Translation Bahasan teori and penuntun p
Bahasan Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan
Edisi Revisi
Zuchridin Suryawinata & Sugeng Hariyanto
Bahasan Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan Edisi Revisi
Penulis :
Zuchridin Suryawinata Sugeng Hariyanto
Desain Cover & Penata Isi
Tim MNC Publishing
Cetakan pertama tahun 2003 oleh Penerbit Kanisius, Yogyakarta Edisi revisi, 2016
Diterbitkan oleh: Media Nusa Creative
Anggota IKAPI (162/JTI/2015) Bukit Cemara Tidar H5 No. 34, Malang Telp. : 0341 – 563 149 / 08223.2121.888 e-mail : [email protected] Website : www.mncpublishing.com
ISBN : 978-602-6397-28-7
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ke dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1), (2), dan (6)
KATA PENGANTAR EDISI REVISI
Buku ini telah beredar cukup lama di tangan para mahasiswa dan sudah cukup lama pula tidak dicetak ulang. Mungkin karena alasan itu buku ini pernah dibajak penulis lain beberapa bab, langsung disalin-rekat ke dalam bukunya. Selain itu saya masih menerima banyak pertanyaan tentang di mana buku ini bisa dibeli. Dengan kedua alas an tersebut buku ini dicetak ulang dan sekaligus direvisi disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Buka teori dengan gaya tutur santai ini dulunya saya tulis dengan pembimbing saya saat saya menulis tesis, yaitu Prof. Dr. Zuchridin Suryawinata. Beliau adalah pembangkit kecintaan saya terhadap dunia penerjemahan dan dunia tulis-menulis. Beliau pula yang menuntun saya untuk memasuki industri penerjemahan. Sang inspirator saya tersebut kini telah tiada, tetapi semangat menulis saya dan kecintaan saya terhadap dunia penerjemahan yang beliau semaikan di hati saya tidak pernah padam. Namun, kepergian beliau membuat saya menjadi penanggung jawab tunggal atas perbaikan buku ini.
Dengan rasa takzim kepada beliau, dalam edisi revisi ini saya memperbaiki Bab I mengenai perkakas penerjemahan, dengan menambahkan bahasan tentang mesin penerjemah dan CAT Tool dan menambahkan strategi penerjemahan pragmatik di Bab IV. Sementara itu bab tentang penelitian di bidang penerjemahan dihapus karena tidak terkait langsung dengan judul buku ini.
Malang 17 Oktober 2016 SGH
KATA PENGANTAR (Cetakan Pertama)
Buku ini telah lama direncanakan untuk terbit. Tetapi karena beberapa kendala yang dihadapi oleh kedua penulis, maka akhirnya buku ini baru dapat muncul di hadapan para peminat terjemahan sekarang.
Buku-buku teori penerjemahan pada tahun 1980-an sampai sekarang telah banyak yang diterbitkan, tetapi sebagian besar buku-buku tersebut ditulis di dalam bahasa Inggris, Jerman, dan Prancis, dan disertai contoh-contoh di dalam ketiga bahasa asing itu pula. Oleh karena itu, penulis mencoba menyajikan buku ini dalam bahasa Indonesia, beserta contoh-contohnya dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan para mahasiswa, dosen, dan praktisi penerjemahan. Di samping pembahasan teori yang agak mendalam, dengan membandingkan beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa pakar penerjemahan, buku ini juga menyertakan contoh-contoh dalam penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dan sebaliknya.
Di dalam ranah teori dibahas definisi, proses, ragam, dan prinsip- prinsip penerjemahan, serta kaitan antara makna dan penerjemahan. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan teori dan contoh penelitian di bidang penerjemahan. Di dalam ranah praktis disajikan strategi penerjemahan beserta contoh-contohnya, penyesuaian leksikal dan gramatikal, cara menerjemahkan teks-teks IPTEK dan teks-teks humaniora, cara mencari dan membentuk istilah yang belum ada di dalam bahasa Indonesia, dan diberikan pula alamat-alamat situs internet yang dapat dimanfaatkan oleh para penerjemah.
Semoga buku ini bermanfaat. Malang 17 Agustus 2000 ZS dan SGH
BAB I PENERJEMAHAN DAN PENERJEMAH
Buku ini memuat teori-teori dasar penerjemahan. Oleh karena itu sudah selayaknya jika kami membuka buku ini dengan uraian tentang definisi penerjemahan. Setelah itu disajikan juga bahasan mengenai proses penerjemahan. Paparan tentang proses penerjemahan ini berguna untuk memahami hakikat penerjemahan. Di bagian akhir bab ini disinggung syarat-syarat penerjemahan yang baik dan sumber daya yang bisa dimanfaatkan oleh para penerjemah
1.1 Definisi Penerjemahan
Seperti halnya ilmu-ilmu lain, di dalam bidang penerjemahan ditemukan banyak sekali definisi penerjemahan. Berbagai definisi penerjemahan yang bisa ditemukan ini mencerminkan pandangan ahli yang membuat definisi tersebut tentang hakikat terjemahan dan proses penerjemahan. Berikut akan disajikan beberapa definisi yang sering dikutip dalam buku-buku tentang penerjemahan.
Definisi pertama berasal dari Catford (1965: 20). Ia menulis:
(Translation is) the replacement of textual material in one language by equivalent textual material in another language. (Catford, 1965: 20)
Penerjemahan adalah penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa dengan materi tekstual yang padan dalam bahasa lain.
Mungkin pembaca sedikit bertanya-tanya karena di dalam definisi tersebut tidak ditemukan konsep tentang makna. Sementara itu secara garis besar terjemahan tidak bisa dipisahkan dari persoalan makna atau
i fo asi. “e agai ga ti da i ko sep ak a adalah materi tekstual yang padan: ini tentu saja lebih operasional (Suryawinata, 1989: 3), tetapi bisa menjebak. Kesepadanan sebuah materi tekstual bisa dipandang dari
beberapa segi. Secara sederhana, materi tekstual bisa padan maknanya, panjangnya, gaya tulisannya, atau bahkan padan kualitas cetakannya.
Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud materi tekstual oleh Catford tidak harus naskah tertulis. Jadi penerjemahan bisa saja berasal Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud materi tekstual oleh Catford tidak harus naskah tertulis. Jadi penerjemahan bisa saja berasal
Translation is made possible by an equivalent of thought that lies behind its different verbal expressions (Savory, 1968).
Kutipan di atas bisa diterjemahkan secara bebas sebagai berikut:
Penerjemahan menjadi mungkin dengan adanya gagasan yang sepadan di balik ungkapan verbal yang berbeda.
