Terjemahan intrabahasa, antarbahasa, intersemiotik
2.1 Terjemahan intrabahasa, antarbahasa, intersemiotik
Roman Jakobson (1959: 234) membedakan terjemahan menjadi tiga jenis, yaitu terjemahan intrabahasa (intralingual translation), terjemahan antar bahasa (interlingual translation), dan terjemahan intersemiotik.
Yang dimaksud terjemahan intrabahasa adalah pengubahan suatu teks menjadi teks lain berdasarkan interpretasi penerjemah, dan kedua teks ini ditulis di dalam bahasa yang sama. Jadi, bila kita menuliskan kembali puisi Chairil Anwar Aku ke dalam bentuk prosa di dalam bahasa Indonesia juga, maka kita melakukan penerjemahan intrabahasa. Proses ini memang merupakan proses kreatif, dan sering dilakukan di dalam matakuliah penulisan kreatif di fakultas sastra. Tetapi bila direnungkan, jenis ini belum bisa dikatakan sebagai terjemahan yang sesungguhnya seperti yang didefinisikan di dalam Bab I buku ini.
Sebagai contoh konkretnya, perhatikan penulisan kembali puisi Gunawan Muhammad dengan judul Dongeng Sebelum Tidur menjadi suatu prosa pendek berikut ini.
Teks asli:
"Cicak itu, cintaku, berbicara tentang kita. Yaitu nonsens".
Itulah yang dikatakan baginda kepada permaisurinya, pada malam itu. Nafsu di ranjang telah teduh dan senyap merayap antara sendi dan sprei.
"Mengapakah tak percaya? Mimpi akan meyakinkan seperti matahari pagi."
Perempuan itu terisak, ketika Anglingdarma menutupkan kembali kain ke dadanya dengan nafas yang dingin, meskipun ia mengecup rambutnya.
Esok harinya permaisuri membunuh diri dalam api.
Dan baginda pun mendapatkan akal bagaimana is harus melarikan diri -- dengan pertolongan dewa-dewa entah dari mana -- untuk tidak setia.
"Batik Madrim, Batik Madrim, mengapa harus, patihku? Mengapa harus seorang mencintai kesetiaan lebih dari kehidupan dan sebagainya dan sebagainya?"
(Gunawan Muhamad, 1992: 43)
Teks prosa:
Malam di istana Prabu Anglingdarma. Terdengar suara dari kamar tidur sang raja dan permaisuri. Sebentar mereka terdiam. Nafsu di ranjang telah mereda dan kecapaian merayap diantara sendi-sendi kedua manusia itu.
"Kenapa Kakanda tersenyum?" sang ratu bertanya sedikit kecut di hatinya. "Cicak itu, cicak itu, sayangku. Mereka bercakap tentang kita," kata baginda kepada permaisurinya. Sang permaisuri tak percaya. Di dalam hati terbetik prasangka, lelaki itu tentu telah menertawakan kekurangan dirinya. Ada semacam ketersinggungan di hati..
"Mengapakah tak percaya? Ramalan pun bisa meyakinkan, sepertihalnya mentari pagi," kata Anglingdarma. Sang ratu diam. Anglingdarma menutupkan kembali kain ke dadanya. Perempuan itu terisak; ia diam saja saat lelaki raja itu mengecup rambutnya.
Ketidakpercayaan atau mungkin ketersinggungan itu terus berlarut. Sang permaisuri mengancam mau membakar diri jika sang Raja tetap tidak mau berterus terang tentang alasan yang membuatnya tersenyum saat mereka memadu kasih malam itu. Ketidakpercayaan itu tak mampu tersembuhkan. Ketersinggungan itu tak bisa lagi terobati.
Baginda Anglingdarma bingung dibuatnya. Segala yang ada dihatinya telah dikeluarkannya. Dengan ajian dewata, ia memang bisa memahami percakapan hewan; dan mengajari orang lain, tentulah melanggar janji dengan para dewata. Tetapi, membiarkan sang ratu membunuh diri, ia ngeri dikatakan lelaki tidak setia hati.
Maka, pagi pun tiba. Permaisuri membakar diri. Saat sang Raja ingin juga
menceburkan
diri dalam
kobar
api, dewa-dewa pun api, dewa-dewa pun
Setelah menyimak contoh di atas kita semakin paham bahwa jenis ini bukanlah terjemahan yang sesungguhnya. Jenis terjemahan yang kedua menurut Jakobson adalah terjemahan antarbahasa. Terjemahan jenis ini adalah terjemahan dalam arti yang sesungguhnya, seperti yang dimaksud di dalam Bab I. Dalam jenis ini, penerjemah menuliskan kembali makna atau pesan teks BSu ke dalam teks BSa. Contohnya adalah terjemahan McGlynn atas puisi Andre Hardjana berikut ini.
Teks BSu:
Salju
batang-batang itu adalah kenangan yang semakin kurus dan akhirnya hilang di balik salju
cemara yang biasa gaduh dalam canda dengan angin tenggara kini bungkam dalam derita menunduk berat ditindih salju pucat dan semakin berat dalam kenangan cinta tiada hati buat mengaduh
pucat, putih dan semakin putih lenyap segala kenangan lenyap duka dan sedih
putih cintaku adalah cinta dalam kenang dan rindu
Teks BSa:
Snow
branches are a memory now growing ever more faint to be lost behind the snow
pines that usually dance in delight with the wind from the south pines that usually dance in delight with the wind from the south
of a love with no heart to complain
pale white, and ever more white all memories disappear misery and sadness vanish
my longing is white, my love is white is my love in memory and longing
(McGlynn, 1991: 115-116)
Jenis yang terakhir menurut Jakobson adalah terjemahan intersemiotik. Jenis ini mencakup penafsiran sebuah teks ke dalam bentuk atau sistem tanda yang lain. Sebagai contohnya adalah penafsiran novel "Karmila" karya Marga T. menjadi sinetron dengan judul yang sama. Sinetron ini pernah ditayang oleh salah satu stasiun TV swasta di Indonesia pada tahun 1998. Karena inti kajian kita adalah terjemahan yang sesungguhnya, maka sudah selayaknya bila kita lebih mendalami jenis kedua ini.