Pengertian Filsafat BAGIAN I PENGANTAR DAN SEJARAH FILSAFAT PENDIDIKAN BAB I HAKEKAT FILSAFAT 1.1. Filsafat Timbul dari Dorongan Untuk Mengetahui

Bangsa Yunani, leluhur peradaban manusia Barat, pertama kali berhasil menemukan dan menetapkan sarana-sarana seperti logika, yaitu aturan-aturan untuk penalaran logis yang perlu untuk mengangkat filsafat dari tingkat alamiah ke tingkat ilmiah. Pada bangsa-bangsa asli Timur sezaman Yunani Kuno ketika filsafat lahir, unsur-unsur filsafat selalu berhubungan dengan kehidupan religius dan karena itu tidak dapat disebut sebagai filsafat dalam arti yang sesungguhnya. Parmenides, Herakleitos, Pythagoras, Sokrates, Plato dan Aristoteles adalah pemikir-pemikir besar pertama yang mengembangkan tehnik-tehnik baru untuk menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan mendasar menyangkut kehidupan dengan bertumpu pada penalaran murni penalaran yang dikontrol secara ketat oleh hukum-hukum logika. Tokoh- tokoh ini mengembangkan filsafat sebagai ilmu yang sistematis dan metodis. Filsafat sistematis adalah hasil temuan manusia Yunani. Dalam pembicaran selanjutnya, kita akan menggunakan filsafat dalam pengertian kedua ini.

1.3. Pengertian Filsafat

Istilah filsafat berasal dari kata bahasa Yunani philosophia. Kata ini terbentuk dari dua kata dasar, yakni philia kata benda berarti cinta atau philein kata kerja berarti mencintai dan sophia kata benda yang berarti kebijaksanaan, kebenaran. Menurut tradisi filsafat, orang yang pertama kali memakai kata philosophos atau filsuf orang yang mencintai kebijaksanaan adalah Phytagoras. Dari tinjauan etimologis ini menjadi jelas bahwa filsafat secara harafiah berarti cinta akan kebijaksanaan dan filsuf berarti orang yang mencintai kebijaksanaan. Dengan demikian, segera tampak bahwa filsafat adalah suatu aktivitas intelektual yang bersifat dinamis dan bukan suatu pengertian yang statis. Cinta philia atau hasrat menunjuk kepada suatu aspirasi, keterarahan seluruh diri kepada sesuatu yang dicita-citakan, yang belum dimiliki sepenuhnya. Kebijaksanaan dan kebenaran sophia menunjuk kepada sasaran yang dituju oleh aspirasi itu. [4] Berdasarkan pengertian ini, ada beberapa unsur hakiki yang perlu digarisbawahi, yaitu: 1. Sebagai aktivitas intelektual, filsafat selalu terarah kepada kebenaran objek intelek adalah kebenaran. Filsafat tidak pernah berhenti pada suatu pendapat yang sudah mapan dan diterima umum; ia tidak pernah berhenti mempertanyakan. Ia selalu mempertanyakan secara kritis semua pendapat dan pandangan dan tidak menerima begitu secara buta. [5] 2. Filsafat mau mencari sampai ke akar memikirkan secara radikal, radix; akar, mau mencari sampai kepada sesuatu yang paling mendalam yang mendasari kenyataan. Dengan kata lain, filsafat mau menggapai syarat-syarat yang memungkinkan adanya atau terjadinya sesuatu. Inilah yang dalam filsafat dikenal sebagai metode transendental to transcend; melampaui dan mengatasi fakta-fakta dan gejala-gejala yang tampak. 3. Ketulusan dan kejujuran untuk selalu memihak kepada kebenaran, kerendahan hati untuk terus menerus mencari. Dalam hal ini orang perlu membuat suatu pertobatan terus menerus. Ada tiga jenis pertobatan yang perlu untuk mencapai kebenaran, yaitu: a. Pertobatan intelektual. Orang harus terus menerus menjernihkan pandangannya tentang realitas yaitu bahwa kebenaran ada dan harus ditemukan. b. Pertobatan moral. Orang harus selalu mengarahkan diri kepada nilai yang akan membantu perwujudan dirinya dalam penggunaan kebebasan yang memihak kepada nilai. c. Pertobatan religius. Orang harus membuka diri kepada realitas yang lebih tinggi.

1.4. Filsafat dan Ilmu-ilmu Empiris