Konsep Dasar Pembelajaran Literasi Membaca

tersebut, dapat dibedakan tiga macam pengertian membaca, yaitu pengertian sempit, agak luas, dan pengertian yang luas. Pengertian membaca secara sempit yaitu pengertian yang menganggap membaca itu sebagai proses melisankan lambang bahasa tulis. Dalam pengertian yang sempit ini tidak termasuk proses pemahaman dan penafsiran makna, tetapi hal tersebut dipandangnya sebagai bagian dari proses berpikir yang menyertai proses membaca. Pengertian yang kedua adalah pengertian yang agak luas. Dalam pengertian ini, di samping masalah mekanisme membaca, proses pengenalan makna kata-kata dan frase penyusun bacaan di satu pihak dan proses pemanduan atau penataan berbagai unsur makna menjadi satu kesatuan ide. Pada dasarnya pengertian ini memusatkan diri pada proses pemahaman makna atau isi bacaan saja. Pengertian yang ketiga adalah pengertian yang luas. Dalam pengertian ini meliputi pula proses kritis-kreatif terhadap bacaan dalam menemukan signifikasi, nilai, fungsi, dan dihubungkan isi bacaan itu dengan suatu masalah kehidupan yaitu lebih luas serta dampak dari masalah yang dipaparkan pengarang. Pengertian membaca ini dipandang sebagai pengertian yang paling sesuai dengan konsep kemampuan literasi membaca.

B. Konsep Dasar Pembelajaran Literasi Membaca

Pengertian tentang pembelajaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Definisi formal dan konseptual tersebut tentu saja tidak semuanya benar. Secara sederhana pembelajaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian proses yang dilakukan guru agar siswa belajar. Dari sudut pandang siswa, pembelajaran merupakan proses yang berisi seperangkat aktivitas yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Berdasarkan dua pengertian ini, pada dasarnya pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa guna mencapai hasil belajar tertentu dalam bimbingan dan arahan serta motivasi dari seorang guru. Berdasarkan pengertian pembelajaran di atas, pembelajaran literasi membaca dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa untuk mencapai keterampilan membaca pemahaman. Pembelajaran literasi membaca bukan semata-mata dilakukan agar siswa mampu membaca melainkan sebuah proses yang melibatkan seluruh aktivitas metal dan kemampuan berpikir siswa dalam memahami, mengkritisi, dan bahwa mereproduksi sebuah wacana tertulis. Dalam pembelajaran literasi membaca, siswa diharapkan mampu memahami isi bacaan. Guna dapat mencapai tujuan tersebut tentu saja siswa tidak hanya cukup membaca bahan bacaan dan kemudian menjawab pertanyaan tentang isi bacaan. Siswa seharusnya melakukan serangkaian aktivitas yang dapat menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran. 134 Bertemali dengan pendapat di atas, Rubin 1995: 137 mengemukakan bahwa pembelajaran membaca pemahaman pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan siswa dalam memahami bacaan sejalan dengan strategi membaca yang diperkenalkan guru kepada mereka. Pembelajaran ini berlangsung dalam tiga tahapan yakni tahap prabaca, tahap membaca, dan tahap pascabaca. Berdasarkan tahapan ini, pembelajaran membaca dapat diartikan pula sebagai penjelasan tahapan proses membaca terhadap siswa agar siswa beroleh pemahaman atas apa yang mereka baca. Tentang pembelajaran membaca juga dikemukakan oleh Carnine et.al 1990: 5 yang menyatakan bahwa pembelajaran membaca merupakan kegiatan yang dilakukan guru dalam mengatur berbagai lingkungan belajar agar siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran membaca kemampuan mengatur lingkungan dikonsepsikan sebagai kegiatan guru dalam menentukan aktivitas-aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa sesuai dengan keterampilan dan strategi membaca yang sesuai dengan tujuan pembelajaran membaca. Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Duffy dan Roehler 1989: 5 menyatakan bahwa pembelajaran membaca merupakan kegiatan yang dilakukan siswa agar siswa mampu memandang membaca sebagai sebuah proses daripada sebuah kegiatan pengerjaan tugas yang akan berdampak pada kurang optimalnya pengembangan pengalaman dan potensi siswa dalam membaca. Pembelajaran membaca seharusnya merupakan aktivitas yang dilakukan siswa sehingga siswa mampu memahami proses membaca dan sekaligus mampu mengontrol proses membaca yang dilakukannya. Oleh sebab itu, selama pembelajaran berlangsung siswa harus aktif berproses dengan melakukan berbagai aktivitas yang dapat meningkatkan kemampuannya membaca. Kucer 2005: 301 memandang pembelajaran membaca pemahaman sebagai seperangkat aktivitas otentik, nyata, dan berdimensi literasi yang dilakukan siswa untuk beroleh kemampuan literasi khususnya dalam bidang membaca. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang mampu mendorong siswa untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan tujuan membaca yang ditetapkannya. Aktivitas ini juga berfungsi untuk mengetahui titik awal pembelajaran dan tahapan perkembangan belajar yang telah siswa lakukan sehingga jika terjadi hambatan pada satu aktivitas tertentu dapat masalah tersebut secara langsung dipecahkan. Secara lebih luas, Concannon-Gibney dan McCarthy 2012 mengemukakan bahwa “Strategi pembelajaran membaca pemahaman dipahami sebagai proses interaktif, mediasi sosial, dan proses berpikir yang di dalamnya terkandung pemaduan strategi kognitif dan aktivitasi skema individu dalam upaya 135 membangun makna” Swanson, et al. 2011 lebih jauh mengemukakan bahwa “Pembelajaran membaca pemahaman merupakan prosedur yang menggiring siswa agar peduli terhadap tingkat pemahamannya ketika membaca.” Kedua pengertian pembelajaran membaca ini lebih menekankan pada fungsi pembelajaran membaca. Hal ini sangat beralasan sebab membaca memiliki fungsi yang sangat penting sebagai mana dikemukakan OReilly dan McNamara 2007 bahwa kemampuan membaca secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk membangun representasi yang koheren atas pesan yang terkandung dalam sebuah teks dengan keinginan pembacanya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran membaca pada dasarnya adalah mengkreasikan berbagai aktivitas membaca agar siswa mampu mencapai tujuan yang direncanakan. Aktivitas yang dapat dilakukan siswa sangat beragam bergantung pada strategi membaca yang diterapkan guru dalam proses pembelajaran. Aktivitas tersebut misalnya siswa membuat prediksi isi cerita dengan bukti capaian kinerja aktivitas berupa prediksi yang dibuat siswa, siswa menguji prediksi dengan capaian berupa tanggapan tepat tidaknya isi prediksi cerita, dan siswa membuat karya kreatif dari bacaan misalnya peta perjalanan tokoh sebagai bukti capaian aktivitasnya. Berdasarkan kondisi ini, pembelajaran membaca pemahaman pun merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa dan bukan hanya sekadar membaca dan menjawab pertanyaan, sebab jika demikian itu bukan proses pembelajaran melainkan ujian membaca pemahaman. Berkenaan dengan pembelajaran membaca di sekolah dasar, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran membaca di sekolah dasar memiliki fungsi yang sangat penting. Namun demikian, dalam pelaksanaannya pembelajaran di sekolah dasar tidaklah mudah untuk dilakukan. Berdasarkan penelitian longitudinal selama 5 tahun pada guru kelas tiga dan kelas empat pada sekolah kelas menengah dan kelas tinggi yang dilakukan Croninger dan Valli 2009 terbukti