BAB VI PEMBELAJARAN LITERASI MEMBACA

(1)

BAB VI

PEMBELAJARAN LITERASI MEMBACA BERBASIS MID A. Kemampuan Literasi Membaca

Pertanyaan tentang apa membaca merupakan pertanyaan yang sering diajukan. Memang mudah menjawab pertanyaan tersebut. Namun di sisi lain terkadang sukar untuk memberikan penafsiran yang tepat tentang makna membaca. Hal ini sangat wajar sebab membaca dapat ditafsirkan secara luas bergantung sudut pandang orang yang memberikan definisi tentang membaca. Berkenaan dengan keberagaman definisi membaca, Rayner et al. (2001) menyatakan bahwa setiap definisi membaca dapat dibedakan atas dasar aspek praktik, logika, ataupun programnya dan masing-masing aspek tersebut memiliki seperangkat entailmen yang berpengaruh terhadap isu-isu keilmuan dan pendidikan.

Sejalan dengan kenyataan di atas, keragaman pengertian tentang membaca sebenarnya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama ialah kenyataan bahwa apa yang biasa disebut membaca itu adalah sesuatu yang rumit dan unik keadaannya, sehingga belum pernah ada seorang pun, betapa pun tingginya dan keahliannya serta pengalamannya dalam mempelajari masalah membaca, yang berhasil baik merumuskan atau mendefinisikan membaca itu dengan tepat. Kedua, karena orang atau kelompok orang yang merumuskan pengertian tentang membaca itu berbeda dalam teori, tujuan, dan pemilihan aspek membaca.

Ditinjau dari teori yang dipakai sebagai landasannya membaca pada prinsipnya dapat didefinisikan dari dua segi yakni membaca sebagai proses dan membaca sebagai hasil. Membaca sebagai proses pada dasarnya adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan arti dari kata-kata tertulis. Membaca adalah sebuah proses berpikir, yang termasuk di dalamnya mengartikan, menafsirkan arti, dan menerapkan ide-ide dari lambang. Cox (1999: 271) menyatakan bahwa membaca adalah dua tingkat proses dari penerjemahan dan pemahaman: pengarang menulis pesan berupa kode (tulisan), dan pembaca mengartikan kode itu. Secara lebih sederhana, Anderson (1972: 200) menyatakan bahwa membaca adalah proses membentuk arti dari teks-teks tertulis.

Dalam tinjauan proses, membaca juga didefinisikan sebagai proses pengalahan informasi yang kompleks. Silberstain (1994: 12) menyatakan membaca merupakan keterampilan yang kompleks dalam mengolah informasi, pembaca berinteraksi dengan teks dalam upaya menciptakan kembali makna dari sebuah wacana. Sejalan dengan pendapat tersebut, Linse (2005: 69) mengemukakan bahwa membaca merupakan seperangkat keterampilan berpikir untuk menggali makna yang terkandung dalam bacaan. Oleh sebab itu, seorang


(2)

pembaca harus mampu menyandikan lambang-lambang bahasa tertulis dan juga memahami apa yang dibacanya. Kedua kemampuan ini merupakan kemampuan pokok yang bersifat hierarki yang artinya pemahaman tidak akan terbentuk jika pembaca tidak mampu menyandikan lambang bahasa tulis dalam teks yang dibacanya.

Bertemali dengan pendapat Linse, Rubin (1995: 130) berpendapat bahwa membaca merupakan kemampuan yang kompleks yang dilakukan melalui sebuah proses yang dinamis untuk membawa dan mendapatkan makna dari sebuah teks. Berdasarkan pengertian ini, membaca bukanlah kegiatan menyuarakan lambang-lambang tertulis semata, tetapi juga untuk mampu memahami materi yang dibaca. Oleh sebab itu, proses membaca mengandung beberapa domain penting yakni domain afektif, domain perseptual, dan domain kognitif. Berdasarkan proses yang lengkap ini, pembaca akan mampu memadukan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dengan pengetahuan baru yang diperolehnya melalui pemanfaatan stabilitas emosinya sehingga akan dihasilkan pemahaman, interpretasi, dan daya kritis terhadap teks yang dibacanya.

Membaca dalam pandangan lain tidak hanya merupakan proses yang memerlukan kemampuan menyandikan dan memahami apa yang dibaca melainkan sebuah proses yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini diungkapkan Anderson (2003: 58) yang menyatakan bahwa membaca merupakan proses berpikir yang dilakukan pembaca untuk memadukan berbagai informasi dari teks dengan pengetahuan awal yang dimilikinya agar terbangun makna yang utuh. Sejalan dengan pengertian ini, pembaca harus menguasai berbagai strategi membaca sehingga ia akan memiliki kemampuan membaca dengan cepat sekaligus beroleh pemahaman yang cukup.

Membaca sebagai produk dapat didefinisikan sebagai pemahaman atas simbol-simbol bahasa tulis yang pelajari seseorang. Tompkins dan Hoskinsson (1991: 268) menyatakan bahwa kegiatan akhir dari membaca adalah diperolehnya sejumlah pemahaman (konstruksi makna) atas teks yang telah dibacanya. Dalam dimensi ini, pembaca harus pula membandingkan, menginterpretasi, mengklasifikasi, dan mengevaluasi pemahamannya melalui berbicara dan menulis. Dari reaksi itu lebih lanjut terjadi kegiatan rekognisi, yakni pengenalan bentuk dalam kaitannya dengan makna yang dikandungnya serta pemahaman yang seluruhnya masih harus memiliki tahap kegiatan tertentu.

Dalam dimensi produk, Patel dan Jain (2008: 114) menjelaskan bahwa membaca merupakan salah satu bentuk pengalaman untuk berhubungan dengan pikiran penulis dan teks yang ditulisnya sehingga akan dihasilkan sebuah pemahaman utuh atas makna yang terkandung dalam sebuah bacaan. Berdasarkan pendapat ini dapat dikatakan bahwa hasil kegiatan membaca merupakan


(3)

pemahaman atas apa yang dibaca. Pemahaman tersebut bersifat menyeluruh, kritis, dan kreatif sehingga hasil produk membaca bisa juga merupakan perluasan pemahaman itu sendiri.

Di tinjau dari tujuannya membaca juga dapat didefinisikan secara beragam. Rubin (1995: 133-135) memandang membaca merupakan proses berpikir yang melibatkan kemampuan word meaning dan verbal reasoning untuk beroleh pemahaman atas bahan bacaan yang dibaca. Pada tahap selanjutnya, membaca dapat didefinisikan sebagai kegiatan memberikan pertimbangan atas informasi yang terdapat dalam bahan bacaan. Pada tahap akhir, membaca merupakan kegiatan kreatif yang menggunakan keterampilan berpikir meluas yang melampaui pemahaman literal, interpretasi, dan daya kritis sehingga akan dihasilkan solusi alternatif terhadap apa yang telah diungkapkan pengarang bacaan.

Bertemali dengan beberapa konsep di atas, Sisson & Sisson (2014) mengembangkan konsep membaca cermat. Membaca cermat adalah proses membaca yang dilakukan secara berulang terhadap teks yang bersifat kompleks yang bertujuan untuk mencapai tiga tahap pemahaman yakni pemahaman literal, pemahaman inferensial, dan pemahaman evaluatif. Guna mencapai ketiga level pemahaman ini, proses membaca dilakukan berdasarkan 10 kerangka kerja membaca cermat, meliputi aktivitas mengidentifikasi teks, menetapkan tujuan membaca, memilih model membaca, mengakses teks, menyelesaikan siklus membaca kesatu dan menyajikan pertanyaan, mendiskusikan isi teks, menyelesaikan siklus membaca kedua menyajikan tugas, mendiskusikan isi teks, menyelesaikan siklus membaca kedua menyajikan tugas, dan mendiskusikan isi teks.

Lebih lanjut tentang membaca cermat, Lapp, et al. (2015) menyatakan membaca cermat merupakan proses membaca yang sangat penting karena sejalan dengan standar pembelajaran literasi dewasa ini. Melalui kegiatan membaca cermat, siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya dalam (1) memahami umum isi teks secara umum; (2) menemukan detail kunci teks; (3) mengembangkan kosakata dan memahami struktur teks; (4) memahami tujuan penulis; (5) membuat inferensi isi bacaan; (6) mengembangkan opini, argumen, dan menghubungkan berbagai teks. Berdasarkan fungsi membaca cermat ini, melalui membaca cermat siswa tidak hanya akan beroleh pemahaman dangkal terhadap teks kompleks namun lebih jauh mampu mengevaluasi beragam teks yang kompleks.

Selain pengertian-pengertian di atas, terdapat pula beberapa pengertian tentang membaca berdasarkan pemilihan aspek membaca yang dijadikan pusat perhatiannya. Flemming (2012: 21) misalnya, mendefinisikan membaca sebagai


(4)

kegiatan membedakan fakta dan opini; memahami bahasa-bahasa figuratif; menganalisis argumen; dan memahami karya sastra. Sejalan dengan Flemming, Hahn (2002: 75; 95) juga mengartikan membaca sebagai kegiatan memahami dan mengapresiasi karya sastra guna beroleh makna yang terkandung di dalamnya dan membaca merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginterpretasi dan mengkritisi informasi dari teks-teks nonfiksi.

Dalam konsep literasi, membaca ditafsirkan sebagai usaha memahami, menggunakan, merefleksi, dan melibatkan diri dalam berbagai jenis teks dalam rangka mencapai suatu tujuan yakni untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi seseorang dan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Berdasarkan definisi ini, membaca diartikan sebagai kegiatan membangun makna, menggunakan informasi dari bacaan secara langsung dalam kehidupan, dan mengaitkan informasi dari teks dengan pengalaman pembaca. Membaca dalam pengertian ini sangat membutuhkan kemampuan menganalisis dan menyintesis informasi sehingga pemahaman yang dihasilkan memiliki struktur makna yang kompleks. Lebih lanjut, upaya menganalisis dan menyintesis informasi hanya dapat dilakukan jika seorang pembaca terlibat langsung dengan teks atau termotivasi untuk membaca teks tersebut. Teks yang dibaca juga dapat sangat beragam baik dari segi isi, bentuk, jenis maupun media yang digunakan. Bertemali dengan konsep ini, tes standar yang digunakan PISA memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi bagi siswa Indonesia dibandingkan dengan tes standar yang biasa diujikan guru di sekolah.

Bagian kedua dari pengertian literasi membaca juga mengandung makna mendalam tersendiri. Frase dalam rangka mencapai tujuan mengindikasikan bahwa membaca tidak terlepas dari tujuan apa yang diharapkan dicapai oleh pembacanya. Dengan kata lain membaca haruslah dilakukan dengan berdasar pada tujuan membaca tertentu. Membaca juga harus dimanfaatkan untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi pembaca sehingga ia mampu berpartisipasi dalam masyarakat. Partisipasi di sini di dasarkan atas teks yang berhasil dipahaminya secara utuh. Oleh sebab itu, tes standar PISA senantiasa melibatkan aspek sosial sebagai salah satu bagian pengukuran kemampuan membaca.

