Dampak investasi modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia

(1)

DAMPAK INVESTASI MODAL MANUSIA

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

INDONESIA

TOMMY HADIYANTO

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2012

Tommy Hadiyanto NRP. H151104464


(4)

(5)

ABSTRACT

TOMMY HADIYANTO. The Impact of Human Capital Investment on Indonesia‟s Economic Growth. Under direction of RINA OKTAVIANI and ALLA ASMARA.

Many studies of economic growth in advanced countries confirm the importance of human capital investment. These statistical investigations indicate that output has increased at a higher rate than can be explained by only the inputs of labor and physical capital. The purpose of this study is to analyze the impact of human capital investment on the Indonesian macro economics and sectoral performances by using the Computable General Equilibrium (CGE) model. The results show that an increase in human capital investment by government (both capital and non-capital expenditures) will have positive effects on several economic indicators such as real GDP, household consumption, and real wage. While in sectoral performances, it will increase all sectoral output and labor demand.


(6)

(7)

RINGKASAN

TOMMY HADIYANTO. Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan ALLA ASMARA.

Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat tergantung pada ketersediaan faktor-faktor produksi yaitu modal fisik dan tenaga kerja. Dalam perkembangan literatur ekonomi pembangunan, selain faktor-faktor produksi tersebut, modal manusia juga terbukti merupakan faktor yang sangat penting dan memainkan peranan kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Modal manusia sangat dipengaruhi oleh permasalahan pendidikan dan kesehatan. Hal ini dikarenakan pendidikan dan kesehatan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia tentunya memiliki potensi modal manusia yang sangat besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Namun jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, proporsi terbesar dari keseluruhan penduduk yang bekerja didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah. Sedangkan jika ditinjau berdasarkan tingkat kesehatan dengan menggunakan indikator angka harapan hidup, Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN yang lain. Kondisi modal manusia Indonesia saat ini tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah dalam mengalokasikan anggaran di bidang pendidikan dan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 dan 34.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis dampak investasi modal manusia melalui kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makro ekonomi di Indonesia dan (2) mengidentifikasi dampak investasi modal manusia melalui kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap kinerja ekonomi sektoral di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan Model Keseimbangan Umum/Computable General Equilibrium (CGE) dari INDOMINI (Oktaviani 2011) yang berinduk pada MINIMAL (Horridge 2001). Terdapat 15 blok persamaan yang digunakan dalam model INDOMINI. Pada penelitian ini, yang membedakan dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan dibedakan menurut jenis belanja, yaitu belanja modal dan bukan modal (belanja rutin). Dengan demikian diharapkan dapat dilakukan perbandingan efektivitas kebijakan pemerintah pada kedua jenis belanja tersebut. Perbedaan lainnya adalah disagregasi Tabel I-O updating tahun 2008 pada sektor jasa sosial kemasyarakatan dan disagregasi upah menurut tingkat pendidikan. Perbedaan juga terdapat pada spesifikasi model dengan menambahkan variabel produktivitas tenaga kerja ke dalam model INDOMINI.

Closure simulasi peningkatan belanja modal pemerintah yang dipakai adalah dengan memberikan shock pada peubah eksogen produktivitas tenaga kerja (a1lab) sebesar 0,77% yang diakibatkan oleh peningkatan belanja modal, sedangkan simulasi peningkatan belanja rutin pemerintah dilakukan dengan


(8)

memberikan shock pada peubah produktivitas tenaga kerja (a1lab) sebesar 0,68% yang diakibatkan oleh peningkatan belanja rutin.

Simulasi kebijakan investasi modal manusia terhadap kinerja ekonomi makro Indonesia menunjukkan bahwa secara umum, dampak yang dihasilkan oleh investasi modal manusia melalui belanja modal pemerintah memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan investasi modal manusia melalui belanja rutin pemerintah. Investasi modal manusia yang dilakukan pemerintah, baik melalui belanja modal maupun belanja rutin menyebabkan peningkatan PDB riil.

Peningkatan output yang terjadi akibat investasi modal manusia akan berdampak pada penawaran/supply barang dan jasa yang ada di pasar. Sesuai dengan mekanisme pasar yang kompetitif, penambahan supply barang dan jasa yang tersedia semakin mendorong turunnya harga barang dan jasa yang diperjualbelikan di pasar (supply-side deflation). Penurunan variabel indeks harga konsumen dan deflator PDB menunjukkan indikasi terjadinya deflasi yang diakibatkan oleh investasi modal manusia.

Dampak simulasi terhadap ketenagakerjaan dapat ditinjau melalui perubahan upah tenaga kerja yang terjadi. Peningkatan belanja modal pemerintah untuk investasi modal manusia (simulasi 1) mengakibatkan upah tenaga kerja di semua tingkat pendidikan mengalami peningkatan. Peningkatan upah yang terjadi disebabkan karena peningkatan output agregat yang mengakibatkan permintaan faktor input komposit oleh produsen juga meningkat. Peningkatan permintaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor input akan mengakibatkan peningkatan upah baik secara nominal dan riil dalam jangka panjang.

Secara sektoral, investasi modal manusia yang dilakukan pemerintah baik melalui belanja modal maupun belanja rutin berdampak terhadap peningkatan output dan penurunan tingkat harga, dimana belanja modal memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan belanja rutin. Sedangkan pada penyerapan tenaga kerja sektoral, dari 31 sektor penelitian terdapat 8 sektor yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja. Investasi modal manusia juga mengakibatkan bergesernya komposisi tenaga kerja dari tenaga kerja berpendidikan rendah ke tenaga kerja berpendidikan tinggi pada jangka panjang.

Berdasarkan hasil penelitian, implikasi kebijakan yang dapat disarankan, adalah: (1) Pemerintah perlu melakukan peningkatan anggaran pada sektor pendidikan dan kesehatan. Tetapi mengingat pengaruh dari belanja modal lebih baik dibandingkan dengan belanja rutin, maka pemerintah harus lebih memfokuskan pada peningkatan anggaran untuk belanja modal. (2) Pemerintah perlu merumuskan suatu kebijakan yang dapat menciptakan lapangan kerja baru dengan mempertimbangkan peningkatan penyerapan tenaga kerja menurut tingkat pendidikan yang diakibatkan oleh investasi modal manusia. (3) Saran untuk penelitian selanjutnya adalah pada spesifikasi model penelitian dibedakan produktivitas tenaga kerja (a1lab) dan elastisitas faktor primer (SIGMA1PRIM) menurut tingkat pendidikan sehingga dapat lebih menggambarkan perubahan permintaan tenaga kerja menurut tingkat pendidikan.


(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(10)

(11)

DAMPAK INVESTASI MODAL MANUSIA TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

TOMMY HADIYANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(12)

(13)

Judul Penelitian : Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Nama : Tommy Hadiyanto

NRP : H151104464

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. Ketua

Dr. Alla Asmara, S.Pt., M.Si. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(14)

(15)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt., M.Si. selaku anggota komisi pembimbing, yang dalam kesibukannya masih meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim M.Ec. selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.selaku perwakilan dari Program Studi Ilmu Ekonomi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPS) IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si. beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPB, semua dosen yang telah mengajar penulis, dan rekan-rekan yang senantiasa membantu penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada istri tercinta Vina Eka Andriyani, S.ST., kedua buah hati penulis: Farah Nabila Hadiyanto dan Rafif Zaidan Hadiyanto, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan do‟a dan dukungan yang tak terkira sejak awal perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis ini maka hanya penulis yang bertanggung jawab. Kiranya hanya Allah SWT yang akan memberikan balasan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Akhirnya, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan dan penelitian.

Bogor, September 2012


(16)

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta Selatan pada tanggal 12 Juli 1977 dari pasangan Bapak Soeroto (Alm) dan Ibu Djamainah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis diterima menjadi mahasiswa Akademi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta pada tahun 1995 dan menyelesaikan pendidikan Diploma III pada tahun 1998. Selesai pendidikan Diploma III, penulis menjalani ikatan dinas pada BPS Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara.

Pada tahun 2001, penulis mendapatkan kesempatan untuk tugas belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dalam rangka menyelesaikan pendidikan Diploma IV. Setelah lulus Diploma IV pada tahun 2002, penulis ditugaskan pada Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara pada Bidang Statistik Distribusi. Pada tahun 2003, penulis dipindahtugaskan ke BPS Kota Padangsidimpuan Provinsi Sumatera Utara.

Terhitung sejak tahun 2010, setelah menyelesaikan Program Alih Jenis S1 di Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Penulis melanjutkan kuliah S2 Magister Ilmu Ekonomi IPB melalui program beasiswa yang diberikan oleh Badan Pusat Statistik.