bahwa minimalnya ada tiga tantangan dalam mengajarkan membaca yakni dalam hal 1 mempertimbangkan faktor kunci dalam kompleksitas lingkungan pembelajaran yang harus menjadi fokus pembelajaran, 2 mempertimbangkan siapa guru membaca yang tepat untuk siswa tertentu, dan 3 mempertimbangkan batasan pembelajaran membaca yang sesuai dan kapan hal itu berlangsung selama siswa bersekolah. Bertemali dengan pendapat Croninger dan Valli 2009 di atas, Concannon-Gibney dan McCarthy 2012 menekankan pentingnya pembelajaran membaca dengan berorientasi pada pengembangan kemampuan metakognisi siswa selama membaca. Oleh sebab itu, wajarlah jika Concannon-Gibney dan McCarthy 2012 menyatakan bahwa penelitian tentang metakognisi dianggap 136 penting. Buku ini menempatkan diri sebagai bagian hasil penelitian lain yang menekankan upaya meningkatkan kemampuan guru untuk mengajar siswa mereka untuk menjadi para pembaca yang memiliki kemampuan metakognisi daripada sekadar hanya pengukuran sederhana terhadap efek penerapan strategi pembelajaran terhadap kemampuan siswa. Salah satu penelitian yang mengembangkan pembelajaran membaca berbasis metakognisi dilakukan oleh Rayner et al. 2001. Penelitian yang mereka lakukan difokuskan untuk membatu siswa belajar membaca, mengetahui kesulitan siswa membaca, dan memecahkan kesulitan siswa. Berdasarkan hasil penelitiannya, Rayner et al. 2001 menyarankan pembelajaran membaca hendaknya memerhatikan tiga hal sebagai berikut. a. Titik awal, apa yang menjadi prasyarat pembelajaran membaca? Apa yang harus dilakukan siswa agar mampu belajar membaca secara efektif? b. Proses pembelajaran, apa sebenarnya proses pembelajaran membaca? apa yang terjadi ketika siswa berubah dari tidak bisa membaca menjadi bisa membaca? c. Titik akhir, keterampilan membaca seperti apa yang menjadi tujuan akhir proses pembelajaran membaca. Pelaksanaan pembelajaran membaca yang memerhatikan ketiga konsep yang ditawarkan Rayner, et al. 2001 memang tidak selamanya mudah dilakukan. Salah satunya adalah keterbatasan jam pembelajaran membaca di sekolah. Atas kondisi ini, Swanson, et al. 2011 menyatakan guru seharusnya memilih strategi pembelajaran yang saling melengkapi satu sama lain, yang di awali dari keterampilan yang bersifat diskret, seperti mengidentifikasi ide pokok, dan bergerak menuju mengajarkan siswa untuk bagaimana menggunakan gagasan pokok tersebut sebagai ide utama dalam menulis rangkuman. Atas dasar beberapa pendapat ahli di atas, jelaslah pembelajaran literasi membaca penting dilakukan dengan baik karena akan berfungsi bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan berbahasa namun lebih jauh dapat meningkatkan pengetahuan siswa secara menyeluruh. Guna dapat melaksanakan pembelajaran literasi membaca yang baik, satu hal yang harus dilakukan pertama kali adalah menemukan strategi atau model pembelajaran literasi membaca yang tepat agar pembelajaran membaca yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, pembelajaran literasi membaca tidak dapat dilakukan secara asal-asalan. Guru harus benar-benar memahami prinsip pembelajaran membaca, prosedur pembelajaran membaca, serta harus mampu pula menguasai berbagai strategi pembelajaran membaca. Dalam kaitannya dengan buku ini, pembelajaran membaca yang dikembangkan merupakan pembelajaran literasi 137 membaca yang menekankan aktivitas aktif siswa sehingga siswa akan memiliki kebiasaan dan kemampuan membaca yang baik. Secara umum pembelajaran literasi membaca yang dilakukan di sekolah harus diarahkan agar mencapai beberapa tujuan utama pembelajaran membaca. Minimalnya ada tiga tujuan utama pembelajaran membaca di sekolah Nuttal, 1996; Bergeron dan Wolff, 2002; Miller, 