Atas dasar makna literasi membaca ini, penilaian membaca yang dilakukan PISA senantiasa dikemas dalam sebuah tes standar dengan memerhatikan (1) jenis teks yang digunakan, (2) aspek pemahaman, dan (3) aspek situasi sosial. Jenis teks yang digunakan sangat beragam baik dari segi media, format, jenis, maupun lingkungannya. Aspek pemahaman yang diuji pun beragam dari tataran yang sederhana hingga yang kompleks yakni (1) mengakses dan mengambil informasi dari teks, (2) mengintegrasikan dan menafsirkan apa yang


(5)

dibaca, dan (3) merefleksi dan mengevaluasi teks dan menghubungkannya dengan pengalaman pembaca. Aspek situasi sosial menuntut pembaca memahami tujuan penulis menulis teks. Beberapa aspek situasi yang digunakan dalam tes standar PISA adalah personal, masyarakat umum, pendidikan, dan dunia kerja (OECD, 2013)

Berdasarkan ketiga komponen tes standar PISA di atas, aspek pemahaman yang terkandung dalam instrumen penilaian PISA perlu mendapatkan perhatian khusus. Tes PISA senantiasa membutuhkan kemampuan testi dalam hal mengakses dan mengambil informasi dari teks. Kemampuan ini berhubungan dengan keterampilan testi dalam mencari, memilih, dan mengumpulkan informasi khusus secara cepat dan tepat dari sebuah teks. Kemampuan ini tidak selalu mudah terutama jika dihubungkan dengan jenis teks yang digunakan sebab setiap teks memiliki struktur yang berbeda-beda. Kemampuan kedua adalah kemampuan mengintegrasikan dan menafsirkan apa yang dibaca. Kemampuan ini menuntut testi untuk memahami benar hubungan bagian-bagian teks terutama dalam hal pola pengembangan teks dan mampu mengambil inferensi dari pola hubungan teks tersebut. Kemampuan menafsirkan menuntut testi mampu membuat penafsiran teks atas dasar sesuatu yang berada di luar teks sehingga testi akan menemukan asumsi dan implikasi yang terkandung dalam teks. Hal ini tentu saja membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan pemahaman yang ketiga lebih kompleks lagi yakni merefleksi dan mengevaluasi teks dan menghubungkannya dengan pengalaman pembaca. Kemampuan ini akan menuntut testi terampil dalam menghubungkan informasi dari teks dengan pengalamannya dan akhirnya mampu menilai kebenaran pengetahuan atau pesan tertentu yang terkandung di dalam teks tersebut.

Berdasarkan struktur tes yang dikembangkan PISA di atas, dapat disimpulkan bahwa Soal-soal membaca dalam studi PISA lebih banyak mengukur kemampuan bernalar, pemecahan masalah, berargumentasi dan berkomunikasi daripada soal-soal yang mengukur kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan ingatan dan pemahaman semata. Lebih lanjut, soal-soal PISA juga mengukur tingkatan kemampuan siswa dari sekedar mengetahui fakta, prosedur atau konsep hingga menggunakannya untuk memecahkan masalah yang sederhana sampai masalah yang memerlukan penalaran tinggi. Bertemali dengan kondisi ini, sangat wajar jika rata-rata siswa Indonesia memiliki kemampuan membaca yang rendah.

Sejalan dengan pandangan PISA terhadap membaca, kemampuan literasi membaca lebih berkenaan dengan konsep membaca pemahaman. Membaca pemahaman secara sederhana dapat diartikan sebagai proses sungguh-sungguh yang dilakukan pembaca untuk memperoleh informasi, pesan, dan makna yang terkandung dalam sebuah bacaan. Lewin (2003: 2) menjelaskan bahwa membaca


(6)

pemahaman merupakan proses kompleks yang melibatkan kemampuan visual yang berfungsi untuk memaknai kode-kode bahasa dan kemampuan berpikir yang berfungsi untuk membangun interpretasi makna. Sejalan dengan pendapat Lewin, Tankersley (2005: 108) mendefinisikan membaca pemahaman sebagai proses menggali dan membangun makna secara bersinambungan melalui interaksi dan keterlibatan dengan bahasa tulis. Kegiatan ini minimalnya akan melibatkan dua keterampilan dasar membaca yakni keterampilan visual dan keterampilan kognitif. Kedua keterampilan akan berperan secara timbal balik selama seseorang melakukan kegiatan membaca pemahaman.

Block, et al. (2004: 3) lebih lanjut mengemukakan bahwa membaca pemahaman merupakan proses aktif yang ditandai adanya kemampuan berpikir secara interaksional untuk membangun hubungan antara proses berpikir pembaca, konteks tekstual, skema pembaca, harapan pembaca, dan tujuan membaca. Sejalan dengan pendapat ini, Rosenblatt (Moreillon, 2005: 19) menjelaskan bahwa membaca pemahaman merupakan sebuah proses transaksional antara pembaca, teks, dan penulis yang akan melahirkan interpretasi yang unik dan beragam.

Grabe dan Stoller (2002: 17) mengemukakan bahwa membaca pemahaman secara umum adalah sebuah proses aktif yang ditandai adanya penggunaan kemampuan untuk memahami informasi dalam teks dan adanya interpretasi yang dibutuhkan terhadap teks tersebut. Sejalan dengan pengertian ini kemampuan membaca pemahaman dalam pandangan Grabe dan Stoller (2002: 18) merupakan kemampuan pembaca untuk memahami, menginterpretasi, dan mengkreasi ide baru berdasarkan teks yang dibaca. Secara lebih luas, Dorn dan Soffos (2005: 7) mengemukakan bahwa kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan yang dimiliki pembaca dalam memahami isi bacaan sebagai hasil berpikir dengan menerapkan strategi pemecahan masalah yang didasari kemampuan berpikir reflektif. Berdasarkan beberapa pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman merupakan kegiatan membaca yang dilakukan secara cermat dan teliti guna beroleh pemahaman atas isi bacaan.

Berdasarkan definisi-definisi di atas jelas tampak bahwa keragaman pengertian membaca dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan atau pendekatan yang digunakannya. Demikian pula dengan perbedaan tujuan membaca, aspek membaca yang dijadikan pusat perhatiannya, akan melahirkan pengertian membaca yang beraneka ragam. Apabila pengertian-pengertian di atas ditelaah satu per satu, dapatlah dikatakan bahwa perbedaan antar pengertian-pengertian membaca itu lebih banyak terletak pada perbedaan lingkup masalah yang dimaksudkan ke dalam kegiatan membaca daripada perbedaan maknanya. Oleh sebab itu, penulis berkesimpulan bahwa berdasarkan segi perbedaan lingkup


(7)

tersebut, dapat dibedakan tiga macam pengertian membaca, yaitu pengertian sempit, agak luas, dan pengertian yang luas.

Pengertian membaca secara sempit yaitu pengertian yang menganggap membaca itu sebagai proses melisankan lambang bahasa tulis. Dalam pengertian yang sempit ini tidak termasuk proses pemahaman dan penafsiran makna, tetapi hal tersebut dipandangnya sebagai bagian dari proses berpikir yang menyertai proses membaca. Pengertian yang kedua adalah pengertian yang agak luas. Dalam pengertian ini, di samping masalah mekanisme membaca, proses pengenalan makna kata-kata dan frase penyusun bacaan di satu pihak dan proses pemanduan atau penataan berbagai unsur makna menjadi satu kesatuan ide. Pada dasarnya pengertian ini memusatkan diri pada proses pemahaman makna atau isi bacaan saja. Pengertian yang ketiga adalah pengertian yang luas. Dalam pengertian ini meliputi pula proses kritis-kreatif terhadap bacaan dalam menemukan signifikasi, nilai, fungsi, dan dihubungkan isi bacaan itu dengan suatu masalah kehidupan yaitu lebih luas serta dampak dari masalah yang dipaparkan pengarang. Pengertian membaca ini dipandang sebagai pengertian yang paling sesuai dengan konsep kemampuan literasi membaca.

B. Konsep Dasar Pembelajaran Literasi Membaca

Pengertian tentang pembelajaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Definisi formal dan konseptual tersebut tentu saja tidak semuanya benar. Secara sederhana pembelajaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian proses yang dilakukan guru agar siswa belajar. Dari sudut pandang siswa, pembelajaran merupakan proses yang berisi seperangkat aktivitas yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Berdasarkan dua pengertian ini, pada dasarnya pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa guna mencapai hasil belajar tertentu dalam bimbingan dan arahan serta motivasi dari seorang guru.

Berdasarkan pengertian pembelajaran di atas, pembelajaran literasi membaca dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa untuk mencapai keterampilan membaca pemahaman. Pembelajaran literasi membaca bukan semata-mata dilakukan agar siswa mampu membaca melainkan sebuah proses yang melibatkan seluruh aktivitas metal dan kemampuan berpikir siswa dalam memahami, mengkritisi, dan bahwa mereproduksi sebuah wacana tertulis. Dalam pembelajaran literasi membaca, siswa diharapkan mampu memahami isi bacaan. Guna dapat mencapai tujuan tersebut tentu saja siswa tidak hanya cukup membaca bahan bacaan dan kemudian menjawab pertanyaan tentang isi bacaan. Siswa seharusnya melakukan serangkaian aktivitas yang dapat menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran.


(8)

Bertemali dengan pendapat di atas, Rubin (1995: 137) mengemukakan bahwa pembelajaran membaca pemahaman pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan siswa dalam memahami bacaan sejalan dengan strategi membaca yang diperkenalkan guru kepada mereka. Pembelajaran ini berlangsung dalam tiga tahapan yakni tahap prabaca, tahap membaca, dan tahap pascabaca. Berdasarkan tahapan ini, pembelajaran membaca dapat diartikan pula sebagai penjelasan tahapan proses membaca terhadap siswa agar siswa beroleh pemahaman atas apa yang mereka baca.

Tentang pembelajaran membaca juga dikemukakan oleh Carnine et.al (1990: 5) yang menyatakan bahwa pembelajaran membaca merupakan kegiatan yang dilakukan guru dalam mengatur berbagai lingkungan belajar agar siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran membaca kemampuan mengatur lingkungan dikonsepsikan sebagai kegiatan guru dalam menentukan aktivitas-aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa sesuai dengan keterampilan dan strategi membaca yang sesuai dengan tujuan pembelajaran membaca.

Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Duffy dan Roehler (1989: 5) menyatakan bahwa pembelajaran membaca merupakan kegiatan yang dilakukan siswa agar siswa mampu memandang membaca sebagai sebuah proses daripada sebuah kegiatan pengerjaan tugas yang akan berdampak pada kurang optimalnya pengembangan pengalaman dan potensi siswa dalam membaca. Pembelajaran membaca seharusnya merupakan aktivitas yang dilakukan siswa sehingga siswa mampu memahami proses membaca dan sekaligus mampu mengontrol proses membaca yang dilakukannya. Oleh sebab itu, selama pembelajaran berlangsung siswa harus aktif berproses dengan melakukan berbagai aktivitas yang dapat meningkatkan kemampuannya membaca.

Kucer (2005: 301) memandang pembelajaran membaca pemahaman sebagai seperangkat aktivitas otentik, nyata, dan berdimensi literasi yang dilakukan siswa untuk beroleh kemampuan literasi khususnya dalam bidang membaca. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang mampu mendorong siswa untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan tujuan membaca yang ditetapkannya. Aktivitas ini juga berfungsi untuk mengetahui titik awal pembelajaran dan tahapan perkembangan belajar yang telah siswa lakukan sehingga jika terjadi hambatan pada satu aktivitas tertentu dapat masalah tersebut secara langsung dipecahkan.

Secara lebih luas, Concannon-Gibney dan McCarthy (2012) mengemukakan bahwa “Strategi pembelajaran membaca pemahaman dipahami sebagai proses interaktif, mediasi sosial, dan proses berpikir yang di dalamnya terkandung pemaduan strategi kognitif dan aktivitasi skema individu dalam upaya


(9)

membangun makna” Swanson, et al. (2011) lebih jauh mengemukakan bahwa “Pembelajaran membaca pemahaman merupakan prosedur yang menggiring siswa agar peduli terhadap tingkat pemahamannya ketika membaca.” Kedua pengertian pembelajaran membaca ini lebih menekankan pada fungsi pembelajaran membaca. Hal ini sangat beralasan sebab membaca memiliki fungsi yang sangat penting sebagai mana dikemukakan O'Reilly dan McNamara (2007) bahwa kemampuan membaca secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk membangun representasi yang koheren atas pesan yang terkandung dalam sebuah teks dengan keinginan pembacanya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran membaca pada dasarnya adalah mengkreasikan berbagai aktivitas membaca agar siswa mampu mencapai tujuan yang direncanakan. Aktivitas yang dapat dilakukan siswa sangat beragam bergantung pada strategi membaca yang diterapkan guru dalam proses pembelajaran. Aktivitas tersebut misalnya siswa membuat prediksi isi cerita dengan bukti capaian kinerja aktivitas berupa prediksi yang dibuat siswa, siswa menguji prediksi dengan capaian berupa tanggapan tepat tidaknya isi prediksi cerita, dan siswa membuat karya kreatif dari bacaan misalnya peta perjalanan tokoh sebagai bukti capaian aktivitasnya. Berdasarkan kondisi ini, pembelajaran membaca pemahaman pun merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa dan bukan hanya sekadar membaca dan menjawab pertanyaan, sebab jika demikian itu bukan proses pembelajaran melainkan ujian membaca pemahaman.