Di dalam ungkapan Savory ini disebutkan dengan jelas bahwa yang padan adalah gagasannya. Savory tidak lebih jauh lagi menyebut hal-hal yang operasional atau hal-hal yang terkait dengan proses.
Dalam definisinya, Nida dan Taber (1969) menyatakan secara lebih jelas proses penerjemahannya. Mereka menyatakan:
Translating consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.
Secara bebas kutipan di atas bisa diterjemahkan sebagai berikut:
Penerjemahan adalah usaha mencipta kembali pesan dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) dengan padanan alami yang sedekat mungkin, pertama-tama dalam hal makna dan kemudian gaya bahasanya.
Di sini Nida dan Taber tidak mempermasalahkan bahasa-bahasa yang terlibat dalam penerjemahan, tetapi lebih tertarik pada cara kerja penerjemahan, yakni mencari padanan alami yang semirip mungkin sehingga pesan dalam BSu bisa disampaikan dalam BSa.
Dalam bukunya Translation: Aplications and Research, Brislin (1976: 1) menulis:
Translation is the general term referring to the transfer of thoughts and ideas from one language (source) to another (target), whether the languages are in written or oral form; whether the languages have established orthographies or do not have such standardization or whether one or both languages is based on signs, as with sign languages of the deaf.
Secara bebas, definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut.
Penerjemahan adalah istilah umum yang mengacu pada proses pengalihan buah pikiran dan gagasan dari satu bahasa (sumber) ke dalam bahasa lain (sasaran), baik dalam bentuk tulisan maupun lisan; baik kedua bahasa tersebut telah mempunyai sistem penulisan yang telah baku ataupun belum, baik salah satu atau keduanya didasarkan pada isyarat sebagaimana bahasa isyarat orang tuna rungu.
Dari definisi ini dapat diketahui bahwa Brislin memberi batasan yang luas pada istilah penerjemahan. Bagi dia penerjemahan adalah pengalihan buah pikiran atau gagasan dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Kedua bahasa ini bisa serumpun, seperti bahasa Sunda dan Jawa, bisa dari lain rumpun, seperti bahasa Inggris dan Indonesia, atau bahkan bahasa yang sama tetapi dipakai pada kurun waktu yang berbeda, misalnya bahasa Jawa jaman Majapahit dan bahasa Jawa masa sekarang. Hanya sayang dalam definisi ini tidak tersirat proses penerjemahan dan kriteria terjemahan yang baik.
Sejenis dengan definisi ini adalah definisi Pinhhuck (1977: 38). Dia menulis bahasa "Translation is a process of finding a TL equivalent for an SL utterance". Dalam bahasa Indonesia bisa dikatakan bahwa "Penerjemahan adalah proses penemuan padanan ujaran bahasa sumber di dalam bahasa sasaran."
Dalam definisi-definisi yang muncul dalam kurun waktu 1960- 1970an di atas bisa dilihat adanya tiga kesamaan. Kemiripan pertama adalah adanya perubahan dari bahasa satu ke bahasa yang lainnya. Yang kedua adalah adanya makna atau pesan yang dipertahankan, dan yang terakhir adalah adanya kewajiban dari penerjemah untuk mengusahakan padanan yang sedekat mungkin.
Di antara ketiga hal di atas, konsep tentang padananlah yang menarik untuk dicermati karena setiap penulis di atas mempunyai konsep atau lingkup yang berbeda. Catford (1969), misalnya, hanya menyebutkan equivalent textual material. Tambahan lagi, dia tidak menyebutkan kata makna atau pesan dalam definisinya. Jadi yang harus padan menurut Catford adalah materi tekstualnya. Ini bisa jadi kosa katanya, strukturnya (gayanya), dan juga maknanya karena tidak mungkin penerjemahan dapat mengabaikan maknanya demi padanan struktur bahasanya saja.
Catford (1969) lebih jauh menyatakan bahwa masalah utama dalam Catford (1969) lebih jauh menyatakan bahwa masalah utama dalam
Seperti yang dikutip Wilss (dalam Noss, 1982), Catford menyatakan bahwa di dalam penerjemahan total, teks atau butir-butir BSu dan BSa adalah padanan terjemahan jika teks-teks atau butir-butir itu bisa saling ditukar dalam situasi yang sama. Jadi idealnya padanan terjemahan haruslah berkorespondensi satu-satu: jika X ada di dalam BSu, maka Y ada di dalam BSa; jika Y ada di dalam BSa, maka X ada di dalam BSu.
Sementara itu, Savory menyebutkan bahwa yang seharusnya padan adalah buah pikiran atau gagasannya. Yang sangat jelas membahas masalah ini adalah Nida dan Taber yang menyebutkan closest natural equivalent of the SL message. Jadi, menurut kedua ahli itu yang harus padan dulu adalah pesan dari naskah yang diterjemahkan, dan padanannya pun harus yang alami dan semirip mungkin sehingga bisa membawa pesan yang sama. Untuk memahami masalah ini, lebih baik kiranya bila kita mengingat kembali contoh yang diajukan Nida dan Taber.
Kedua ahli ini adalah ahli penerjemahan kitab Injil. Dalam kitab Injil versi bahasa Inggris, ada ungkapan lamb of God, yang kalau diterjemahkan secara harfiah menjadi domba Tuhan dalam bahasa Indonesia. Tetapi, pada saat itu orang tersebut mau menerjemahkannya ke dalam bahasa orang Eskimo yang tentu saja dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah melihat domba. Bila ungkapan itu diterjemahkan secara harfiah, maka makna yang ingin disampaikan, yakni suatu gambaran ketidakberdosaan, tidak akan bisa ditangkap. Oleh karena itu, harus dicari padanan alami yang sedekat mungkin, yang mempunyai makna konotasi yang nyaris mirip. Akhirnya ditemukanlah padanan alaminya, yakni anjing laut. Akhirnya, terjemahan yang padan dari lamb of God dalam bahasa Eskimo adalah anjing laut Tuhan dalam bahasa Eskimo.
Konsep Nida dan Taber ini, yang juga dikenal dengan konsep padanan dinamis, memang menarik dan menghasilkan terjemahan yang luwes dan mampu memberikan pesan yang sama dengan pesan BSu-nya. Namun tetap ada pertanyaan, apakah hasil tersebut tetap sama untuk penerjemahan naskah-naskah ilmu pengetahuan.