2008; dan Browne, 2007. Ketiga tujuan utama tersebut adalah 1 memungkinkan siswa agar mampu menikmati kegiatan membaca, 2 mampu membaca dalam hati dengan kecepatan baca yang fleksibel, 3 serta memperoleh tingkat pemahaman yang cukup atas isi bacaan. Berdasarkan tujuan pertama, pembelajaran membaca haruslah ditekankan pada upaya mendukung siswa agar ia mampu menikmati kegiatan baca yang dilakukannya. Hal ini sangat penting mengingat kenikmatan membaca adalah dasar bagi kegiatan membaca. Tanpa rasa nikmat yang dirasakan siswa, pembelajaran membaca bisa saja tidak mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian, langkah awal pembelajaran membaca harus ditujukan agar anak termotivasi membaca sehingga ia bisa menjadikan membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan. Tujuan pertama pembelajaran membaca secara lebih luas dapat ditafsirkan agar siswa mencintai membaca. Tujuan ini menjadi sangat penting sebab mencitai membaca adalah modal awal agar siswa bisa membaca sekaligus tetap menjadi pembaca. Namun demikian, pembelajaran di sekolah rupanya melupakan tujuan ini sehingga sekolah hanya mampu menghasilkan siswa yang dapat membaca tetapi tidak suka membaca. Siswa pandai membaca tapi masih menganggap membaca adalah yang kegiatan membosankan. Melihat kenyataan ini dalam pandangan penulis menumbuhkan siswa cinta membaca lebih penting dari sekadar menciptakan siswa yang mampu membaca. Tujuan kedua dari pembelajaran membaca adalah agar siswa mampu membaca dalam hati dengan kecepatan yang fleksibel guna memperoleh pemahaman yang cukup. Sejalan dengan tujuan ini, pembelajaran membaca haruslah diarahkan agar siswa mampu memiliki kecepatan baca yang fleksibel. Fleksibilitas membaca dapat diartikan sebagai keterampilan memilih gaya dalam membaca. Jadi, jika bacaan yang kita baca berbeda, gaya kita gunakan pun harus berbeda pula. Fleksibilitas membaca menyarankan pembaca untuk memiliki variasi kecepatan membaca yang beragam. Pembaca harus mampu menentukan kapan ia membaca cepat, kapan ia membaca layap, dan kapan ia harus membaca loncat. Dengan demikian tidak salah jika para menyatakan kedewasaan orang membaca dapat ditentukan dari variasi kecepatan baca yang dia gunakan pada beragam teks bacaan. Dengan kata lain, orang yang memiliki kedewasaan membaca adalah orang yang fleksibel dalam membaca. 138 Sejalan dengan uraian di atas, tujuan pembelajaran membaca yang kedua dapat adalah agar siswa mampu menjadi pembaca yang fleksibel. Pembaca yang fleksibel bukanlah orang yang membaca seluruh buku, melainkan pembaca yang mampu menentukan bagian mana dari buku tersebut yang paling penting untuk dia kuasai. Pembaca yang baik bukanlah pula pembaca yang senantiasa memaksakan dirinya untuk membaca, melainkan pembaca yang mampu secara fleksibel mengatur kapan ia membaca dan kapan ia tidak perlu membaca. Berpijak pada prasyarat di atas, jelaslah bahwa membaca secara fleksibel pada dasarnya memiliki satu tujuan akhir bahwa membaca harus dilakukan guna mencapai suatu pemahaman. Fleksibilitas membaca yang optimum merupakan kondisi yang muncul ketika pembaca dapat menyesuaikan tugas bacanya dengan sedikitnya waktu untuk membaca serta sedikitnya pengeluaran yang ia lakukan baik secara fisiologis maupun psikologis. Dengan kata lain hanya ada dua pertanyaan mendasar yang perlu dijawab untuk menjadi pembaca yang fleksibel yakni 1 berapa waktu yang kita miliki 2 jenis pemahaman apa yang kita butuhkan. Dengan demikian rahasia pembaca yang baik terletak pada kemampuannya untuk mengetahui kapan dan bagaimana langkah membaca yang harus ia lakukan guna mencapai pemahaman yang optimal yang ia butuhkan. Sejalan dengan tujuan membaca