(18)

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Tinjauan Teori ... 11

2.1.1 Konsep Modal Manusia ... 11

2.1.2 Investasi Modal Manusia ... 11

2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar ... 13

2.1.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow ... 17

2.1.5 Teori Pertumbuhan Baru: Pertumbuhan Endogen ... 19

2.1.6 Peranan Pemerintah dalam Perekonomian ... 22

2.1.7 Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 23

2.1.8 Teori Model Keseimbangan Umum (General Equilibrium) ... 25

2.2 Penelitian Terdahulu ... 31

2.3 Kerangka Pemikiran... 34

2.4 Hipotesis Penelitian ... 35

III. METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 37

3.2 Metode Analisis ... 37

3.2.1 Model Computable General Equilibrium (CGE) ... 37

3.2.2 Sistem Persamaan Model INDOMINI ... 39

3.3 Simulasi Kebijakan ... 53

IV. GAMBARAN UMUM ... 59

4.1 Modal Manusia ... 59

4.2 Investasi Modal Manusia ... 64

4.3 Kondisi Perekonomian ... 69

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 75

5.1 Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Kinerja Ekonomi Makro ... 75

5.2 Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral ... 78

5.2.1 Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Output Domestik dan Tingkat Harga Sektoral ... 79


(20)

5.2.2 Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Penyerapan

Tenaga Kerja Sektoral ... 82

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 87


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Persentase penduduk yang bekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi

yang ditamatkan di Indonesia tahun 2006-2011 ... 3

2 Angka harapan hidup Negara-negara ASEAN tahun 2006-2011 ... 4

3 Produktivitas menurut lapangan usaha Indonesia tahun 2011 ... 7

4 Peubah eksogen yang digunakan dalam model INDOMINI ... 53

5 Pengeluaran pemerintah pusat pada sektor pendidikan dan kesehatan serta peningkatannya di Indonesia tahun 2011-2012 (milyar rupiah) ... 56

6 Besaran shock investasi modal manusia pendekatan produktivitas tenaga kerja ... 57

7 Perkembangan struktur umur penduduk Indonesia tahun 1971-2010 (persen)... 59

8 Human Development Index (HDI) negara-negara ASEAN tahun 2007-2011 ... 62

9 Indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan 31 sektor di Indonesia tahun 2008 ... 71

10 Dampak investasi modal manusia terhadap beberapa variabel indikator makroekonomi ... 76

11 Dampak investasi modal manusia terhadap output domestik dan tingkat harga sektoral ... 80

12 Dampak investasi modal manusia melalui belanja modal terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral ... 84

13 Dampak investasi modal manusia melalui belanja rutin terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral ... 85

14 Dampak investasi modal manusia terhadap tingkat upah tenaga kerja sektoral menurut pendidikan ... 86


(22)

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Hubungan antara rata-rata lama sekolah (tahun) dan angka harapan hidup (tahun) dengan PDB per kapita (juta rupiah) Indonesia tahun 2010. ... 2 2 Pengeluaran fungsi pendidikan dan kesehatan pemerintah pusat dan

daerah tahun 2007-2011. ... 5 3 Trade-off keuangan dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan

sekolah. ... 13 4 Investasi aktual dan break-even. ... 19 5 Diagram Edgeworth Box untuk kasus dua komoditas dan dua faktor

produksi. ... 27 6 Production Possibility Curve (PPC). ... 28 7 Diagram Edgeworth Box untuk kasus dua komoditas dan dua individu. ... 29 8 Keseimbangan sektor produksi dan konsumsi. ... 31 9 Kerangka pemikiran penelitian. ... 34 10 Aliran database INDOMINI ... 38 11 Struktur produksi berjenjang. ... 43 12 Struktur permintaan konsumen berjenjang. ... 47 13 Persentase penduduk yang bekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi

yang ditamatkan di Indonesia tahun 2011. ... 60 14 Angka harapan hidup dan rata-rata lama sekolah di Indonesia tahun

2006 – 2010. ... 61 15 Peringkat daya saing serta indikator kesehatan dan pendidikan dasar

beberapa negara tahun 2011. ... 64 16 Proporsi anggaran pendidikan terhadap total APBD per provinsi di

Indonesia tahun 2010. ... 65 17 Persentase pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan terhadap PDB


(24)

18 Proporsi anggaran kesehatan terhadap total APBD per provinsi di Indonesia tahun 2010. ... 67 19 Persentase Pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan terhadap PDB

negara-negara ASEAN tahun 2009. ... 68 20 Laju pertumbuhan PDB Indonesia menurut lapangan usaha tahun

2005-2011. ... 69 21 Pembagian kelompok sektor-sektor ekonomi menurut indeks daya

penyebaran (forward linkages) dan indeks derajat kepekaan (backward linkages) di Indonesia tahun 2008. ... 74


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Set header array pada Model INDOMINI ... 93 2 Klasifikasi 31 sektor penelitian ... 94 3 Blok persamaan pada file input tablo Model CGE INDOMINI ... 96 4 Hasil estimasi persamaan fungsi produktivitas menggunakan Eviews

6.0 ... 109 5 Dampak investasi modal manusia terhadap stok modal dan biaya

produksi per unit ... 110 6 Dampak investasi modal manusia melalui belanja modal terhadap

penyerapan tenaga kerja sektoral ... 111 7 Dampak investasi modal manusia melalui belanja rutin terhadap


(26)

(27)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat tergantung pada ketersediaan faktor-faktor produksi yaitu modal fisik (physical capital) serta tenaga kerja (labor). Semakin tinggi investasi yang dilakukan pada modal fisik dengan dukungan tenaga kerja yang memadai akan meningkatkan output suatu negara. Konsep tersebut kemudian dikembangkan oleh Solow (1956) dengan menambahkan faktor kemajuan teknologi sebagai bagian dari faktor produksi. Konsep yang dikenal dengan model pertumbuhan Solow ini menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal fisik, tenaga kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian.

Namun dalam perkembangan literatur ekonomi pembangunan, selain faktor-faktor produksi yang dinyatakan dalam model pertumbuhan Solow, modal manusia (human capital) juga terbukti merupakan faktor yang sangat penting dan memainkan peranan kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Schultz (1961), Romer (1986), serta Mankiew et al. (1992) menunjukkan bahwa modal manusia merupakan faktor produksi yang terpisah dan sejajar dengan modal fisik serta berbeda dengan tenaga kerja. Modal manusia juga dapat membantu menjelaskan mengapa tingkat pengembalian investasi modal fisik tidak setinggi yang diprediksi model Solow pada negara-negara yang miskin (Ray 1998).

Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa modal manusia sangat dipengaruhi oleh permasalahan pendidikan dan kesehatan. Hal ini dikarenakan pendidikan dan kesehatan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Pendidikan dan kesehatan disamping berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi juga memiliki hubungan yang erat di antara keduanya. Di satu sisi, modal kesehatan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian investasi yang dicurahkan untuk pendidikan, karena kesehatan merupakan faktor penting agar seseorang bisa hadir di sekolah. Di sisi lain, modal pendidikan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam kesehatan, karena banyak program kesehatan bergantung pada keterampilan dasar yang dipelajari di


(28)

66 68 70 72 74 76 78

0 10 20 30 40 50

PDB per kapita (juta rupiah)

A n g ka h a ra p a n h id u p ( ta h u n )

Ln PDB = -9,82 + 0,17 AHH (t=3,491) 6 7 8 9 10 11

0 10 20 30 40 50

PDB per kapita (juta rupiah)

R a ta -r a ta l a m a s e ko la h ( ta h u n )

Ln PDB = -1,03 + 0,37 RLS (t=3,532)

sekolah, termasuk kesehatan pribadi dan sanitasi, juga melek huruf dan melek angka.

Hayami dan Godo (2005), dalam mengukur modal manusia dengan menggunakan rata-rata lamanya sekolah sebagai pendekatan pendidikan dan angka harapan hidup sebagai pendekatan kesehatan, menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara modal manusia dengan PDB per kapita. Hal ini menunjukkan adanya hubungan dimana investasi pada sektor pendidikan dan kesehatan meningkatkan produktivitas manusia, sehingga menghasilkan output per orang yang lebih tinggi. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa dengan menggunakan pendekatan yang sama seperti yang dilakukan Hayami dan Godo (2005), modal manusia di Indonesia juga memiliki korelasi yang positif dengan PDB per kapita.

Sumber: BPS, 2011 (diolah).

Gambar 1 Hubungan antara rata-rata lama sekolah (tahun) dan angka harapan hidup (tahun) dengan PDB per kapita (juta rupiah) Indonesia tahun 2010.

Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat (Population Reference Bereau 2011) tentunya memiliki potensi modal manusia yang sangat besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia lebih dari 237 juta jiwa. Dari jumlah tersebut sebanyak 170,66 juta penduduk termasuk usia kerja (15 tahun ke atas), sedangkan jumlah


(29)

3

yang bekerja adalah sebanyak 111,28 juta jiwa. Namun jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, proporsi terbesar dari keseluruhan penduduk yang bekerja didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah.

Dari Tabel 1 dapat dilihat, bahwa walaupun terjadi tren yang menunjukkan pergeseran komposisi dari tenaga kerja berpendidikan rendah ke tenaga kerja berpendidikan tinggi dari tahun 2006 sampai 2011, namun kondisi ini tetap menunjukkan dengan jelas adanya ketimpangan antara ketersediaan tenaga kerja terdidik dengan yang tidak terdidik. Persentase tenaga kerja berpendidikan rendah (lulusan SLTP ke bawah) mencapai 68,27 persen, sedangkan lulusan SLTA ke atas hanya sebesar 31,73 persen. Dengan kata lain, jumlah tenaga kerja yang berpendidikan rendah masih menjadi mayoritas penyumbang tenaga kerja di Indonesia.

Tabel 1 Persentase penduduk yang bekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Indonesia tahun 2006-2011

Tingkat Pendidikan

yang Ditamatkan

2006 2007 2008 2009 2010 2011

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Tidak/Belum Tamat SD

17,90 18,42 18,42 24,37 21,43 20,56

SD 38,06 37,99 35,84 28,27 28,94 28,84

SLTP 20,01 18,84 18,57 18,49 19,07 18,87

SLTA 18,79 18,55 20,63 21,76 22,91 23,68

PT 5,57 6,20 6,58 7,10 7,64 8,05

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS, 2011.

