BAB VI PEMBELAJARAN LITERASI MEMBACA BERBASIS MID
A. Kemampuan Literasi Membaca
Pertanyaan tentang apa membaca merupakan pertanyaan yang sering diajukan. Memang mudah menjawab pertanyaan tersebut. Namun di sisi lain
terkadang sukar untuk memberikan penafsiran yang tepat tentang makna membaca. Hal ini sangat wajar sebab membaca dapat ditafsirkan secara luas
bergantung sudut pandang orang yang memberikan definisi tentang membaca. Berkenaan dengan keberagaman definisi membaca, Rayner et al. 2001
menyatakan bahwa setiap definisi membaca dapat dibedakan atas dasar aspek praktik, logika, ataupun programnya dan masing-masing aspek tersebut memiliki
seperangkat entailmen yang berpengaruh terhadap isu-isu keilmuan dan pendidikan.
Sejalan dengan kenyataan di atas, keragaman pengertian tentang membaca sebenarnya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama ialah kenyataan bahwa apa
yang biasa disebut membaca itu adalah sesuatu yang rumit dan unik keadaannya, sehingga belum pernah ada seorang pun, betapa pun tingginya dan keahliannya
serta pengalamannya dalam mempelajari masalah membaca, yang berhasil baik merumuskan atau mendefinisikan membaca itu dengan tepat. Kedua, karena orang
atau kelompok orang yang merumuskan pengertian tentang membaca itu berbeda dalam teori, tujuan, dan pemilihan aspek membaca.
Ditinjau dari teori yang dipakai sebagai landasannya membaca pada prinsipnya dapat didefinisikan dari dua segi yakni membaca sebagai proses dan
membaca sebagai hasil. Membaca sebagai proses pada dasarnya adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan arti dari kata-kata tertulis. Membaca adalah
sebuah proses berpikir, yang termasuk di dalamnya mengartikan, menafsirkan arti, dan menerapkan ide-ide dari lambang. Cox 1999: 271 menyatakan bahwa
membaca adalah dua tingkat proses dari penerjemahan dan pemahaman: pengarang menulis pesan berupa kode tulisan, dan pembaca mengartikan kode
itu. Secara lebih sederhana, Anderson 1972: 200 menyatakan bahwa membaca adalah proses membentuk arti dari teks-teks tertulis.
Dalam tinjauan proses, membaca juga didefinisikan sebagai proses pengalahan informasi yang kompleks. Silberstain 1994: 12 menyatakan
membaca merupakan keterampilan yang kompleks dalam mengolah informasi, pembaca berinteraksi dengan teks dalam upaya menciptakan kembali makna dari
sebuah wacana. Sejalan dengan pendapat tersebut, Linse 2005: 69 mengemukakan bahwa membaca merupakan seperangkat keterampilan berpikir
untuk menggali makna yang terkandung dalam bacaan. Oleh sebab itu, seorang
128
pembaca harus mampu menyandikan lambang-lambang bahasa tertulis dan juga memahami apa yang dibacanya. Kedua kemampuan ini merupakan kemampuan
pokok yang bersifat hierarki yang artinya pemahaman tidak akan terbentuk jika pembaca tidak mampu menyandikan lambang bahasa tulis dalam teks yang
dibacanya.
Bertemali dengan pendapat Linse, Rubin 1995: 130 berpendapat bahwa membaca merupakan kemampuan yang kompleks yang dilakukan melalui sebuah
proses yang dinamis untuk membawa dan mendapatkan makna dari sebuah teks. Berdasarkan pengertian ini, membaca bukanlah kegiatan menyuarakan lambang-
lambang tertulis semata, tetapi juga untuk mampu memahami materi yang dibaca. Oleh sebab itu, proses membaca mengandung beberapa domain penting yakni
domain afektif, domain perseptual, dan domain kognitif. Berdasarkan proses yang lengkap ini, pembaca akan mampu memadukan pengetahuan dan pengalaman
yang dimilikinya dengan pengetahuan baru yang diperolehnya melalui pemanfaatan stabilitas emosinya sehingga akan dihasilkan pemahaman,
interpretasi, dan daya kritis terhadap teks yang dibacanya.