Berkenaan dengan pembelajaran membaca di sekolah dasar, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran membaca di sekolah dasar memiliki fungsi yang sangat penting. Namun demikian, dalam pelaksanaannya pembelajaran di sekolah dasar tidaklah mudah untuk dilakukan. Berdasarkan penelitian longitudinal selama 5 tahun pada guru kelas tiga dan kelas empat pada sekolah kelas menengah dan kelas tinggi yang dilakukan Croninger dan Valli (2009) terbukti bahwa minimalnya ada tiga tantangan dalam mengajarkan membaca yakni dalam hal (1) mempertimbangkan faktor kunci dalam kompleksitas lingkungan pembelajaran yang harus menjadi fokus pembelajaran, (2) mempertimbangkan siapa guru membaca yang tepat untuk siswa tertentu, dan (3) mempertimbangkan batasan pembelajaran membaca yang sesuai dan kapan hal itu berlangsung selama siswa bersekolah.

Bertemali dengan pendapat Croninger dan Valli (2009) di atas, Concannon-Gibney dan McCarthy (2012) menekankan pentingnya pembelajaran membaca dengan berorientasi pada pengembangan kemampuan metakognisi siswa selama membaca. Oleh sebab itu, wajarlah jika Concannon-Gibney dan McCarthy (2012) menyatakan bahwa penelitian tentang metakognisi dianggap


(10)

penting. Buku ini menempatkan diri sebagai bagian hasil penelitian lain yang menekankan upaya meningkatkan kemampuan guru untuk mengajar siswa mereka untuk menjadi para pembaca yang memiliki kemampuan metakognisi daripada sekadar hanya pengukuran sederhana terhadap efek penerapan strategi pembelajaran terhadap kemampuan siswa.

Salah satu penelitian yang mengembangkan pembelajaran membaca berbasis metakognisi dilakukan oleh Rayner et al. (2001). Penelitian yang mereka lakukan difokuskan untuk membatu siswa belajar membaca, mengetahui kesulitan siswa membaca, dan memecahkan kesulitan siswa. Berdasarkan hasil penelitiannya, Rayner et al. (2001) menyarankan pembelajaran membaca hendaknya memerhatikan tiga hal sebagai berikut.

a. Titik awal, apa yang menjadi prasyarat pembelajaran membaca? Apa yang harus dilakukan siswa agar mampu belajar membaca secara efektif?

b. Proses pembelajaran, apa sebenarnya proses pembelajaran membaca? apa yang terjadi ketika siswa berubah dari tidak bisa membaca menjadi bisa membaca?

c. Titik akhir, keterampilan membaca seperti apa yang menjadi tujuan akhir proses pembelajaran membaca.

Pelaksanaan pembelajaran membaca yang memerhatikan ketiga konsep yang ditawarkan Rayner, et al. (2001) memang tidak selamanya mudah dilakukan. Salah satunya adalah keterbatasan jam pembelajaran membaca di sekolah. Atas kondisi ini, Swanson, et al. (2011) menyatakan guru seharusnya memilih strategi pembelajaran yang saling melengkapi satu sama lain, yang di awali dari keterampilan yang bersifat diskret, seperti mengidentifikasi ide pokok, dan bergerak menuju mengajarkan siswa untuk bagaimana menggunakan gagasan pokok tersebut sebagai ide utama dalam menulis rangkuman.

Atas dasar beberapa pendapat ahli di atas, jelaslah pembelajaran literasi membaca penting dilakukan dengan baik karena akan berfungsi bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan berbahasa namun lebih jauh dapat meningkatkan pengetahuan siswa secara menyeluruh. Guna dapat melaksanakan pembelajaran literasi membaca yang baik, satu hal yang harus dilakukan pertama kali adalah menemukan strategi atau model pembelajaran literasi membaca yang tepat agar pembelajaran membaca yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, pembelajaran literasi membaca tidak dapat dilakukan secara asal-asalan. Guru harus benar-benar memahami prinsip pembelajaran membaca, prosedur pembelajaran membaca, serta harus mampu pula menguasai berbagai strategi pembelajaran membaca. Dalam kaitannya dengan buku ini, pembelajaran membaca yang dikembangkan merupakan pembelajaran literasi


(11)

membaca yang menekankan aktivitas aktif siswa sehingga siswa akan memiliki kebiasaan dan kemampuan membaca yang baik.

Secara umum pembelajaran literasi membaca yang dilakukan di sekolah harus diarahkan agar mencapai beberapa tujuan utama pembelajaran membaca. Minimalnya ada tiga tujuan utama pembelajaran membaca di sekolah (Nuttal, 1996; Bergeron dan Wolff, 2002; Miller, 2008; dan Browne, 2007). Ketiga tujuan utama tersebut adalah (1) memungkinkan siswa agar mampu menikmati kegiatan membaca, (2) mampu membaca dalam hati dengan kecepatan baca yang fleksibel, (3) serta memperoleh tingkat pemahaman yang cukup atas isi bacaan.

Berdasarkan tujuan pertama, pembelajaran membaca haruslah ditekankan pada upaya mendukung siswa agar ia mampu menikmati kegiatan baca yang dilakukannya. Hal ini sangat penting mengingat kenikmatan membaca adalah dasar bagi kegiatan membaca. Tanpa rasa nikmat yang dirasakan siswa, pembelajaran membaca bisa saja tidak mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian, langkah awal pembelajaran membaca harus ditujukan agar anak termotivasi membaca sehingga ia bisa menjadikan membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan.

Tujuan pertama pembelajaran membaca secara lebih luas dapat ditafsirkan agar siswa mencintai membaca. Tujuan ini menjadi sangat penting sebab mencitai membaca adalah modal awal agar siswa bisa membaca sekaligus tetap menjadi pembaca. Namun demikian, pembelajaran di sekolah rupanya melupakan tujuan ini sehingga sekolah hanya mampu menghasilkan siswa yang dapat membaca tetapi tidak suka membaca. Siswa pandai membaca tapi masih menganggap membaca adalah yang kegiatan membosankan. Melihat kenyataan ini dalam pandangan penulis menumbuhkan siswa cinta membaca lebih penting dari sekadar menciptakan siswa yang mampu membaca.

Tujuan kedua dari pembelajaran membaca adalah agar siswa mampu membaca dalam hati dengan kecepatan yang fleksibel guna memperoleh pemahaman yang cukup. Sejalan dengan tujuan ini, pembelajaran membaca haruslah diarahkan agar siswa mampu memiliki kecepatan baca yang fleksibel. Fleksibilitas membaca dapat diartikan sebagai keterampilan memilih gaya dalam membaca. Jadi, jika bacaan yang kita baca berbeda, gaya kita gunakan pun harus berbeda pula. Fleksibilitas membaca menyarankan pembaca untuk memiliki variasi kecepatan membaca yang beragam. Pembaca harus mampu menentukan kapan ia membaca cepat, kapan ia membaca layap, dan kapan ia harus membaca loncat. Dengan demikian tidak salah jika para menyatakan kedewasaan orang membaca dapat ditentukan dari variasi kecepatan baca yang dia gunakan pada beragam teks bacaan. Dengan kata lain, orang yang memiliki kedewasaan membaca adalah orang yang fleksibel dalam membaca.


(12)

Sejalan dengan uraian di atas, tujuan pembelajaran membaca yang kedua dapat adalah agar siswa mampu menjadi pembaca yang fleksibel. Pembaca yang fleksibel bukanlah orang yang membaca seluruh buku, melainkan pembaca yang mampu menentukan bagian mana dari buku tersebut yang paling penting untuk dia kuasai. Pembaca yang baik bukanlah pula pembaca yang senantiasa memaksakan dirinya untuk membaca, melainkan pembaca yang mampu secara fleksibel mengatur kapan ia membaca dan kapan ia tidak perlu membaca.

Berpijak pada prasyarat di atas, jelaslah bahwa membaca secara fleksibel pada dasarnya memiliki satu tujuan akhir bahwa membaca harus dilakukan guna mencapai suatu pemahaman. Fleksibilitas membaca yang optimum merupakan kondisi yang muncul ketika pembaca dapat menyesuaikan tugas bacanya dengan sedikitnya waktu untuk membaca serta sedikitnya pengeluaran yang ia lakukan baik secara fisiologis maupun psikologis. Dengan kata lain hanya ada dua pertanyaan mendasar yang perlu dijawab untuk menjadi pembaca yang fleksibel yakni (1) berapa waktu yang kita miliki (2) jenis pemahaman apa yang kita butuhkan. Dengan demikian rahasia pembaca yang baik terletak pada kemampuannya untuk mengetahui kapan dan bagaimana langkah membaca yang harus ia lakukan guna mencapai pemahaman yang optimal yang ia butuhkan.

Sejalan dengan tujuan membaca yang kedua, tujuan pembelajaran membaca yang ketiga adalah agar siswa memperoleh tingkat pemahaman yang cukup atas isi bacaan. Tujuan ini menyarankan agar pembelajaran membaca secara lebih khusus melatih siswa menguasai berbagai strategi membaca. Berdasarkan konsep ini pembelajaran membaca harus pula membekali siswa dengan pengetahuan metakognitif dalam membaca. Pengetahuan ini merujuk pada kemampuan siswa untuk memilih dan menggunakan berbagai strategi membaca agar ia dapat secara optimal memahami isi bacaan.

Berbagai strategi baca diciptakan agar pembaca mampu membaca secara cepat dan menemukan informasi secara cermat dan tepat. Semua strategi baca pada prinsipnya merupakan panduan bagi seorang pembaca untuk fokus selama ia membaca. Selain itu, strategi baca juga menyarankan bagi pembaca untuk memiliki tujuan baca yang jelas hingga ia akan secara optimal mencapai tujuan baca tersebut.

Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang dimiliki seorang pembaca sejalan dengan tujuan membaca yang dilakukannya. Sejalan dengan tujuan membaca ini, kemampuan membaca pun dapat ditafsirkan secara beragam. Secara umum Harjasujana dan Mulyati (1997) mengemukakan bahwa kemampuan efektif membaca (KEM) ialah perpaduan antara kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan. Dikatakan efektif karena pada dasarnya KEM merupakan cerminan dari kemampuan membaca sesungguhnya. Kemampuan di


(13)

sini mengandung pengertian sebagai paduan dari kemampuan visual dan kemampuan kognisi, kemampuan yang sudah mempertimbangkan kecepatan rata-rata baca berikut ketepatan memahami isi bacaan yang dibacanya.

Pakar lain Kucer dan Silva (2006: 32) mengemukakan bahwa kemampuan membaca pada dasarnya adalah kemampuan yang dimiliki pembaca dalam memahami bahan bacaan yang telah dibacanya. Kemampuan membaca ini dipandang Kucer dan Silva sebagai kemampuan standar yang harus dimiliki setiap pembaca sebab sebagian besar pembaca memiliki maksud membaca untuk beroleh informasi yang terkandung dalam isi bacaan.