yang kedua, tujuan pembelajaran membaca yang ketiga adalah agar siswa memperoleh tingkat pemahaman yang cukup atas isi bacaan. Tujuan ini menyarankan agar pembelajaran membaca secara lebih khusus melatih siswa menguasai berbagai strategi membaca. Berdasarkan konsep ini pembelajaran membaca harus pula membekali siswa dengan pengetahuan metakognitif dalam membaca. Pengetahuan ini merujuk pada kemampuan siswa untuk memilih dan menggunakan berbagai strategi membaca agar ia dapat secara optimal memahami isi bacaan. Berbagai strategi baca diciptakan agar pembaca mampu membaca secara cepat dan menemukan informasi secara cermat dan tepat. Semua strategi baca pada prinsipnya merupakan panduan bagi seorang pembaca untuk fokus selama ia membaca. Selain itu, strategi baca juga menyarankan bagi pembaca untuk memiliki tujuan baca yang jelas hingga ia akan secara optimal mencapai tujuan baca tersebut. Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang dimiliki seorang pembaca sejalan dengan tujuan membaca yang dilakukannya. Sejalan dengan tujuan membaca ini, kemampuan membaca pun dapat ditafsirkan secara beragam. Secara umum Harjasujana dan Mulyati 1997 mengemukakan bahwa kemampuan efektif membaca KEM ialah perpaduan antara kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan. Dikatakan efektif karena pada dasarnya KEM merupakan cerminan dari kemampuan membaca sesungguhnya. Kemampuan di 139 sini mengandung pengertian sebagai paduan dari kemampuan visual dan kemampuan kognisi, kemampuan yang sudah mempertimbangkan kecepatan rata- rata baca berikut ketepatan memahami isi bacaan yang dibacanya. Pakar lain Kucer dan Silva 2006: 32 mengemukakan bahwa kemampuan membaca pada dasarnya adalah kemampuan yang dimiliki pembaca dalam memahami bahan bacaan yang telah dibacanya. Kemampuan membaca ini dipandang Kucer dan Silva sebagai kemampuan standar yang harus dimiliki setiap pembaca sebab sebagian besar pembaca memiliki maksud membaca untuk beroleh informasi yang terkandung dalam isi bacaan. Sejalan dengan kedua pendapat di atas, Dubin dan Olshtain 1987: 1 mengemukakan bahwa membaca pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh makna, informasi, dan ide dari bahan bacaan. Oleh sebab itu, dalam pandangan mereka kemampuan membaca pada dasarnya adalah kemampuan pembaca dalam memperoleh makna, informasi, dan ide dari bahan bacaan. Sejalan dengan pendapat ini, Moreillon 2005: 10 mengemukakan bahwa kemampuan membaca adalah kesanggupan pembaca membuat makna dari informasi visual teks yang diperolehnya melalui proses aktif yang memerlukan keseimbangan antara praktik membaca dan keterampilan-keterampilan yang membangun kemampuan membaca tersebut. Keterampilan-keterampilan dimaksud salah satunya adalah strategi membaca yang berfungsi sebagai alat untuk memecahkan masalah- masalah pemahaman yang ditemui pembaca dari teks yang dibacanya. Block et al 2004: 3 memandang kemampuan membaca berdasarkan tingkat membacanya. Kemampuan membaca dalam pandangan pertama adalah kemampuan seorang pembaca memahami secara literal detail teks dan merekognisi kembali tujuan penulis. Kemampuan membaca dapat pula diartikan sebagai kemampuan pembaca untuk mengkreasikan makna dari sebuah teks dan bergerak dibalik tujuan penulis dengan jalan mengombinasikan informasi tekstual dengan informasi pengetahuan yang telah dimilikinya. Kemampuan membaca ini sering disebut kemampuan membaca inferensial. Berdasarkan pendapat Block, et al. di atas, kemampuan literasi membaca yang menjadi fokus kajian dalam buku ini adalah kemampuan membaca pemahaman yang bersifat literal, inferensial, kritis, dan kreatif.

C. Prosedur Pembelajaran Literasi Membaca Berbasis MID