Mulai tahun 1980-an, rupanya perbincangan dalam teori penerjemahan tidak lagi disibukkan oleh masalah padanan. Mungkin Mulai tahun 1980-an, rupanya perbincangan dalam teori penerjemahan tidak lagi disibukkan oleh masalah padanan. Mungkin
McGuire (1980: 2) menulis:
Translation involves the rendering of a source language (SL) text into the target language (TL) so as to ensure that (1) the surface meaning of the two will be approximately similar and (2) the structure of the SL will be preserved as closely as possible, but not so closely that the TL structure will
be seriously distorted.
Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut:
Penerjemahan mencakup usaha menjadikan BSu ke BSa sehingga (1) makna keduanya menjadi hampir mirip dan (2) struktur BSu dapat dipertahankan setepat mungkin, tetapi jangan terlalu tepat sehingga struktur BSa-nya menjadi rusak.
Definisi ini mengandung beberapa hal yang kurang mengena. Pertama, yang dibicarakan adalah BSu dan BSa yang sangat umum, sehingga tidak khusus mengacu pada suatu terjemahan. Selain itu pada bagian kedua definisi tersebut mengandung kontroversi, yaitu setepat mungkin namun jangan terlalu tepat. Dari sini kita tidak tahu batas ketepatan yang dimaksud.
Newmark (1981: 7) menulis bahwa:
Translation is a craft consisting in the attempt to replace a written message and/or statement in one language by the same message and/or statement in another language.
Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut:
Penerjemahan adalah suatu kiat yang merupakan usaha untuk mengganti suatu pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lain.
Ada dua hal yang bisa diperbincangkan dalam definisi ini. Pertama, Newmark memandang penerjemahan (translation) menyangkut teks tertulis. Ada kemungkinan ini dimaksudkan untuk membedakannya Ada dua hal yang bisa diperbincangkan dalam definisi ini. Pertama, Newmark memandang penerjemahan (translation) menyangkut teks tertulis. Ada kemungkinan ini dimaksudkan untuk membedakannya
Wolfram Wilss (1984) mengajukan tiga definisi penerjemahan sekaligus, yakni yang berorientasi pada penerjemah, pada teks, dan pada komputer. Pada ketiga-tiganya dia menyebut bahwa penerjemahan adalah suatu proses. Dalam definisinya yang kedua, yang berorientasi pada naskah yang diterjemahkan ia menulis:
Translation is a transfer process which aims at the transformation of a written SL text into an optimally equivalent TL text, and which requires the syntactic, the semantic and the pragmatic understanding and analytical processing of the SL (Wills dalam Noss, 1982: 3).
Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut:
Penerjemahan adalah suatu proses transfer yang bertujuan untuk mentransformasikan teks tertulis dalam BSu ke dalam teks BSa yang optimal padan, dan memerlukan pemahaman sintaktik, semantik dan pragmatik, serta proses analitis terhadap BSu.
Dalam definisi tersebut, Wilss menganggap bahwa penerjemahan adalah suatu proses, suatu transfer. Lebih lanjut ia membatasi pada teks tertulis, seperti halnya pandangan Newmark. Kalau Wilss menganggap penerjemahan sebagai proses transformasi, Newmark menggunakan istilah mengganti. Kalau Wills masih memakai istilah padanan, Newmark memakai sama tetapi dalam bahasa yang lain. Dalam masalah ini, kami lebih sepakat dengan Wilss dalam hal penggunaan istilah padan dan padanan, karena secara linguistik tidak ada kata-kata yang sama dalam bahasa yang berlainan. Kata yang sekilas terlihat sama, mungkin mempunyai makna konotatif yang berbeda, atau malah cakupan makna yang berbeda. Kita bisa melihat kembali contoh yang diajukan oleh Nida dan Taber di depan.
Meskipun kata equivalent masih disebut, tetapi tekanan utamanya terletak pada proses. Bahkan ahli ini menggambarkan proses yang dimaksud segera setelah definisi tersebut.
Dalam bukunya Meaning-based Translation: A Guide to Cross- language Equivalence, Larson (1984) justru tidak pernah mendefinisikan kata "translation' atau penerjemahan. Dia malah dengan singkat saja Dalam bukunya Meaning-based Translation: A Guide to Cross- language Equivalence, Larson (1984) justru tidak pernah mendefinisikan kata "translation' atau penerjemahan. Dia malah dengan singkat saja
Translation is basically a change of form. When we speak of the form of a language, we are referring to the actual words, phrases, clauses, sentences, paragraphs, etc., which are spoken or written. ... In translation the form of the source language is replaced by the form of the receptor (target) language.
Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut:
Penerjemahan pada dasarnya adalah suatu perubahan bentuk. Apabila kita berbicara tentang bentuk bahasa, kita mengacu pada kata-kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf yang sesungguhnya, yang lisan atau tertulis. ... Di dalam terjemahan bentuk bahasa sumber disalin dengan bentuk bahasa sasaran.
Yang dapat menjadi pertanyaan adalah bahwa Larson di sini membicarakan pergantian bentuk. Sedangkan buku yang ditulisnya adalah tentang penerjemahan berdasarkan makna. Dengan demikian, kita kurang dapat memahami mengapa Larson mengacu kepada bentuk dan bukan makna dalam definisi di atas. Meskipun begitu, dalam bahasan di butir 1.2. kita bisa lebih memahami pikiran Larson tersebut.
Demikian, kutipan-kutipan definisi penerjemahan yang kami sajikan di atas menunjukkan bahwa pada tahap awal, perbincangan sekitar definisi penerjemahan berfokus pada makna ekuivalen atau padanan. Sementara itu, mulai awal 1980-an, fokus pembicaraan mulai bergeser pada proses penerjemahan. Lebih lanjut kita perdalam bahasan kita tentang proses penerjemahan pada bagian 1.2. berikut.
1.2 Proses Penerjemahan
Yang dimaksud proses penerjemahan di sini adalah suatu model yang dimaksudkan untuk menerangkan proses pikir (internal) yang dilakukan manusia saat melakukan penerjemahan.
Dahulu orang berpendapat bahwa penerjemahan terjadi secara langsung dan terjadi satu arah. Proses ini sering digambarkan dalam gambar berikut (lihat Suryawinata, 1989: 12).
teks BSu teks BSa
Gambar 1.1 Proses penerjemahan linier
Gambar di atas dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa penerjemah langsung menuliskan kembali teks BSu dalam teks BSa. Sekilas memang begitulah tampaknya. Perhatikan contoh berikut.
She kicked the farmer. Dia menendang petani itu.
