Industri Kecil TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Kecil

Ada dua definisi industri kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi industri kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal satu milyar rupiah dan memiliki kekayaan bersih tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha paling banyak 200 juta rupiah Sudisman dan Sari, 1996. Kedua, menurut Biro Pusat Statistik 1999: klasifikasi industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: 1 industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang, 2 industri kecil dengan pekerja 5-19 orang, 3 industri menengah dengan pekerja 20-99 orang, 4 industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih. Walaupun banyak definisi mengenai industri kecil, namun industri kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam Kuncoro, 2000: 1. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Data BPS 1994 dalam Kuncoro 2000 menunjukkan jumlah pengusaha kecil mencapai 34,316 juta orang yang meliputi 15,635 juta pengusaha kecil mandiri tanpa menggunakan tenaga kerja lain, 18,227 juta orang pengusaha kecil yang menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri, serta 54 ribu orang pengusaha kecil yang memiliki tenaga kerja tetap. 2. Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari Universitas Sumatera Utara modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir. 3. Sebagian besar industri kecil ditandai dengan belum dimilikinya status badan hukum. Menurut catatan BPS 1994 dalam Kuncoro 2000, dari jumlah perusahaan kecil sebanyak 124.990, ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris; 4,7 persen tergolong perusahaan perorangan yang berakta notaris, dan hanya 1,7 persen yang sudah mempunyai badan hukum PTNV, CV, Firma, atau Koperasi. 4. Ditinjau menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman dan tembakau ISIC 31, industri tekstil ISIC 32, industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabot rumah tangga ISIC 33 masing-masing berkisar antara 21 persen hingga 22 persen dari seluruh industri kecil yang ada. Sedangkan yang bergerak pada kelompok usaha industri kertas ISIC 34 dan kimia ISIC 35, diikuti kelompok industri barang galian bukan logam ISIC 36 relatif masih sangat sedikit sekali yaitu kurang dari satu persen. Menurut Kuncoro 2000, pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen sumberdaya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang Universitas Sumatera Utara dihadapi pengusaha kecil adalah: 1 kelemahan dalam memperoleh pasar dan memperbesar pangsa pasar, 2 kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan, 3 kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumberdaya manusia, 4 keterbatasan jaringan usaha kerja sama antar pengusaha kecil sistem informasi pemasaran, 5 iklim usaha yang kurang kondusif karena persaingan yang saling mematikan, 6 pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurang kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil. Industri kecil sangat padat karya dan persediaan tenaga kerja di Indonesia masih sangat banyak, mengikuti laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja yang rata-rata pertahun sangat tinggi, sehingga upah minimum tenaga kerja khususnya dari kelompok berpendidikan rendah di Indonesia masih relatif murah dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia dengan jumlah penduduk atau angkatan kerja yang lebih sedikit Tambunan, 1997. 2.2. Teori Tenaga Kerja 2.2.1. Permintaan Tenaga Kerja