Sejalan dengan kedua pendapat di atas, Dubin dan Olshtain (1987: 1) mengemukakan bahwa membaca pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh makna, informasi, dan ide dari bahan bacaan. Oleh sebab itu, dalam pandangan mereka kemampuan membaca pada dasarnya adalah kemampuan pembaca dalam memperoleh makna, informasi, dan ide dari bahan bacaan. Sejalan dengan pendapat ini, Moreillon (2005: 10) mengemukakan bahwa kemampuan membaca adalah kesanggupan pembaca membuat makna dari informasi visual (teks) yang diperolehnya melalui proses aktif yang memerlukan keseimbangan antara praktik membaca dan keterampilan-keterampilan yang membangun kemampuan membaca tersebut. Keterampilan-keterampilan dimaksud salah satunya adalah strategi membaca yang berfungsi sebagai alat untuk memecahkan masalah-masalah pemahaman yang ditemui pembaca dari teks yang dibacanya.

Block et al (2004: 3) memandang kemampuan membaca berdasarkan tingkat membacanya. Kemampuan membaca dalam pandangan pertama adalah kemampuan seorang pembaca memahami secara literal detail teks dan merekognisi kembali tujuan penulis. Kemampuan membaca dapat pula diartikan sebagai kemampuan pembaca untuk mengkreasikan makna dari sebuah teks dan bergerak dibalik tujuan penulis dengan jalan mengombinasikan informasi tekstual dengan informasi pengetahuan yang telah dimilikinya. Kemampuan membaca ini sering disebut kemampuan membaca inferensial. Berdasarkan pendapat Block, et al. di atas, kemampuan literasi membaca yang menjadi fokus kajian dalam buku ini adalah kemampuan membaca pemahaman yang bersifat literal, inferensial, kritis, dan kreatif.

C. Prosedur Pembelajaran Literasi Membaca Berbasis MID

Guna dapat mencapai tujuan pembelajaran membaca baik dalam hal membina kebiasaan membaca dan kemampuan membaca, proses pembelajaran membaca secara garis besar harus terdiri atas tiga tahapan yakni tahapan prabaca, tahapan membaca, dan tahapan pascabaca. Ketiga tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.


(14)

a. Kegiatan Prabaca

Guru yang efektif harus mampu mengarahkan siswa kepada topik pembelajaran yang akan dipelajari siswa. Nuttall (1996: 7) mengemukakan bahwa guna mampu memahami sebuah bacaan secara mendalam seorang pembaca harus mampu mengaktifkan skemata yang dimilikinya. Sehubungan dengan teori ini, guru yang efektif seharusnya mampu mengarahkan siswa agar lebih banyak menggunakan kemampuan awal siswa (segala informasi/ pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelum membaca) untuk memproses ide dan pesan yang diperoleh suatu teks. Hal inilah yang mendasari guru untuk senantiasa memperhatikan kegiatan pelaksanaan pembelajaran prabaca dalam penyajian pengajaran membaca.

Kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum siswa melakukan kegiatan membaca. Dalam kegiatan prabaca guru mengarahkan perhatian pada pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan teks bacaan. Skemata adalah latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa tentang informasi atau konsep tentang sesuatu. Skemata menggambarkan sekelompok konsep yang tersusun dalam diri seseorang yang dihubungkan dengan objek, tempat-tempat, tindakan atau peristiwa. Dalam hal ini siswa harus memiliki konsep-konsep tentang tujuan bahan cetakan dan tentang hubungan bahasa bicara dan bahasa tertulis.

Tankersley (2005: 114-123) mengemukakan beberapa aktivitas prabaca antara lain membuat prediksi isi bacaan, membangkitkan pengetahuan awal, menetapkan strategi prabaca, menebak isi bacaan, curah pendapat, dan mengembangkan peta konsep. Senada dengan Tankersley, Moreillon (2005: 11) mengemukakan beberapa kegiatan prabaca yakni mengaktifkan pengetahuan awal, menggunakan sensori imaji sebelum membaca, menyusun pertanyaan secara mandiri, dan membuat prediksi isi bacaan. Wilson dan Chavez, K. (2014) menyatakan minimalnya ada dua aktivitas pramembaca yang harus dilakukan yakni mengidentifikasi tujuan membaca dan membuat prediksi atas isi bacaan. Lebih lanjut Richardson, et.al (2009: 78-93) mengemukakan beberapa teknik yang bisa dilakukan guru untuk mengaktifkan skemata siswa melalui kegiatan prabaca. Kegiatan prabaca yang dimaksud ialah sebagai berikut.

1) Guru melakukan kegiatan pengecekan konsep sebelum siswa belajar. 2) Menulis sebelum membaca.

3) Menulis tinjau umum teks yang akan dibaca. 4) Klasifikasi berpikir melalui peta konsep.

5) Menjelaskan berbagai petunjuk antisipasi kesulitan siswa memahami teks. 6) Curah gagasan tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan tema bacaan. 7) Guru mengembangkan analogi berdasarkan bacaan yang akan dibaca.


(15)

Variasi kegiatan prabaca yang lain dikemukakan oleh Hadley. Hadley (2001: 207-208) menyatakan minimal ada 3 kegiatan prabaca yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran membaca yakni:

1) Curah pendapat untuk membangkitkan ide yang memiliki kemungkinan besar ada dalam teks. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan apersepsi pembelajaran tentang hal-hal yang memiliki kaitan dengan wacana yang akan dibaca siswa.

2) Melihat judul tulisan, headline bacaan, grafik, gambar, atau unsur visual lain yang ada dalam bacaan.

3) Merumuskan prediksi isi bacaan. Pada tapan ini siswa mencoba membuat hipotesis atas isi wacana. Prediksi ini akan menumbuhkan rasa kepenasaran siswa terhadap bacaan (memotivasi baca) karena pada akhir kegiatan baca siswa diharuskan membandingkan prediksi yang dibuat dengan isi wacana yang sebenarnya.

Mengingat betapa pentingnya kegiatan prabaca dilakukan, guru seyogyanya dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran membaca dengan selalu mengawali pembelajarannya dengan melaksanakan kegiatan prabaca. Pembelajaran membaca tanpa kegiatan prabaca merupakan pembelajaran membaca yang tidak berarah dan tidak bertujuan serta tidak akan mampu menggali potensi siswa yang sesungguhnya dan ujungnya akan berdampak pada rendahnya kemampuan membaca siswa.

Berdasarkan uraian di atas, beberapa kegiatan prabaca yang dapat dikembangkan dalam upaya meningkatkan kemampuan dan kebiasaan membaca antara lain (1) curah pendapat, (2) eksplorasi visual, (3) membuat prediksi, (4) membuat pertanyaan pemandu, (5) membuat peta semantik, (6) dramatisasi, (7) menggali skema, (8) mengungkapkan keingintahuan, (9) tebak cerita, dan lain-lain. Kegiatan prabaca ini dapat dipilih guru secara acak dan sangat bergantung pada bahan ajar membaca yang tersedia serta bergantung pada aktivitas membaca dan pascabaca yang dipilih.

b. Kegiatan Membaca

Setelah kegiatan prabaca, dilaksanakan kegiatan inti pembelajaran membaca. Tahapan ini sering disebut tahapan membaca. Pada tahap ini banyak sekali variasi yang dapat dilakukan guru sejalan dengan strategi baca yang dipilih guru atau siswa. Penentuan kegiatan pada tahap ini akan sangat bergantung pada metode pembelajaran membaca apa yang dipilih. Oleh sebab itu, terdapat beragam aktivitas yang dapat dilakukan selama tahapan proses membaca.

Cox (1999: 277) mengemukakan beberapa aktivitas pada saat membaca yang antara lain berbagi isi bacaan, membuat dan menguji prediksi,


(16)

mendiskusikan isi bacaan, dan membangun hubungan antara ide tertulis dengan pengalaman. Pakar lain, Brown (2001: 323-330) mengemukakan beberapa aktivitas selama membaca yang antara lain mengidentifikasi ide utama bacaan, mengembangkan kosakata, memahami rencana pengarang, dan mendiskusikan pertanyaan bacaan. Secara lebih sederhana Nuttall (1996: 161-163) mengemukakan beberapa aktivitas selama membaca yakni meliputi aktivitas individu, aktivitas kelompok, dan aktivitas perpaduan antara individu dan kelompok. Kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan aktivitas tersebut adalah mengerjakan berbagai tugas berdasarkan isi bacaan. Melengkapi beberapa aktivitas di atas, Wilson dan Chavez, K. (2014) mengemukakan lima aktivitas pada tahap membaca, yakni mengidentifikasi informasi yang relevan, visualisasi, membuat inferensi, mengajukan pertanyaan, dan membuat hubungan.

Berdasarkan uraian di atas, aktivitas membaca yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan dan kebiasaan membaca antara lain (1) menemukan inti gagasan, (2) mengidentifikasi kata kunci, (3) mengutip bacaan, (4) menjaring data, (5) mengisi format isi bacaan, (5) merespons bacaan, (6) membuat peta konsep bacaan, (7) sharing ide dan diskusi, (8) menguji prediksi, (9) menjaring kata sulit, (10) menguji fakta opini, dan lain-lain.

c. Kegiatan Pascabaca

Kegiatan pascabaca merupakan tahapan pembelajaran membaca yang bertujuan untuk menguji kemampuan membaca sekaligus memantapkan kemampuan membaca para siswa. Tompkins dan Hoskisson (1991: 270) menjelaskan bahwa tahap ini pada dasarnya tahapan yang dilakukan untuk mengeksplorasi respons yang dibuat selama membaca dan selanjutnya memperluas respons tersebut dalam berbagai bentuk. Selanjutnya Tompkins dan Hoskisson (1991: 271) menjelaskan beberapa bentuk respons yang dapat dikembangkan dalam tahap pascabaca antara lain sebagai berikut.

1) Menuliskan kembali cerita.

2) Membandingkan bacaan yang telah dibaca dengan bacaan lain. 3) Mendramatisasikan cerita.

4) Menggambarkan cerita yang telah dibaca.

5) Membuat boneka tangan untuk menceritakan kembali bacaan. 6) Melakukan penelitian pengayaan topik yang dibaca.

7) Melakukan wawancara dengan nara sumber. 8) Membuat diorama cerita yang telah dibaca.

Beberapa kegiatan pascabaca juga dikemukakan Brown (2001: 315) yakni menjawab pertanyaan yang bersifat pemahaman, mengidentifikasi tujuan pengarang, mendiskusiulangkan alasan penulis menulis bacaan dalam sudut


(17)

pandang tersebut, menguji kemampuan gramatika bahasa yang terdapat dalam bacaan, menulis berdasarkan isi bacaan, dan mengembangkan kosakata berdasarkan isi bacaan. Sejalan dengan Brown, Cox (1999: 277) dan Tierney, et al. (1995: 31) mengemukakan beberapa alternatif kegiatan pascabaca sebagai kegiatan evaluasi dan tindak lanjut yang antara lain menghidupkan kembali cerita, mempelajari kosakata, membuat berbagai respons melalui menggambar, menulis, membuat karya seni, dramatisasi, membangun karya kreatif, dan lain-lain. Wilson dan Chavez, K. (2014) mengemukakan tiga alternatif lain yakni menyimpulkan, mengevaluasi teks, dan mengonfirmasi kembali pemahaman bacaan.

Sejalan uraian di atas, beberapa aktivitas pada tahap pascabaca yang dikembangkan antara lain (1) menulis rangkuman, (2) membuat komik/ cerita bergambar sederhana, (3) menceritakan kembali, (4) menjawab pertanyaan, (5) membuat peta cerita/ peta perjalanan tokoh, (6) membuat alat (wacana peragaan), (7) memerankan, (8) memperluas cerita, (9) melengkapi cerita, dan (10) mengubah jenis genre. Seluruh aktivitas ini dapat dipilih guru sesuai dengan model atau metode pembelajaran membaca yang relevan.