Jika Anda diberi kalimat tersebut, tentu Anda pun langsung menerjemahkan begitu. Langsung dan satu arah bukan? Akan tetapi bagaimana jika yang harus diterjemahkan adalah kalimat yang lebih kompleks? Coba terjemahkan kalimat berikut.
Social control is a process whereby conformity to norms is maintained in a society.
Kita tidak bisa secepat menerjemahkan She kicked the farmer tadi. Kita terpaksa dengan hati-hati berusaha mendapatkan makna dari kalimat itu dengan segala cara, dengan melihat kamus, dengan mempertimbangkan struktur yang disebut relative clause, dan sebagainya.
Jadi, apakah proses penerjemahan untuk kedua kalimat di atas berbeda? Tentu saja tidak. Hanya saja, untuk kalimat pertama, proses itu berlangsung begitu cepat, sementara untuk kalimat kedua prosesnya berjalan lambat. Oleh karena itu, Nida dan Taber (1969:33) menggambarkan proses penerjemahannya, yakni penerjemahan dinamis, seperti dalam Gambar 1.2. Dalam proses ini terdapat tiga tahap, yaitu tahap analisis, transfer, dan restrukturisasi. Dalam tahap analisis, penerjemah menganalisis teks BSu dalam hal (a) hubungan gramatikal yang ada dan (b) makna kata dan rangkaian kata-kata untuk memahami makna atau isinya secara keseluruhan. Hasil tahap ini, yaitu makna BSu yang telah dipahami, ditransfer di dalam pikiran penerjemah dari BSu ke dalam BSa. Baru setelah itu, dalam tahap restrukturisasi, makna tersebut ditulis kembali dalam BSa sesuai dengan aturan dan kaidah yang ada dalam BSa.
bentuk bentuk teks BSu teks BSa
analisis restrukturisasi
isi teks ----transfer----» isi teks BSu BSa
Gambar 1.2 Proses penerjemahan menurut Nida dan Taber (1969)
Proses di atas kelihatannya rumit, tetapi setelah dimengerti sebenarnya cukup mudah untuk dipahami. Meskipun demikian, Suryawinata (1989: 14) berusaha memperjelas skema tersebut dengan meminjam konsep struktur batin dan struktur lahir Tata Bahasa Generatif Transformasi (TGT) menjadi seperti yang terlihat dalam Gambar 1.3.
Evaluasi dan revisi
Teks asli Teks terjemahan dalam BSu
dalam BSa
proses eksternal
analisis/ restrukturisasi/
pemahaman penulisan kembali
proses internal
konsep, makna, transfer konsep, makna, pesan dari teks BSu
padanan pesan dalam BSa
Gambar 1.3 Proses penerjemahan menurut Nida dan Taber (1969) yang
disempurnakan
Di dalam gambar tersebut bisa dilihat proses sebagai berikut:
1. Tahap analisis atau pemahaman. Dalam tahap ini struktur lahir (atau kalimat yang ada) dianalisis menurut hubungan gramatikal, menurut makna kata atau kombinasi kata, mana tekstual, dan bahkan makna kontekstual. Ini merupakan proses transformasi balik.
2. Tahap transfer. Dalam tahap ini materi yang sudah dianalisis dan dipahami maknanya tadi diolah penerjemah dalam pikirannya dan dipindah dari BSu ke dalam BSa. Dalam tahap ini belum dihasilkan rangkaian kata; semuanya hanya terjadi di dalam batin penerjemah.
3. Restrukturisasi. Dalam tahap ini penerjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan, dan struktur kalimat yang tepat dalam BSa sehingga isi, makna dan pesan yang ada dalam teks BSu tadi bisa disampaikan sepenuhnya dalam BSa.
4. Evaluasi dan revisi. Setelah didapat hasil terjemahan di BSa, hasil itu dievaluasi atau dicocokkan kembali dengan teks aslinya. Kalau dirasa masih kurang padan, maka dilakukanlah revisi.
Keempat proses ini kadang berlangsung dengan sangat cepat, kadang juga sangat lambat. Untuk lebih jelasnya, kita perhatikan proses penerjemahan untuk kalimat contoh She kicked the farmer. Berikut tahap- tahapnya.
1. Analisis. Dalam tahap ini penerjemah memikirkan hal-hal berikut. She adalah subjek kalimat asli. Kicked adalah kata kerjanya. She adalah orang ketiga tunggal dan berjenis kelamin perempuan. Harus ada tambahan "ed" pada kata kerjanya untuk menunjukkan bahwa kejadiannya sudah berlangsung. Sedangkan the farmer adalah objek yang dikenai kata kerja kick. Objek ini adalah manusia yang pekerjaannya mengolah tanah untuk menumbuhkan tanaman yang bisa menghasilkan bahan pangan.
2. Transfer. Dalam tahap ini, penerjemah memikirkan hal-hal sebagai berikut. Orang ketiga tunggal adalah ia, dia, dan beliau dalam bahasa Indonesia. Jenis kelamin perempuan tidak bisa diwakili dengan kata lain selain kata perempuan atau wanita. Kick adalah perbuatan mengayunkan kaki dengan kuat ke arah depan. Orang yang pekerjaannya menanam tanaman pangan disebut juga petani dalam bahasa Indonesia. (Harus diingat, semua yang dilakukan dalam tahap ini hanya terjadi di dalam pikiran penerjemah saja.)
3. Restrukturisasi. Dalam tahap ini mulailah penerjemah menuliskan sesuatu, misalnya Beliau (perempuan) menendang petani.
4. Evaluasi dan revisi. Dalam tahap ini penerjemah kembali mengamati hasil kerjanya. Dia merasa bahwa kalimat itu kurang luwes dalam bahasa Indonesia. Maka kata perempuan dia buang. Kata beliau dirasanya terlalu sopan. Dan kata petani bisa terlalu umum. Maka penerjemah bisa merevisi kalimat itu menjadi Dia menendang petani itu.
Selain Nida dan Taber, Larson (1984: 3-4) juga mengajukan model proses terjemahan. Model tersebut secara garis besar sama, tetapi kelihatannya lebih sederhana. Lihat gambar 1.4.