Menurut Card (1999), pendidikan memainkan peran yang sangat penting dalam pasar tenaga kerja modern. Beberapa penelitian di banyak negara dan periode waktu yang berbeda telah memastikan bahwa orang yang berpendidikan lebih baik akan mendapatkan upah yang lebih tinggi, peluang kerja yang lebih besar, dan pekerjaan yang lebih bergengsi dibandingkan dengan orang yang berpendidikan lebih rendah. Oleh karena itu, investasi pendidikan sangat diperlukan sehingga selain untuk meningkatkan ketersediaan modal manusia


(30)

dalam meningkatkan proses produksi, juga dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan tenaga kerja secara langsung.

Ditinjau berdasarkan tingkat kesehatan dengan menggunakan indikator angka harapan hidup (life expectancy at birth), Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN yang lain. Menurut United Nation Development Programme (2011b), angka harapan hidup masyarakat Indonesia masih berada di bawah Singapura, Brunei, Vietnam, Malaysia, dan Thailand sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 2.

Tabel 2 Angka harapan hidup Negara-negara ASEAN tahun 2006-2011

No. Negara 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Singapura Brunei Vietnam Malaysia Thailand Indonesia Filipina Laos Myanmar Kamboja 80,3 77,3 74,1 73,1 73,4 67,4 67,6 65,1 63,2 60,7 80,5 77,5 74,3 73,3 73,5 67,8 67,8 65,7 63,5 61,2 80,7 77,6 74,5 73,5 73,6 68,1 68,0 66,2 63,8 61,7 80,8 77,7 74,7 73,7 73,8 68,5 68,2 66,7 64,2 62,2 81,0 77,9 75,0 74,0 74,0 68,9 68,5 67,1 64,7 62,7 81,1 78,0 75,2 74,2 74,1 69,4 68,7 67,5 65,2 63,1 Sumber: UNDP, 2011b.

Kondisi modal manusia Indonesia saat ini tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah dalam mengalokasikan anggaran di bidang pendidikan dan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 dan 34. Pergeseran komposisi dari tenaga kerja berpendidikan rendah ke tenaga kerja berpendidikan tinggi (Tabel 1), serta semakin membaiknya angka harapan hidup (Tabel 2) turut dipengaruhi oleh anggaran pemerintah yang semakin meningkat untuk bidang pendidikan dan kesehatan dari tahun ke tahun. Perkembangan pengeluaran di bidang pendidikan dan kesehatan pemerintah pusat dan daerah selama periode 2007-2011 dapat dilihat pada Gambar 2. Pada tahun 2007, pengeluaran pendidikan adalah sebesar 124,03 triliun rupiah dan terus meningkat


(31)

5

menjadi 247,66 triliun rupiah pada tahun 2011. Sedangkan pengeluaran pendidikan juga turut mengalami peningkatan dari sebesar 41,30 triliun rupiah pada tahun 2007 menjadi 62,27 triliun rupiah pada tahun 2011.

Sumber: Kementerian Keuangan RI, 2007-2011 (diolah).

Gambar 2 Pengeluaran fungsi pendidikan dan kesehatan pemerintah pusat dan daerah tahun 2007-2011.

Banyak bukti empiris yang mendukung hubungan positif antara pengeluaran pemerintah, baik di bidang pendidikan maupun kesehatan, terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Angelopoulos et al. (2007) yang menemukan bahwa dengan menggunakan modal manusia sebagai faktor produksi, maka pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat juga diartikan bahwa kemampuan produktivitas tenaga kerja di Indonesia secara tidak langsung dipengaruhi oleh akses untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan, oleh karena itu kebijakan pemerintah untuk menyediakan akses tersebut perlu mendapat perhatian yang serius dalam perencanaan pembangunan di masa mendatang.

1.2 Perumusan Masalah

Modal manusia merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki peran tak kalah penting dengan faktor produksi lainnya seperti modal fisik dan tenaga kerja dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Investasi terhadap

124.03

146.97

196.52 207.87

247.66

41.30 46.75 53.54

59.27 62.27 0 50 100 150 200 250 300

2007 2008 2009 2010 2011

Pendidikan Kesehatan T ri li un r up ia h Tahun


(32)

modal fisik tanpa disertai oleh investasi terhadap modal manusia akan menjadi kurang produktif. Jhingan (2007) menyatakan bahwa di negara-negara yang mencoba mempercepat pembangunan ekonominya menggunakan pabrik-pabrik modern serta metode dan mesin mutakhir dari negara industri yang paling maju sering tidak menghasilkan volume dan kualitas produksi yang diharapkan. Hal ini disebabkan banyak hal, misalnya manajemen dan pekerja tidak cukup terlatih, kurang pengalaman, dan juga kesehatan pekerja.

Indonesia sebagai negara yang termasuk mengalami surplus tenaga kerja, memiliki potensi untuk mentransformasi kelebihan tenaga kerja tersebut menjadi modal manusia. Tetapi, jika dilihat dari ranking kualitas manusia yang diukur melalui HDI terhadap 187 negara yang diteliti, Indonesia pada tahun 2011 termasuk pada kategori menengah dan berada di posisi 124. Dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, maka ranking Indonesia tersebut berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, dan Filipina (UNDP 2011a). Kondisi saat ini, tenaga kerja berpendidikan rendah memiliki porsi yang sangat besar dalam struktur ketenagakerjaan Indonesia. Hal ini ditambah dengan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia yang juga masih tergolong rendah tentu saja memengaruhi produktivitas perekonomian baik secara sektoral maupun keseluruhan.

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa produktivitas (output per pekerja) menurut sektor (lapangan usaha) di Indonesia sangat bervariasi, dimana sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan merupakan sektor dengan produktivitas yang sangat rendah. Padahal jika dilihat dari output yang dihasilkan, sektor tersebut merupakan sektor ketiga yang memberikan output terbesar. McNamara et al. (2010), menekankan bahwa peningkatan produktivitas pada sektor pertanian memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian, dimana peningkatan produktivitas pada sektor pertanian akan menghasilkan output berbiaya rendah yang dapat digunakan oleh sektor perekonomian lainnya. McNamara et al. (2010) juga menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas suatu perekonomian selalu diiringi oleh meningkatnya modal manusia di sektor pertanian, dimana investasi modal manusia di bidang pendidikan memiliki pengaruh yang lebih besar untuk sektor pertanian dibandingkan dengan investasi


(33)

7

modal manusia di bidang kesehatan. Dengan demikian, modal manusia memegang peranan yang penting dalam peningkatan produktivitas di sektor pertanian yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia.

Tabel 3 Produktivitas menurut lapangan usaha Indonesia tahun 2011

No. Lapangan Usaha PDB1) Tenaga

Kerja2)

Produk-tivitas3)

(1) (2) (3) (4) (5)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi

Perdagangan, Hotel, & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan Jasa-jasa 313,73 189,18 634,25 18,92 160,09 437,25 241,28 236,08 232,46 39.328.915 1.465.376 14.542.081 239.636 6.339.811 23.396.537 5.078.822 2.633.362 16.645.859 7,98 129,10 43,61 78,96 25,25 18,69 47,51 89,65 13,97 Keterangan: 1) Angka sangat sementara (triliun rupiah)

2) Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja (orang) 3) Output per Tenaga Kerja (juta rupiah per orang) Sumber: BPS, 2011.

Untuk menghasilkan ketersediaan modal manusia tersebut, maka peran pemerintah sangat penting dalam mengalokasikan anggaran di bidang pendidikan dan kesehatan. Pengeluaran pendidikan dan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan keterampilan, pengetahuan, dan kesehatan tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing perekonomian Indonesia.

Pengeluaran pemerintah Indonesia dapat dibedakan menjadi dua jenis pengeluaran yaitu belanja rutin dan belanja modal. Belanja rutin merupakan pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk belanja pegawai (gaji, upah, dan sebagainya) serta untuk belanja barang-barang lainnya yang habis pakai dalam proses produksi pemerintah. Sedangkan belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk melakukan pembangunan fisik, seperti jalan, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya.


(34)

Beberapa penelitian menekankan pentingnya belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah terhadap perekonomian. Sebagai contoh, salah satu penelitian menyimpulkan bahwa peranan belanja modal pemerintah sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia (Indrawati 2011). Walaupun demikian, belanja rutin pemerintah juga memiliki peranan yang tidak kalah penting. Tanpa adanya tenaga pengajar, tenaga kesehatan, dan juga alat-alat penunjang dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai melalui belanja rutin pemerintah, maka sekolah dan rumah sakit pemerintah yang dibangun juga tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak investasi modal manusia melalui kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makro ekonomi?

2. Bagaimana dampak investasi modal manusia melalui kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap kinerja ekonomi sektoral di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis dampak investasi modal manusia melalui kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makro ekonomi di Indonesia.

2. Mengidentifikasi dampak investasi modal manusia melalui kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap kinerja ekonomi sektoral di Indonesia.

Hasil analisis dampak kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Mengidentifikasi dampak dan efektivitas kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan dalam menggerakkan perekonomian domestik, baik dari sisi ekonomi makro (PDB riil, penyerapan tenaga kerja,


(35)

9

konsumsi rumahtangga, dan lain-lain) maupun ekonomi sektoral (output, harga, dan penyerapan tenaga kerja).

