Pemanfaatan Mikroalga di Bidang Kesehatan Hepatitis C

2.2 Pemanfaatan Mikroalga di Bidang Kesehatan

Mikroalga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri farmasi dan kosmetika, karena adanya kandungan berbagai senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pengobatan dan pencegahan berbagai macam penyakit. Yuan dan Walsh 2006 menjelaskan bahwa konsumsi alga laut berkorelasi dengan rendahnya tingkat penderita kanker payudara di Asia Timur. Sebagai contoh, prevalensi kasus penderita kanker payudara dalam 1 tahun per 100.000 penduduk di Jepang dan Cina masing-masing adalah 42,2 dan 13,1, dibandingkan dengan kasus di Amerika Utara dan Eropa yang masing-masing sebesar 125,9 dan 106,2. Teas et al. 2004 juga menjelaskan bahwa sebagian besar kelompok masyarakat di Chad mengkonsumsi Spirulina rata-rata sebanyak 1-2 sendok makan 3-13 g per harinya, hal ini diyakini dapat mencegah infeksi virus HIV. Hasil-hasil riset menjelaskan bahwa terdapat komponen aktif mikroalga yang menunjukkan aktivitas biologis sebagai antivirus. Talyshinsky et al. 2002 menjelaskan bahwa dekstran sulfat dan polisakarida yang dihasilkan mikroalga berpotensi menghambat HIV tipe 1 dan 2 dengan cara menghambat induksi sitopatogenetik dan ekspresi antigen dari virus HIV. Sulfat polisakarida yang dihasilkan juga dapat menghambat aktivitas reversetranscriptase dan RNAse pada proses replikasi retrovirus. Hasil riset Shih et al. 2003 menjelaskan bahwa allophycocyanin yang dihasilkan oleh Spirulina platensis dapat menetralisir efek sitopatik dari enterovirus pada sel manusia secara in vitro.

2.3 Hepatitis C

Hepatitis merupakan penyakit yang menyebabkan pembekakan pada hati. Penyakit hepatitis terdiri atas beberapa jenis, yaitu hepatitis A, B, C, D, E, F dan G. Ketujuh hepatitis ini disebabkan oleh virus yang berbeda WHO 2002. Penderita hepatitis C seringkali tidak menunjukkan gejala khusus walaupun telah bertahun-tahun terinfeksi. Gejala yang ditunjukkan sangat umum seperti lelah, hilangnya selera makan, mual, sakit perut, urin menjadi gelap dan kulit atau mata berwarna kuning Solga et al. 2007. Penderita baru menyadari bahwa telah terinfeksi virus hepatitis C HCV ketika berada pada tahap yang lebih kritis. Kerusakan organ hati penderita hepatitis C dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Tahap perkembangan kerusakan hati pada penderita hepatitis C Solga et al. 2007. Kerusakan hati dapat ditandai dengan adanya konsentrasi enzim alanin aminotransferase ALT yang lebih tinggi dari normal. Pada penyakit hepatitis C, setelah terjadinya infeksi tahap infeksi akut, 15-40 penderita akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 6 bulan dan tidak beresiko menderita penyakit hati melalui hepatitis C serta tidak menularkan kepada yang lainnya. Pada tahap ini, hati dapat melawan patogen dan mengembalikan fungsinya yang terganggu dengan membentuk fibrosis luka kecil atau parut. Namun, sekitar 60-80 penderita hepatitis C akut ini tidak dapat sembuh dan berkembang menjadi hepatitis kronis. Pada tahap ini, penderita akan rentan terhadap sirosis hati, kegagalan fungsi hati, dan kanker hati hepatocellular carcinoma, tetapi untungnya, perkembangan ini terjadi sangat lambat. Hanya 10 hingga 15 penderita kronis yang mengalami sirosis hati dalam jangka waktu 20 tahun Shiffman 2006. Terapi hepatitis C pada umumnya dengan pemberian interferon seminggu sekali yang dimasukkan ke tubuh melalui injeksi. Pemberian interferon tersebut dikombinasikan dengan ribavirin. Mekanisme terapi untuk hepatitis C dari kedua bahan tersebut masih belum banyak diketahui. Selain itu, terapi tersebut kurang efektif karena menimbulkan efek samping, seperti mual, anemia, depresi, dan harganya relatif mahal. Manfaat terapi kedua bahan tersebut berbeda hasilnya di tiap individu, tergantung pada genotip dari virus hepatitis C Jawaid Kuwaja 2008

2.4 Virus Hepatitis C