Membaca dalam pandangan lain tidak hanya merupakan proses yang memerlukan kemampuan menyandikan dan memahami apa yang dibaca
melainkan sebuah proses yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini diungkapkan Anderson 2003: 58 yang menyatakan bahwa membaca
merupakan proses berpikir yang dilakukan pembaca untuk memadukan berbagai informasi dari teks dengan pengetahuan awal yang dimilikinya agar terbangun
makna yang utuh. Sejalan dengan pengertian ini, pembaca harus menguasai berbagai strategi membaca sehingga ia akan memiliki kemampuan membaca
dengan cepat sekaligus beroleh pemahaman yang cukup.
Membaca sebagai produk dapat didefinisikan sebagai pemahaman atas simbol-simbol bahasa tulis yang pelajari seseorang. Tompkins dan Hoskinsson
1991: 268 menyatakan bahwa kegiatan akhir dari membaca adalah diperolehnya sejumlah pemahaman konstruksi makna atas teks yang telah dibacanya. Dalam
dimensi ini, pembaca harus pula membandingkan, menginterpretasi, mengklasifikasi, dan mengevaluasi pemahamannya melalui berbicara dan
menulis. Dari reaksi itu lebih lanjut terjadi kegiatan rekognisi, yakni pengenalan bentuk dalam kaitannya dengan makna yang dikandungnya serta pemahaman
yang seluruhnya masih harus memiliki tahap kegiatan tertentu.
Dalam dimensi produk, Patel dan Jain 2008: 114 menjelaskan bahwa membaca merupakan salah satu bentuk pengalaman untuk berhubungan dengan
pikiran penulis dan teks yang ditulisnya sehingga akan dihasilkan sebuah pemahaman utuh atas makna yang terkandung dalam sebuah bacaan. Berdasarkan
pendapat ini dapat dikatakan bahwa hasil kegiatan membaca merupakan
129
pemahaman atas apa yang dibaca. Pemahaman tersebut bersifat menyeluruh, kritis, dan kreatif sehingga hasil produk membaca bisa juga merupakan perluasan
pemahaman itu sendiri.
Di tinjau dari tujuannya membaca juga dapat didefinisikan secara beragam. Rubin 1995: 133-135 memandang membaca merupakan proses
berpikir yang melibatkan kemampuan word meaning dan verbal reasoning untuk beroleh pemahaman atas bahan bacaan yang dibaca. Pada tahap selanjutnya,
membaca dapat didefinisikan sebagai kegiatan memberikan pertimbangan atas informasi yang terdapat dalam bahan bacaan. Pada tahap akhir, membaca
merupakan kegiatan kreatif yang menggunakan keterampilan berpikir meluas yang melampaui pemahaman literal, interpretasi, dan daya kritis sehingga akan
dihasilkan solusi alternatif terhadap apa yang telah diungkapkan pengarang bacaan.
Bertemali dengan beberapa konsep di atas, Sisson Sisson 2014 mengembangkan konsep membaca cermat. Membaca cermat adalah proses
membaca yang dilakukan secara berulang terhadap teks yang bersifat kompleks yang bertujuan untuk mencapai tiga tahap pemahaman yakni pemahaman literal,
pemahaman inferensial, dan pemahaman evaluatif. Guna mencapai ketiga level pemahaman ini, proses membaca dilakukan berdasarkan 10 kerangka kerja
membaca cermat, meliputi aktivitas mengidentifikasi teks, menetapkan tujuan membaca, memilih model membaca, mengakses teks, menyelesaikan siklus
membaca kesatu dan menyajikan pertanyaan, mendiskusikan isi teks, menyelesaikan siklus membaca kedua menyajikan tugas, mendiskusikan isi teks,
menyelesaikan siklus membaca kedua menyajikan tugas, dan mendiskusikan isi teks.