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi atas kebijakan pengeluaran pendidikan dan kesehatan yang dilaksanakan pemerintah dan juga bermanfaat sebagai bahan kajian/penelitian selanjutnya.

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan model computable general equilibrium (CGE) Indomini sebagai alat analisis utama. Model ini menggunakan model dasar Minimal (Horridge 2001), yang dikembangkan dengan cara menambahkan sejumlah sektor ekonomi (komoditi) sesuai dengan tujuan penelitian. Fokus penelitian adalah kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan sebagai faktor-faktor yang memengaruhi ketersediaan modal manusia dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Penelitian ini memiliki dua keterbatasan utama, yaitu dari sisi model CGE yang digunakan dan dari sisi cakupan penelitiannya. Dari sisi modelnya, model CGE Indomini merupakan model CGE sederhana yang belum memasukkan unsur dinamis dalam analisisnya, sehingga analisis pada penelitian ini masih bersifat statis komparatif (Oktaviani 2011). Model CGE Indomini juga mengasumsikan pada jangka panjang terjadi full employment, sehingga penelitian ini tidak menganalisis permasalahan surplus tenaga kerja maupun pengangguran.

Sementara dari sisi cakupannya, penelitian ini dibatasi pada kinerja ekonomi makro dan ekonomi sektoral secara nasional, dampak terhadap perekonomian regional tidak dianalisis. Investasi modal manusia pada penelitian ini hanya dilihat dari sisi pemerintah, sedangkan investasi modal manusia yang dilakukan oleh pihak swasta maupun rumahtangga tidak diteliti. Analisis juga tidak dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan terhadap distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga dan pengurangan kemiskinan.


(36)

(37)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Konsep Modal Manusia

Konsep modal manusia (human capital) telah dikenal dalam ilmu ekonomi lebih dari 40 tahun yang lalu (Schultz 1961; Becker 1962). Bahkan beberapa penelitian menelusuri kembali ke karya Adam Smith di abad ke-18. Schultz (1961) menekankan pentingnya konsep modal manusia, dengan menolak kritik bahwa terminologi tersebut merendahkan martabat manusia dengan menyamakan orang dengan sekumpulan pengetahuan dan keterampilan, yang berarti hanya memiliki sedikit perbedaan dari komponen-komponen mesin. Konsep modal manusia sebaliknya secara kuat menekankan bagaimana seseorang menjadi penting, dalam hal ekonomi yang berbasis pengetahuan dan persaingan.

Todaro dan Smith (2006) membedakan konsep antara modal manusia dengan sumber daya manusia. Dimana modal manusia adalah keterampilan, kecakapan, cita-cita, kesehatan, dan sebagainya yang merupakan hasil pengeluaran atau pembelanjaan di bidang pendidikan, penyediaan serta pengembangan program pelatihan kerja, program perawatan dan pemeliharaan kesehatan, dan sebagainya. Sedangkan sumber daya manusia adalah kuantitas dan kualitas dari angkatan kerja di sebuah negara.

Modal manusia dapat didefinisikan ke dalam banyak arti, namun secara umum modal manusia memiliki pengertian pengetahuan, keahlian, kompetensi, dan sifat-sifat lainnya yang dimiliki manusia yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi (OECD 1998). Oleh karena itu, modal manusia harus diperlakukan sebagai faktor produksi yang sejajar dengan modal fisik dan dipisahkan dari tenaga kerja.

2.1.2 Investasi Modal Manusia

Menurut Becker (1962), investasi modal manusia berhubungan dengan seluruh kegiatan yang memengaruhi pendapatan riil seseorang di masa yang akan datang melalui peningkatan sumberdaya manusia. Banyak cara untuk melakukan investasi modal manusia termasuk sekolah, on-the-job training, perawatan kesehatan, konsumsi vitamin, dan mendapatkan informasi tentang sistem


(38)

ekonomi. Pengaruh dari cara-cara investasi tersebut berbeda dalam hal pendapatan dan konsumsi, banyaknya sumberdaya yang diinvestasikan, serta tingkat pengembalian investasi. Namun semua cara investasi tersebut meningkatkan kemampuan manusia baik secara fisik maupun mental sehingga meningkatkan prospek pendapatan riil.

Investasi modal manusia yang dikemukakan Becker dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu pendidikan dan kesehatan. Organisation for Economic Co-operation and Development (2011) dalam laporannya menyatakan bahwa dengan melakukan investasi modal manusia di bidang pendidikan maka secara tidak langsung juga akan berpengaruh pada tingkat kesehatan. Pandangan tersebut didasari oleh bukti-bukti dan penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa orang yang lebih berpendidikan cenderung akan lebih sehat. Salah satu penyebabnya adalah orang yang berpendidikan mampu memahami dan memproses lebih banyak informasi tentang kesehatan dibandingkan dengan orang yang kurang berpendidikan.

Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa dampak investasi dalam modal manusia di negara-negara berkembang sangat besar. Gambar 3 memperlihatkan suatu representasi skematis dari trade-off yang terkandung dalam keputusan untuk melanjutkan sekolah. Skema ini mengasumsikan bahwa seseorang bekerja dari saat ia lulus sekolah hingga ia tidak mampu bekerja lagi atau meninggal. Dua profil golongan pencari nafkah disajikan di sini, yaitu orang-orang yang lulus pendidikan dasar namun tidak melanjutkan ke pendidikan tingkat atas, dan orang-orang yang lulus pendidikan tingkat atas (atau pendidikan sekunder) namun tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi. Lulusan sekolah dasar diasumsikan mulai bekerja pada usia 13 tahun, dan lulusan sekolah tingkat atas diasumsikan mulai bekerja pada usia 17 tahun.

Bagi seseorang di negara berkembang yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat atas akan mengorbankan 4 tahun pendapatan yang tidak akan diperolehnya karena bersekolah. Hal ini adalah biaya tidak langsung, seperti yang dilihatkan dalam gambar. Di samping itu, juga terdapat biaya langsung seperti biaya sekolah, seragam sekolah, buku-buku, dan pengeluaran lain yang tidak akan dikeluarkan jika anak tersebut tidak melanjutkan sekolah begitu lulus


(39)

13

dari sekolah dasar. Selama sisa hidupnya, dia akan memperoleh penghasilan lebih besar setiap tahunnya daripada jika ia bekerja dengan berbekal ijazah SD saja. Perbedaan ini disebut “Manfaat” dalam Gambar 3.

Sumber: Todaro dan Smith (2006).

Gambar 3 Trade-off keuangan dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan sekolah.

2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar

Model pertumbuhan Harrod dan Domar atau lebih dikenal dengan model pertumbuhan Harrod-Domar merupakan model pertumbuhan Keynesian yang secara luas telah banyak diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang. Domar mengkonstruksi teorinya dengan menekankan peran ganda investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Investasi memengaruhi permintaan agregat melalui proses investment multiplier dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang akan menambah stok kapital dan meningkatkan kapasitas produksi sehingga investasi juga memengaruhi penawaran agregat. Domar hendak menjawab tingkat investasi yang diperlukan agar peningkatan permintaan agregat setara dengan kapasitas produksi sehingga pemanfaatan kapasitas penuh dapat dipertahankan (Jhingan 2007).

Manfaat

Lulusan Sekolah Atas

Lulusan Sekolah Dasar Pendapatan

Biaya Tidak Langsung

13

Biaya Langsung

Umur

17 66


(40)

Menurut Todaro dan Smith (2006), setiap perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal yang telah susut atau rusak. Tetapi untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Jika diasumsikan bahwa ada hubungan ekonomi langsung antara besarnya stok modal, atau K, dengan GDP total, atau Y, maka artinya setiap tambahan neto terhadap stok modal dalam bentuk investasi baru akan menghasilkan kenaikan arus output nasional atau GDP.

Jika hubungan tersebut, yang dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai rasio modal-output (capital-output ratio), ditetapkan sebagai k, dan rasio tabungan nasional (national saving ratio), yang ditetapkan sebagai s, merupakan persentase atau bagian tetap dari output nasional yang selalu ditabung, serta jumlah investasi baru ditentukan oleh jumlah tabungan total (S), maka secara sederhana, kaitan pertumbuhan ekonomi, tabungan, dan investasi dalam versi model Harrod-Domar dapat dinyatakan sebagai berikut:

i) Tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau s, dari pendapatan nasional (Y). Hubungan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan yang sederhana :

S = sY (2.1)

ii) Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan dari stok modal (K) yang dapat diwakili oleh ∆K, sehingga persamaan sederhana yang kedua dapat dituliskan sebagai berikut:

I = ∆K (2.2)

Akan tetapi, karena jumlah stok modal, K, mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output, Y, seperti yang ditunjukkan oleh rasio modal-output, k,yaitu:

K/Y = k atau

∆K/∆Y = k

atau, akhirnya


(41)

15

iii) Terakhir, mengingat tabungan nasional neto (S) harus sama dengan investasi neto (I), maka persamaan berikutnya dapat ditulis sebagai berikut:

S = I (2.4)

Dari persamaan (2.1) telah diketahui bahwa S = sY dan dari persamaan (2.2) dan (2.3), juga telah diketahui bahwa:

I = ∆K = k∆Y

Dengan demikian, „identitas‟ tabungan yang merupakan persamaan modal dalam persamaan (2.4) adalah sebagai berikut:

S = sY = k∆Y = ∆k = I (2.5)

atau dapat diringkas menjadi

sY = k∆Y (2.6)

Selanjutnya, apabila kedua sisi persamaan (2.6) dibagi mula-mula dengan Y dan kemudian dengan k, maka akan didapat:

∆Y/Y = s/k (2.7)

dimana :

(∆Y/Y) = pertumbuhan ekonomi s = tingkat tabungan nasional

k = ICOR (incremental capital output rasio, ∆K/∆Y atau I/∆Y)

Persamaan (2.7), yang merupakan versi sederhana dari persamaan terkenal dalam teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, secara jelas menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan GDP (∆Y/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional, s, serta rasio modal-output nasional, k. Secara lebih spesifik, persamaan itu menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung atau secara positif berbanding lurus dengan rasio tabungan (semakin banyak bagian GDP yang ditabung dan diinvestasikan, maka akan lebih besar lagi pertumbuhan GDP yang dihasilkan) dan secara negatif atau berbanding terbalik terhadap rasio modal-output dari suatu perekonomian.