Berdasarkan berbagai tahapan pembelajaran membaca di atas, jelaslah pembelajaran membaca yang dilakukan di sekolah harus mencerminkan tiga tahapan yakni prabaca (yang identik dengan kegiatan awal pembelajaran), tahap membaca, dan tahap pascabaca (yang identik dengan kegiatan inti dan penutup pembelajaran). Tahapan-tahapan ini wajib sifatnya karena melalui tahapan inilah akan tergambar jelas aktivitas siswa belajar. Hal ini sejalan dengan konsep pembelajaran bahwa pembelajaran adalah serangkaian aktivitas siswa belajar. Tanpa aktivitas siswa kegiatan yang dilakukan bukan pembelajaran membaca. D. Metode-Metode Pembelajaran Literasi Membaca Berbasis Konsep MID 1. Metode Pembelajaran Literasi Membaca untuk Ilmu Sains

a. Metode KWL (Know–Want to Know–Learned) 1) Tujuan

KWL menyajikan tiga langkah prosedur baca yang membantu guru lebih responsif dalam membantu siswa memperoleh pengetahuan ketika membaca wacana ekspositoris. Metode KWL sangat berguna untuk membiasakan siswa menentukan tujuan membaca sebelum membaca dan mengaktifkan siswa sebelum, saat, dan sesudah membaca.

2) Rasional

KWL diciptakan atas dasar bahwa membaca akan berhasil jika diawali dengan kepemilikan skemata atas isi bacaan. Oleh sebab itu, metode ini dikembangkan oleh Ogle untuk membantu guru menghidupkan latar belakang pengetahuan dan minat siswa pada suatu topik. Metode KWL melibatkan 3


(18)

langkah dasar yang menuntun siswa dalam memahami sebuah wacana. Tiga langkah dasar dalam KWL ini berisi berbagai kegiatan yang berguna meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa di antaranya curah pendapat, menentukan kategori dan organisasi ide, menyusun pertanyaan secara spesifik, dan mengecek hal-hal yang ingin diketahui/dipelajari siswa dari sebuah bacaan.

3) Tahapan Metode KWL Tahap Prabaca

a) Tahap Know (Apa yang saya ketahui)

Langkah pertama ini terdiri atas dua tahap yakni curah pendapat dan menghasilkan kategori ide. Curah pendapat dilakukan guna menggali berbagai pengetahuan yang telah siswa miliki tentang topik bacaan. Berdasarkan curah pendapat tersebut, selanjutnya guru membimbing siswa guna dapat membuat kategori ide yang mungkin terkandung dalam wacana yang akan dibacanya.

Misalnya, wacana yang kita baca berjudul “Membuat Tempe yang Berkualitas”. Pada tahap curah pendapat guru bertanya kepada siswa tentang pengetahuan awalnya tentang tempe dengan pertanyaan “Apa yang kalian ketahui tentang tempe?” Jawaban siswa sebaiknya ditulis di papan tulis atau media lainnya dan selanjutnya guru mengajukan pertanyaan kepada setiap siswa yang mencurahkan pendapatnya guna memperdalam pengetahuan siswa tersebut, misalnya”Dari mana kamu tahu itu?”, “Bagaimana kamu bisa membuktikannya?” dan sebagainya.

Pada tahap selanjutnya guru, membantu siswa menyusun kategori ide yang mungkin terdapat dalam wacana. Pada saat ini guru bisa bertanya kepada siswa misalnya ”Menurut pendapat kalian apa saja ide kunci yang terdapat dalam wacana yang akan kita baca?” Jawaban dari siswa tersebut selanjutnya disusun secara sistematis membentuk kategori konsep, misalnya (a) bahan baku tempat, (b) kriteria bahan baku, (c) peralatan membuat tempe, (d) lamanya waktu yang dibutuhkan, (e) kemasan tempe, dan sebagainya.

b) Tahap What I want to learn (W) (apa yang ingin saya ketahui)

Pada tahap ini, guru menuntun siswa menyusun tujuan khusus membaca. Dari minat, rasa ingin tahu, dan ketidakjelasan, yang ditimbulkan selama langkah pertama, guru mengajak siswa untuk membuat berbagai pertanyaan yang jawabannya ingin diketahui siswa. Selanjutnya guru memformulasikan kembali pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa dan kemudian pertanyaan-pertanyaan tersebut disajikan sebagai tujuan membaca.


(19)

Misalnya, siswa bertanya “Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat tempe?”, “Bagaimana langkah-langkah membuat tempe?”, Hal apa yang harus diperhatikan agar tempe yang dibuat berkualitas?”, “Mengapa tempe dikemas dalam plastik atau daun?” dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan siswa tersebut selanjutnya guru susun di papan tulis agar semua siswa mengetahui tujuan atas kegiatan membaca yang akan dilakukannya.

Tahap Membaca

c) Tahap What I Have Learned (L).

Tahap ini diawali dengan kegiatan siswa membaca dalam hati wacana ekspositoris yang diberikan guru. Kegiatan merupakan tindak lanjut untuk menentukan, memperluas, dan menentukan seperangkat tujuan membaca. Setelah selesai membaca, siswa menuliskan semua hal yang telah diperolehnya dari kegiatan membaca sesuai dengan pertanyaan yang diajukannya pada tahap sebelumnya. Dalam kegiatan ini, guru membantu siswa mengembangkan perencanaan untuk menginvestigasi pertanyaan-pertanyaan yang tersisa.

Tahap Pascabaca d) Tahap tindak lanjut

Pada tahap ini berbagai pertanyaan yang tidak dapat siswa jawab setelah mereka membaca dibahas guru bersama siswa dalam diskusi kelas. Setelah semua prioritas baca tuntas, jelas, dan lengkap, guru dapat menugaskan siswa menceritakan isi bacaan baik secara lisan maupun tulisan sebagai bentuk kegiatan tindak lanjut.

b. Metode PORPE (Predict, Organize, Rehearse, Practice, Evaluate) 1) Tujuan

Secara umum PORPE bertujuan untuk membantu siswa dalam (1) mengaktifkan dirinya dalam mempelajari sebuah konsep melalui kegiatan merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi tahapan belajar yang dilaksanakannya, (2) mempelajari proses yang berkenaan dengan mempersiapkan diri menghadapi ujian uraian, dan (3) menggunakan proses menulis sebagai alat untuk mempelajari teks bacaan.

2) Rasional

Simpson sebagai pencetus metode baca ini menyatakan bahwa PORPE pada dasarnya adalah metode yang bertujuan untuk membuktikan bahwa menulis dapat digunakan sebagai sarana terbaik dalam membentuk kemandirian membaca pada setiap jenis bahan bacaan dan mengatasi kelemahan siswa ketika menghadapi soal esai. Dengan demikian, pada


(20)

dasarnya PORPE merupakan metode membaca yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan metakognitif pembaca melalui kegiatan menentukan tujuan baca, menganalisis aspek penting dalam bacaan, memfokuskan diri pada ide-ide kunci, membiasakan diri membuat pertanyaan bacaan, serta memonitor dan mengevaluasi aktivitas belajar yang dilakukan.

Brown (2004) menyatakan bahwa cara terbaik untuk memahami sebuah bacaan adalah melalui kegiatan menuliskan kembali bacaan tersebut dengan bahasa sendiri. Ia menemukan kenyataan bahwa ketika siswa diberikan tahapan spesifik untuk membaca pemahaman, siswa akan mampu memperoleh pengetahuan tentang cara membaca, meniru cara membaca yang dilakukan guru, serta akhirnya mampu mempraktikkan sendiri metode tersebut dalam bacaan yang lain dan hal ini menjadi kunci penting bagi mereka untuk menjadi pembaca yang efektif serta mampu memiliki kebiasaan belajar yang baik.

3) Tahapan Metode PORPE

Metode PORPE dilaksanakan dalam beberapa tahapan yakni (1) memprediksi, (2) mengorganisasikan, (3) melatih, (4) mempraktikkan, dan (5) mengevaluasi. Tahapan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode PORPE adalah sebagai berikut.

Tahap Prabaca

a) Mempersiapkan bahan bacaan.

Guru mempersiapkan buku/ bacaan ilmiah yang akan dibaca siswa. Selanjutnya guru juga memperkenalkan wacana tersebut.

b) Menjelaskan Prosedur Pembelajaran.

Tahapan ini bertujuan untuk memperkenalkan metode PORPE kepada para siswa sehingga para siswa memahami benar penerapannya dalam kegiatan baca yang akan dilaksanakannya.

c) Menyusun Prediksi

Pada tahap ini siswa harus menyusun prediksi atas bacaan yang akan dibacanya. Prediksi sebaiknya disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakannya sebagai pemandu dan tujuan yang harus dicapainya ketika ia membaca. Pertanyaan yang disusun harus mengarah pada ide utama/ ide kunci wacana sehingga diharapkan nantinya siswa mampu menyintesis isi bacaan. Pertanyaan yang disusun siswa hendaknya pertanyaan pemahaman tingkat tinggi misalnya menggunakan kata tanya jelaskan, bandingkan, bedakan, dan kristalisasikan.

d) Mengorganisasikan Pertanyaan

Pada tahap ini siswa menyusun ulang pertanyaan prediksi yang dibuatnya agar jelas sistematikanya. Diharapkan hasil pengorganisasian ini


(21)

akan mampu menjadi pemandu bagi siswa dalam menyusun sintesis isi bacaan dan menjadi pemandu menyusun rangkuman isi bacaan. Guru harus memfasilitasi siswa dengan membantunya menyusun pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam sebuah kerangka pertanyaan-pertanyaan yang sistematis serta membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil. Tiap kelompok kecil ini nantinya akan menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas. Hasil akhir tahap ini adalah kerangka pertanyaan atau peta konsep yang akan dijawab dan dijabarkan siswa setelah proses membaca.

Tahap Membaca e) Latihan.

Pada tahap ini siswa mulai membaca wacana dengan teknik skiming dan skaning. Kecepatan baca siswa meningkat pada saat tidak menemukan ide kunci dan lambat atau bahkan sangat lambat ketikan menemukan kata kunci yang sesuai dengan kerangka pertanyaan yang dibuatnya. Kecepatan baca pada saat ini berkurang sebab siswa harus mampu menuliskan isi bacaan ke dalam catatannya sebagai bahan menjawab pertanyaan yang telah diorganisasikannya.

f) Praktikum.

Pada tahap ini siswa memvalidasi hasil belajarnya melalui kegiatan menulis karangan berdasarkan kerangka pertanyaan yang disusunnya hingga menjadi sebuah karangan baru versi siswa. Yakinkan bahwa karangan yang disusunnya tersebut sesuai dengan isi teks.

Tahapan Pascabaca g) Evaluasi.

Pada tahap ini siswa harus mengecek kembali pertanyaan, prediksi, dan kerangka pertanyaan yang disusunnya serta memeriksa hasil karangannya. Guna memastikan kebenaran tulisan yang disusunnya siswa diperbolehkan membaca wacana kebali sehingga tulisannya tidak akan bertentangan dengan ide penulis wacana.

c. Metode PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Ricite, Review) 1) Tujuan

Secara umum PQ4R bertujuan untuk membantu siswa dalam (1) mengaktifkan dirinya dalam mempelajari sebuah konsep melalui kegiatan merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi tahapan belajar yang dilaksanakannya dan (2) menggunakan proses menulis sebagai alat untuk mempelajari teks bacaan.

2) Rasional

Thomas dan Robinson sebagai pencetus metode ini menyatakan bahwa proses belajar dengan menggunakan metode ini akan meningkatkan


(22)

kemampuan pemahaman yang tinggi yang dilandasi oleh konsentrasi yang baik pada saat membaca, dan mampu digunakan untuk mengingat informasi dalam jangka waktu yang cukup lama. Metode ini dapat digunakan untuk membaca semua jenis wacana.