Lebih lanjut tentang membaca cermat, Lapp, et al. 2015 menyatakan membaca cermat merupakan proses membaca yang sangat penting karena sejalan
dengan standar pembelajaran literasi dewasa ini. Melalui kegiatan membaca cermat, siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya dalam 1
memahami umum isi teks secara umum; 2 menemukan detail kunci teks; 3 mengembangkan kosakata dan memahami struktur teks; 4 memahami tujuan
penulis; 5 membuat inferensi isi bacaan; 6 mengembangkan opini, argumen, dan menghubungkan berbagai teks. Berdasarkan fungsi membaca cermat ini,
melalui membaca cermat siswa tidak hanya akan beroleh pemahaman dangkal terhadap teks kompleks namun lebih jauh mampu mengevaluasi beragam teks
yang kompleks.
Selain pengertian-pengertian di atas, terdapat pula beberapa pengertian tentang membaca berdasarkan pemilihan aspek membaca yang dijadikan pusat
perhatiannya. Flemming 2012: 21 misalnya, mendefinisikan membaca sebagai
130
kegiatan membedakan fakta dan opini; memahami bahasa-bahasa figuratif; menganalisis argumen; dan memahami karya sastra. Sejalan dengan Flemming,
Hahn 2002: 75; 95 juga mengartikan membaca sebagai kegiatan memahami dan mengapresiasi karya sastra guna beroleh makna yang terkandung di dalamnya dan
membaca merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginterpretasi dan mengkritisi informasi dari teks-teks nonfiksi.
Dalam konsep literasi, membaca ditafsirkan sebagai usaha memahami, menggunakan, merefleksi, dan melibatkan diri dalam berbagai jenis teks dalam
rangka mencapai suatu tujuan yakni untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi seseorang dan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Berdasarkan
definisi ini, membaca diartikan sebagai kegiatan membangun makna, menggunakan informasi dari bacaan secara langsung dalam kehidupan, dan
mengaitkan informasi dari teks dengan pengalaman pembaca. Membaca dalam pengertian ini sangat membutuhkan kemampuan menganalisis dan menyintesis
informasi sehingga pemahaman yang dihasilkan memiliki struktur makna yang kompleks. Lebih lanjut, upaya menganalisis dan menyintesis informasi hanya
dapat dilakukan jika seorang pembaca terlibat langsung dengan teks atau termotivasi untuk membaca teks tersebut. Teks yang dibaca juga dapat sangat
beragam baik dari segi isi, bentuk, jenis maupun media yang digunakan. Bertemali dengan konsep ini, tes standar yang digunakan PISA memiliki tingkat
kesulitan lebih tinggi bagi siswa Indonesia dibandingkan dengan tes standar yang biasa diujikan guru di sekolah.
Bagian kedua dari pengertian literasi membaca juga mengandung makna mendalam tersendiri. Frase dalam rangka mencapai tujuan mengindikasikan
bahwa membaca tidak terlepas dari tujuan apa yang diharapkan dicapai oleh pembacanya. Dengan kata lain membaca haruslah dilakukan dengan berdasar
pada tujuan membaca tertentu. Membaca juga harus dimanfaatkan untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi pembaca sehingga ia mampu
berpartisipasi dalam masyarakat. Partisipasi di sini di dasarkan atas teks yang berhasil dipahaminya secara utuh. Oleh sebab itu, tes standar PISA senantiasa
melibatkan aspek sosial sebagai salah satu bagian pengukuran kemampuan membaca.