Menurut Harrod, pertumbuhan ekonomi dapat dibedakan menjadi pertumbuhan aktual, pertumbuhan yang diinginkan, dan pertumbuhan alamiah. Pertumbuhan aktual (the actual growth = ∆ ) adalah laju pertumbuhan sesungguhnya yang besarnya ditentukan oleh rasio tabungan-output (S/Y) dan


(42)

rasio tambahan kapital output (∆

∆ ). Kedua besaran ini dianggap konstan dan

melalui manipulasi matematis akan sama dengan tabungan. Pada tingkat laju pertumbuhan aktual, output aktual tidak selalu sama dengan output potensial.

Laju pertumbuhan yang diinginkan adalah laju pertumbuhan yang dianggap memadai guna menjamin tercapainya kapasitas penuh atau keseimbangan antara permintaan dan produksi dalam jangka panjang. Pada laju pertumbuhan ini, permintaan agregat dianggap cukup tinggi, sehingga dapat menjamin terjualnya seluruh kapasitas produksi yang ada. Dengan kata lain, output aktual akan sama dengan output potensial sehingga tidak terjadi variasi siklis dalam pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ini tercapai bila output aktual, output potensial, permintaan agregat, stok kapital, dan investasi tumbuh pada tingkat yang sama (Mankiw 2007).

Perekonomian dalam keseimbangan ketika laju pertumbuhan aktual sama dengan laju pertumbuhan yang menjamin kapasitas penuh, yaitu laju pertumbuhan ekuilibrium jangka panjang. Apabila laju pertumbuhan aktual lebih kecil daripada laju pertumbuhan yang menjamin kapasitas penuh, perekonomian mengalami kelebihan kapasitas yang dapat menciptakan depresi jangka panjang. Sebaliknya jika permintaan agregat tumbuh sangat cepat sehingga laju pertumbuhan aktual melebihi laju pertumbuhan yang menjamin kapasitas penuh, perekonomian mengalami inflasi jangka panjang.

Harrod juga menyimpulkan teorema ketidakseimbangan (disequilibrium theorem) yang menyatakan bahwa dalam proses pertumbuhan ekonomi terkandung unsur ketidakstabilan yang sewaktu-waktu dapat mengganggu keadaan keseimbangan (equilibrium). Kesimpulan tersebut dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kondisi keseimbangan jarang terjadi. Selama proses pertumbuhan ekonomi berlangsung, tidak ada kekuatan yang dapat memperbaiki kondisi penyimpangan tersebut kembali menjadi stabil atau mencapai keseimbangan. Stabilitas pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang hanya dapat dicapai melalui intervensi pemerintah lewat kebijakan fiskal dan moneter untuk menanggulangi gangguan penyimpangan dan ketidakstabilan. Kedua kebijakan ini sangat berperan untuk meningkatkan investasi dalam sektor infrastruktur yang dapat meningkatkan permintaan agregat dalam jangka pendek dan memperluas


(43)

17

kapasitas produksi serta menjamin keberlanjutan proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

2.1.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow

Model pertumbuhan neoklasik Solow merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua, yaitu tenaga kerja, serta memperkenalkan variabel independen ketiga, yaitu teknologi, ke dalam persamaan pertumbuhan (growth equation). Tetapi, berbeda dari model Harrod-Domar yang mengasumsikan constant return to scale dengan koefisien baku, model pertumbuhan neoklasik Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang (diminishing return) dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis secara terpisah. Sedangkan jika kedua input tersebut dianalisis secara bersamaan, Solow juga menggunakan asumsi constant return to scale. Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan tinggi-rendahnya pertumbuhan teknologi itu sendiri oleh Solow diasumsikan bersifat eksogen atau tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Karena kemajuan teknologi ditentukan secara eksogen, model neoklasik Solow juga disebut sebagai model pertumbuhan eksogen (Todaro & Smith 2006).

Secara umum pemikiran neoklasik didasarkan atas asumsi fungsi produksi kontinyu yang bersifat constant returns to scale, pasar bebas yang bersaing sempurna, faktor produksi yang mobile, adanya kemungkinan substitusi antar faktor produksi, serta anggapan tabungan yang identik dengan investasi. Asumsi-asumsi tersebut mengantarkan kepada pemahaman bahwa perekonomian akan mencapai keseimbangan dan stabilitas pertumbuhan dalam jangka panjang.

Solow menekankan pentingnya peran kemajuan teknologi dalam setiap proses produksi guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (sustain). Model Solow diformulasikan atas anggapan bahwa unsur waktu terkandung dalam komponen kapital, tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi juga diasumsikan terkandung dalam tenaga kerja yang disebut tenaga kerja efektif (effective labor) atau labor augmenting.

Dengan asumsi fungsi produksi bersifat constant returns to scale output akan meningkat dengan proporsi yang sama jika kapital dan tenaga kerja


(44)

digandakan. Dari anggapan tersebut, model Solow diformulasikan sebagai suatu hubungan fungsional dimana output per tenaga kerja efektif sebagai fungsi dari kapital per tenaga kerja efektif, yaitu:

= (2.8)

Dimana:

y = Output per tenaga kerja efektif (Y/AL) k = Kapital per tenaga kerja efektif (K/AL) Y = Total output

K = Kapital L = Tenaga kerja

A = Efektivitas tenaga kerja (teknologi) AL = Tenaga kerja efektif (labor augmented)

Menurut Solow, output nasional hanya digunakan untuk dua tujuan yaitu konsumsi dan investasi. Bagian output yang digunakan untuk tujuan investasi bersumber dari tabungan. Sebagai proses akumulasi modal, satu unit investasi menghasilkan satu unit tambahan kapital baru, sedangkan kapital yang lama mengalami penyusutan. Tingkat perubahan stok kapital per unit tenaga kerja efektif merupakan selisih antara perubahan investasi aktual dengan perubahan investasi break-even. Investasi break-even adalah investasi yang diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja dan teknologi serta menggantikan penyusutan sehingga jumlah stok kapital per tenaga kerja efektif yang ada tetap.

Stok kapital per tenaga kerja efektif akan berada pada posisi jalur pertumbuhan ekonomi yang berimbang (the balance growth path) ketika perubahan investasi aktual sama dengan perubahan investasi break-even. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 4, apabila tingkat stok kapital per tenaga kerja efektif rendah, maka investasi aktual per unit tenaga kerja efektif lebih besar dari investasi break-even dan tingkat produktivitas stok kapital per tenaga kerja efektif sangat tinggi sehingga jumlahnya meningkat ke posisi stok capital per tenaga kerja efektif keseimbangan. Sebaliknya pada tingkat stok kapital per tenaga kerja efektif yang tinggi, investasi aktual per unit tenaga kerja lebih kecil dari investasi break-even dan tingkat produktivitas stok kapital per tenaga kerja efektif sangat rendah sehingga jumlahnya menurun ke posisi stok kapital per tenaga kerja


(45)

19

keseimbangan. Dengan demikian stok kapital per tenaga kerja efektif selalu konvergen ke posisi keseimbangannya di titik k*.

Sumber: Mankiw, 2007.

Gambar 4 Investasi aktual dan break-even.

Setelah konvergensi tercapai, laju pertumbuhan stok kapital per tenaga kerja efektif mencapai nol karena pada posisi keseimbangan perubahan investasi aktual sama dengan perubahan investasi break-even. Pada posisi ini stok kapital total, tenaga kerja efektif dan output total tumbuh pada tingkat yang sama yaitu sebesar jumlah pertumbuhan tenaga kerja efektif dan pertumbuhan teknologi. Stok kapital per tenaga kerja dan total output per tenaga kerja tumbuh sebesar pertumbuhan teknologi.

Pemikiran Solow di atas menunjukkan bahwa perekonomian senantiasa akan konvergen secara otomatis menuju pertumbuhan yang berimbang, yaitu suatu situasi dimana setiap peubah tumbuh pada tingkat yang konstan. Pada pertumbuhan yang berimbang, pertumbuhan output per tenaga kerja hanya ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi. Di sinilah peran penting kemajuan teknologi dalam proses pertumbuhan ekonomi menurut pandangan Solow.

2.1.5 Teori Pertumbuhan Baru: Pertumbuhan Endogen

Menurut Todaro dan Smith (2006), kinerja teori neoklasik yang tidak memuaskan dalam menjelaskan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi jangka panjang telah menyebabkan kekecewaan yang meluas terhadap teori

k* Modal per pekerja, k

Investasi Investasi break-even

In

v

es

ta

si

,

In

v

es

ta

si

b

re

a

k-e

ve


(46)

pertumbuhan tradisional. Bahkan, menurut teori tradisional, tidak terdapat karakteristik intrinsik dari perekonomian yang dapat menyebabkannya tumbuh dalam jangka panjang. Sebaliknya, literatur tersebut malah membahas proses dinamis yang membuat rasio modal-tenaga kerja mendekati tingkat keseimbangan jangka panjang.