Gambar 1.4 Proses penerjemahan menurut Larson (1984)
Proses ini kelihatannya lebih sederhana daripada proses yang diajukan Nida dan Taber (1969). Itu hanya kelihatannya, tetapi sebenarnya proses itu sama rumitnya. (Bukankah proses yang dimaksud sama?). Menurut Larson (1984), proses terjemahan itu terdiri atas mempelajari dan menganalisis kata-kata, struktur gramatikal, situasi komunikasi dalam teks BSu, dan konteks budaya BSu untuk memahami makna yang ingin Proses ini kelihatannya lebih sederhana daripada proses yang diajukan Nida dan Taber (1969). Itu hanya kelihatannya, tetapi sebenarnya proses itu sama rumitnya. (Bukankah proses yang dimaksud sama?). Menurut Larson (1984), proses terjemahan itu terdiri atas mempelajari dan menganalisis kata-kata, struktur gramatikal, situasi komunikasi dalam teks BSu, dan konteks budaya BSu untuk memahami makna yang ingin
Skema Larson (1984) ini terasa kurang rinci. Oleh karena itu, Said (1994: 20) melengkapi skema ini menjadi Gambar 1.5.
Gambar 1.5 Proses penerjemahan Larson (1984) yang dilengkapi oleh Said (1994)
Dari Gambar 1.5, kita dapat melihat gambaran proses ini. Sebagai contoh kita gunakan proses penerejmahan kalimat asli: I fell and hurt my knee. Berikut prosesnya tahap demi tahap.
1. Analisis leksikon:
I --» pembicara fell --» bergerak menuju ke tanah tanpa bisa dikendalikan. and --» ada tambahan ide hurt --» perbuatan melukai orang lain atau diri sendiri my --» milik pembicara knee --» sendi antara tulang paha dan tulang kering
2. Analisis struktur gramatikal Dari analisis gramatikal diperoleh hal-hal berikut: (a) kalimat ini kalimat majemuk rapatan dalam jenis kalimat positif atau kalimat afirmasi, dan (b) kalimat ini untuk menceritakan kejadian pada masa lalu, karena kata fell adalah bentuk lampau dari kata fall.
3. Analisis konteks situasi menghasilkan pemahaman bahwa kalimat ini
mungkin sekali diucapkan oleh seseorang kepada temannya.
4. Analisis konteks budaya menghasilkan pengertian bahwa tidak ada hal-hal yang sifatnya sangat khusus dalam budaya Inggris dalam kalimat ini. Ini bisa dimengerti bahwa tidak ada konsep budaya khusus dalam ujaran ini.
Dari hasil analisis teks asli ini dapat diperoleh makna bahwa si pembicara ingin menceritakan kepada temannya bahwa pada waktu yang lampau dia terjatuh dan karenanya ada luka di sekitar sendi yang menghubungkan tulang paha dan tulang keringnya. Makna ini kemudian diungkapkan kembali dengan mempertimbangkan segi-segi leksikon (kata), struktur gramatikal, konteks situasi, dan konteks budaya bahasa sasaran, yakni bahasa Indonesia. Langkah ini bisa digambarkan sebagai berikut:
1. Pertimbangan leksikon bahasa sasaran Langkah ini adalah pencarian kata-kata BSa yang bisa digunakan untuk mengungkapkan makna BSu. Langkah ini bisa digambarkan dengan sederhana sebagai berikut.
I ---» saya, aku, hamba, patik fell --» jatuh I ---» saya, aku, hamba, patik fell --» jatuh
2. Pertimbangan struktur gramatikal. Dalam bahasa Indonesia tidak ada pemarkah waktu lampau seperti halnya bahasa Inggris. Konsep ini harus dikatakan eksplisit, dulu atau beberapa hari yang lalu.
Lebih jauh lagi, struktur kalimat majemuk rapatan dalam bentuk afirmasi seperti struktur aslinya tidak bisa dipakai untuk mengungkapkan makna yang sama dalam bahasa Indonesia. Tentu kita merasa tidak pas jika mendengar ada kalimat Saya jatuh dan saya melukai lutut saya kemarin. Oleh karena itu, harus dicari struktur kalimat yang bisa diterima di dalam bahasa Indonesia.
3. Pertimbangan konteks situasi dan budaya Dalam mencari struktur yang pas ini, penerjemah harus pula mempertimbangkan konteks situasi yang akrab (dari ini kata patik, saya, hamba mungkin tidak tepat. Karena tidak ada konsep yang khas Inggris, maka ia bisa mengabaikan masalah ini.
Pada akhirnya, mungkin bisa ditemukan kalimat akhir sebagai terjemahan kalimat aslinya, yaitu Aku terjatuh dan lututku terluka.
Sebagai tambahan, perlu kita perhatikan bahwa kata-kata fall, hurt, cut, sprain dan kata lain sejenis ini di dalam bahasa Inggris merupakan kata kerja berbentuk aktif transitif meskipun untuk diri sendiri. Tetapi di dalam bahasa Indonesia dalam kata tersebut terkandung makna tidak sengaja, sehingga padanannya di dalam bahasa Indonesia yang paling tepat adalah terjatuh, terluka, teriris, dan terkilir.
Dari uraian dalam bab ini bisa ditarik dua kesimpulan. Pertama, dari definisi penerjemahan bisa disimpulkan bahwa penerjemahan adalah suatu kegiatan untuk mengungkapkan kembali makna dari teks BSu dengan padanan yang tepat di dalam teks BSa. Dari bahasan tentang proses penerjemahan bisa disimpulkan bahwa pada dasarnya proses penerjemahan terdiri atas dua tahap: (a) analisis teks asli dan pemahaman makna dan/atau pesan teks asli dan (b) pengungkapan kembali makna dan/atau pesan tersebut di dalam BSa dalam kata-kata atau kalimat yang berterima di dalam BSa.
Perhatikan kutipan berikut yang diikuti oleh dua terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Teks terjemahan yang pertama ini adalah hasil terjemahan seseorang yang baru belajar menerjemahkan. Di dalamnya terdapat beberapa kesalahan yang mungkin saja bersifat serius. Kemudian bandingkan dengan teks terjemahan kedua, yang merupakan hasil penyempurnaan teks terjemahan yang pertama. Menurut Anda, kenapa teks terjemahan pertama mengandung banyak kesalahan?
Teks Asli
Social control is the process whereby conformity to norms is maintained in a society. Without social control, society and human system would not be possible. We can see instances of social control by simply calling attention to everyday, taken-for-granted events around us. Your professor shows up each day at approximately the correct time. So do you. Most students sit quietly in class. Most are polite and follow the proper procedure for asking questions. We all drive on the right side of the road, stop at red lights, and use our turn signals. We go to the bank and we are sure that people will be there to help us. These are commonplace events, but they are what makes society possible. Despite tendencies for deviation, most people, most of the time, are willing to occupy key status positions, recognize relevant norms, and play appropriate roles.