Atas dasar makna literasi membaca ini, penilaian membaca yang dilakukan PISA senantiasa dikemas dalam sebuah tes standar dengan
memerhatikan 1 jenis teks yang digunakan, 2 aspek pemahaman, dan 3 aspek situasi sosial. Jenis teks yang digunakan sangat beragam baik dari segi media,
format, jenis, maupun lingkungannya. Aspek pemahaman yang diuji pun beragam dari tataran yang sederhana hingga yang kompleks yakni 1 mengakses dan
mengambil informasi dari teks, 2 mengintegrasikan dan menafsirkan apa yang
131
dibaca, dan 3 merefleksi dan mengevaluasi teks dan menghubungkannya dengan pengalaman pembaca. Aspek situasi sosial menuntut pembaca memahami tujuan
penulis menulis teks. Beberapa aspek situasi yang digunakan dalam tes standar PISA adalah personal, masyarakat umum, pendidikan, dan dunia kerja OECD,
2013
Berdasarkan ketiga komponen tes standar PISA di atas, aspek pemahaman yang terkandung dalam instrumen penilaian PISA perlu mendapatkan perhatian
khusus. Tes PISA senantiasa membutuhkan kemampuan testi dalam hal mengakses dan mengambil informasi dari teks. Kemampuan ini berhubungan
dengan keterampilan testi dalam mencari, memilih, dan mengumpulkan informasi khusus secara cepat dan tepat dari sebuah teks. Kemampuan ini tidak selalu
mudah terutama jika dihubungkan dengan jenis teks yang digunakan sebab setiap teks memiliki struktur yang berbeda-beda. Kemampuan kedua adalah kemampuan
mengintegrasikan dan menafsirkan apa yang dibaca. Kemampuan ini menuntut testi untuk memahami benar hubungan bagian-bagian teks terutama dalam hal
pola pengembangan teks dan mampu mengambil inferensi dari pola hubungan teks tersebut. Kemampuan menafsirkan menuntut testi mampu membuat
penafsiran teks atas dasar sesuatu yang berada di luar teks sehingga testi akan menemukan asumsi dan implikasi yang terkandung dalam teks. Hal ini tentu saja
membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan pemahaman yang ketiga lebih kompleks lagi yakni merefleksi dan mengevaluasi teks dan
menghubungkannya dengan pengalaman pembaca. Kemampuan ini akan menuntut testi terampil dalam menghubungkan informasi dari teks dengan
pengalamannya dan akhirnya mampu menilai kebenaran pengetahuan atau pesan tertentu yang terkandung di dalam teks tersebut.
Berdasarkan struktur tes yang dikembangkan PISA di atas, dapat disimpulkan bahwa Soal-soal membaca dalam studi PISA lebih banyak mengukur
kemampuan bernalar, pemecahan masalah, berargumentasi dan berkomunikasi daripada soal-soal yang mengukur kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan
ingatan dan pemahaman semata. Lebih lanjut, soal-soal PISA juga mengukur tingkatan kemampuan siswa dari sekedar mengetahui fakta, prosedur atau konsep
hingga menggunakannya untuk memecahkan masalah yang sederhana sampai masalah yang memerlukan penalaran tinggi. Bertemali dengan kondisi ini, sangat
wajar jika rata-rata siswa Indonesia memiliki kemampuan membaca yang rendah.
Sejalan dengan pandangan PISA terhadap membaca, kemampuan literasi membaca lebih berkenaan dengan konsep membaca pemahaman. Membaca
pemahaman secara sederhana dapat diartikan sebagai proses sungguh-sungguh yang dilakukan pembaca untuk memperoleh informasi, pesan, dan makna yang
terkandung dalam sebuah bacaan. Lewin 2003: 2 menjelaskan bahwa membaca
132
pemahaman merupakan proses kompleks yang melibatkan kemampuan visual yang berfungsi untuk memaknai kode-kode bahasa dan kemampuan berpikir yang
berfungsi untuk membangun interpretasi makna. Sejalan dengan pendapat Lewin, Tankersley 2005: 108 mendefinisikan membaca pemahaman sebagai proses
menggali dan membangun makna secara bersinambungan melalui interaksi dan keterlibatan dengan bahasa tulis. Kegiatan ini minimalnya akan melibatkan dua
keterampilan dasar membaca yakni keterampilan visual dan keterampilan kognitif. Kedua keterampilan akan berperan secara timbal balik selama seseorang
melakukan kegiatan membaca pemahaman.