Jika tidak ada “guncangan” eksternal atau perubahan teknologi, yang tidak dijelaskan dalam model neoklasik, semua perekonomian akan menuju kepada pertumbuhan nol. Oleh karena itu, peningkatan GNP per kapita dianggap merupakan fenomena sementara saja, yang bersumber dari perubahan teknologi atau proses penyeimbangan jangka pendek selama perekonomian mendekati keseimbangan jangka panjangnya. Tidak mengherankan, teori ini gagal memberikan penjelasan yang memuaskan atas terjadinya pertumbuhan ekonomi yang berlangsung dengan kecepatan yang luar biasa konsisten di seluruh dunia.

Setiap peningkatan GNP yang bukan berasal dari penyesuaian jangka pendek dalam cadangan tenaga kerja maupun modal, dianggap bersumber dari kategori ketiga, yaitu yang biasa disebut sebagai residu Solow (Solow residual). Residu ini, tidak seperti namanya, bertanggung jawab atas sekitar 50 persen pertumbuhan yang terjadi di banyak negara industri. Dengan kata lain, teori neoklasik menyebutkan bahwa sebagian besar sumber pertumbuhan ekonomi merupakan faktor eksogen atau proses yang sama sekali independen dari kemajuan teknologi.

Meskipun hal ini mungkin terjadi, pendekatan ini paling tidak mempunyai dua kelemahan. Pertama, dengan menggunakan kerangka neoklasik, adalah tidak mungkin untuk menganalisis penentu kemajuan teknologi karena kemajuan tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan keputusan yang dibuat oleh berbagai lembaga ekonomi. Dan kedua, teori tersebut gagal menjelaskan besarnya perbedaan residu yang terdapat di antara negara yang mempunyai teknologi yang serupa. Dengan kata lain, keyakinan yang besar ditempatkan pada proses eksternal yang kurang dipahami, dan kurang didukung oleh teori maupun bukti empiris.

Menurut teori neoklasik, rasio modal-tenaga kerja yang rendah pada negara-negara berkembang menjanjikan tingkat pengembalian investasi yang luar biasa tinggi, bahkan setelah menerapkan liberalisasi dalam perdagangan dan pasar


(47)

21

domestik, banyak negara berkembang yang tidak tumbuh atau hanya tumbuh sedikit dan gagal menarik investasi asing, atau gagal mencegah larinya modal domestik ke luar negeri. Perilaku aliran modal negara-negara berkembang yang aneh (dari negara miskin ke negara kaya) turut memicu munculnya konsep pertumbuhan endogen (endogenous growth) yang lebih sederhana kita kenal dengan teori pertumbuhan baru (new growth theory).

Teori pertumbuhan baru tersebut memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan endogen, yaitu pertumbuhan GNP yang persisten, yang ditentukan oleh sistem yang mengatur proses produksi dan bukan oleh kekuatan-kekuatan di luar sistem. Berlawanan dengan teori neoklasik tradisional, model-model ini menganggap bahwa pertumbuhan GNP merupakan konsekuensi alamiah dari keseimbangan jangka panjang. Motivasi utama dari teori pertumbuhan baru ini adalah untuk menjelaskan perbedaan tingkat pertumbuhan antarnegara maupun faktor-faktor yang memberi proporsi lebih besar dalam pertumbuhan yang diobservasi. Teori pertumbuhan endogen berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor yang menentukan tingkat pertumbuhan GNP yang tidak dijelaskan dan dianggap sebagai variabel eksogen dalam perhitungan teori pertumbuhan neoklasik Solow (Solow residual).

Salah satu model pertumbuhan endogen adalah model pertumbuhan endogen Romer yang merupakan pengembangan dari model Solow. Dalam bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas dapat diketahui bahwa output merupakan fungsi dari kapital (K), stok human capital (H), dan jumlah tenaga kerja (L). Fungsi produksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut (Romer 1990a):

= 1− − (2.9)

Dimana α > 0, β > 0 dan α + β < 1. H adalah stok human capital, L merupakan jumlah pekerja, sehingga keahlian tenaga kerja disediakan dari 1 unit L dan beberapa jumlah H. Persamaan di atas mengimplikasikan bahwa constant return to scale terhadap K, H dan L secara bersama-sama. Dengan membuat asumsi tentang dinamika K dan L, maka:

= (2.10)

dan


(48)

Dimana sK adalah fraksi dari output dari physical capital accumulation, untuk penyederhanaan diasumsikan tidak ada depresiasi. Selanjutnya model Solow diasumsikan konstan dan kemajuan teknologi eksogen, maka:

= (2.12)

Dan persamaan yang terakhir untuk penyederhanaan, human capital accumulation di modelkan dengan cara yang sama dengan physical capital accumulation, sebagai berikut:

= (2.13)

Dimana sH adalah fraksi modal manusia dari human capital accumulation. Model ini dapat digeneralisasi dalam beberapa cara tanpa mempengaruhi maknanya. Fungsi Cobb-Douglas dapat digantikan dengan fungsi produksi umum sebagai berikut:

Y = F(K, H, AL) (2.14)

Persamaan diatas menyatakan bahwa output suatu perekonomian merupakan fungsi dari kapital, human capital, produktivitas tenaga kerja.

2.1.6 Peranan Pemerintah dalam Perekonomian

Menurut Stiglitz (2000), peranan pemerintah dalam perekonomian adalah: (1) menyediakan suatu sistem hukum, yang merupakan persyaratan untuk menjamin berfungsinya suatu perekonomian; (2) menghasilkan barang dan jasa serta menyediakan pinjaman, jaminan hutang, dan asuransi; (3) memengaruhi produksi sektor swasta, melalui subsidi, pajak, kredit, dan peraturan; (4) membeli barang dan jasa dari sektor swasta, yang kemudian disuplai oleh pemerintah kepada perusahaan-perusahaan dan rumahtangga; dan (5) redistribusi pendapatan, mentransfer pendapatan dari beberapa individu ke individu lainnya.

Selaras dengan pendapat Keynes, Musgrave menyatakan bahwa fungsi pemerintah dalam perekonomian modern adalah untuk memenuhi tiga fungsi, yaitu pertama, fungsi alokasi, pemerintah harus mengupayakan pengalokasian sumberdaya ekonomi secara efisien. Kedua, fungsi distribusi, pemerintah harus menjamin terciptanya distribusi pendapatan yang merata dan terwujudnya keadilan sosial. Ketiga, fungsi stabilisasi, pemerintah berkewajiban menjaga kondisi perekonomian dalam keadaan full employment dan menjalankan kebijakan


(49)

23

ekonomi makro. Di samping peran pemerintah yang strategis tersebut, ternyata pemerintah juga menghadapi resiko kegagalan dalam mencapai tujuannya. Terdapat empat sumber pokok kegagalan pemerintah yaitu, keterbatasan informasi, keterbatasan kendali atas respon pasar, keterbatasan kendali atas birokrasi, dan keterbatasan karena proses politik (Stiglitz 2000).

2.1.7 Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan menjadi tiga golongan (Mangkoesoebroto 2001), yaitu:

1. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah. Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap-tahap awal, tahap-tahap menengah dan tahap-tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi.

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar akan menimbulkan banyak kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antarsektor yang makin komplek. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri akan menimbulkan semakin tingginya pencemaran atau polusi. Pemerintah harus turun tangan mengatur dan mengurangi dampak negatif dari polusi. Pemerintah juga harus melindungi buruh dalam meningkatkan kesejahteraannya.

Pada tingkat ekonomi lebih lanjut, aktivitas pemerintah dalam pembangunan ekonomi beralih dari penyediaan prasarana ke


(50)

pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Hukum Wagner yang mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan

pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Wagner mengemukakan pendapatnya bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal dengan “The Law of Expanding State Expenditure”. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Amerika Serikat, Jerman, Jepang). Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya.

3. Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu pandangan bahwa

pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Teori ini merupakan dasar teori pemungutan pajak.

Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat memiliki suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Dengan demikian masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka memiliki tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena.


(51)

25

Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut: Pertumbuhan ekonomi (PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya PDB menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.

Menurut Mangkoesoebroto (2001), perkembangan belanja pemerintah ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain perubahan permintaan atas barang publik, perubahan aktifitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik dan perubahan kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, perubahan kualitas barang publik, dan perubahan harga faktor produksi.

2.1.8 Teori Model Keseimbangan Umum (General Equilibrium)

Dalam suatu perekonomian terdapat berbagai macam pasar yang saling terkait satu dengan lainnya, sehingga perubahan yang terjadi pada satu pasar akan menyebabkan pasar lainnya juga ikut berubah. Suatu keseimbangan umum akan tercapai bila permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar, baik pasar faktor produksi maupun pasar komoditas, berada dalam keseimbangan. Pembentukan model ekonomi yang menggambarkan suatu perekonomian yang terdiri dari semua pasar dan semuanya dalam keseimbangan disebut dengan model Computable General Equilibrium (CGE). Dalam model CGE ini terdapat sekumpulan fungsi permintaan dan penawaran, yang mencakup pasar komoditas maupun faktor produksi. Dalam model CGE juga terdapat himpunan persamaan yang menentukan arus pendapatan dari setiap pelaku dalam perekonomian.