Teks terjemahan 1 Teks terjemahan 2
Kontrol sosial adalah proses Kontrol sosial adalah proses untuk penyesuaian norma-norma yang memelihara penyesuaian tingkah dipelihara di dalam masyarakat. laku terhadap norma-norma di Tanpa kontrol sosial, masyarakat dalam masyarakat. Tanpa kontrol dan sistem kemanusiaan tidak sosial, masyarakat dan sistem mungkin ada. Kita dapat melihat kemanusiaan tidak mungkin ada. contoh-contoh
kontrol sosial Kita dapat melihat contoh-contoh melalui
sosial dengan sehari-hari, mengambil hal-hal memperhatikan kejadian sehari-hari yang benar di sekitar kita. yang kita lakukan begitu saja di Profesor
panggilan
perhatian kontrol
Anda menunjukkan lingkungan sekitar kita. Dosen Anda waktu yang kira-kira tepat setiap datang pada waktu yang hampir hari. Begitu juga Anda. Banyak sama tiap hari. Begitu juga Anda. murid duduk tenang di dalam Kebanyakan
mahasiswa duduk kelas. Banyak yang sopan dan tenang di dalam kelas. Kebanyakan mengikuti prosedur yang pantas sopan dan mengikuti prosedur yang untuk mengajukan pertanyaan. tepat
untuk mengajukan Kita semua mengendarai di jalan pertanyaan. Kita semua mengemudi sebelah kanan, berhenti pada di jalan sebelah kiri, berhenti pada lampu merah, dan mengikuti lampu merah, dan menggunakan tanda-tanda yang berikutnya. Kita lampu sein (tanda belok) kita. Kita pergi ke bank dan kita yakin pergi ke bank dan kita yakin bahwa bahwa orang-orang akan berada orang-orang akan ada di sana untuk untuk mengajukan Kita semua mengendarai di jalan pertanyaan. Kita semua mengemudi sebelah kanan, berhenti pada di jalan sebelah kiri, berhenti pada lampu merah, dan mengikuti lampu merah, dan menggunakan tanda-tanda yang berikutnya. Kita lampu sein (tanda belok) kita. Kita pergi ke bank dan kita yakin pergi ke bank dan kita yakin bahwa bahwa orang-orang akan berada orang-orang akan ada di sana untuk
Meskipun ada bisa menjaga masyarakat kita. kecenderungan
ada kecenderungan banyak orang biasanya ingin penyimpangan, tetapi kebanyakan menempati kunci status tempat, orang biasanya sudi menempati mengenali norma-norma yang posisi kunci, menaati norma-norma berhubungan dan memainkan yang sesuai, dan memainkan peran aturan-aturan yang tepat.
penyimpangan, Meskipun
yang tepat.
Di dalam teks terjemahan kedua, semua kesalahan yang diakibatkan oleh kesalahan di dalam pemahaman teks BSu di benahi. Selain itu, struktur kalimatnya juga disesuaikan dengan kaidah BSa. (Perhatikan kalimat pertama.) Selain itu, penyesuaian juga dilakukan. Mengendarai di sebelah kanan diganti menjadi mengemudi di jalan sebelah kiri karena di Indonesia orang memang harus mengemudi di jalan sebelah kiri.
1.3 Penjurubahasaan
Di dalam bahasa Inggris orang membedakan terjemahan dalam bahasa tulis, yang disebutnya translation, dan terjemahan dalam bahasa lisan, yang disebutnya interpretation. Di dalam bahasa Indonesia penerjemahan lisan ini lebih dikenal dengan sebutan penjurubahasaan. Sementara itu di dalam bahasa Indonesia kita tidak mempunyai istilah khusus untuk terjemahan lisan. Di dalam buku ini, istilah interpretasi dan interpreter digunakan karena istilah ini lebih singkat bila dibandingkan dengan istilah terjemahan lisan dan penerjemah lisan.
Dilihat sekilas, interpretasi dan terjemahan hampir sama, yang berbeda adalah media yang digunakan. Dalam terjemahan, media yang digunakan adalah teks tulis, sedangkan satunya menggunakan wacana lisan. Tetapi sebenarnya keterampilan, latihan dan bakat yang diperlukan dalam kedua bidang ini berbeda cukup jauh. Salah satu keterampilan utama yang dituntut dari seorang penerjemah adalah kemampuan menulis atau mengungkapkan gagasan dalam BSa secara tertulis. Jadi mungkin saja, seorang penerjemah yang baik tidak dapat berbicara dengan baik dalam sasaran atau bahasa sumber. Kemampuan lain yang dituntut dari seorang penerjemah adalah kemampuan memahami bahasa dan budaya dari teks BSu serta kemampuan menggunakan kamus dan Dilihat sekilas, interpretasi dan terjemahan hampir sama, yang berbeda adalah media yang digunakan. Dalam terjemahan, media yang digunakan adalah teks tulis, sedangkan satunya menggunakan wacana lisan. Tetapi sebenarnya keterampilan, latihan dan bakat yang diperlukan dalam kedua bidang ini berbeda cukup jauh. Salah satu keterampilan utama yang dituntut dari seorang penerjemah adalah kemampuan menulis atau mengungkapkan gagasan dalam BSa secara tertulis. Jadi mungkin saja, seorang penerjemah yang baik tidak dapat berbicara dengan baik dalam sasaran atau bahasa sumber. Kemampuan lain yang dituntut dari seorang penerjemah adalah kemampuan memahami bahasa dan budaya dari teks BSu serta kemampuan menggunakan kamus dan
Di lain pihak, seorang interpreter harus mampu mengalihkan isi informasi dari bahasa sumber ke bahasa sasaran tanpa menggunakan kamus atau bahan referensi lain secara langsung. Tempatnya pun telah ditentukan, misalnya di ruang seminar atau konferensi. Keterampilan yang diperlukan tidak hanya keterampilan memahami ujaran pembicara, tetapi juga keterampilan di dalam membuat catatan dan mengungkapkan hasil pemahaman dan catatannya di dalam bahasa sasaran secara lisan. Sering kali semua kegiatan ini dilakukan pada saat yang bersamaan.
