuna menghasilkan limbah yang cukup besar.
Dari limbah tersebut dapat dijadikan sebagai bahan untuk pakan hewan dan juga digunakan untuk produksi tepung ikan fish meal Subangsihe 1996 dalam
Lestari 2001. Perkembangan industri pengolahan tulang ikan menjadi tepung tulang ikan akan memberi beberapa keuntungan, yaitu untuk memanfaatkan
kelebihan produksi pada saat over fishing dan memanfaatkan bagian ikan yang tidak dikonsumsi seperti kepala, sirip, tulang dan lainnya yang biasanya
merupakan sisa limbah industri pengolahan yang tidak dimanfaatkan Maulida 2005.
2.3. Tepung Tulang Ikan
Tepung tulang ikan yang dihasilkan berbentuk bubuk halus berwarna putih kekuningan hingga kuning tergantung pada waktu autoclaving dan frekuensi
perebusan yang dilakukan. Tepung tulang ikan sebagian besar tersusun atas mineral kalsium dan fosfor yang memiliki nilai porositas yang kecil, yang
ditunjukkan dengan besarnya nilai densitas kamba yang diperoleh. Nilai porositas dan densitas kamba mempengaruhi rendahnya daya serap air tepung tulang ikan
yang dihasilkan. Densitas kamba merupakan salah satu parameter fisik yang menunjukkan porositas dari biji-bijian dan tepung. Nilai densitas kamba yaitu
28 jumlah rongga yang terdapat diantara partikel-parikel
bahan Syarief dan Irawati 1988. Nilai rata-rata densitas kamba tepung tulang ikan
berkisar 0,75 gml sampai 0,94 gml. Densitas kamba tepung tulang ikan tuna sebesar 0,94 gml ini menunjukkan bahwa pada volume 1 ml, berat tepung adalah
0,94 g Trilaksani et al. 2006. Nilai derajat putih tepung tulang ikan tuna yang dihasilkan dari berbagai
perlakuan waktu autoclaving 3 jam dan perebusan 3 kali berkisar antara 59,3- 74,8 Trilaksani et al. 2006. Kecenderungan nilai derajat putih yang dihasilkan
meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu autoclaving dan frekuensi perebusan yang dilakukan. Tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan
memiliki derajat putih relatif kecil jika merujuk pada angka derajat putih tepung terigu yang berada pada kisaran 80-90. Tulang banyak mengandung garam
mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat dan kreatin fosfat. Tepung tulang ikan madidihang merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik, dapat
diperoleh dengan berbagai cara sebagai berikut Anggorodi 1985: 1 Pengukusan. Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk
menghasilkan tepung tulang. 2 Pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Tulang dimasak dengan tekanan
kemudian diangkat dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam bentuk lunak dan dapat digiling menjadi tepung.
3 Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang. Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan mutunya lebih rendah
karena kandungan gelatinnya tinggi Anggorodi 1985. Tepung tulang yang diperoleh dengan cara pemasakan dengan tekanan dan pengeringan atau disebut
steam bone meal rata-rata mengandung 30,14 kalsium dan 14,53 fosfor.
Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan akan kehilangan protein. Selain itu kandungan fosfor serta kalsiumnya rendah. Komposisi tepung tulang
ini terdiri dari 26 protein, 5 lemak, 22,96 kalsium, dan 10,25 fosfor Morrison 1958.
Menurut Ismanadji
et al . 2000 pengolahan tepung tulang ikan tuna dapat
dilakukan dengan cara tulang direbus dalam larutan asam pH 4, konsentrasi 1 pada suhu 100 °C selama 2 jam, lalu dikeringkan dan ditepungkan. Hasil yang
29 telah diuji cobakan menunjukkan bahwa tepung tulang ikan tuna memiliki
penampakan butiran halus merata, warna coklat muda kusam dan bau seperti ikan kering. Tepung tulang yang dibuat dari tulang tuna memiliki kandungan kalsium
13,19, fosfor 0,81, natrium 0,36 dan zat besi 0,03. Daya awet tepung tulang ikan tuna cukup lama, selama tiga bulan penyimpanan pada suhu kamar
yang dikemas dalam kantong plastik dan divakum, secara umum belum
menunjukkan penurunan mutu.
Pembuatan tepung tulang ikan madidihang dilakukan dengan mengurangi kadar lemak yang ada dalam tulang tersebut. Lemak merupakan komponen yang
cukup besar pada ikan-ikan berlemak tinggi terutama ikan tuna. Namun tidak semua jenis ikan memiliki kandungan lemak yang tinggi, jika kandungan lemak
ikan kurang dari 0,5 maka termasuk berlemak rendah dan jika kandungan lemak di atas 2 termasuk ikan berlemak tinggi Adawyah 2007. Lemak tulang ikan
berada dalam bentuk lemak sederhana, yaitu trigliserida dari asam lemak. Lemak sederhana ini diklasifikasikan ke dalam lemak netral dan lemak mengandung
unsur-unsur organik karbon, hidrogen dan oksigen yang terikat dalam ikatan yang disebut ikatan gliserida. Berbagai asam lemak yang dikandung akan
mempengaruhi sifat fisik serta kimiawi lemak tersebut Suhardjo dan Kusharto 1999.
Salah satu upaya untuk mengurangi kandungan protein dan lemak adalah perebusan tulang ikan dengan menggunakan asam asetat, asam klorida dan air
Nurhayati 1994. Lemak dalam makanan dapat diubah menjadi lemak yang mempunyai struktur dan fungsi dalam tubuh. Lemak harus dikembalikan
sedemikian rupa sehingga lebih larut dalam air sebelum berfungsi secara biologis dalam tubuh Piliang dan Djojosoebagio 2006.
2.4. Kalsium