Pengembangan model keseimbangan umum dipelopori oleh Leontief, Manne, Johansen, Jorgensen, Adelman, Shoven dan Whalley (Dixon et al. 1992). Menurut mereka model ini dapat digunakan untuk menganalisis dampak dari suatu kebijakan secara kuantitatif. Kebijakan yang dianalisis dapat berupa kebijakan pajak, hambatan perdagangan, perubahan belanja pemerintah, harga komoditas, teknologi dan kebijakan di bidang lingkungan. Dampak dari kebijakan tersebut dapat dianalisis pada tingkat industri, jenis pekerjaan, rumahtangga,


(52)

pemerintah dan wilayah serta berbagai peubah ekonomi makro, seperti inflasi, neraca perdagangan, investasi dan sebagainya (Sahara 2003).

Model keseimbangan umum memandang perekonomian sebagai suatu sistem yang lengkap. Model ini tidak hanya dibangun pada tingkat agregat, tetapi dapat pula dibangun sampai dengan tingkat mikro secara rinci, yang menyatakan saling ketergantungan dari berbagai komponen ekonomi di dalamnya, yaitu antar industri, komoditas, rumahtangga, investor, pemerintah, importir, eksportir dan antar pasar yang berbeda. Keseimbangan umum dapat tercapai bila perekonomian diasumsikan dalam kondisi pasar persaingan sempurna dan tidak terdapat kondisi increasing returns to scale (Sudarsono 1995). Asumsi-asumsi lain yang mendorong terciptanya kondisi keseimbangan umum adalah (1) pada pasar komoditas dan pasar input, total permintaan sama dengan total penawarannya; (2) pada tingkat harga keseimbangan keuntungan perusahaan sama dengan nol; (3) pendapatan rumahtangga sama dengan pengeluarannya; dan (4) penerimaan pemerintah sama dengan pengeluarannya.

Pada model keseimbangan umum berlaku hukum Walras yang menyatakan bahwa semua harga dan kuantitas barang di semua pasar ditentukan secara simultan melalui proses interaksi satu dengan lainnya. Keseimbangan umum tercapai bila tidak ada excess demand pada semua vektor harga. Konsep dasar keseimbangan umum sesungguhnya didasarkan pada kondisi pareto optimum pada setiap pelaku ekonomi, yaitu produsen, konsumen, investor dan pemerintah. Pareto optimum adalah suatu kondisi dimana satu pihak tidak dapat meningkatkan kepuasaannya (better off) tanpa mengurangi kepuasan pihak lainnya (worse off). Nicholson (2002) menyatakan bahwa terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi pareto optimum dalam keseimbangan umum, yaitu keseimbangan produksi, keseimbangan konsumsi dan keseimbangan simultan.

2.1.8.1 Keseimbangan Produksi (Production Efficiency)

Kondisi keseimbangan produksi ini dapat tercapai apabila substitusi teknik marginal atau Marginal Rate of Technical Substitution (MRTS) untuk pasangan input adalah sama untuk produksi dua barang yang menggunakan dua jenis input, yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K). Untuk kasus dua input (K dan L) dan dua barang (X1 dan X2) tingkat MRTS input L dan K dalam memproduksi barang X1


(53)

27

harus sama dengan MRTS input L dan K dalam memproduksi barang X2 atau 1 = 2. Teori produksi menyatakan bahwa produsen berada dalam keseimbangan tercapai bila = 1

2

, dimana W1 adalah harga faktor L dan W2 adalah harga faktor K.

Pada kasus dua perusahaan yang masing-masing menghasilkan komoditas yang berbeda, yaitu X1 dan X2, keseimbangan simultan yang terjadi bisa dijelaskan

melalui kotak Edgeworth. Keseimbangan simultan antar dua produk X1 dan X2

tercapai pada saat isoquant X1 bersinggungan dengan isoquant X2 pada berbagai

tingkat output. Titik singgung tersebut membentuk yang disebut dengan Kurva Kotrak atau Contract Curve (CC). Pilihan tingkat output yang akan diproduksi ditentukan oleh rasio harga faktor produksi.

Sumber: Nicholson, 2002.

Gambar 5 Diagram Edgeworth Box untuk kasus dua komoditas dan dua faktor produksi.

Dalam ekonomi pertukaran, semua alokasi yang efisien terletak di sepanjang kurva kontrak. Titik yang berada selain di kurva kontrak adalah tidak efisien, karena seseorang dapat memperoleh kesejahteraan yang lebih tinggi jika berpindah dari titik tersebut ke kurva kontrak. Di sepanjang kurva kontrak preferensi individu bersaing satu dengan lainnya, yang berarti kesejahteraan yang diperoleh seseorang hanya mungkin tercapai atas pengorbanan pihak lain. Secara matematis permasalahan di atas dapat diformulasikan sebagai berikut:


(54)

1 = 2 = 1 2

(2.15) MRTS adalah slope dari isokuan. Persamaan (2.15) menyatakan bahwa keseimbangan umum di sektor produksi tercapai pada saat MRTS untuk semua output adalah sama (Gambar 5). Jika harga faktor diketahui maka jumlah output X1 dan X2 yang harus diproduksi agar keuntungan maksimum dapat tercapai dapat

ditentukan. Tingkat output X1 dan X2 yang harus diproduksi perusahaan harus

sesuai dengan permintaan konsumen terhadap barang X1 dan X2. Permintaan

konsumen ditentukan oleh harga relatif P1 dan P2. Untuk menyesuaikan sektor

penawaran dengan sektor permintaan, dibutuhkan konsep Kurva Kemungkinan Produksi atau Production Possibility Curve (PPC).

Sumber: Nicholson, 2002.

Gambar 6 Production Possibility Curve (PPC).

PPC diturunkan dari CC yang terbentuk dalam kotak Edgeworth. PPC adalah kumpulan titik-titik yang menggambarkan berbagai tingkat produksi X1

dan X2 yang efisien. PPC disebut juga kurva transformasi produk karena

menggambarkan transformasi dari satu produk menjadi produk lain melalui alokasi produksi. Slope dari PPC disebut marginal rate of product transformation (MRPT). Berdasarkan definisi,

1, 2 = −

1 2

dan secara matematis dapat dibuktikan bahwa 1, 2 = 1

2

. Dimana 1 = − 1 1

dan 2 =− 2

2 ; Diferensiasi total dari fungsi biaya adalah: =

1 1+ 2 2


(55)

29

= biaya marjinal dan C = biaya total. Untuk setiap perubahan X1 dan X2 di

sepanjang PPC, dimanipulasi menjadi: 1 2

= − 1

2 = 1, 2

. Pada pasar persaingan sempurna didapatkan:

1 = 1 dan 2 = 2, jadi 1, 2 = 1 2 .

Daerah batas PPC memperlihatkan berbagai kombinasi penggunaan L dan K yang efisien untuk menghasilkan X dan Y. Kurva tersebut ditransfer dari lokus titik-titik efisien pada Gambar 6. Slope PPC menunjukkan bahwa output X dapat ditukarkan terhadap output Y dengan tetap menggunakan sejumlah sumberdaya yang sama.

2.1.8.2 Keseimbangan Konsumen (Exchange Efficiency)

Kondisi keseimbangan konsumen tercapai jika tingkat substitusi marginal atau Marginal Rate of Substitution (MRS) untuk dua barang adalah sama untuk dua individu yang mengkonsumsi barang tersebut. MRS menunjukkan kesediaan seorang konsumen untuk menukarkan satu unit terakhir dari suatu barang untuk mendapatkan beberapa unit barang lainnya. Setiap konsumen akan selalu menyamakan MRS dengan harga relatif kedua barang yang akan dikonsumsinya untuk mencapai kepuasan yang optimal (Oktaviani 2011).

Sumber: Nicholson, 2002.

Gambar 7 Diagram Edgeworth Box untuk kasus dua komoditas dan dua individu. Untuk kasus dua barang (X1 dan X2) dan dua individu (U dan V), MRS

individu U dalam mengkonsumsi barang X1 dan X2 harus sama dengan MRS


(1)

Set COSTCAT # cost categories # = SRC union FAC;

Coefficient

(all,c,COSTCAT)(all,i,IND) COSTMAT(c,i) # Summary of

industry costs #;

Formula

(all,i,IND)(all,s,SRC) COSTMAT(s,i) = sum{c,COM,USE(c,s,i)};

(all,i,IND)(all,f,FAC) COSTMAT(f,i) = FACTOR(f,i);

Write

CHECK to file SUMMARY header "CHEK";

COSTMAT to file SUMMARY header "COST";

SALES to file SUMMARY header "SALE";

V1PRIM to file SUMMARY header "1PRM";

V1TOT to file SUMMARY header "1TOT";

V0CIF to file SUMMARY header "0CIF";

V0GDPEXP to file SUMMARY header "GDPE";

V0GDPINC to file SUMMARY header "GDPI";

! Excerpt 17 of TABLO input file: !

! More summary data !