PQ4R dilahirkan atas asumsi bahwa pembaca dapat mengembangkan keterampilan membacanya melalui pemahaman struktur bacaan dan identifikasi kata kunci. Penerapan PQ4R akan membimbing pembaca mampu melakukan aktivitas baca melalui tahapan membaca yang benar sehingga akan lebih mudah memahami materi dan mampu mengingatnya dalam jangka waktu yang cukup lama.

3) Tahapan Metode PQ4R

Sesuai dengan namanya, metode PQ4R dilaksanakan dalam enam tahapan yakni (1) membaca sekilas, (2) membuat pertanyaan, (3) membaca dalam hati, (4) merefleksi, (5) menceritakan kembali, dan (6) meninjau ulang wacana. Tahapan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode PQ4R adalah sebagai berikut.

Tahap Prabaca

a) Mempersiapkan bahan bacaan.

Guru mempersiapkan wacana yang akan dibaca siswa. Selanjutnya, guru secara sepintas memperkenalkan wacana tersebut. Guru juga harus memperkenalkan metode ini kepada siswa melalui penjelasan dan pembagian kopian langkah-langkah PQ4R kepada masing-masing siswa. b) Siswa Membaca sekilas wacana

Siswa membaca sekilas wacana yang diberikan guru. c) Menyusun pertanyaan

Berdasarkan hasil membaca sekilas yang dilakukannya, siswa menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui proses membaca.

Tahap Membaca

d) Membaca dalam hati

Guna menjawab pertanyaan yang diajukannya, siswa membaca dalam hati wacana yang diberikan guru. Kegiatan baca sebaiknya dilakukan dengan cara membaca cepat. Jika menemukan jawaban, siswa membaca lambat wacana dan diperbolehkan sambil menulis jawaban tersebut.

e) Refleksi

Pada tahap ini siswa membandingkan informasi yang telah diperolehnya/ skemata dengan informasi baru yang didapatkan dari hasil membaca Proses berpikir kreatif sangat berperan dalam tahapan ini, yakni siswa


(23)

harus mampu mengembangkan pengetahuan baru di atas pengetahuan lama yang telah dimilikinya.

f) Menceritakan kembali

Pada tahap ini siswa menyusun jawaban pertanyaan sebagai hasil perpaduan antara pengetahuan lama yang dimilikinya dengan informasi baru yang diperoleh dari kegiatan membaca. Selanjutnya menceritakan kembali isi wacana tanpa melihat wacana.

Tahapan Pascabaca g) Meninjau ulang.

Pada tahap ini siswa menceritakan kembali pemahaman isi wacana dan untuk meyakinkan siswa dapat membaca sekilas kembali wacana yang diberikan guru atau sebaiknya hanya melihat catatan yang dihasilkannya pada tahap menjawab pertanyaan.

d. Metode DRTA(Directed Reading Thingking Activity) 1) Tujuan

Secara umum DRTA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan membaca kritis dan reflektif. Secara khusus DRTA bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam (1) menjelaskan tujuan membaca; (2) mengutip, memahami, dan asimilasikan informasi, (3) membahas bahan bacaan berdasarkan tujuan membaca, (4) menggantungkan keputusan, dan (5) membuat keputusan berdasarkan informasi yang diperoleh dari kegiatan membaca.

2) Rasional

Tierney et.al (1996) mengemukakan bahwa DRTA merupakan suatu kritikan terhadap penggunaan metode DRA. Menurut Stauffer (penggagas DRTA) metode DRA kurang memperhatikan keterlibatan siswa berpikir tentang bacaan. Dalam pandangannya metode DRA terlampau banyak melibatkan arahan guru memahami bacaan, sedangkan metode DRTA memfokuskan keterlibatan siswa dengan teks, karena siswa harus membuat memprediksi dan membuktikannya ketika mereka membaca.

Metode DRTA diarahkan untuk mencapai tujuan umum agar siswa mampu melibatkan proses berpikir ketika membaca sebab pembaca haruslah melibatkan pengalamannya ketika akan merekonstruksi ide-ide pengarang. Rekonstruksi ini dimulai pada saat siswa menyusun prediksi atau hipotesis terhadap isi bacaan. Hal ini dilanjutkan ketika siswa membaca bacaan sehingga mereka menemukan informasi penting guna membuktikan kebenaran prediksi atau hipotesis yang dibuatnya. Kegiatan rekonstruksi diakhiri dengan dihasilkan resolusi terhadap keraguan dan keinginan pembaca.


(24)

3) Tahapan Metode DRTA

Metode DRTA dilaksanakan dalam beberapa tahapan pembelajaran sebagai berikut.

Tahap Prabaca

a) Guru memperkenalkan bacaan, dengan jalan menyampaikan beberapa informasi tentang isi bacaan

b) Siswa membuat prediksi atas bacaan yang akan dibacanya. Jika siswa belum mampu guru harus memancing siswa untuk membuat prediksi. Diusahakan dihasilkan banyak prediksi sehingga akan timbul kelompok yang setuju dan kelompok yang tidak setuju. Beberapa pancingan untuk membuat prediksi antara lain:

(1) Menurut pendapatmu, buah apa yang paling banyak mengandung vitamin C?

(2) Setujukah kalian jika jagung lebih banyak mengandung karbohidrat dibandingkan dengan beras?

(3) Apa yang akan terjadi jika zat asam dan basa dicampurkan dalam komposisi tertentu?

Tahap Membaca

c) Siswa membaca dalam hati wacana untuk mengecek prediksi yang telah dibuatnya. Pada tahap ini guru harus mampu membimbing siswa agar melakukan kegiatan membaca untuk menemukan makna bacaan, memperhatikan perilaku baca siswa, dan membatu siswa yang menemukan kesulitan memahami makna kata dengan cara memberikan ilustrasi kata bukan langsung menyebutkan makna kata tersebut.

d) Menguji prediksi, pada tahap ini siswa diharuskan mengecek prediksi yang telah dibuatnya. Jika prediksi yang dibuat siswa salah, siswa harus mampu menunjukkan letak kesalahan tersebut dan mampu membuat gambaran baru tentang isi wacana yang sebenarnya.

Tahapan Pascabaca

e) Pelatihan keterampilan fundamental. Tahapan ini dilakukan siswa untuk mengaktifkan kemampuan berpikirnya. Beberapa kegiatan yang dilakukan siswa adalah menguji pemahaman, menceritakan isi bacaan dengan bahasa sendiri, membuat gambar, poster, leaflet, diagram, ataupun mini book tentang isi bacaan.

e. Metode PQRST 1) Tujuan

PQRST pada prinsipnya merupakan metode membaca yang terdiri dari lima tahapan yakni preview, question, read, sumarry, dan test yang dapat


(25)

digunakan untuk memahami bahan bacaan sains. Tujuan utama penerapan metode ini adalah (1) untuk meningkatkan pemahaman atas isi bacaan sains dan (2) mempertahankan pemahaman tersebut dalam jangka waktu yang lebih panjang.

2) Rasional

Bahan bacaan tentang sains tidak dirancang dengan gaya menulis yang cepat dalam memberikan informasi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa bahan bacaan sains biasanya ditulis dalam gaya bahasa tunggal. Bacaan tersebut biasanya lebih membutuhkan kemampuan berpikir pada pembacanya. Oleh sebab itu, pembaca pada umumnya wajib untuk mengikuti penyajian isi bacaan termasuk seluruh seluk beluk pikiran pengarang, generalisasi yang ditawarkannya, dan teori atau konsep yang terkandung di dalamnya. Generalisasi, teori, atau konsep biasanya tersaji melalui sebuah contoh. Oleh karenanya, pembaca harus mampu memahami bagaimana penulis mempersiapkan rangkaian tes dan percobaan dan kemudian memahami hasil penelitian tersebut. Melihat karakteristik ini, tentu saja dibutuhkan metode membaca khusus guna dapat memahami isi wacana sains secara cepat dan lengkap serta tepat. Metode baca tersebut adalah PQRST. 3) Tahapan Metode PQRST

Secara umum pembelajaran dengan menggunakan metode PQRST dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.

Tahap Prabaca

a) Preview/Peninjauan.

Pada tahap ini siswa harus melihat atau membaca judul, subjudul, dan semua gambar serta grafik yang terdapat dalam sebuah wacana untuk mengenal keseluruhan teori yang disajikan penulis termasuk di dalamnya teori yang bersifat menyanggah dan mendukung teori lainnya.

b) Question/Pertanyaan.

Pada tahap kedua ini siswa harus membuat pertanyaan atas isi bacaan. Pertanyaan ini merupakan pemandu bagi siswa ketika membaca nantinya.

Tahap Membaca c) Read/Membaca.

Siswa harus membaca bacaan secara fleksibel dan selektif untuk mendapat jawaban dari pertanyaan yang telah disusunnya. Seluruh jawaban yang ditemukan ditulis oleh siswa dalam lembar kerja proses.

d) Sumary/Merangkum.

Pada tahap ini siswa harus membuat ringkasan isi bacaan berdasarkan informasi yang telah ditemukannya selama proses membaca.


(26)

Tahap ini akan lebih baik jika dilakukan secara kooperatif sehingga akan terjadi curah pendapat, pertukaran ide, dan kreativitas penulisan laporan. Tahap Pascabaca

e) Tes/Ujian.

Pada tahap ini siswa diberi tes untuk mengukur bagaimana pemahamannya atas isi bacaan. Tes yang disusun sebaiknya dalam bentuk esai agar lebih melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

2. Metode Pembelajaran Literasi Membaca untuk Ilmu Sosial

Secara umum, pengembangan kemampuan literasi membaca dalam konteks pembelajaran ilmu sosial harus memerhatikan beberapa prinsip sebagai berikut.

a. Hubungkan materi yang akan dipelajari dengan apa yang siswa sudah ketahui. b. Tautkan materi yang akan dipelajari dengan kehidupan siswa dan isu-isu

kontemporer.

c. Libatkan siswa secara aktif selama proses pembelajaran mulai dari kegiatan mengajukan pertanyaan hingga proses membuat kesimpulan sendiri.

d. Berikan peluang kepada siswa untuk mempelajari beberapa materi yang sama dari beragam sumber bacaan untuk memperdalam pemahaman dan sekaligus menguatkan memori.

e. Libatkan siswa dalam kerja kooperatif dan kolaboratif dengan rekan-rekannya dalam membangun ide dan sudut pandang terhadap materi yang dipelajari. f. Gunakan seluruh gaya belajar siswa baik gaya belajar visual, kinestetik,

verbal, dan sosial sebagai sarana bagi siswa untuk membangun pemahaman baru yang kuat dan mendalam.

g. Terapkan berbagai strategi dan model/metode pembelajaran membaca yang sesuai dengan materi ilmu sosial.

Berdasarkan prinsip umum pengembangan keterampilan literasi membaca untuk sosial di atas, berikut disajikan beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran literasi sosial.

a. Metode ECOLA (Extending Concept Through Language Activities) 1) Tujuan

Secara umum ECOLA bertujuan agar siswa mampu memadukan 4 aspek keterampilan berbahasa dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menginterpretasikan dan memonitor pemahamannya atas isi bacaan.

2) Rasional

ECOLA pertama kali dikembangkan oleh Smith-Burke dengan tujuan untuk memfokuskan siswa dalam membangun pola membaca secara alamiah


(27)

dan kebutuhan untuk memonitor interpretasi yang dihasilkannya. Untuk hal ini, pembelajaran dengan menggunakan metode ECOLA harus benar-benar memperhatikan beberapa pengalaman belajar yang antara lain (1) membaca dengan tujuan yang jelas, (2) menulis respons atas isi bacaan, (3) mendiskusikan ide utama bacaan, dan (4) mengontrol diri melalui pengakuan secara jujur kesulitan yang mereka alami selama pembelajaran, komitmen dalam membuat interpretasi bacaan, dan mendiskusikan metode yang tepat untuk meningkatkan pemahamannya tentang isi bacaan.

