Metode Khusus Metode Filsafat

kesadaran yang semakin mendalam tentang hubungan antara roh manusia dan kebenaran yang diwahyukan secara penuh dalam diri Yesus Kristus; 2. Filsafat membantu pembentukan intelektual seorang yang beriman dan beragama dalam usahanya untuk mencintai dan menghormati kebenaran loving veneration of truth dan membimbing dia untuk mengakui bahwa kebenaran tidak diciptakan oleh manusia, tetapi diterima sebagai hadiah dari Allah, kebenaran Tertinggi; 3. Filsafat membuat orang sadar bahwa budi manusia mencapai kebenaran objektif dan universal, bahkan kebenaran tentang Allah dan arti terakhir hidup manusia meskipun dalam bentuk terbatas dan sering kali sulit; 4. Pentingnya filsafat bagi orang yang beriman dan beragama memperlihatkan kebenaran bahwa iman tidak dapat bertahan tanpa daya nalar. Karena itu usaha yang tidak berkesudahan untuk memikirkan untuk memikirkan secara mendalam iman merupakan seuatu yang sangat manusiawi.

1.7. Metode Filsafat

Istilah metode berasal dari kata bahasa Yunani Meta yang berarti sesudah atau di belakang atau bersama dengan dan odos yang berarti perjalanan. Berdasarkan arti etimologis ini, metode bisa menunjuk kepada apa yang ingin dicapai pada akhir suatu pencarian. Jadi, suatu metode selalu mengandaikan dua unsur itu, yaitu: 1. Apa yang hendak dicapai atau tujuan; 2. Cara kerja macam mana yang memungkinkan pencapaian tujuan yang dimaksud secara paling efektif dan memberikan hasil paling memuaskan. [11] Perlu dibedakan dua cara memandang metode dalam uraian filosofis, yaitu metode umum dan khusus. [12] 1.7.1. Metode Umum Pada umumnya dalam filsafat, seperti juga dalam karya ilmiah umumnya, dikenal dua metode sejak lama. 1. Metode deduksi. Metode ini selalu bertolak dari hukum-hukum umum untuk menilai dan menguji kasus-kasus khusus. Cara yang lazim untuk metode ini adalah silogisme di mana ada satu premis mayor dan satu premis minor, dan kesimpulan akan ditarik dari hubungan antara kedua premis itu; 2. Metode deduksi. Metode yang bertolak dari kasus-kasus khusus, sambil melihat unsur umum yang ada pada banyak kasus khusus, menetapkan hukum-hukum umum.

1.7.2. Metode Khusus

1.7.2.1.Metode Fenomenologi Metode ini kembangkan oleh Edmund Husserl sebagai metode untuk menjelaskan arti dari sesuatu sejauh sesuatu itu muncul dari kesadaran. Kesadaran menurut Husserl memiliki dua kurub, yaitu kutub subjektif dan kutub objektif. Penjelasan fenomenologis harus memperhatikan kedua aspek dari kesadaran pengalaman. Dalam filsafat pendidikan, metode ini ingin menjelaskan pendidikan sebagai suatu fenomen gejala-gejala dalam kehidupan manusia. Ada tiga tahap dalam metode fenomenologi yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut: 1. Mengurungkan semua pengetahuan yang sudah ada, yaitu pendapat orang dan memusatkan perhatian pada fenomen, yaitu bagaimana sesuatu itu menampakkan diri dalam kesadaran; 2. Reduksi eidetis, yaitu dengan mengurungkan semua aspek tambahan yang tidak perlu sehingga yang tinggal hanya aspek yang paling inti, hakiki, yang universal dan yang mengatasi ruang dan waktu, yang disebut eidos hakikat; 3. Reduksi transendental, yaitu setelah menyisihkan pelbagai pendapat dan unsur-unsur tambahan, maka orang mencapai subjek murni, aku murni yang mengatasi semua pengalaman. Yang diperlukan dalam penjelasan tentang fenomen pendidikan adalah reduksi eidetis. 1.7.2.2.Metode Kritis Metode ini penting dalam membicarakan aliran-aliran filsafat pendidikan nanti. Metode ini menyelidiki paham-paham tentang pendidikan, meneliti sistem-sistem dan teori-teori yang sudah ada. Yang diteliti secara kritis adalah anggapan dasarnya, entah diterima atau tidak. Juga diteliti ketetapan konsistensi dan hubungan logis koherensi teori-teori atau sistem-sistem itu. Konsistensi berarti sesuai dengan asas atau prinsip-prinsip yang dianut. Koherensi berarti keselarasan atau persesuaian satu bagian dengan bagian lain, yang membuat sistem itu menjadi satu kesatuan yang utuh. 1.7.2.3.Metode Transendental Metode transendental bertitik tolak dari fenomena manusiawi yang paling sentral, yaitu fakta kegiatannya berpikir, berbicara, memilih. Tidak dianalisis arti dan nilai yang diungkapkan sebagai isi eksplisit dalam kegiatan itu, melainkan dicari pengandaian- pengandaian yang tersirat atau syarat-syarat mutlak yang memungkinkan pelaksanaan fakta kegiatan tersebut. Pengandaian-pengandaian yang tersirat atau syarat-syarat mutlak yang memungkinkan pelaksanaan fakta kegiatan tersebut. Pengandaian-pengandaian itu ditemukan baik pada phak subjek sendiri yang bertindak, maupun pada pihak objek yang dilibatkan. Setiap kali dibentangkan lagi konsekuensi syarat atau pengandaian yang ditemukan. Dengan demikian secara sistematis disingkapkan struktur-struktur hakiki dalam manusia dan dunianya yang merupakan dasar konstitutif bagi kegiatannya yang faktual.

1.8. Pembagian Filsafat