Set MAINUSER # broad user groups #

(Intermediate, Invstok, Household, Ekspor, Govcapital,

GovRoutine);

Subset FinalUser is subset of MAINUSER;

Coefficient

(all,c,COM)(all,u,MAINUSER) MAINSALES(c,u) # Summary of

sales #;

Formula

(all,c,COM) MAINSALES(c,"Intermediate") =

sum{i,IND,USE(c,"dom",i)};

(all,c,COM)(all,u,FINALUSER) MAINSALES(c,u) =

USE(c,"dom",u);

Coefficient (all,i,IND) CAPSHR(i) # Share of capital in

primary factor costs #;

Formula (all,i,IND) CAPSHR(i) =

FACTOR("capital",i)/V1PRIM(i);


(2)

purchases #;

Formula

(all,c,COM) IMPSHR(c) =

sum{u,IMPUSER,USE(c,"imp",u)}/sum{u,IMPUSER,USE_S(c,u)};

Write

MAINSALES to file SUMMARY header "MSAL";

CAPSHR to file SUMMARY header "KSHR";

IMPSHR to file SUMMARY header "MSHR";


(3)

Lampiran 4

Hasil estimasi persamaan fungsi produktivitas menggunakan Eviews

6.0

Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares

Date: 08/18/12 Time: 12:52 Sample: 1 33

Included observations: 33

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -13.53733 9.239495 -1.465159 0.1536

LOG(WAGE) 1.596810 0.623554 2.560821 0.0159

LOG(CAPITAL) 0.153910 0.064895 2.371667 0.0246

LOG(ROUTINE) 0.136078 0.057033 2.385938 0.0238

R-squared 0.522443 Mean dependent var 16.56852

Adjusted R-squared 0.473040 S.D. dependent var 0.715234

S.E. of regression 0.519203 Akaike info criterion 1.640167

Sum squared resid 7.817568 Schwarz criterion 1.821562

Log likelihood -23.06276 Hannan-Quinn criter. 1.701201

F-statistic 10.57523 Durbin-Watson stat 1.457665


(4)

Lampiran 5

Dampak investasi modal manusia terhadap stok modal dan biaya

produksi per unit

Sektor

Stok Modal (%)

Biaya Produksi (%)

Sim 1

Sim 2

Sim 1

Sim 2

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1. Padi 2. Palawija

3. Sayur-sayuran dan buah-buahan 4. Perkebunan

5. Tanaman lainnya 6. Peternakan 7. Kehutanan 8. Perikanan

9. Penggalian dan pertambangan 10. Industri makanan, minuman, &

rokok

11. Industri tekstil, pakaian, kulit, & pemintalan

12. Industri bambu, kayu, rotan, & kertas

13. Industri pupuk, pestisida, & kimia 14. Pengilangan minyak bumi

15. Industri karet, plastik, & bukan logam

16. Industri semen 17. Industri logam

18. Industri mesin, alat listrik, & angkutan

19. Industri lainnya 20. Listrik, gas, & air 21. Bangunan

22. Perdagangan, hotel, & restoran 23. Angkutan

24. Komunikasi

25. Lemb. keuangan, real estat, & jasa perusahaan

26. Pemerintahan & pertahanan keamanan

27. Jasa pendidikan pemerintah 28. Jasa kesehatan pemerintah 29. Jasa pendidikan swasta 30. Jasa kesehatan swasta 31. Jasa lainnya

1,395 1,583 1,470 1,379 1,290 1,514 0,670 1,504 0,700 1,451 1,277 0,870 1,328 0,959 1,027 0,115 0,717 1,101 1,170 1,163 0,080 1,085 1,199 1,261 1,188 0,329 0,276 0,299 1,663 1,483 1,168 1,231 1,396 1,297 1,217 1,138 1,336 0,591 1,326 0,617 1,280 1,127 0,767 1,172 0,846 0,906 0,101 0,632 0,972 1,033 1,026 0,071 0,958 1,058 1,112 1,048 0,290 0,243 0,264 1,467 1,309 1,030 -0,157 -0,158 -0,165 -0,168 -0,169 -0,173 -0,167 -0,165 -0,175 -0,170 -0,165 -0,167 -0,145 -0,150 -0,150 -0,179 -0,157 -0,130 -0,155 -0,169 -0,167 -0,187 -0,174 -0,182 -0,219 -0,303 -0,308 -0,323 -0,278 -0,201 -0,191 -0,139 -0,139 -0,145 -0,148 -0,150 -0,153 -0,147 -0,145 -0,154 -0,150 -0,146 -0,148 -0,128 -0,133 -0,133 -0,158 -0,138 -0,115 -0,137 -0,149 -0,148 -0,165 -0,153 -0,161 -0,193 -0,267 -0,272 -0,285 -0,245 -0,178 -0,168


(5)

Lampiran 6

Dampak investasi modal manusia melalui belanja modal terhadap

penyerapan tenaga kerja sektoral

Sektor

Penyerapan Tenaga Kerja (%)

SD

SLTP SLTA

PT

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1. Padi 2. Palawija

3. Sayur-sayuran dan buah-buahan 4. Perkebunan

5. Tanaman lainnya 6. Peternakan 7. Kehutanan 8. Perikanan

9. Penggalian dan penambangan

10. Industri makanan, minuman, & rokok 11. Industri tekstil, pakaian, kulit, & pemintalan 12. Industri bambu, kayu, rotan, & kertas 13. Industri pupuk, pestisida, & kimia 14. Pengilangan minyak bumi

15. Industri karet, plastik, & bukan logam 16. Industri semen

17. Industri logam

18. Industri mesin, alat listrik, & angkutan 19. Industri lainnya

20. Listrik, gas, & air 21. Bangunan

22. Perdagangan, hotel, & restoran 23. Angkutan

24. Komunikasi

25. Lemb. keuangan, real estat, & jasa perusahaan 26. Pemerintahan & pertahanan keamanan

27. Jasa pendidikan pemerintah 28. Jasa kesehatan pemerintah 29. Jasa pendidikan swasta 30. Jasa kesehatan swasta 31. Jasa lainnya

0,26 0,45 0,33 0,24 0,16 0,38 -0,46 0,37 -0,43 0,31 0,47 0,07 0,52 0,15 0,22 -0,68 -0,09 0,30 0,36 0,36 -0,72 0,28 0,11 0,17 0,10 -0,75 -0,81 -0,78 0,57 0,39 0,08 0,31 0,50 0,38 0,29 0,21 0,43 -0,41 0,42 -0,38 0,36 0,47 0,07 0,52 0,16 0,23 -0,68 -0,08 0,30 0,37 0,36 -0,71 0,28 0,15 0,21 0,14 -0,71 -0,76 -0,74 0,61 0,43 0,12 0,31 0,50 0,39 0,30 0,21 0,43 -0,41 0,42 -0,38 0,37 0,47 0,07 0,52 0,16 0,23 -0,68 -0,08 0,30 0,37 0,36 -0,71 0,28 0,16 0,22 0,14 -0,71 -0,76 -0,74 0,61 0,44 0,12 0,53 0,72 0,61 0,52 0,43 0,65 -0,19 0,64 -0,16 0,59 0,49 0,09 0,54 0,18 0,24 -0,66 -0,07 0,32 0,39 0,38 -0,70 0,30 0,35 0,41 0,34 -0,52 -0,57 -0,55 0,81 0,63 0,32


(6)

Lampiran 7

Dampak investasi modal manusia melalui belanja rutin terhadap

penyerapan tenaga kerja sektoral

Sektor

Penyerapan Tenaga Kerja (%)

SD

SLTP SLTA

PT

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1. Padi 2. Palawija

3. Sayur-sayuran dan buah-buahan 4. Perkebunan

5. Tanaman lainnya 6. Peternakan 7. Kehutanan 8. Perikanan

9. Penggalian dan penambangan

10. Industri makanan, minuman, & rokok 11. Industri tekstil, pakaian, kulit, & pemintalan 12. Industri bambu, kayu, rotan, & kertas 13. Industri pupuk, pestisida, & kimia 14. Pengilangan minyak bumi

15. Industri karet, plastik, & bukan logam 16. Industri semen

17. Industri logam

18. Industri mesin, alat listrik, & angkutan 19. Industri lainnya

20. Listrik, gas, & air 21. Bangunan

22. Perdagangan, hotel, & restoran 23. Angkutan

24. Komunikasi

25. Lemb. keuangan, real estat, & jasa perusahaan 26. Pemerintahan & pertahanan keamanan

27. Jasa pendidikan pemerintah 28. Jasa kesehatan pemerintah 29. Jasa pendidikan swasta 30. Jasa kesehatan swasta 31. Jasa lainnya

0,23 0,39 0,29 0,22 0,14 0,33 -0,40 0,32 -0,38 0,28 0,41 0,06 0,46 0,14 0,20 -0,60 -0,08 0,26 0,32 0,31 -0,63 0,25 0,10 0,15 0,09 -0,67 -0,71 -0,69 0,50 0,34 0,07 0,27 0,44 0,34 0,26 0,18 0,38 -0,36 0,37 -0,34 0,32 0,42 0,06 0,46 0,14 0,20 -0,60 -0,07 0,26 0,32 0,32 -0,63 0,25 0,13 0,19 0,12 -0,63 -0,67 -0,65 0,54 0,38 0,11 0,28 0,44 0,34 0,26 0,19 0,38 -0,36 0,37 -0,33 0,33 0,42 0,06 0,46 0,14 0,20 -0,60 -0,07 0,26 0,32 0,32 -0,63 0,25 0,14 0,19 0,13 -0,62 -0,67 -0,65 0,54 0,39 0,11 0,47 0,63 0,54 0,46 0,38 0,57 -0,17 0,57 -0,14 0,52 0,43 0,08 0,48 0,15 0,21 -0,59 -0,06 0,28 0,34 0,33 -0,62 0,27 0,31 0,36 0,30 -0,46 -0,50 -0,48 0,71 0,56 0,28