3) Tahapan Metode ECOLA

Metode ECOLA dilaksanakan dalam beberapa tahapan pembelajaran sebagai berikut.

Tahap Prabaca

a) Menyunting tujuan komunikatif

Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan baca yang harus dicapai siswa. Secara jelas guru juga harus memberikan arahan kepada siswa tentang hal apa yang harus direspons oleh siswa, keputusan-keputusan yang harus dibuat siswa, dan menjelaskan bagaimana cara siswa membahas ide-ide kunci (misalnya melalui diskusi). Dengan kata lain pada tahap ini guru telah menentukan tugas-tugas yang harus diselesaikan siswa setelah membaca wacana.

Tahap Membaca b) Membaca dalam hati

Pada tahap ini siswa membaca dalam hati wacana sejalan dengan tujuan baca dan tugas-tugas baca yang telah dijelaskan oleh guru.

c) Kristalisasi pemahaman melalui kegiatan menulis

Tahapan ini bertujuan agar siswa mampu memonitor dirinya sendiri tentang seberapa besar pemahamannya terhadap isi bacaan. Siswa harus menuliskan kesulitan-kesulitannya dalam memahami bacaan serta mengemukakan ketidakpahamannya atas isi bacaan. Selanjutnya siswa membuat respons sejalan dengan tujuan dan tugas-tugas yang diberikan guru pada tahap prabaca. Jika siswa tidak mampu menjawab pertanyaan/tugas, mereka harus menulis segala sesuatu yang membuatnya bingung dan tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut. Yakinkan kepada siswa bahwa seluruh isi respons tersebut bersifat rahasia.

d) Mendiskusikan materi bacaan

Pada tahap ini siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil. Tugas mereka adalah untuk membuat interpretasi atas wacana yang telah dibacanya sejalan dengan tujuan dan tugas yang diberikan guru. Pada tahap ini siswa harus membandingkan respons yang ditulisnya dan jika


(28)

perlu mengubah simpulan awal yang telah dibuatnya. Sekadar catatan, pada tahap ini siswa yang tidak mampu membuat respons secara benar pada saat tahap ke-3 akan berusaha menggali pemahaman dari temannya sehingga ketika ia mulai mampu memahami isi bacaan mereka harus membuat simpulan baru atas pemaknaan isi bacaan.

Tahapan Pascabaca

e) Menulis dan Membandingkan Hasil Interpretasi

Pada tahap ini siswa secara kelompok atau individu menyusun interpretasi kedua atas isi wacana sebagai hasil diskusi. Hasil interpretasi tersebut selanjutnya dibacakan di depan kelas dan ditanggapi oleh siswa dari kelompok lain. Jika ditemukan hal-hal yang masih keliru, siswa harus mampu memperbaiki tulisannya.

b. Metode GIST (Generating Interaction between Schemata and Text) 1) Tujuan

Secara umum GIST bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk memahami inti sari paragraf dengan cara menyediakan sebuah resep membaca dengan memproduksi inti sari kalimat demi kalimat guna membangun intisari keseluruhan paragraf, atau membuat intisari wacana berdasarkan intisari paragraf demi paragraf.

2) Rasional

Cunningham sebagai penggagas menyatakan metode GIST sebagai sebuah alat pembelajaran yang efektif untuk membantu siswa menulis rangkuman. GIST dapat digunakan jika pembaca telah memiliki skemata atas isi wacana yang akan dibahasnya. Keunggulan GIST menurut Cunningham adalah kemampuannya membimbing siswa untuk menulis rangkuman dengan mengkaji setiap paragraf sehingga mampu meningkatkan keterampilan belajar dari sebuah teks. Selain itu GIST merupakan prosedur pembelajaran untuk membimbing menggunakan prosedur baca yang benar. Dalam pelaksanaannya GIST merepresentasikan peran guru sebagai direktur pembelajaran, peran siswa dalam kelompok kecil yang bekerja sama menulis rangkuman, dan diskusi kelas guna membentuk hasil akhir intisari wacana.

3) Tahapan Metode GIST

Metode GIST dilaksanakan dalam beberapa tahapan pembelajaran sebagai berikut.

Tahap Prabaca

a) Guru memilih wacana yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan latar belakangnya. Wacana sebaiknya terdiri atas kurang lebih 5 paragraf.


(29)

b) Guru menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran.

Tahap Membaca

c) Siswa membaca paragraf. Sebelum membaca siswa ditugaskan oleh guru agar pada saat akhir membaca paragraf mereka mampu menulis intisari paragraf ke dalam satu kalimat yang terdiri atas kurang dari 20 kata. Paragraf sebaiknya disajikan dengan menggunakan pewayang pandang sehingga siswa tidak akan membaca paragraf berikutnya.

d) Menulis rangkuman. Setelah siswa menyelesaikan paragraf pertama pewayang pandang dimatikan. Selanjutnya siswa diharuskan menulis rangkuman/intisari paragraf yang tadi dibacanya. Kegiatan ini lebih dilakukan dalam kelompok kerja kecil yang maksimal terdiri atas 5 orang siswa. Jika siswa sudah yakin bahwa intisari yang ditulisnya telah benar, tugas guru adalah meyakinkan kembali perasaan siswa tentang kebenaran intisari yang telah disusunnya.

e) Membaca dan menulis intisari paragraf berikutnya. Setelah paragraf pertama diselesaikan, selanjutnya siswa ditugasbacakan untuk membaca paragraf kedua dan selanjutnya menulis intisari paragraf tersebut. Demikian pula seterusnya hingga seluruh paragraf selesai siswa baca dan rangkum isinya.

Tahapan Pascabaca

f) Menyusun rangkuman dari keseluruhan paragraf. Setelah semua paragraf tersusun intisarinya, siswa ditugaskan untuk menulis intisari keseluruhan wacana berdasarkan hasil kerjanya atas paragraf demi paragraf dan menyampaikan hasilnya di depan kelas. Pada tahap akhir pembelajaran, siswa secara individu ditugaskan menulis intisari bacaan secara bebas, artinya menggunakan kemampuannya sendiri tanpa tergantung dari ringkasan kelompok yang tadi disusunnya.

c. Metode ReQuest 1) Tujuan

Secara umum ReQuest bertujuan agar meningkatkan kemampuan siswa dalam (1) menyusun pertanyaan bacaan dan mengembangkan perilaku bertanya secara mandiri, (2) mengadopsi aktivitas aktif dalam memperoleh sikap baca yang baik, (3) memperoleh tujuan membaca yang rasional, dan (4) mengembangkan keterampilan membaca pemahaman.

2) Rasional

Manzo sebagai penggagas ReQuest menyatakan bahwa walaupun pertanyaan dan tujuan membaca yang disusun guru memiliki peranan yang


(30)

penting dalam meningkatkan kemampuan siswa memahami bacaan, kemampuan siswa dalam menyusun pertanyaan sendiri dan menentukan tujuan bacanya sendiri memiliki peranan yang lebih penting dalam membangun kemampuan membaca pemahaman siswa. Kedua keterampilan ini menurutnya mampu memfasilitasi siswa guna secara aktif memperoleh sikap baca dan kemampuan untuk menguji alternatif metode baca yang dipilih sekaligus menentukan secara tepat dari mana informasi berasal. Sekaitan dengan kenyataan ini, dia menyatakan bahwa metode baca ini akan mampu membimbing siswa dalam mentransfer kemampuan memecahkan masalah yang dibutuhkan pada setiap konteks bacaan yang berbeda.

3) Tahapan Metode ReQuest

Metode ReQuest dilaksanakan dalam beberapa tahapan pembelajaran sebagai berikut.

Tahap Prabaca

a) Mempersiapkan bahan bacaan.

Tahapan ini bertujuan untuk menyiapkan berbagai bahan bacaan yang dibutuhkan dalam pembelajaran sejalan dengan tingkat baca siswa, tujuan membaca yang diharapkan, dan tingkat kemampuan siswa dalam membuat prediksi

b) Mengembangkan keterbacaan metode.

Tahapan ini bertujuan untuk memperkenalkan metode ReQuest kepada para siswa sehingga para siswa memahami benar penerapannya dalam kegiatan baca yang akan dilaksanakannya. Selain itu pada tahapan ini perlu dilakukan kegiatan yang bertujuan untuk (1) mengembangkan minat siswa terhadap penggunaan metode ReQuest, (2) memperkenalkan kosakata terpilih, (3) mengembangkan skemata siswa yang bertalian dengan isi bacaan, (4) memberikan pemahaman terhadap siswa tentang peran dan tahapan metode ReQuest.

c) Mengembangkan perilaku bertanya pada para siswa

Pada tahapan isi guru dan siswa sama aktif untuk melakukan berbagai aktivitas guna mampu menumbuhkan kebiasaan bertanya sebelum melaksanakan kegiatan membaca. Kegiatan ini dilakukan terhadap penggalan wacana awal (wacana yang disajikan bukan wacana utuh, melainkan hanya penggalan wacana bagian awal). Beberapa aktivitas tersebut antara lain (1) membaca dalam hati kalimat pertama dari penggalan wacana terpilih, (2) siswa bertanya kepada guru, (3) guru merespons pertanyaan siswa dengan menjawab pertanyaan, (4) guru membantu siswa membuat pertanyaan yang lebih bermutu atau


(31)

membetulkan pertanyaan siswa yang keliru (ke luar dari konteks wacana), (5) siswa membaca seluruh penggalan wacana yang diterimanya, dan (6) guru bertanya kepada siswa beberapa pertanyaan dengan menggunakan berbagai jenis pertanyaan sebagai model bagi siswa nantinya ketika akan menyusun pertanyaan. Pada tahap ini guru harus banyak memberikan pujian bagi siswa yang mengajukan pertanyaan dengan menggunakan pernyataan “pertanyaan yang bagus”, “saya juga ingin bertanya sebaik kamu”, atau “saya sungguh terkesan dengan pertanyaanmu”, dan sebagainya.

d) Mengembangkan perilaku siswa membuat prediksi.

Pada tahap ini siswa membuat berbagai prediksi atas isi bacaan. Tugas guru adalah memvalidasi kebenaran prediksi yang dibuat siswa dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berguna untuk membangun keyakinan siswa atas prediksi yang disusunnya. Beberapa pertanyaan tersebut di antaranya “Mengapa kamu berprediksi demikian?”, “Menurutmu apa yang akan terjadi kemudian”, “Mengapa kamu berpikir demikian? Coba baca lagi wacana tersebut!” Jika seluruh siswa telah mampu menyusun prediksi yang masuk akal, guru membagikan wacana utuh dan menyuruh siswa untuk membaca dalam hati seluruh wacana tersebut.

Tahap Membaca

e) Membaca dalam hati wacana.

Pada tahap ini siswa membaca dalam hati wacana utuh yang diterimanya. Pada tahap ini guru membantu siswa yang mengalami kesulitan membaca tetapi tidak sampai mengganggu aktivitas yang dilakukan siswa dan tidak mengganggu kegiatan berpikir yang sedang siswa lakukan

f) Membuat simpulan isi wacana.

Setelah siswa selesai membaca, ajak siswa untuk menguji prediksi yang dibuatnya. Berdasarkan prediksi ini, siswa selanjutnya diarahkan mampu membuat simpulan isi bacaan.

Tahapan Pascabaca g) Tahap tindak lanjut.

Pada tahap ini siswa diharapkan menyampaikan ringkasan isi bacaan secara lisan. Kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah menyuruh siswa membuat wacana lain sejenis, menyusun cerita berdasarkan versinya, dan atau mengubah cerita ke dalam bentuk wacana lain.