Ada dua macam interpretasi, yaitu interpretasi simultan dan interpretasi konsekutif (bergantian). Di dalam interpretasi bergantian, interpreter mendengarkan dulu ujaran asli sambil membuat catatan. Setelah ujaran asli tersebut selesai, biasanya satu kalimat atau satu paragraf pendek, interpreter mengungkapkan isi dari ujaran tersebut dalam bahasa sasaran. Biasanya panjang ujaran berkisar antara 1 sampai
5 menit. Di sini mulai jelas bahwa pembuatan catatan adalah kecakapan penting dalam interpretasi. Catatan ini tidak dibuat dalam bahasa sumber karena jika demikian, interpreter akan bekerja ganda pada saat mengungkapkan isi informasi, yaitu menerjemahkan dulu baru mengungkapkan. Oleh karena itu, catatan itu langsung dibuat dalam bahasa sasaran. Beberapa interpreter profesional bahkan ada yang mengembangkan sistem simbol idiogramiknya sendiri. Di dalam sistem ini mereka langsung merekam gagasan atau isi ujaran pembicara dengan sistemnya sendiri, bukan kata-katanya. Umumnya hasil interpretasinya lebih idiomatik.
Penjurubahasaan simultan jauh lebih sulit lagi. Interpreter tidak menunggu sampai pembicara selesai menyampaikan ujarannya untuk mulai menyampaikan isi suatu ujaran. Ia mulai kerjanya begitu ia sudah menangkap penggalan ujaran yang bisa dimengerti. Penggalan ini bisa saja frasa, klausa, atau, tetapi ini jarang terjadi, kalimat. Ini berarti pada saat ia mengungkapkan isi penggalan yang sudah dipahaminya tadi, pada saat yang sama ia harus mendengarkan dan mencatat penggalan berikutnya. Dari sisi terlihat betapa beratnya kerja seorang interpreter simultan. Oleh karena itu jurubahasa simultan harus menguasai topik pembicaraan atau Penjurubahasaan simultan jauh lebih sulit lagi. Interpreter tidak menunggu sampai pembicara selesai menyampaikan ujarannya untuk mulai menyampaikan isi suatu ujaran. Ia mulai kerjanya begitu ia sudah menangkap penggalan ujaran yang bisa dimengerti. Penggalan ini bisa saja frasa, klausa, atau, tetapi ini jarang terjadi, kalimat. Ini berarti pada saat ia mengungkapkan isi penggalan yang sudah dipahaminya tadi, pada saat yang sama ia harus mendengarkan dan mencatat penggalan berikutnya. Dari sisi terlihat betapa beratnya kerja seorang interpreter simultan. Oleh karena itu jurubahasa simultan harus menguasai topik pembicaraan atau
Kesamaan antara penerjemah dan interpreter adalah mereka harus mengetahui pengetahuan yang bagus tentang bahasa sumber dan bahasa sasaran, serta memahami topik teks atau wicara. Berikut ini (Tabel 1.1.) adalah syarat-syarat bagi penerjemah dan interpreter yang baik.
Tabel 1.1. Syarat-syarat penerjemah dan jurubahasa
No Penerjemah Jurubahasa
1 Menguasai bahasa sumber Menguasai bahasa sumber dan dan bahasa sasaran
bahasa sasaran
2 Mengenal budaya bahasa Mengenal budaya bahasa sumber sumber dan bahasa sasaran
dan bahasa sasaran 3 Menguasai topik atau
Menguasai topik atau masalah masalah teks yang
dalam wicara yang diterjemahkan
diinterpretasikan 4 Kemampuan untuk
Kemampuan untuk memahami memahami bahasa
bahasa lisan/tingkat reseptif tulis/tingkat reseptif 5 Kemampuan untuk
Kemampuan untuk mengungkapkan gagasan
mengungkapkan gagasan secara secara tertulis/tingkat
lisan/tingkat produktif produktif 6 -
Kemampuan untuk mendengarkan, mencatat dan mengungkapkan isi informasi pada saat yang bersamaan.
7 Kemampuan untuk - menggunakan kamus dan sumber referen yang lain
8 - Kemampuan untuk mengambil keputusan secara cepat (langsung)
1.4 Perkakas Penerjemah
Bila seorang interpreter membutuhkan perkakas kertas, pensil, headphone dan mikrofon, maka seorang penerjemah membutuhkan perkakas yang lebih banyak lagi. Selain memerlukan kertas dan pensil, ia bisa mendayagunakan perkakas lainnya, baik yang konvensional maupun yang modern.
1.4.1 Perkakas Konvensional
Perkakas konvensional selain kertas dan pensil yang biasa dipergunakan penerjemah adalah kamus. Kamus adalah sekumpulan informasi tentang sebuah kata atau kombinasi kata. Kata yang diterangkan ini disebut lema atau entri (entry).
Ada banyak macam kamus. Menurut bahasa yang digunakan, kamus bisa dibedakan menjadi kamus ekabahasa, kamus dwibahasa, dan kamus nekabahasa. Kamus ekabahasa adalah kamus yang hanya menggunakan satu bahasa saja, contohnya adalah Oxford Advanced Dictionary, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bausastra Jawa, dan lain-lain. Kamus dwibahasa menggunakan dua bahasa, contohnya adalah Kamus Indonesia-Inggris, karangan John M. Echols dan Hasan Sadily. Sedangkan kamus nekabahasa berisi padanan kata atau keterangan tentang kata lema di dalam dua bahasa atau lebih. Contohnya adalah kamus bahasa Inggris- Indonesia-Arab. Yang perlu diperhatikan oleh penerjemah adalah karena makna kata di dalam satu bahasa tidak sama benar dengan makna kata dalam bahasa lain, maka kamus dwibahasa dan nekabahasa tidak selalu sesuai untuk mencari makna suatu kata.
Berdasarkan isinya, kamus bisa dibedakan menjadi dua: kamus umum dan kamus khusus. Kamus umum adalah kamus yang berisi keterangan mengenai lema, contohnya: Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Oxford, dan lain-lain. Sedangkan kamus khusus adalah kamus yang berisi keterangan mengenai lema di dalam suatu bidang tertentu, misalnya kamus teknik, kamus perminyakan, kamus kedokteran, kamus biologi dan lain-lain. Menilik bahasanya, kamus umum dan khusus ini bisa berupa kamus ekabahasa, dwibahasa dan nekabahasa. Seorang penerjemah sudah selayaknya memiliki kamus umum dan khusus ini terutama kamus khusus yang terkait dengan bidang spesialisasinya.
Jenis perkakas konvensional lain adalah tesaurus (thesaurus). Di Jenis perkakas konvensional lain adalah tesaurus (thesaurus). Di
1.4.2 Perkakas Modern
Perkakas modern bagi penerjemah yang kami bahas di sini adalah kamus elektronik, kamus daring (dalam jaringan atau on-line), mesin penerjemah dan alat penerjemahan berbantuan komputer. Kamus elektronik adalah kamus yang datanya di simpan di dalam alat elektronik dan dibaca dalam alat itu juga. Alat ini ada yang dibuat dengan bentuk mirip kalkulator, dan bisa dibawa ke mana-mana. Kekurangan kamus jenis ini adalah tidak mempunyai penjelasan yang lengkap atau tanpa contoh seperti halnya kamus konvensional. Kelebihannya adalah penerjemah bisa mencari kata dengan cepat.