Block, et al. 2004: 3 lebih lanjut mengemukakan bahwa membaca pemahaman merupakan proses aktif yang ditandai adanya kemampuan berpikir
secara interaksional untuk membangun hubungan antara proses berpikir pembaca, konteks tekstual, skema pembaca, harapan pembaca, dan tujuan membaca. Sejalan
dengan pendapat ini, Rosenblatt Moreillon, 2005: 19 menjelaskan bahwa membaca pemahaman merupakan sebuah proses transaksional antara pembaca,
teks, dan penulis yang akan melahirkan interpretasi yang unik dan beragam.
Grabe dan Stoller 2002: 17 mengemukakan bahwa membaca pemahaman secara umum adalah sebuah proses aktif yang ditandai adanya
penggunaan kemampuan untuk memahami informasi dalam teks dan adanya interpretasi yang dibutuhkan terhadap teks tersebut. Sejalan dengan pengertian ini
kemampuan membaca pemahaman dalam pandangan Grabe dan Stoller 2002: 18 merupakan kemampuan pembaca untuk memahami, menginterpretasi, dan
mengkreasi ide baru berdasarkan teks yang dibaca. Secara lebih luas, Dorn dan Soffos 2005: 7 mengemukakan bahwa kemampuan membaca pemahaman
adalah kemampuan yang dimiliki pembaca dalam memahami isi bacaan sebagai hasil berpikir dengan menerapkan strategi pemecahan masalah yang didasari
kemampuan berpikir reflektif. Berdasarkan beberapa pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman merupakan kegiatan membaca yang
dilakukan secara cermat dan teliti guna beroleh pemahaman atas isi bacaan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas jelas tampak bahwa keragaman pengertian membaca dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan atau pendekatan
yang digunakannya. Demikian pula dengan perbedaan tujuan membaca, aspek membaca yang dijadikan pusat perhatiannya, akan melahirkan pengertian
membaca yang beraneka ragam. Apabila pengertian-pengertian di atas ditelaah satu per satu, dapatlah dikatakan bahwa perbedaan antar pengertian-pengertian
membaca itu lebih banyak terletak pada perbedaan lingkup masalah yang dimaksudkan ke dalam kegiatan membaca daripada perbedaan maknanya. Oleh
sebab itu, penulis berkesimpulan bahwa berdasarkan segi perbedaan lingkup
133
tersebut, dapat dibedakan tiga macam pengertian membaca, yaitu pengertian sempit, agak luas, dan pengertian yang luas.
Pengertian membaca secara sempit yaitu pengertian yang menganggap membaca itu sebagai proses melisankan lambang bahasa tulis. Dalam pengertian
yang sempit ini tidak termasuk proses pemahaman dan penafsiran makna, tetapi hal tersebut dipandangnya sebagai bagian dari proses berpikir yang menyertai
proses membaca. Pengertian yang kedua adalah pengertian yang agak luas. Dalam pengertian ini, di samping masalah mekanisme membaca, proses pengenalan
makna kata-kata dan frase penyusun bacaan di satu pihak dan proses pemanduan atau penataan berbagai unsur makna menjadi satu kesatuan ide. Pada dasarnya
pengertian ini memusatkan diri pada proses pemahaman makna atau isi bacaan saja. Pengertian yang ketiga adalah pengertian yang luas. Dalam pengertian ini
meliputi pula proses kritis-kreatif terhadap bacaan dalam menemukan signifikasi, nilai, fungsi, dan dihubungkan isi bacaan itu dengan suatu masalah kehidupan
yaitu lebih luas serta dampak dari masalah yang dipaparkan pengarang. Pengertian membaca ini dipandang sebagai pengertian yang paling sesuai dengan konsep
kemampuan literasi membaca.
B. Konsep Dasar Pembelajaran Literasi Membaca