(1)

Tahap Membaca

c) Tahap Kegiatan Kelompok

Siswa mengatur tempat duduknya berdasarkan kelompok yang telah ditetapkan guru. Siswa berkelompok membaca materi dan mengerjakan soal-soal turnamen yang diberikan guru. Soal yang diberikan hendaknya memiliki tingkat kesulitan yang berbeda sesuai dengan kemampuan anggota kelompok yang juga heterogen. Peran guru dalam tahap ini adalah sebagai fasilitator dan motivator kegiatan setiap kelompok.

d) Tahap Turnamen Akademik

Guru mengelompokkan siswa (yang memiliki kemampuan akademik homogen dari kelompok yang heterogen) dalam satu meja turnamen. Mereka bersaing/berkompetisi mengerjakan soal guna mendapatkan nilai yang terbaik bagi kelompoknya. Selanjutnya guru menyampaikan aturan permainan yang harus diikuti oleh setiap siswa dalam pelaksanaan turnamen akademik.

e) Tahap Perhitungan Skor

Perhitungan skor dilakukan berdasarkan jawaban benar yang dibuat masing-masing siswa.

f) Tahap Penghargaan Kelompok

Penghargaan kelompok ditentukan berdasarkan rata-rata skor kelompok berdasarkan skor yang diperoleh masing-masing anggotanya. Kelompok yang paling banyak menjuarai turnamen selanjutnya diberi penghargaan khusus oleh guru.

Tahap Pascabaca g) Penutup

Pada tahap ini, guru mengulas mengenai materi dan soal-soal turnamen yang telah dipelajari. Selanjutnya guru menguji pemahaman siswa secara menyeluruh dengan jalan menugaskan siswa menceritakan isi bacaan dengan bahasanya sendiri.

c. Metode Jigsaw Membaca 1) Tujuan

Pembelajaran jigsaw membaca adalah salah satu tipe pembelajaran membaca yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Kegiatan belajar jigsaw membaca menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara sehingga selain meningkatkan kemampuan membaca siswa juga dapat meningkatkan tiga keterampilan berbahasa yang


(2)

2) Rasional

Metode jigsaw membaca merupakan metode pembelajaran membaca yang diturunkan dari model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Slavin (2005) bahwa aktivitas-aktivitas Jigsaw meliputi hal sebagai berikut.

a) Membaca, siswa memperoleh topik-topik permasalahan untuk dibaca sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut.

b) Diskusi kelompok ahli, siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok (kelompok ahli) untuk mendiskusikan topik permasalahan tersebut.

c) Laporan kelompok, ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan hasil diskusinya kepada anggota kelompoknya masing-masing.

d) Kuis, siswa memperoleh kuis individu/perorangan yang mencakup semua topik permasalahan.

e) Perhitungan skor kelompok dan menentukan perhargaan kelompok.

Model belajar kooperatif tipe Jigsaw memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat melakukan kerja sama dengan anggota kelompoknya dalam menghadapi segala persoalan yang dihadapi. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa didorong untuk lebih aktif dan setiap pembelajaran yang dilakukannya pun akan lebih bermakna. Dalam Jigsaw, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

3) Tahapan Metode Jigsaw Membaca

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Slavin tentang aktivitas-aktivitas pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, metode jigsaw membaca memiliki beberapa tahap sebagai berikut.

Tahap Prabaca

a) Tahap Pembentukan Kelompok,

Pada tahap ini, guru mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Pembentukan kelompok-kelompok-kelompok-kelompok siswa tersebut dapat dilakukan oleh guru berdasarkan pertimbangan tertentu, seperti kemampuan akademis siswa maupun karakteristik lainnya. Selanjutnya guru mulai membagi tugas baca yang harus dilakukan siswa pada setiap kelompok baik ahli maupun kelompok asal.


(3)

Tahap Membaca

b) Tahap Kerja Kelompok Ahli

Pada tahap ini setelah siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, di dalam Jigsaw ini setiap anggota kelompok diberi tugas untuk mempelajari suatu materi tertentu. Kemudian siswa–siswa atau perwakilan dari kelompoknya masing-masing yang mempelajari suatu materi yang sama bertemu dengan anggota-anggota dari kelompok lain dalam kelompok ahli. Materi tersebut didiskusikan sehingga masing-masing perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut.

c) Tahap Kerja Kelompok Asal.

Pada tahap ini masing-masing perwakilan kelompok kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan pada teman satu kelompoknya mengenai materi yang telah didiskusikan pada kelompok ahli, sehingga semua anggota kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan oleh guru.

Tahap Pascabaca d) Tahap Evaluasi.

Pada tahap siswa diberi tes/kuis oleh guru dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan yang telah dimiliki siswa dalam memahami suatu materi dengan metode belajar kooperatif tipe Jigsaw. Setelah kuis selesai, dilakukan perhitungan skor perkembangan individu dan skor kelompok serta menentukan tingkat penghargaan pada kelompok.

d. Metode Bill Jamar 1) Tujuan

Metode ini sebenarnya merupakan siklus belajar multiliterasi dikembangkan oleh Bill dan Jamar (2010). Bill dan Jamar (2010) menjelaskan bahwa siklus belajar multiliterasi untuk mata pelajaran matematika dapat digunakan sebagai sebuah metode pembelajaran membaca bidang matematika. Tujuan utama metode ini adalah agar siswa mampu memahami matematika dengan mudah terutama dalam hal memecahkan masalah matematika serta mampu mengomunikasikan matematika.

2) Rasionalisasi

Matematika tidak terlepas dari konsep bahasa. Oleh sebab itu, muncullah bahasa matematika. Yang membedakan bahasa matematika dengan konsep bahasa secara umum hanyalah bahwa bahasa matematika


(4)

idenya. Bertemali dengan hal ini, mempelajari matematika dapat dilakukan dengan meminjam pola-pola pembelajaran bahasa.

3) Tahapan Metode Bill Jamar

Tahapan metode Bill Jamar adalah sebagai berikut. Tahap Prabaca

1. Setup

Pada tahap ini siswa diberikan penjelasan tentang ekspektasi pembelajaran yang akan dilaksanakan. Guna meyakinkan pemahaman siswa, guru meminta siswa menuliskan harapan mereka mempelajari materi yang akan dibahas dengan bahasa mereka sendiri. Pada tahap ini siswa juga dipandu untuk merumuskan pertanyaan penting seputar materi yang akan dipelajari baik dalam hal konsep maupun proses penyelesaian tugas. Kegiatan ini perlu dilakukan guna membangun motivasi dan minat siswa belajar sekaligus membangun kesadaran diri tentang perlunya mempelajari hal tersebut dengan sungguh-sungguh.

Tahap Membaca 2. Explore

Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan eksplorasi secara individu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Setelah proses kerja individu, siswa baru melakukan kerja sama dengan teman kelompoknya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dianggap lebih kompleks. Proses kerja kelompok harus dilakukan dengan berbasis konsep kolaboratif dan kooperatif sehingga setiap siswa berkontribusi bagi kelompoknya.

3. Share and discuss

Pada tahap ini siswa mendiskusikan berbagai solusi yang dapat digunakan untuk menjawab tugas yang telah diberikan guru. Dengan demikian proses berbagi dan berdiskusi ini lebih ditekankan pada cara dan proses penyelesaian tugas yang telah dilakukan oleh masing-masing siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu menyelesaikan tugas berdasarkan cara mereka sendiri sehingga proses bermetakognisi berjalan selama pembelajaran.

Tahap Pascabaca 4. Presenting

Tahap ini sebenarnya terintegrasi dengan tahap ketiga. Namun demikian karena tahap ini lebih ditekankan untuk membangun kompetensi komunikasi matematis, tahap ini dikhususkan keberadaannya. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang dilakukan bukan hanya bertujuan untuk membangun kemampuan siswa memecahkan masalah matematis


(5)

namun lebih jauh mampu mengomunikasikannya sehingga kemampuan literasi matematis benar-benar secara utuh dikuasai siswa.

e. Metode Eksplorasi Masalah Matematis 1) Tujuan

Metode ini sebenarnya merupakan siklus belajar matematika yang digagas oleh Polya. Metode pembelajaran ini dirancang untuk memecahkan masalah dalam matematika. Pemecahan masalah yang dimaksud biasanya dalam bentuk soal cerita. Oleh sebab itu, tujuan utama metode ini adalah membina kemampuan siswa memecahkan masalah matematis dalam konteks soal cerita.

2) Rasionalisasi

Soal cerita dalam pembelajaran matematika merupakan soal atau kasus matematika yang disajikan dalam kerangka tuturan bahasa. Oleh sebab itu, guna mampu memecahkan masalah dalam kasus cerita siswa harus memiliki dua kemampuan sekaligus yakni kemampuan pemaknaan bahasa dan kemampuan komputasi matematis. Metode Eksplorasi Masalah Matematis (EMM) merupakan metode yang dikembangkan secara khusus untuk membina siswa memahami dan menyelesaikan berbagai masalah matematis yang terdapat dalam soal cerita. Oleh sebab itu, metode ini merupakan metode yang tepat digunakan untuk menyelesaikan kasus matematis.

3) Tahapan Metode EMM

Tahapan metode EMM adalah sebagai berikut. Tahap Prabaca

a) Pengenal Konteks

Pada tahap ini siswa berupaya mengemukakan berbagai pengetahuan awalnya tentang kasus yang disajikan guru. Penggalian skemata ini dimaksudkan agar siswa lebih bisa memahami arah masalah yang disajikan. Akhir tahap ini adalah siswa menentukan masalah utama yang harus dipecahkan.

b) Penentuan Kerangka Pemecahan Masalah

Pada tahap ini siswa secara individu mulai merancang bagaimana memecahkan masalah. Kerangka pemecahan masalah ini masih bersifat hipotetis sehingga guna menguji keefektifannya harus dilakukan langkah-langkah selanjutnya.

Tahap Membaca c) Membaca Kasus


(6)

informasi yang ditemukan harus terdiri atas dua bagian yakni bagian deskripsi bahasa dan nilai angka matematis.

d) Menentukan Cara Pemecahan Kasus

Pada tahap ini siswa mulai memecahkan masalah yang dihadapi. Guna lebih mengaktifkan pembelajaran tahapan ini dapat dilakukan dengan jalan berdiskusi secara kooperatif dan kolaboratif. Pada akhir tahapan ini siswa harus mampu menemukan cara yang dapat dipilih dan digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

e) Menguji Pemecahan Kasus

Berdasarkan temuan pada tahap sebelumnya, siswa mulai menguji keefektifan cara yang telah diperolehnya. Pengujian ini dilakukan baik dalam aspek ketepatan pemecahan masalah maupun pengujian pembuktian. Melalui dua cara pengujian ini, cara yang ditemukan akan benar-benar diyakini ketepatannya dalam memecahkan masalah.

Tahap Pascabaca

f) Komunikasi Pemecahan Masalah

Pada tahap ini perwakilan kelompok menyajikan hasil kerja kooperatif kolaboratifnya di depan kelas. Sanggahan dan masukan dari kelompok lain dilakukan pada tahap ini. Tujuan utama tahap ini adalah membina kemampuan komunikasi matematis siswa.

g) Penarikan Kesimpulan

Pada tahap ini siswa menarik simpulan. Simpulan yang dimaksud adalah cara efektif yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah serupa yang bisa saja ditemui siswa dalam pembelajaran yang lain. Cara ini pula yang nantinya akan digunakan siswa untuk menyelesaikan masalah sejenis dalam tes hasil belajar.

Demikianlah beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran literasi membaca berbasis MID. Metode-metode tersebut seyogyanya dilengkapi dengan bahan ajar yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda disesuaikan dengan tingkat kemampuan, gaya belajar, dan minat siswa. Hal lain yang harus disiapkan adalah lembar kerja proses. Lembar kerja proses ini akan berfungsi mengukur aktivitas siswa pada setiap tahapan metode yang digunakan. Dengan demikian, lembar kerja proses ini akan dinilai secara formatif sehingga akan menghasilkan sapu balik yang sangat berfungsi bagi pengembangan dan peningkatan kemampuan literasi membaca siswa.