Jenis kamus modern yang lain adalah kamus yang sudah dibuat dalam bentuk program komputer. Kamus ini sangat membantu bagi penerjemah yang biasa bekerja dengan komputer. Ia bisa membuka program pengolah kata, misalnya Microsoft Word, untuk menulis hasil terjemahannya dan program kamus sekaligus. Kapan saja ia ingin mencari makna kata atau padanan kata tertentu, ia tinggal pindah ke program kamus. Dengan mengetikkan kata BSu lalu menekan sebuah tombol, semua alternatif padanan kata terpampang di depan mata. Setelah itu penerjemah pindah lagi ke program pengolah kata, lalu memakai padanan yang telah dipilihnya. Hampir semua kamus konvensional sekarang memiliki jenis ini, misalnya kamus Longman dan Collins Cobuild. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun memiliki versi perangkat lunak.
Di era internet ini, penerjemah juga bisa mendayagunakan sumber daya daring. Kamus daring inilah perkakas modern yang kedua.
Hampir semua kamus yang dahulu kita kenal versi cetakan kertas, sekarang tersedia di internet. Dan kami rasa ini yang paling praktis sekarang. Berikut adalah beberapa contoh kamus, glosarium, atau tesaurus daring yang berguna bagi penerjemah dengan pasangan bahasa Inggris – Indonesia.
http://kbbi4.portalbahasa.com/ (Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi IV) http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/ (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III, yang akan diganti dengan edisi IV) http://kateglo.com/ (kamus KBBI, tesaurus, dan glosari yang mencakup segala jenis bidang dengan pasangan bahasa Inggris –
Indonesia atau sebaliknya. http://www.collinsdictionary.com/ (kamus dan tesaurus beberapa bahasa) http://www.ldoceonline.com/ (kamus)
http://www.thefreedictionary.com/ (kamus, tesaurus, ensiklopedia, idiom, dll.)
Perkakas berikutnya adalah perangkat lunak mesin penerjemah (MP). Untuk yang satu ini orang sering salah mengerti kegunaan mesin penerjemah. (Di Indonesia perangkat lunak mesin penerjemah yang sangat populer bermerek Transtool). Apakah mesin penerjemah itu sebenarnya? Lihat alur kerja dengan mesin penerjemah di gambar berikut ini.
Dari sisi proses penerjemahan, sebenarnya ada perbedaan yang sa gat jauh a ta a Mesi Pe e je ah MP a g
e goto atiska (automate) dan CAT Tool
a tu assist). Tegasnya, perbedaan antara MP dan CAT Tool terletak pada siapa yang menduduki peran sentral di dalam proses penerjemahan. Apabila MP dimanfaatkan, komputer
ag e
(atau mesin) memegang peran sentral. Mesinlah yang melakukan penerjemahan. Manusia dapat membantu mesin dengan cara memperbaiki hasil kerja mesin. Kalau CAT TOOL yang digunakan, manusialah yang melakukan penerjemahan, sedangkan komputer (atau mesin) hanya membantu manusia. Perhatikan Gambar 1.6 berikut ini.
Penyun- Naskah sumber
Naskah Mesin pe-
tingan sasaran
aturan linguistik
korpus linguistik
Gambar 1.6 Proses menerjemahkan dengan Mesin Penerjemah
Di dalam gambar di atas, naskah sumber merupakan masukan bagi MP. MP menerjemahkan naskah BSa dengan menerapkan aturan-aturan linguistik dan memanfaatkan pangkalan data yang dimilikinya yang berupa korpus linguistik untuk menghasilkan naskah BSa. Apabila manusia yang bertanggung jawab kurang puas, dia dapat menyuntingnya untuk menghasilkan naskah BSa versi jadi (akhir). Apabila dirasa hasil terjemahan sudah memuaskan, maka hasil kerja MP bisa langsung dijadikan naskah sasaran (hasil akhir).
Yang terp e ti g di dala MP adalah otak a a g e oses askah asuka . “epe ti apa a a ke ja otak MP? Ada dua arsitektur utama mesin penerjemah. Yang pertama adalah mesin penerjemah
berbasis aturan linguistik. Secara sederhana, mesin penerjemah jenis ini adalah perangkat lunak yang terdiri atas algoritma (aturan-aturan) yang dapat menganalisis unit penerjemahan bahasa sumber yang diproses, kemudian mencocokkannya dengan database di bidang struktur kalimat dan kosakata, dan akhirnya menyusun ulang potongan-potongan data linguistik yang didapat berdasarkan analisis awal tadi di dalam bahasa sasaran. Semakin lengkap aturan yang diciptakan sang perancang, semakin bagus hasil kerjanya. Kelemahannya adalah perancangnya harus senantiasa melengkapi aturan-aturan linguistik ini agar kualitas hasilnya semakin bagus. Karena sifatnya ini mesin penerjemah sesuai untuk menerjemahkan dokumen-dokumen teknis tertentu, yang aturan dan database-nya sudah disesuaikan untuk itu. Dokumen sejenis dengan ramalan cuaca, laporan kesehatan. dll. cocok untuk mesin penerjemah. Sedangkan novel dan puisi tentu saja tidak bisa ditangani dengan mesin penerjemah.
Mesin penerjemah jenis kedua adalah mesin penerjemah yang berbasis statistik. Mesin penerjemah berbasis statistik menghasilkan terjemahan tidak berdasar pada aturan linguistik, tetapi pada model Mesin penerjemah jenis kedua adalah mesin penerjemah yang berbasis statistik. Mesin penerjemah berbasis statistik menghasilkan terjemahan tidak berdasar pada aturan linguistik, tetapi pada model
Penggalan-penggalan data yang dipakai sebagai dasar ini bisa berupa kata, frasa, dan bentuk sintaksis. Google Translate yang diluncurkan Google pada tahun 2006 adalah MP dengan arsitektur berbasis statistik dengan unit identifikasi frasa, atau di dalam bahasa
Inggris disebut phrase-based machine translation 1 . Oleh karena itu tidak mengherankan jika Google Translate kada g isa
e e je ahka dengan sangat luwes. Itu karena kebetulan database dwibahasanya